Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10606 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cambridge, UK: Royal Society of Chemistry, 1988
363.738 4 RIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Irmayanti
"Penggunaan berbagai pelarut organik volatil di labotatorium pengujian menimbulkan risiko terhadap dampak kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian risiko kesehatan. Chemical Health Risk assessment (CHRA) atau kajian risiko kesehatan yang dikembangkan oleh Department of Occupational Safety and Health (DOSH), Ministry of Human Resources, Malaysia (2018) digunakan dalam studi ini untuk menilai risiko kesehatan akibat pajanan inhalasi dan dermal dari 3 (tiga) pelarut organik volatil yaitu chloroform, dichlorometane, dan tetrachloroethylee. Penelitian dilakukan terhadap 3 (tiga) karyawan laboratorium PT X yang bekerja di 3 (tiga) lokasi ruangan yang berbeda. Penilaian tingkat risiko atau risk rating (RR) pajanan bahan kimia melalui inhalasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif, sedangkan pajanan melalui dermal dinilai secara kualitatif saja. Diperoleh bahwa hasil penilain tingkat risiko pajanan bahan kimiakimia melalui inhalasi secara kualitatif adalah chloroform (RR=16) dengan tingkat risiko tinggi, dichlorometane (RR=15) dengan tingkat risiko menengah, dan tetrachloroethylene (RR=12) dengan tingkat risiko menengah Hasil penilaian tingkat risiko pajanan bahan kimia melalui inhalasi secara kuantitaif adalah chloroform (TWA pengukuran = 18,460 ppm) dengan tingkat risiko tinggi (RR=20), dichlorometane (TWA pengukuran = 0,362 ppm) dengan tingkat risiko rendah (RR=3), dan tetrachloroethylene (TWA pengukuran = 0,560) dengan tingkat risiko rendah (RR=3). Hasil penilaian tingkat risiko pajanan bahan kimia melalui dermal secara kualitatif dengan luas area kontak kecil dan durasi panjang adalah chloroform (M2) dengan tingkat risiko menengah, dichlorometane (M2) dengan tingkat risiko menengah dan tetrachloroethylene (M2) dengan tingkat risiko menengah. Pengendalian untuk menurunkan risiko pajanan chloroform melalui inhalasi (AP-3) direkomendasikan dalam penelitian ini.

The use of various organic solvents in the laboratory test the risks to health risks in both the short and long term. Therefore a health risk assessment is needed. The Chemical Health Risk Assessment (CHRA) or health risk assessment developed by the Department of Occupational Safety and Health (DOSH), Ministry of Human Resources, Malaysia (2018) was used in this study to estimate health risks due to inhalation and dermal exposure of 3 (three ) volatile organic solvents namely chloroform, dichloromethane and tetrachloroethylee. The study was conducted on 3 (three) PT X laboratory employees who worked in 3 (three) different room locations. Assessment of the level of risk or risk rating (RR) exposure chemicals through inhalation is carried out qualitatively and quantitatively, while exposure through dermal through qualitative publications. Obtained from the results of the qualitative assessment of the risk of exposure to chemicals through inhalation were chloroform (RR = 16) with high risk levels, dichloromethane (RR = 15) with the level of moderate risk, and tetrachlorethylene (RR = 12) with a high risk of exposure risk chemicals through determination of chloroform levels (TWA = 18,460 ppm) with high risk levels (RR = 20), dichloromethane (measurement TWA = 0.362 ppm) with low risk levels (RR = 3), and tetrachlorethylene (TWA. = 0.560) with levels low risk (RR = 3). The qualitative progress of the level of exposure to chemicals through the skin with a large area of small contact and long duration is chloroform (M2) with an inflation rate, dichloromethane (M2) with a high risk level and tetrachlorethylene (M2) with a medium risk level. Control to reduce the risk of exposure to chloroform through inhalation (AP-3) was approved in this study.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Provides the most current information and research available for performing risk assessments on exposed individuals and populations, giving guidance to public health authorities, primary care physicians, and industrial managers Reviews current knowledge on human exposure to selected chemical agents and physical factors in the ambient environment Updates and revises the previous edition, in light of current scientific literature and its significance to public health concerns Includes new chapters on: airline cabin exposures, arsenic, endocrine disruptors, and nanoparticles."
Hoboken: John Wiley & Sons, 2009
e20393910
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Masriyah
"ABSTRAK
Radon (Rn222) merupakan radionuklida alami yang termasuk kedalam golongan zat karsinogenik. Radon berasal dari kandungan batuan didalam lapisan tanah yang naik ke permukaan. Radon dapat digunakan sebagai indikasi keberadaan potensi panas bumi di suatu wilayah. Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat Kamojang yang berada disekitar wilayah potensi panas bumi, yaitu wilayah Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung selama bulan April-Juni 2016. Metode yang duigunakan adalah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Nilai risiko karsinogenik pajanan Radon dinyatakan dengan Excess Cancer Risk (ECR).
Dari hasil pengukuran konsentrasi Radon indoor di pemukiman penduduk didapatkan nilai median konsentrasi Radon dalam udara ruang di wilayah pemukiman Kamojang, Kabupaten Bandung tahun 2016 sebesar 33,67 Bq/m3. Hasil perhitungan intake Radon pada masyarakat Kamojang didapatkan nilai median sebesar 153,24 10-4 Bq. Besar tingkat risiko karsinogenik pajanan Radon indoor pada masyarakat Kamojang tahun 2016 memiliki median sebesar 0,08 x 10-6 atau 8 x 10-8, diartikan bahwa dengan pajanan Radon dengan intake sesuai individu yang diwawancarai, menambah kemungkinan adanya risiko karsinogenik dalam 8 kasus per 100.000.000 penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara didalam ruang rumah masih acceptable dari efek karsinogenik pajanan Radon.

ABSTRACT
Radon (Rn222) is a natural radionuclides included into the group of carcinogenic substances. Radon comes from rocks in the soil layer that comes to the surface. Radon can be used as an indication of the presence of the geothermal potential in the region. The research was conducted on Kamojang people who were around the area of geothermal energy, which Laksana Village area, Ibun, Bandung during the months from June to July 2016. The method is Environmental Health Risk Assessment (EHRA). Radon exposure is carcinogenic risk values expressed by Excess Cancer Risk (ECR).
From the results of indoor radon concentration measurements in residential areas has median value of radon concentrations in air amounted to 33.67 Bq / m3. Radon intake has results in society Kamojang obtained median value of 153.24 10-4 Bq. Carcinogenic risk level indoor radon exposure in the community Kamojang 2016 had a median of 0.08 x 10-6 or 8 x 10-8, mean that the radon exposure with appropriate individuals interviewed intake, increase the potential risk of carcinogenic in 8 cases per 100 million inhabitants. This figure shows that the air quality inside the home space is still acceptable from the carcinogenic effects of exposure to radon"
2016
S65065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maxwell, Nancy Irwin
Burlington, MA : Jones &​ Bartlett Learning, 2014
613.1 MAX u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oslo: Scandinavian Science, 1997
363.7 GLO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oslo: Scandinavian Science, 1997
363.7 GLO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ammaliah
"

DKI Jakarta merupakan kota metropolitan dengan aktivitas manusia yang tinggi. Tingginya aktivitas manusia akan memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan sehingga berpengaruh terhadap proses dispersi pencemar udara. Aktivitas manusia yang tinggi juga diiringi dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor sebagai sumber pencemar udara. Parameter pencemar udara terdiri dari lima (5) unsur, salah satunya yaitu Particulate Matter-10 (PM10). PM10 merupakan partikel yang berdampak besar terhadap kesehatan manusia. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mengetahui distribusi spasial Particulate Matter-10 (PM10) di DKI Jakarta tahun 2019 serta melihat hubungannya dengan kondisi meteorologis (suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin), penggunaan lahan, dan kemacetan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model algoritma PM10 dengan memanfaatkan Citra Landsat 8 OLI. Variabel yang digunakan yaitu atmospheric reflectance pada visible band, konsentrasi PM10, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, penggunaan lahan, dan kemacetan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PM10 tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2019, yakni dengan konsentrasi lebih dari 150 μg/m^3, secara spasial terdistribusi mengikuti pola penggunaan lahan gedung/bangunan, industri/pergudangan, dan penggunaan lain yang jalannya mengalami kemacetan. Konsentrasi PM10 dengan suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin tidak menunjukkan adanya hubungan. Hubungan antara konsentrasi PM10 dengan penggunaan lahan dan kemacetan menunjukkan bahwa konsentrasi PM10 memiliki hubungan positif dengan penggunaan lahan gedung/bangunan, industri/pergudangan, serta permukiman dan tempat kegiatan yang kondisi jalannya macet, sebaliknya konsentrasi PM10 memiliki hubungan yang negatif dengan penggunaan lahan semak belukar, vegetasi, hutan bakau/mangrove, dan badan air yang kondisi jalannya tidak macet.


DKI Jakarta is a metropolitan city with high human activity. The high level of human activity will trigger changes in land use that affect the process of air pollutant dispersion. High human activity also accompanied by an increasing number of motor vehicles as sources of air pollutants. The air pollutant parameter consists of five (5) elements, one of which is the Particulate Matter-10 (PM10). PM10 is a particle that has a significant impact on human health. The study aims to determine the spatial distribution of PM10 in DKI Jakarta in 2019 and to see its relationship with meteorological conditions (air temperature, humidity, wind speed), land use, and congestion. The method used in this study is the PM10 algorithm model using Landsat 8 OLI Imagery. The variables used are atmospheric reflectance in the visible band, PM10 concentration, air temperature, air humidity, wind speed, land use, and congestion. The results showed that the highest PM10 in DKI Jakarta in 2019, namely with a concentration more than 150 μg/m³, spatially distributed following the land use pattern of buildings, industry/warehousing, and other uses with congested roads. PM10 concentration with air temperature, air humidity and wind speed did not show any relationship. The relationship between PM10 concentration with land use and congestion shows that the concentration of PM10 has a positive relationship with the use those are land for buildings, industry/warehousing, as well as settlements and places of activity. The concentration of PM10 has a positive relation with road conditions indicated as congested and the other hand, the concentration of PM10 has a negative relationship with shrub, park, mangrove forests, and water bodies with the not congested road.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Springer, 1999
388.312 TRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Amiati
"Particulate Matter2.5 merupakan polutan yang menjadi perhatian karena sifatnya yang unik. Dengan ukuran kurang dari 25 mikron, polutan ini dapat masuk hingga alveoli. Terdiri dari berbagai bahan dan mampu ditempeli oleh polutan kimia toksik, toksisitas PM2.5 belum dapat ditentukan secara pasti, sumber PM2.5 yang penting yaitu jalan raya. Sekolah yang dekat dengan jalan raya dapat menjadi tempat terpajannya siswa dengan PM2.5. Siswa merupakan kelompok rentan yang menghirup lebih banyak konsentrasi polutan dibandingkan dengan orang dewasa, diperlukan suatu analisis risiko kesehatan pajanan PM2.5 pada siswa sekolah. Asupan harian PM2.5 siswa berada pada rentang 7.30×10-5-14.4×10-4 mg/kg/hari, perhitungan risiko non karsinogenik bernilai dari 0.02-0.36 rentang ini berada dibawah nilai 1 sehingga dapat dikatakan aman

Particulate Matter2.5 is becoming international concern due to its unique nature. With a size less than 25 microns, these pollutants can penetrate deep to the alveoli. Consisting of a variety of materials and capable of plastering by toxic chemical pollutants, the toxicity of PM2.5 can not yet be determined with certainty. One of the important sources of PM2.5 is the road traffic. Populations close to the source of exposure will have potential hazards, one place with a densely populated such as school. Schools close to the highway may be the site of exposure to students with PM2.5. Students are a vulnerable group that inhale more concentrations of pollutants than adults, a risk analysis of PM2 exposure to school students is required. The daily intake of PM2.5 students is in the range of 7.30 × 10-5-14.4 × 10-4 mg / kg / day, the calculation of non carcinogenic risk is 0.02-0.36, this range is below the value of 1 so it can be that the hazards are not considered a threat to public health."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>