Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Heince Tombak
"Industri ritel atau yang disebut juga bisnis eceran merupakan bisnis yang tidak lesu ditengah-tengah krisis yang sedang melanda bangsa ini. Padahal di sisi lain, terlihat macetnya kinerja sebagian besar industri-industri yang sebelum krisis menjadi penggerak perekonomian negara, Hal ini diakibatkan karena industri ritel bersentuhan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari dimana proses perputaran barang dan uang di dalamnya sangat cepat.
Laju pertumbuhan industri ritel pada saat ini sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari tumbuhnya pusat-pusat Perbelanjaan Modern baru baik oleh investor asing maupun lokal. Begitu juga ekspansi yang dilakukan oleh pengusaha lama didalam memperluas jaringan usaha mereka dengan menambah gerai-gerai baru. Laju pertumbuhan yang pesat bahkan pasar modern bukan tidak memiliki dampak negartif, hal ini terlihat dari: keterdesakan pasar tradisional dan usaha kecil dan juga persaingan yang tidak sehat sesama peritel modern.
Untuk itu penulis mencoba menganalisis didalam tesis ini seluruh kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintah di Industri ritel yang bertujuan untuk:
1) Memberikan gambaran tentang industri ritel di DKI Jakarta mengenai jumlah perusahaan berdasarkan skala usaha, sebaran geografis usaha,
2) Mengevaluasi kebijakan industri ritel di DKI Jakarta dengan peraturan yang di keluarkan oleh BKPM, Depperindag, Pemda DKI Jakarta,
3) Memberikan gambaran peta persaingan industri ritel di DKI Jakarta,
4) Memberikan sumbangan untuk penyempurnaan kebijakan persaingan industri ritel di Indonesia.
Dalam menganalisis permasalahan yang ada penulis menggunakan metode analisis:
1) Analisis deskriptif dengan menggunakan dasar-dasar hukum kompetisi dihubungkan dengan teori organisasi industri khususnya dalam bidang kebijakan persaingan,
2) Melakukan Depth Interview terhadap institusi pemerintah yaitu Depperindag, Pamda DKI Jakarta, Pelaku usaha ritel yang diwakili Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) mengenai permasalahan yang ada di industri ritel dan solusi yang diberikan.
Dan hasil analisis yang dilakukan, di peroleh hasil sebagai berikut:
1. Kebijakan Entry barrier (melarang peritel asing memasuki industri ritel Indonesia) yang di tetapkan pemerintah terakhir melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 51 tahun 1995, terbukti tidak efektif menggusur keberadaan peritel asing di Indonesia Hal tersebut terlihat dari keberadaan peritel asing setelah kebijakan entry barrier dikeluarkan pemerintah. Tidak efektifnya kebijakan tersebut diakibatkan tidak komprehensifnya aturan yang ada, sehingga peritel asing memanfaatkan jalur kerjasama yaitu system waralaba dalam mempertahankan eksisitensi usahanya dan hal tersebut juga dimanfaatkan peritel asing baru yang ingin masuk ke Indonesia.
2. Konsep aturan mengenai lokasi yang sangat tidak jelas seperti aturan yang tertuang di dalam SK Gubernur DKI Jakarta No 50 tahun 1999, merupakan akar permasalahan terbesar dalam menimbulkan kekacauan di industri ritel dan berdampak pada terjepitnya keberadaan pasar tradisional atas keberadaan pasar modern Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan pasar modern yang pesat yang ditunjukkan dari jumlah pesat perbelanjaan modern dari tahun 1993 sampai tahun 2000, masing-masing kenaikan 100 % pada daerah Jakarta Pusat, 223% pada daerah Jakarta Utara, 100% pada daerah Jakarta Barat, 183 % pada daerah Jakarta Selatan dan 125 % pada daerah Jakarta Timur. Pada peritel modern sangat terlihat laju pertumbuhan yang pesat dimana ditunjukkan dari peningkatan jumlah gerai tiga peritel pagan atas yaitu Matahari, Hero dan Ramayana dari tahun 1997-2000 masih mendominasi yaitu 28 gerai, 31 gerai dan 46 gerai. Hal itu juga diperkuat dari total penjualan mereka tahun 2001 masing-masing sebesar Rp 3,532 trilyun, Rp 1,4 trilyun dan Rp 1,622 trilyun. Pada pasar tradisional terjadi penurunan dari tahun 1993 sampai tahun 2000, yaitu sebesar 11,6 % pada daerah Jakarta Pusat, 4 % pada daerah Jakarta Utara, 3,5 % pada daerah Jakarta Barat, 6,6 % pada daerah Jakarta Selatan dan 13,2 % pada daerah Jakarta Timur,
3. Tidak jelasnya pengembangan kedepan dari system perkulakan dan juga didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya yang tidak tepat, menyebabkan pengusaha yang terjun dalam system perkulakan tidak mengindahkan aturan bagi perkulakan yang di tetapkan seperti pada SK Gubernur NO. 50 tahun 1999. Sistem penjualan langsung ke konsumen dan juga dalam bentuk satuan, merupakan desakan atas kehadiran peritel asing seperti Carrefour yang berlokasi di jantung kota. Begitu juga diversifikasi usaha dengan menekuni usaha minimarket, merupakan strategi menjaga eksistensi usahanya dan peritel lainnya yang sudah terlebih dahulu ada. Hal itu juga disebabkan akibat tidak adanya aturan yang mengatur hal tesebut yang di tetapkan oleh pemerintah.
4. Baik pengusaha maupun Pemerintah DKl Jakarta melihat panjangnya proses dalam memperoleh ijin usaha pasar modern sangat tidak efisien. Panjangnya "birokrasi" tersebut, akan berpotensi inembuat pendatang baru (new entry) untuk berpikir panjang untuk masuk, karena biaya awal (Sunk cost) yang dikeluarkan sangat mahal dan ditambah dengan proses waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh ijin sangat lama. Bagi pemain lama (Incumbent), akan berpikir ulang untuk ekspansi dengan membuka gerai baru.
5. Aturan jam buka dan tutup yang ditetapkan pemerintah bagi pasar modern tidak masalah bila adanya aturan yang komprehensif dalam industri ritel. Adanya perkulakan yang membuka lebih awal dari waktu yang ditetapkan, diakibatkan oleh aturan yang ada khususnya dalam lokasi memicu persaingan yang tidak sehat seperti hal tersebut. Pengurangan jam buka bagi pasar modern akan sangat berdampak besar baik bagi peritel sendiri dan juga akan mcnyehabkan terjadinya rasionalisasi karyawan yang sangat besar. Begitu juga dengan penurun penerimaan pemerintah dari sektor pajak dan juga hilangnya pendapatan pedagang kecil di sekitar pasar modern."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Both the act of investment and limited corporation have motivated foreign modern retailer not only to open its outlet every where in Indonesia but also have promoted the foreign retailer seizing domestic retailer aggressity...."
JHB 27:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Pambudi
"Saat ini, industri benih hortikultura dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan pasar. Di sisi lain, industri multinasional berkontribusi penting dalam penyediaan benih dan perkembangan industri benih hortikultura di Indonesia. Dengan terbitnya Undang-undang No. 13 tahun 2010, investasi asing di industri benih hortikultura akan dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen) pada tahun 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya regulasi pembatasan investasi asing pada sektor industri benih hortikultura, serta untuk mendapatkan alternatif kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Penelitian ini menggunakan Metode Checklist Persaingan OECD tahun 2007 yang di serangkaian pertanyaan dan evaluasi menyeluruh mengenai pengaruh persaingan yang mungkin timbul pada industri dan pasar benih hortikultura, melalui wawancara, studi literatur, dan data pendukung dari instansi terkait.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan pembatasan investasi asing berpotensi menghambat perkembangan dan persaingan di pasar, yaitu : (1) meningkatan konsentrasi pasar; (2) munculnya hambatan memasuki pasar melalui pembatasan penyediaan modal perusahaan; (3) mengurangi kesejahteraan konsumen; (4) menghambat inovasi; dan (5) menghambat pertumbuhan pasar.
Terkait hal ini, perlunya dilakukan peninjauan kembali kebijakan pembatasan investasi asing di sektor industri hortikultura dengan mempertimbangkan : (1) kualitas benih hortikultura di pasar; (2) harga benih hortikultura di pasar; (3) ketersediaan dan keragaman benih hortikultura di pasar; (4) Hak Kekayaan Intelektual ; (5) perkembangan inovasi dan transfer teknologi; (6) perkembangan plasma nutfah; dan (7) pertumbuhan pasar perdagangan benih hortikultura.

Nowadays, the domestic horticultural seed industry has not yet been able to fulfill the market demand. On the other hand, multinational industry has an important contribution in supplying seeds and in developing horticultural seed industry in Indonesia. With the issuance of the Law No. 13 of the year 2010, the foreign investment in the horticultural seed industry will be limited maximally 30% (thirty per cent) by the year 2014.
This research aims to discover the impacts incurred due to the regulation of foreign investment limitation in the horticultural seed industry sector, and to acquire an alternative policy to deal with the issue.
The research used the 2007 OECD Competition Checklist Method whose set of questions and entire evaluation are about the influence of the competition which might incur in the industry and market of horticultural seeds, through interview, literature study, and supporting data from relevant bodies.
Based on the research results, it is discovered that the policy of foreign investment limitation has the potential to hamper the development and competition in the market because it can: (1) increase market concentration; (2) cause some obstacles to appear to enter the market through the limitation of company capital supply; (3) reduce the welfare of the customers; (4) hamper innovation; and (5) hamper market's growth.
In relation to those, it is necessary to review the policy of foreign investment limitation in the horticultural seed industry by considering: (1) horticultural seed quality in the market; (2) horticultural seed prices in the market; (3) the availability and variety of horticultural seeds in the market; (4) Intellectual Property Rights; (5) innovation development and technology transfer; (6) germplasm development; and (7) horticultural seed trading market growth."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31081
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S9322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Firdaus
"Krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997, dan situasi politik yang tidak menentu, membuat bisnis ritel Indonesia menghadapi masa yang sulit. Sejalan dengan krisis ekonomi, krisis perbankan juga terus berlangsung, menyebabkan kurang tersedianya dana untuk modal kerja. Ini menimbulkan hambatan dalam kegiatan operasional. Semua itu berlangsung pada saat meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Pada akhir 1996, jumlah penduduk di bawah ambang kemiskinan tercatat 22,5 juta jiwa dan meningkat menjadi 52,5 juta jiwa pada pertengahan 1998. Menjelang akhir 1999, jumlah penduduk miskin ini sudah diatas 80 juta jiwa. Kondisi ini diikuti oleh menurunnya pendapatan perkapita hingga di bawah 430 dollar US pertahun. Akibat langsung dari menurunnya pendapatan perkapitaini adalah menurunnya daya beli. Ini sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan pasar modern sebab hipotesa US $ 1000 treshold menunjukkan bahwa pasar modern akan tumbuh baik pada daerah yang memunyai pendapatan perkapita US $ 1000 per tahun. Keadaan seperti ini mengakibatkan sebagian pengusaha ritel menganggap Indonesia bukan tempat yang baik untuk investasi, paling tidak sementara waktu. Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya arus keluar masuk bisnis eceran asing. Meskipun demikian, tetap saja peritel asing masuk ke Indonesia. Mereka melihat sejarah bahwa negara yang habis mengalami krisis pada saat tertentu akan segera bangkit kembali. Mereka melihat konjungtur yang mengarah ke perbaikan ekonomi, sehingga mereka langsung masuk. Ditambah lagi kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah terhadap investor asing, melalui peraturan pemerintah yang memberikan kesamaan perizinan, seperti halnya pengusaha lokal, kepada pengusaha asing. Peritel asing, seperti Carrefour, memanfaatkan momen dimana pada saat daya beli masyarakat Indonesia menurun, mereka masuk dengan menawarkan harga yang jauh lebih murah dengan kualitas dan kenyamanan yang jauh lebih baik. Ditambah lagi budaya masyarakat Indonesia yang lebih menyukai barangbarang baru, apalagi yang berbau luar negeri. Sehingga nama-nama asing seperti Carrefour langsung diserbu oleh kalangan kelas menengah. Ini sesuai dengan sasaran atau target market dari Carrefour yaitu kelompok masyarakat menengah keatas. Persaingan di pasar modern pun sangat ketat. Semua perusahaan pasar modern melakukan kegiatan pemasaran dengan konsep dan strategi masing-masing dalam rangka mengembangkan daya saing yang berdasarkan pada keunggulan kompetitif. Berbagai konsep pasar modern telah ditawarkan dengan berbagai janji pelayanan. Promosi dilakukan hampir oleh semua pasar modern di Indonesia, mulai dari institusional advertising, product advertising, promotional advertising, personal selling, services hingga penggunaan credit card dan ATM untuk alat pembayaran. Pengusaha ritel lokal berpendapat bahwa masuknya retailer asing berpengaruh negatif pada perkembangan retailer lokal. Pendapat ini memang belum bisa dibuktikan kebenaranya, hanya saja hal ini perlu disikapi secara matang oleh pemerintah Indonesia. Jangan sampai masuknya peritel asing justru berdampak negatif Diharapkan masuknya mereka justru membawa suasana bare pada persaingan bisnis ritel tanah air dan menjadi motivator bagi pengusaha-pengusaha ritel lokal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S19454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianur Hikmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak keberadaan ritel modern terhadap kinerja ritel tradisional dalam kebijakan zonasi ritel Perda DKI No.2 Tahun 2002. Penelitian dilakukan terhadap 153 ritel tradisional PD Pasar Jaya yang tersebar di DKI Jakarta. Dalam studi ini dilakukan identifikasi terhadap ritel modern (minimarket, supermarket, dan hypermarket) yang melanggar ketentuan kebijakan zonasi ritel.
Penelitian ini menggunakan data jumlah pedagang ritel tradisional sebagai proksi variabel kinerja ritel tradisional. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi berganda guna menguji pengaruh jumlah ritel modern yang jaraknya terdekat dengan ritel tradisional, revitalisasi pasar, dan potensi pasar terhadap kinerja tradisional.
Dari hasil penelitian, diperoleh gambaran deskriptif bahwa implementasi kebijakan zonasi ritel di DKI Jakarta banyak dilanggar oleh pelaku usaha ritel modern. Selain itu, diperoleh hasil bahwa variabel jumlah ritel modern yang jaraknya terdekat dengan ritel tradisional dan potensi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja tradisional. Namun, hubungan antara jumlah ritel modern yang jaraknya terdekat dengan ritel tradisional dengan kinerja tradisional adalah tidak linier (non-linier). Hal tersebut berarti bahwa pada awalnya keberadaan ritel modern memiliki hubungan positif dengan kinerja ritel tradisional namun pada rentang jumlah tertentu dan jumlahnya sudah melebihi titik kritis (batas maksimum) maka hubungannya akan menjadi negatif dengan kinerja ritel tradisional. Batas maksimum jumlah ritel modern yang diperbolehkan hanya berjumlah 1 (satu) outlet yang berada di dekat ritel tradisional. Adapun jenis ritel modern yang paling berpengaruh signifikan adalah supermarket. Peneliti merekomendasikan agar pemerintah mengkaji ulang Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002, meningkatkan komitmen pemerintah dalam membatasi serbuan jaringan ritel modern terutama ritel supermarket melalui pengetatan izin, serta optimalisasi program revitalisasi pasar ritel tradisional baik segi fisik maupun non fisik.

This study aimed to analyze the impact of modern retail coexistence with traditional retail on traditional retail's performance in retail zoning policy of Jakarta Regional Regulation No 2 2002. The traditional retails in this study were PD Pasar Jaya traditional retail where there were 153 markets spreaded across Jakarta. This research identified the modern retails minimarkets supermarkets hypermarkets location in accordance to retail zoning policy.
This study used number of traditional retailers as a proxy of performance variable. This research used the descriptive and multiple regression analysis in order to test the impact of the the number of modern retails which violated the retail zoning policy the market revitalization and the market potential to traditional retail's performance.
Result showed that most of modern retails violated the zoning policy Furthermore the result also showed that the number of modern retails which are located at near traditional retails and market potential variable had a significant impact on traditional retail's performance Surprisingly the correlation between the number of modern retails which are located at near traditional retails with traditional retail's performance was not linear It means that the correlation between number of modern retails and traditional retail's performance is a positive within a certain amount and then becomes negative afterward The maximum number of modern retails in which the correlation is positive is 1 one Inparticular it is only supermarket that has significant impact on traditional retail's performance We recommend reviewing the Jakarta Regional Regulation No 2 2002 increasing the government 39's commitment to restrict the modern retail growth optimizing the revitalization program for the traditional retail tangible and in tangible.
"
Depok: Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwanto Sidik Prabowo
"Industri alat angkut telah menjadi kebutuhan untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia, termasuk juga industri Kendaraan Bermotor Roda Dua (KBRD). Sebelum tahun 1999 industri kendaraan bermotor atau otomotif sangat di regulasi dan dilindungi -yang menurut banyak pihak berlebihan-terhadap persaingan usaha yang ideal.
Sebagian karena kehendak internal untuk membangkitkan kembali ekonomi Indonesia dari krisis, sebagian lagi karena desakan IMF dan Bank Dunia, maka pada tahun 1999, melalui kebijakan pemerintah tentang Industri Kendaraan Bermotor Tahun 1999, industri otomotif Indonesia Iebih di buka kepada persaingan. Kebijakan ini memperkenankan perusahaan-perusahaan baru di bidang otomotif, termasuk perusahaan KBRD, untuk berkiprah di Indonesia.
Penelitian dalam tesis ini mengkaji pengaruh kebijakan deregulasi industri KBRD Indonesia -dengan adanya kemudahan entri bagi pelaku baru-pada struktur, kinerja dan persaingan usaha. Dari indikator jumlah produksi, jumlah . penjualan, jumlah tenaga kerja pasca deregulasi menunjukkan adanya kenaikan kinerja industri. Menurut paham aliran Harvard School penghitungan rasio konsentrasi dapat menjadi indikator intensitas persaingan usaha. Indeks pengukuran yang di pakai dalam pene!itan ini adalah CR3 dan Herfindahl Hirschmann Index. Sebagai pelengkap, penelitian ini juga menggunakan studi kasus pada perusahaan entrant dan incumbent untuk dapat rnemberi gambaran yang Iebih jelas mengenai persaingan usaha di industri.
Dari penelitian studi kasus tergambar adanya diferensiasi produk dalam bentuk anggaran ikian atau advertising yang cukup signifikan yang dilakukan oleh incumbent untuk masing-masing varian produknya. Hal ini menjadi hambatan masuk bagi entrant karena dalam pasar yang produknya terdiferensiasi konsumen cenderung akan memilih produk KBRD dengan merek atau brand yang sudah dikenal dan mudah diperoleh balk produk maupun distribusi layanan purna jual, balk suku cadang maupun layanan perbengkelan yang eksklusif merek tertentu saja. Dengan begitu entrant harus melakukan investasi dan promosi yang signifikan besar jika ingin dapat Iebih bersaing. Dalam industri juga terjadi upaya diferensiasi produk dari sisi besaran kapasitas mesin, dari kelas 100-115 cc menjadi kelas 116-125 cc. Demikian juga hal-nya dengan Skala ekonomis dan persyaratan modal atau kapital dan aspek manajemen yang lain. Hal ini ditunjang oleh perilaku strategis incumbent untuk melakukan ekspansi usaha dengan meningkatkan kapasitas produksi dan upaya untuk meningkatkan diferensiasi produk dan jaringan distribusi penjualan dalam memenuhi permintaan pasar.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan pada struktur, kinerja dan persaingan usaha di industri Kendaraan Bermotor Roda Dua Indonesia pasca deregulasi. Akan tetapi tren pertumbuhan kinerja industri yang balk tidak dibarengi dengan perubahan indeks konsentrasi yang menurun secara signifikan. Terjadi penurunan indeks CR3 pasca deregulasi yang kecil yaitu 0,80 prosen, sedangkan nilai rata-rata nya adalah 95,98 prosen untuk pra deregulasi dan 96,11 prosen pasca deregulasi. Sementara itu dari nilai Herfindahl Hirschmann Index rata-rata pra deregulasi adalah 3657,92 dan nilai rata-rata pasca deregulasi adalah 3867,78. Dari kedua nilai balk CR3 maupun Herfindahl Hirschmann Index menunjukkan bahwa industri KBRD Indonesia adalah termasuk dalam kategori yang terkonsentrasi tinggi dan asimetris. Hal ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh dari deregulasi perdagangan Iebih cenderung mengarah hanya pada perubahan struktur pasar dari jumlah produsen saja, dimana sebagian besar perusahaan entrant cenderung hanya sebagai produsen perakit atau pedagang saja, ketimbang sebagai produsen manufaktur yang mengembangkan kemampuan desain produk di industri KBRD secara efisien dan terencana-yang antara lain ditunjukkan dengan adanya divisi R&D atau riset dan pengembangan yang berdaya saing dan mempunyai kemampuan manufaktur yang memadai untuk melakukan inovasi terus menerus."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adissa Rebecca
"Skripsi ini membahas kekuatan persaingan di dalam industri bioskop sinepleks di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan desain analisis deskriptif, dengan mengaplikasikan teori dan model Five Porter Forces. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya ancaman pemain baru, kekuatan pembeli, ancaman barang substitusi, dan persaingan antarperusahaan dalam industri bioskop. Kekuatan pemasok dalam industri ini juga cenderung rendah. Struktur industri bioskop seperti yang digambarkan dalam lima kekuatan model Porter Five Forces ini menunjukkan rendahnya kekuatan persaingan dalam industri bioskop.

This thesis discusses the forces of competition in the cinema industry in Indonesia. This research uses qualitative method and descriptive analysis design, by applying the theory and model of Five Porter Forces. The results show the low threat of new entrants, buyer power, threats of substitutes, and rivalry among existing competitors in the cinema industry. The power of suppliers in this industry is relatively low too. The cinema industry structure as illustrated in the Porter Five Forces shows the low level of competition in the cinema industry."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasmen
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya kegiatan usaha dibidang industri bahan peledak yang belum didukung oleh kebijakan pemerintah yang dapat memacu perkembangan industri bahan peledak komersial di Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan Industri bahan peledak komersial belum terintegrasi antara satu kebijakan dengan kebijakan-kebijakan lainnya, bahkan dirasakan adanya kebijakan yang berkaitan dengan masalah bahan peledak masih tumpang tindih karena adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi yang berbeda seperti Departemen Pertahanan, Polri, Departemen Perindustrian dan instansi lainnya.
Keputusan Menteri Pertahanan dalam penunjukan badan usaha dibidang bahan peledak merupakan izin prinsip yang dalam pelaksanaan Produksi, Pengadaan dan Distribusi bahan peledak komersial tersebut harus ada izin dari Kapolri sesuai ketentuan/ Undang-Undang yang berlaku, yaitu UU nomor 8 tahun 1948 dan Undang-undang No. 20 Prp tahun 1960, selanjutnya dalam proses impor bahan peledak juga harus ada izin dari Departemen Perdagangan, kemudian untuk penggunaannya harus ada rekomendasi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sementara itu walaupun sudah ada kesempatan bagi banyak perusahaan untuk ikut bersaing dalam pengadaan bahan peledak komersial, namun pangsa pasar masih dikuasai oleh dua sampai tiga perusahaan saja, bahkan ada beberapa perusahaan yang masih belum memiliki pangsa pasar (market share), sehingga dapat dikatakan bahwa struktur industri bahan peledak komersial di Indonesia adalah berupa Oligopoli, yaitu struktur pasar dengan sedikit penjual dimana terdapat rintangan (barier) terhadap masuknya (entry) perusahaan baru. Barier to entry yang ada disini lebih banyak bersifat legal, yaitu berkaitan dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena penanganan bahan peledak memerlukan perlakuan khusus supaya aman dan selamat, dengan kata lain masalah safety dan security jadi pertimbangan utama.
Saat ini untuk pengadaan dan pendistribuasian bahan peledak komersial di Indonesia terdapat 8 perusahaan yaitu: PT. Mufti Nitrotama Kimia (MNK), PT. Dahana (Persero), PT. Armindo Prima, PT. Tridaya Esta, PT. Pindad (Persero), PT. Trifita Perkasa (Persero), PT. Pupuk Kaltim dan PT. Asa Karya. Dari delapan perusahan tersebut hanya satu perusahaan yang sudah memproduksi bahan peledak jenis AN dalam negeri yaitu PT.MNK, sedangkan yang lain untuk memenuhi kebutuhan konsumen masih mengimpor dari luar negeri.
Walaupun ke delapan perusahaan tersebut di atas telah memiliki izin prinsip dari Departemen Pertahanan, namun tidak seluruhnya dapat aktif dalam pengadaan dan pendistribusian bahan peledak, maka untuk menjamin berkembangnya industri bahan peledak komersial di Indonesia ke arah yang lebih baik dan dalam kondisi persaingan yang sehat sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian nasional, maka disini penulis mencoba melakukan analisis terhadap kebijakan industri bahan peledak komersial di Indonesia yang terkait dengan Undang-Undang dan peraturan dibidang bahan peledak serta Undang-Undang Antimonopoli."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N.A.A. Titie Budi S.
"Tesis ini menganalisis dampak kebijakan pengaturan ijin usaha, pengaturan rute penerbangan dan pengaturan tarif yang dilakukan oleh pemerintah di industri penerbangan domestik berjadwal, pada periode sebelum dan setelah tahun 1999 dengan menggunakan dasar-dasar teori organisasi industri dan kebijakan persaingan yang berlaku di Indonesia. Tahun 1999 digunakan sebagai batas periode karena pada tahun tersebut menjadi momentum hadirnya Low Cost Carrier pertama pada industri penerbangan di Indonesia yang memicu terjadinya persaingan tarif yang sangat ketat diantara maskapai penerbangan.
Penelitian dilakukan terhadap Departemen Perhubungan sebagai regulator dan beberapa maskapai penerbangan sebagai perwakilan dari produsen, serta mengumpulkan data-data terkait dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai perwakilan dari konsumen.
Pendekatan Stuktur, Conduct dan Performance bertujuan untuk mengetahui konsentrasi pasar dan hambatan masuk yang dilakukan oleh pemerintah, prilaku para maskapai penerbangan dalam melakukan persaingan dan hasil produksi penerbangan yang mencerminkan kinerja dari industri tersebut.
Berdasarkan hasil interview dan data-data terkait, diperoleh kesimpulan bahwa sejak dikeluarkan deregulasi penerbangan terjadi peningkatan jumlah operator penerbangan dan persaingan harga yang ketat dengan ditetapkannya KM No. 9/2001 sebagai Batas Atas Tarif, dan SKEP 35/IV/2003 sebagai angka referensi. Namun, angka referensi menimbulkan distorsi harga karena masih banyak operator penerbangan yang menetapkan tarif di bawah angka referensi dan tidak dikenakan sanksi oleh regulator. Persaingan tarif tersebut menimbulkan kekhawatiran konsumen atas tidak diindahkannya prinsip keamanan dan keselamatan terbang oleh para operator dengan melihat masih tingginya jumlah kecelakaan pesawat terbang.
Sehingga pemerintah diharapkan mendorong dilakukannya transparansi dari segi operasional operator penerbangan berupa audit keuangan dan audit teknis terhadap standar operating prosedur yang dilakukan oleh maskapai penerbangan dan menambah jumlah inspektur di Iingkup Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU) di Departemen Perhubungan guna meningkatkan pengawasan dan menjamin dipatuhinya standar keamanan dan keselamatan terbang yang telah ditetapkan. Selain itu melakukan transparansi atas metode penghitungan angka batas atas dan batas bawah (referensi) yang ditetapkan pemerintah serta mendorong tumbuhnya perusahaan yang bergerak dibidang perawatan pesawat guna mendukung kinerja industri penerbangan domestic di Indonesia. Serta memberikan iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya persaingan yang sehat yang dapat bersinergi dengan moda transportasi nasional lainnya guna menghadapi persaingan global dimasa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>