Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andy Yulianto
"Pemakaian Sendiri dan Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) termasuk dalam penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan atau terutang Pajak Pertambahan Nilai, ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000,walaupun dalam perubahan ketentuan tersebut diatur dalam pasal yang berbeda, tetapi secara materiil ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Niiai atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma tidak mengalami perubahan.
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari ketentuan tersebut oleh Direktur Jenderal Pajak diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-091PJ.0311985 tanggal 30 Januari 1985 tentang Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-cuma. Lebih lanjut pada tanggal 4 Januari 1991 diterbitkan Surat Edaran Nomor SE-011PJ.11991 tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya sebagai biaya perusahaan. Selanjutnya pada tanggal 18 Pebruari 2002diterbitkan Keputusan direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-871PJ.12002 dan Surat Edaran Nomor SE-04IPJ.5112002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau jasa Kena Pajak. Dalam Keeentuan baru tersebut terdapat beberapa perubahan aturan yang mengandung unsur kontroversial, diantaranya tidak dikenakannya Pajak Pertambahan.
Nilai dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif Barang Kena Pajak karena belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak PenjuaIan Barang Mewah (PPnBM) atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual. Aturan pelaksanaan tersebut menimbulkan permasalahan terhadap netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dan perhitungan pajak terhutang.
Permasalahan Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak dalam pengertian barang berwujud dianalisa menggunakan metode penelitian diskriptif analisis. Dengan berpedoman pada Peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan landasan teori tentang Pajak Pertambahan Nilai dan pengenaan Pajak penjualan atas Barang Mewah terdapat beberapa temuan bahwa ketentuan bare (KEP-871PJ.12002) tesebut bertujuan untuk memperbaiki ketentuan lama (SE-O IIPJ.11991), yang dalam pelaksanaannya menimbulkan dampak negative bagi penerimaan Negara, terutama pada pengenaan PPN atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif.
Barang Kena Pajak yang tidak tergolong Barang Mewah. Ketentuan baru tersebut juga berusaha untuk mengenakan PPN dan PPnBM atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak yang diserahkan menyatu dengan barang yang dijual dan berpotensi terjadinya pengenaan pajak berganda. Perbaikan dalam ketentuan baru tersebut selain menimbulkan distorsi terhadap Netralitas Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi, apabila ditinjau dari landasan yuridis formal dan material ketentuan baru tersebut juga bertentangan dengan Undang-undang PPN 1984. Perhitungan Pajak terhutang untuk pemakaian sendiri tujuan produktif atas Barang Kena Pajak basil produksi sendiri yang tergolong mewah, dalam ketentuan baru sangat merugikan penerimaan Negara karena tidak dikenakannya PPN dan PPnBM dan dari kebijakan baru tersebut menimbulkan potensi pengenaan pajak berganda (cascading) baik untuk pemakaian sendiri maupun pemberian cuma-cuma dan ketidakadilan pengenaan pajak atas pemberian cuma-cuma berupa sumbangan yang bersifat sosial.
Kesimpulan dari analisis permasalahan tersebut bahwa upaya perbaikan mekanisme pengenaan pajak dalam ketentuan baru terhadap ketentuan lama tidak mencapai sasaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang PPN dan filosofi pengenaan PPN sebagai Pajak atas konsumsi, pengenaan pajak atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma menjadi tidak netral dan pengaruhnya terhadap Wajib Pajak dalam perhitungan pajak terhutang dapat menimbulkan dampak positif dan negatif yang akan berpengaruh pula terhadap penerimaan Negara. Diusulkan upaya perbaikan dengan mengganti aturan pelaksanaan yang secara yuridis formal dan material tidak bertentangan dengan undang-undang PPN dan sejalan dengan filosofi PPN sebagai Pajak atas konsumsi, walaupun pengenaan PPN atas pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma lebih terfokus pada mekanisme pengkreditan pajak masukan, namun perbaikan sistem tersebut diupayakan sedapat mungkin tidak menimbulkan kerugian bagi Negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Pintor Donisura
"Skripsi ini membahas mengenai pajak pertambahan nilai atas pemberian cumacuma (hadiah) oleh bank kepada nasabah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan transaksi-transaksi perbankan yang terdapat pemberian cuma-cuma (hadiah) didalamnya dan pemberian cuma-cuma (hadiah) termasuk pemberian Barang Kena Pajak. Penelitian ini juga menjelaskan implikasi pengenaan PPN atas pemberian cumacuma pada transaksi perbankan terhadap status Bank sebagai PKP atau bukan PKP dan menunjukan adanya hambatan yang dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara Bank dan Dirjen Pajak.

This research elucidates about the value added tax ("VAT") of the free gift by the bank to the customer. The approach method of this thesis is descriptive qualitative. The results of this research explains that the free gift policy of the banking transactions is categorized as a taxable goods. This research also explains the VAT imposition implications on the free gift policy of the banking transactions againts the bank status as VAT enterprise or non-VAT enterprise and this research indicate the existence of barriers due to disagreements between the Bank and the Directorate General of Taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gathot Subroto
"Dalam penjelasan Pasal 16C Undang-undang PPN 1984 dijelaskan mengenai latar belakang dan tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut, bahwa kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan, dikenakan PPN dengan pertimbangan : sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN; dan yang kedua untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estat atau yang menyerahkan pembangunan gedung kepada pemborong dengan pihak yang membangun sendiri.
Dari penjelasan tersebut, jelas diketahui bahwa rasa 'keadilan' dan 'perlakuan yang sama' menjadi salah satu alasan untuk memberlakukan pasal tersebut. Pengertian keadilan dalam penjelasan tersebut perlu dikaji lebih lanjut, apakah keadilan yang dimaksud dalam penjelasan tersebut sudah sesuai dengan prinsip keadilan (the equality principle) seperti yang di kemukakan oleh Adam Smith atau hanya sebatas keadilan (fairness) saja.
Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan pokok permasalahan yang pertama, apakah pengenaan PPN terhadap kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan nilai lain sebagai tax base sudah memenuhi azas keadilan pajak bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan tersebut? Yang kedua adalah Apakah ada alternatif lain mengenai cara penghitungan untuk menetapkan dasar pengenaan pajak yang lebih memenuhi kriteria keadilan dengan tetap menjaga kesederhanaan administrasinya?
Mengacu kepada teori kebijakan publik khususnya dalam mendesain suatu kebijakan perpajakan, kebijakan yang diberlakukan seharusnya memenuhi kriteria struktur pajak yang baik, memenuli unsur keadilan pajak, distribusi beban pajak yang adil, penentuan base pajak yang tepat, kemudahan dalam administrasinya, dan biaya pemungutan yang efisien.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini antara lain yang pertama adalah, bahwa untuk menjangkau kegiatan tersebut dari pengenaan PPN, maka dapat saja diupayakan untuk membuat suatu ketentuan yang bersifat pengecualian dari sistem pengenaan pajaknya, mengingat bahwa memajaki pengeluaran konsumsi adalah tujuan dari pengenaan pajak tersebut, sedangkan sistem PPN itu sendiri semata hanyalah sebagai alai atau teknik untuk memajaki pengeluaran konsumsi.
Kemudian dari definisi kegiatan membangun sendiri, masih terdapat kelemahan-kelemahan pada pendefinisian kegiatan membangun sendiri dalam peraturan pelaksanaan PPN Pasal 16C Undang-undang PPN 1984. Dihubungkan dengan maksud pemberlakuan Pasal 16C Undang-undang PPN 1984 salah satunya untuk menghindari adanya hole yang tercipta, yang dapat dimanfaatkan untuk menghindari pengenaan PPN, dari analisis yang dilakukan ternyata masih ada kegiatan membangun yang masih belum ter-cover oleh Pasal 16C tersebut. Untuk memenuhi kriteria perlu dibuat definisi kegiatan membangun sendiri yang lebih sesuai dengan kaidah bahasa dan mampu mengcover hole yang masih terdapat pada definisi lama.
Selanjutnya mengenai pengenaan PPN Pasal 16 C yang berlaku, schedutar rate yang diterapkan pada PPN atas kegiatan membangun sendiri mengakibatkan adanya titik yang tidak dapat lagi dikendalikan oleh mekanisme PPN. Sehingga potensi terjadinya cascading effect sangat dimungkinkan terjadi. Akibat dari scheduIar rate tersebut akan dapat menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak wajib pajak yaitu membayar lebih dari yang seharusnya (utang pajak yang seharusnya terjadi) sementara pihak lain justru terutang PPN lebih kecil (dari yang seharusnya ) dari nilai tambah yang sebenarnya tercipta. Sesuai dengan karakteristik kegiatannya, untuk menghitung nilai tambah dalam kegiatan membangun sendiri lebih cocok untuk digunakan addition method.
Untuk menguji atau menentukan nilai bangunan, Direktorat PBB dan BPHTB telah mengembangkan Sistem Daftar Biaya Komponen Bangunan (Sistem DBKB), metode ini dapat dipakai untuk membantu pemeriksa pajak dalam menentukan nilai bangunan yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak atas PPN Pasal 16C Undang-undang PPN 1984, mengingat belum adanya standar dan cara pemeriksaan untuk jenis pajak PPN Pasal 16C ini.
Hasil simulasi terhadap 40 data objek pajak di KP PBB Jakarta Barat Dua, khususnya untuk bangunan perumahan dengan luas bangunan 200 m2 ke atas, dan dibangun setelah tahun 2002, disimpulkan bahwa pengenaan PPN dengan dasar pengenaan pajak nilai lain yaitu 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun, menghasilkan penerimaan PPN Pasal 16C yang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah nilai tambah yang tercipta, atau apabila PPN dihitung dengan menggunakan addition method."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subandono Rachmadi
"The submission of recording products which include video and/or audio recording is regarded as submission of Tax Payable Goods that are imposed or payable of Value Added Tax. That provision is implicitly regulated in The Law No.8/1983 regarding Value Added Tax, as was last changed by Law No. 18/2000. Even though the alteration of the provision was regulated within different chapter, substantially the provision of Value Added Tax imposition on the submission of Video and/or audio recording products remains unchanged.
Further guidance toward the implementation of the Law was issued by The Minister of Finance and The Director General of Tax for its realization. The guidance of implementation is periodically modified to meet with particular condition. Up to this time, the guidance that has become the support for the implementation of VAT collection on video and/or audio recording products is The Decision of The Minister of Finance No.KMK-251/KMK.04/2002 dated May 31,2002 regarding the Alteration of the Decision of the Minister of Finance No.567/KMK.04/2000 concerning Other Value as Tax Assessment Base; The Decision of the Finance Minister No.KMK-86/KMK.03/2002 dated March 8,2002 concerning The System of Sticker Application in collecting and paying of VAT on the Submission of Video Recording products; The Decision of The Minister of Finance No.KMK-174/KMK.03/2004 dated April 2,2004 regarding Value Added Tax on the Submission of Audio Recording Products; The Decision of Director General of Tax No.KEP-81/PJ./2004 dated April 24,2004 and July 20,2004 concerning the determination of shape, size, color, contents, value text of VAT-PAID sticker and Assessment Base to calculate VAT on the Submission of Video Recording Products and the Pointing-out of Association that gives recommendation to the payment settlement of VAT-PAID sticker and system of settlement and its report; The Circular of The Director General of Tax No. SE-08/PJ.51/2003 dated April 2,2003 concerning the Value Added Tax on the Submission of Audio Recording products or Video Recording Products by distributor or agency or such; and the Circular ofthe Director General of Tax No. SE-05/PJ.51/2004 dated July 20, 2004, Issuance of Correction of the Decision by The Director General of Tax No.KEP-81/PJ./2004 regarding Value Added Tax on the submission of Audio Recording Products.
The mechanism of Value Added Tax collection on recording products as regulated in the above-said provisions has many controversial factors, for example, the collection of Value Added Tax that are imposed only to manufacturer level. Compared to the mechanism of Value Added Tax collection commonly applied, the so many controversial factors resulting will create problems to the neutrality of Value Added Tax as tax on consumption and also to the calculation of payable tax.
Problems over the imposition of Value Added Tax on the submission of video and/or audio recording products are analysed using descriptive-research analysis method. Justifying the Law of Value Added Tax 1984 and footing on the theory about Value Added Tax, there are some findings that the provisions regulating the mechanism of Value Added Tax collection on the submission of these recording products have given negative impacts to the Nation?s income in its implementation. Value Added Tax collection applied only to the producers' level and the Tax Assesment based on the given average Selling Price changes Value Added Tax to become single stage tax that potentially causes the loss of value added objects appearing within the distributors level and multiple-tax imposition. Viewed from the side of the yuridical formal and material justification, the said provisions not only deform the neutrality of Value Added Tax as tax on consumption, but also are in defiance ofthe Law of Value Added Tax of 1984.
The conclusion of the analysis over the problems is that the mechanism of VAT imposition on the submission of recording products has not achieved the targeted goal as mentioned in the VAT Law and the philosophy of VAT imposition as tax on consumption. The neglected neutrality in this tax imposition shall give influence toward the Tax Payers in calculating their payable tax that can also affect to the Nation?s Income. It is therefore proposed that improvement efforts be made by changing current implementation guidance with a new one that yuridical formal cmd material are not against VAT Law and in conformance with the philosophy of VAT as tax on consumption, but the improvement of the system shall be endeavored not to cause signiticant loss to the Nation."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Setyowati
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya uji materi PP No. 31 Tahun 2007 yang diajukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) tahun 2014 kepada Mahkamah Agung (MA) atas barang hasil pertanian karena bertentangan dengan UU PPN Pasal 4A, dimana pada UU PPN barang hasil pertanian tidak termasuk barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN (terutang PPN). Pada akhirnya uji materil ini dikabulkan oleh MA melalui putusan MA nomor 70p/hum/2014 mengenai pajak pertambahan nilai atas barang hasil pertanian yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari pengenaan PPN tersebut pada kapasitas lahan perkebunan kopi Indonesia, nilai ekspor biji kopi dan kopi olahan (hilirisasi) serta dampak hilirisasi kopi terhadap perekonomian Indonesia dilihat dari penciptaan output, tenaga kerja dan pendapatan.
Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square dan Analisis Input Output, penelitian ini menyimpulkan bahwa pengenaan PPN berdampak negatif pada luasan lahan perkebunan kopi Indonesia. Pada saat terjadi pengenaan PPN, lahan perkebunan kopi Indonesia berkurang, dan semakin bertambah ketika terjadi pembebasan PPN. Sedangkan dampak pengenaan PPN terhadap nilai ekspor biji kopi adalah negatif namun tidak signifikan, tetapi berdampak negatif dan signifikan terhadap kegiatan hilirisasi yang dilihat dari pengurangan nilai ekspor kopi olahan. Adapun penurunan nilai ekspor biji olahan tersebut akan berpotensi mengurangi output perekonomian dalam negeri, mengurangi tingkat pendapatan rumah tangga dan penyerapan lapangan kerja di sektor yang terkait dengan industri hulu dan hilir tanaman kopi.

This research bases on the matter PP no. 31 in 2007 submitted by Indonesian Chamber of Commerce and Industry (KADIN) 2014 to the Supreme Court (MA) of the agricultural products as opposed to the (VAT) Law, Article 4a, where law VAT of the agricultural products, not including goods, that is excluded from the imposition of the owed VAT. In the end the materil granted by Supreme Court through the award of Supreme Court Number 70p/hum/2014 on taxes increase in value over the agricultural products which resulting from agriculture, plantation, and forestry. The purpose of this research is to find the impact of the imposition of VAT the land on the capacity of coffee plantations, export of coffee and the export of coffee processed (downstream process) and the impacts of downstream process of coffee on the economy Indonesia seen from the creation of output, labor and income.
By Using Ordinary Least Square and Input Output methods, the result of this research concluded the VAT has a negative impact on the capacity of coffee land in Indonesia. In the event of the imposition of VAT, Indonesian coffee are reduced, and has been increased when the VAT exemption. While the impact the imposition of VAT on the export value of coffee beans is negative but insignificant, but have a negative impact and significant of the downstream process viewed from reduction value the export of coffee processed. As for reduction in the value of export of processed is to be potential to decrease output domestic economy, reduce the household income and absorption of employment opportunities in sectors related with the the upstream and downstream industries coffee plant.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T46077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awalia Rizky
"Penelitian skripsi ini bertujuan untuk menganalisis praktik pengenaan PPN kegiatan membangun sendiri pada peraturan pelaksana yakni PMK-163/PMK.03/2012 di KPP Pratama Bekasi Selatan dan Bekasi Utara. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Simpulan dari penelitian ini adalah asas kemudahan administrasi dan netralitas masih belum diterapkan dalam beberapa aspek pada peraturan PPN atas kebijakan membangun sendiri. PMK-163/PMK.03/2012 tidak berefek pada penambahan jumlah obyek pajak PPN atas kegiatan membangun sendiri namun berdampak pada jumlah penerimaan PPN kegiatan membangun sendiri.

The aim of this research is to analyze practice of tax imposition on self constructing activity as regulated in PMK-163/PMK.03/2012 at KPP Pratama South Bekasi and North Bekasi. This research applies qualitative approach, and occupies literature study as well as in depth interview for data collection. The research concludes that the principles of good tax administration and neutrality have not been implemented in several aspects of the regulation. The application of PMK-163/PMK.03/2012 does not give effect to adding object of VAT on self constructing activity, yet has quite significant result on VAT on self constructing activity revenue amount."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tunas Hariyulianto
"Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip tujuan (Destination Principle) yaitu suatu prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan jasa oleh negara tempat pemanfaatan atau konsumsi barang dan jasa tersebut. Berdasarkan prinsip ini, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi di dalam Daerah Pabean, sedangkan atas konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas dasar prinsip tujuan (Destination Principle) ini, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini dilakukan melalui metode Zero Rate, yaitu atas ekspor Barang Kena Pajak ditentukan sebagai penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% ini telah membuat ekspor Barang Kena Pajak menjadi bebas dad pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut.
Berbeda halnya dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai hanya mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dengan tarif 10%, tanpa adanya ketentuan iebih lanjut yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai da!am hal Jasa Kena Pajak tersebut dimanfaatkan di luar Daerah Pabean (Ekspor Jasa). Dengan demikian, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengenakan tarif yang sama sebesar 10% atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean baik untuk dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean maupun di luar Daerah Pabean.
Analisis yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, penelaahan dokumen dan hasil wawancara diperoleh kesimpulan bahwa Ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% atas ekspor Jasa Kena Pajak tidak sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai antara lain prinsip tujuan (Destination Principle) yang dianut oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dan Teori Bukan Faktor Harga (VAT is not a cost price factor). Berdasarkan prinsip tujuan, atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean untuk dikonsumsi atau dimanfaatkan di luar Daerah Pabean seharusnya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai seharusnya tidak dikenakan atas ekspor. Sedangkan teori yang ketiga menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai bukanlah faktor penentu harga atau tidak masuk ke dalam harga barang atau jasa yang diserahkan.
Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak, dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode yaitu Exemption dan Zero Rate. Berdasarkan konsep teori dan metode yang digunakan oleh negara-negara yang menerapkan sistem Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax), metode yang sebaiknya digunakan adalah Zero Rate, yaitu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dengan tarif 0%.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate (tarif 0%) ini, akan membuat ekspor Jasa Kena Pajak menjadi bebas dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax) diharapkan akan dapat meningkatkan daya saing harga dari produk-produk jasa yang diekspor oleh Pengusaha Indonesia. Hal ini tentunya akan Iebih menciptakan iklim dunia usaha jasa di Indonesia yang lebih kondusil. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate juga dilakukan dalam rangka harmonisasi perpajakan demi terciptanya perdagangan internasional yang fair dan netral.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis permasalahan dalam tesis ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dalam peraturan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia belum sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya, disarankan agar dilakukan perubahan ketentuan dalam Undangundang Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur mengenai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean untuk dimanfaatkan di luar daerah pabean (ekspor Jasa Kena Pajak) sehingga sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai.

The Indonesian VAT Prevailing Law follows a Destination Principle in imposing Value Added Tax. Under this Destination Principle, VAT is imposed on goods and services consumed in the taxing jurisdiction, regardless of where they are produce. VAT is imposed on imports for consumption in the state, and VAT is rebated on exports to be consumed elsewhere. Fiscal frontiers must be maintained to ensure that exports are fully rebated for the VAT paid in the exporter's domestic market and where the VAT rates appropriate to the importer's home market can be applied.
Based on The Destination Principle, VAT is not imposed on goods consumed outside the taxing jurisdiction (Exports of goods). This Exception of VAT Levy, done with Zero Rate Method. Zero Rate means that the trader is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT, On the other hand, a trader liable to the zero rate is liable to an actual rate of VAT, with just happens to be zero; therefore, such a zero-rated trader is wholly a part of the VAT system and makes a full return for VAT in the normal way. However, when this trader applies the tax rate to his sales, it ends up as a zero VAT liability but from this he can deduct the entire VAT liability on his inputs, generating a repayment of tax from the government. In this way, the zero-rated trader reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys the good free of VAT. Different matter with VAT levy on exports of services. Indonesian VAT Laws imposed on every transfer of taxable services in taxing jurisdiction with rate of 10%, regardless of where they are consumes. Therefore, 10% VAT is imposed on export of taxable services.
Analysis that has been done based on study of literature books and interview, conclude that 10% VAT levy on export of taxable services is not appropriate with Theory of VAT, among other things, Destination Principle, Neutrality Theory and VAT is not a cost-price factor Theory. According to this principle and the theory, VAT should not impose on services that consumed outside the taxing jurisdiction (Export of services).
Exception of VAT levy on export of services can use exemption or zero rate. According to VAT Theory and method used in countries that used VAT System, the method should be used is zero rate. Using Zero Rate means that the exporter of services is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT. The exporter of services can reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys services free of VAT. Using zero rate in export of services will increase price competitiveness of service products that exported by Indonesian producer. Further, this matter will create the conducive condition for business of services in Indonesia.
Based on analysis of the case in this examination, conclude that imposing Value Added Tax on export of services according to the prevailing law is not appropriate with theory of VAT. Further, suggested that the government should amendment prevailing law in particular that regulate about imposing Value Added Tax on export of services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mora Aryani
"Salah satu upaya untuk mengefektifkan peranan pajak sebagai sumber pembiayaan pemerintahan adalah memperluas subjek pajak - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga tingkat pedagang eceran. Untuk memberikan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE) dalam memenuhi kewajiban PPN-nya, maka dikeluarkan ketentuan Nilai Lain sebagai Daftar Pengenaan Pajak (DPP).
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan ketentuan tersebut pertama : apakah terdapat keseragaman pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan perpajakan, kedua : apakah telah memberikan kemudahan administrasi pajak, ketiga : apakah telah memenuhi asas keadilan pajak, keempat apakah terdapat pengawasan dan pemeriksaan pajak yang efektif.
Kerangka teori yang penulis ajukan adalah prinsip-prinsip perpajakan yang ideal yaitu bahwa sistem perpajakan yang ideal harus memenuhi prinsip kepastian hukum yang tercermin dalam keseragaman pemahaman, kemudahan administrasi pajak, azas-azas keadilan pajak serta sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.
Disamping melakukan studi literatur (library research), penulis juga melakukan penelitian lapangan (field research) berupa unit analisis persepsi dan pengalaman aparatur pajak maupun wajib pajak (pedagang eceran) di wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Menteng dengan menggunakan instrumen kuesioner.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa, diantara wajib pajak maupun aparatur pajak tidak memiliki persepsi yang seragam terhadap pokok peraturan perundang-undangan perpajakan, belum sepenuhnya memberikan kemudahan dalam administrasi pajak bagi wajib pajak maupun instansi pajak, responden aparatur pajak menyatakan bahwa tarif deemed 10% x 20% x DPP sudah cukup wajar dan adil sebaliknya responden wajib pajak menyatakan belum sepenuhnya/belum adil dan seharusnya lebih rendah, sistem pengawasan dan pemeriksaan yang ada ternyata belum efektif, masih terdapat beberapa kendala dan perlu ditingkatkan.
Untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan pengenaan PPN terhadap PKP PE dengan menggunakan Nilai Lain sebagai DPP, disarankan untuk dilakukan peninjauan kembali seluruh ketentuan perpajakan yang terkait, dilakukan penyeragaman pemahaman antara wajib pajak maupun aparatur pajak, dilakukan peninjauan lebih lanjut untuk memberikan kemudahan administrasi pajak, dilakukan penelitian lebih lanjut tentang besarnya tarif deemed yang wajar dan dilakukan penyuluhan yang intensif dan terencana untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak sehingga tercipta keadilan (persaingan yang sehat) diantara wajib pajak."
2001
T7439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumangger, Lewi Evander Christ
"Batubara adalah komoditas yang krusial dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia. Statusnya sebagai Barang Tidak Kena Pajak berubah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sehingga menghapus batubara dari daftar barang tidak kena PPN. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ini yang sudah berlangsung 2 tahun. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi Kebijakan PPN atas penyerahan batubara berdasarkan teori evaluasi kebijakan Dunn. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga dimensi yang terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu perataan, responsivitas, dan ketepatan. Dimensi yang tidak terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu efektivitas dan efisiensi. Kebijakan PPN atas penyerahan batubara perlu diperbaiki agar bisa mencapai tujuan awal kebijakan ini bisa tercapai. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan batubara untuk mengamandemen kontrak yang berlaku agar otomatis mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan matang untuk mempersiapkan potensi restitusi di masa depan.

Coal is a crucial commodity in meeting Indonesia's energy needs. Its status as Non-Taxable Goods has changed since the promulgation of Law Number 11 Year 2020 of Cipta Kerja, thereby removing coal from the list of non-VAT subject goods. The purpose of this study is to evaluate the implementation of this policy which has been going on for 2 years. The research was carried out using a qualitative approach with a descriptive research type where data collection was carried out by in-depth interviews and literature studies. The focus of this research is to evaluate the VAT policy on coal delivery based on Dunn's policy evaluation theory. The results of the study show that there are three dimensions that are fulfilled in the VAT policy on coal delivery, namely equity, responsiveness, and accuracy. The dimensions that are not fulfilled in the VAT policy on the delivery of coal are effectiveness and efficiency. The VAT policy on the delivery of coal needs to be improved in order to achieve the initial objectives of this policy. The way that can be done is by negotiating between the government and coal companies to amend the applicable contract so that it automatically complies with statutory provisions. In addition, careful planning is necessary to prepare for potential restitution in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Murlian
"Tesis ini membahas mengenai PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) yang merupakan salah satu kewajiban perpajakan objektif yang melekat pada kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan atas pembangunan rumah atau bangunan dengan kriteria tertentu. Pertimbangan utama diberlakukan kebijakan ini adalah untuk mencegah penghindaran pengenaan PPN. Dalam perjalanan waktu, ketentuan PPN KMS senantiasa mengalami perubahan. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah asas keadilan pajak terpenuhi pada pengenaan PPN KMS dan aturan pelaksananya telah memenuhi asas kepastian hukum. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa PPN KMS sama sekali tidak mencerminkan asas keadilan pemungutan pajak dan peraturan pelaksana PPN KMS tidak memberikan kepastian hukum karena peraturan yang ada selalu berubah-ubah atau inkonsistensi sehingga sangat membingungkan masyarakat yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

This thesis discussed about the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own that is one obligation taxation objective attached to to the activity of build on one’s own that conducted not within the business activity or work by individual or corporate for the construction of house or building with certain criteria. Activity of build on one's own that conducted not within its business activity or work, subject to Value Added Tax with consideration to prevent evasion of Value Added tax. In course of time, the provisions of the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own constantly changing. The research was conducted with the study of librarianship and field studies with the aim of this study is to determine whether the principle of tax fairness are met on the imposition of Value Added Tax imposed on activity of build on one's own and rules of the organization has fulfilled the principle of legal certainty. Based on the results of this research thar the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own in no way reflects the principle of tax fairness and the implementing regulation of the Value Added Tax imposed on activity of build on one's own does not provide legal certainty due to the ever-changing regulations or inconsistencies so very confusing communities that conduct activities to build on one's own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>