Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Weston, Paul B.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1990
363.25 WES c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional atau lnternational
Criminal Court (ICC) merupakan perwujudan terpendam setelah 50
tahun digelarnya Mahkamah Militer Internasional pada 1946.
Sungguhpun Mahkamah menghadapi sejumlah rintangan dari
beberapa negara besar namun mereka telah menjalankan fungsinya
dalam penegakkan keadilan internasional terhadap kejahatan
serius hak asasi manusia (IMM) sebagaimana dikenal dalam
hukum internasional. Saat ini, Mahkamah mengadili kasus di
Repubiik Demokratik Kongo dan beberapa kasus lainnya pada sesi
Pre-Triai\l Chamber. Secara fakta, banyak peserta Statuta Roma
1998 merupakan negara pelanggar HAM Negara-negara seperti
Republic Demokratic Kongo, Uganda, Republik Afrika Tengah dan
Colombia merupakan Negara pihak dalam Statuta Roma 1998
namun memiliki permasalahan terhadap pelanggaran HAM di
dalam negeri mereka. Dibandingkan dengan indonesia yang bukan
negara peserta akan tetapi memiliki permasalahan yang sama.
Indonesia sendiri berniat untuk menjadi pihak dalam Statuta Roma
1998 pada 2008. Tulisan ini menjelaskan bagaimana reaksi negara
khususnya yang sedang menghadapi konflik bersenjata internal
serta dalam masa transisi-baik telah menjadi pihak maupun
belum dengan perkembangan baru dalam hukum internasional
khususnya HAM. Penulis menggunakan teori dari Andrew
Moravcsik dalam artikelnya The Origins of Human Rights Regimes:
Democratic Delegations in Postwar Europe, dimana negara-negara
tersebar berada dalam fase tradisional menuju demokrasi dan
mencoba untuk "lock in" dengan hukum internasional. Dengan
cara inilah menurut Moravesik negara tersebut tidak dapat kembali
pada masa otoritarian.
"
Jurnal Hukum Internasional: Indonesian Journal of International Law, Vol. 5 No. 1 Oktober 2007 : 43-83, 2007
JHII-5-1-Okt2007-43
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"[Dalam kerangka demokrasi perwakilan, partai politik di Indonesia selalu berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan demi memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Pada beberapa kasus, partai politik juga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum untuk mencapai tujuannya tersebut, termasuk diantaranya melakukan tindak pidana. Hukum pidana Indonesia telah mengatur pemidanaan partai politik, sebagai subjek hukum korporasi, atas tindak pidana yang dilakukannya. Akan tetapi pemidanaan tersebut perlu dikaji lebih lanjut mengingat pemikiran pemidanaan korporasi lebih didasarkan pada pemidanaan korporasi perdata yang berbeda karakteristik dengan partai politik yang merupakan korporasi publik., Within the framework of representative democracy, political parties in Indonesia are always trying to gain and maintain power on behalf of the aspirations of the people who they represent. In some cases, political parties also commit acts which are in conflict with the law to achieve their goals, including but not limited to commit a criminal offense. Indonesian criminal law has stipulated the punishment for a political party, as a corporation, for a criminal offense comitted by them. However, the punishment needs to be further reviewed since the idea of corporate punishment is solely based on the criminalization of civil corporations that have different characteristics from a political party which constitues a public corporation.]"
Universitas Indonesia, 2014
S58294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisha Anindita
"Perkembangan teknologi yang pesat memberikan kemudahan akses ke informasi untuk semua orang dan mengaktifkan pengumpulan data secara pribadi oleh perusahaan dan pemerintah dalam database yang memiliki cakupan yang luas dan mendalam. Hal ini dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan hak individu untuk menjaga kerahasiaan beberapa informasi, salah satu-satunya data pribadi individu dan menciptakan ancaman terhadap privasi individu dengan memberikan peluang besar bagi mereka yang memiliki akses ke informasi pribadi untuk menyalahgunakan data pribadi orang lain untuk kepentingan pribadinya. Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi dan peraturan yang melindungi data dan sanksi yang berlaku terhadap pelanggaran masih bersifat sektoral dan tersebar di lebih dari 30 undang-undang dan peraturan. Ancaman sanksi belum cukup kuat untuk pencegahan dan penindakan pelanggaran violations perlindungan data pribadi, masih ada beberapa celah yang dapat dimanfaatkan pihak yang ingin menyalahgunakan data pribadi untuk keuntungan mereka yang mengakibatkan pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi masih beredar besar. Untuk mengatasinya, RUU Perlindungan Data Pribadi sedang disusun oleh pemerintah yang didalamnya terdapat berbagai jenis sanksi atas pelanggaran tentang perlindungan data pribadi, termasuk sanksi pidana. Penting untuk tagihan Perlindungan Data Pribadi harus diprioritaskan dalam merancang dan pengesahannya sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan akan perlindungan data swasta di Indonesia.
Rapid technological developments provide easy access to information for everyone and enable data collection privately by companies and governments in a broad and in-depth database. This can cause problems related to the right of individuals to maintain the confidentiality of some information, one of which is the individual's personal data and create threats to individual privacy. by providing a great opportunity for those who have access to personal information to misuse other people's personal data for their personal interests. Indonesia does not yet have a specific law that regulates the protection of personal data and regulations that protect data and the sanctions that apply to violations are still sectoral in nature and spread across more than 30 laws and regulations. The threat of sanctions is not strong enough to prevent and take action against violations of personal data protection. To overcome this, the Personal Data Protection Bill is being drafted by the government which includes various types of sanctions for violations of personal data protection, including criminal sanctions. It is important for the Personal Data Protection bill to be prioritized in designing and ratifying it as a solution in responding to the need for private data protection in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfahmi Islami Kaffah
"Skripsi ini membahas mengenai dua pokok permasalahan: Pertama, bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap praktik suap-menyuap dalam tindak pidana korupsi. Kedua bagaimana penerapan hukuman takzir pada kepada pelaku tindak pidana suap menyuap dalam perpektif hukum pidana Islam. Korupsi dan praktik suap (ar-risywah)adalah perbuatan yang melanggar syariat. Syariat Islam pada hakikatnya diterapkan untuk mewujudkan kemaslahatan yang memelihara lima unsur dalam kehidupan manusia yang disebut al-maqosid as-syar'iyyah. Hukum Pidana Islam memasukkan Praktik suap-menyuap dalam kategori jarimah ta'zir. Ta'zir merupakan sanksi yang bersifat diskresi, memperbaiki, dan bertujuan untuk mencegah perbuatan kejahatan. Ta'zir di dasarkan pada konsesus dengan syarat sesuai dengan kepentingan-kepentingan masyarakat dan diserahkan kepada kompetensi hakim untuk memberikan pertimbangan dan putusan. Beberapa bentuk hukuman ta'zir antara lain: hukuman cambuk, pengasingan, penjara/kurunga n, pengumuman kepada public, pemboikotan, pembayaran kompensasi, bahkan hukuman mati.

This thesis is discussing about the two main issues: First, how the Islamic Criminal Law reviews the practice of Bribery in corruption. Seconds, how the implementation ta'zir punishment on the perpetrators of the crime of bribery in the perspective of Islamic criminal law. Corruption and bribery (ar-risywah) is an act that violates the law. Islamic Shariah essentially should be implemented to realize the benefit of maintaining the five elements in human life which is called almaqosid as-syar'iyyah. Islamic Criminal Law Practice classify bribery in the category jarimah ta'zir. Ta'zir is a sanction that is discretionary, repair, and aims to prevent the perpetration of crimes. Ta'zir is based on consensus with the requirements in accordance with the interests of society and the implementation of competence submitted to the judge for consideration and decision. Some forms of punishment Ta'zir among others: flogging, exile, imprisonment / confinement, an announcement to the public, boycott, payment of compensation, even the death penalty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifa Maulia Shabira
"

Skripsi ini membahas tentang bagaimana pengaturanhukum positif terhadap eutanasia di Indonesia. Indonesia sampai saat ini belum memiliki pengaturan khusus dan instrumen hukum mengenai eutanasia, tetapi karena eutanasia berhubungan dengan nyawa maka dianggap perlu dicari pasal yang cocok dan Pasal 344 KUHP dinilai memiliki unsur-unsur yang sesuai. Dalam kenyataannya, dari awal KUHP dibuat sampai saat ini belum ada kasus terkait Pasal 344 KUHP di muka pengadilan, tetapi saat ini justru terdapat beberapa permohonan ke pengadilan atas eutanasia dan supaya Pasal 344 KUHP diperbolehkan terhadap dirinya. Dalam perumusan Pasal 344 KUHP dinilai terdapat kekurangan, yaitu unsur ‘atas permintaan sendiri dengan sungguh-sungguh’ karena sulit untuk dibuktikan mengingat korban yang meminta sudah meninggal dunia. dengan demikian, dalam rangka ius constituendumhukum pidana, rumusan Pasal 344 KUHP tersebut perlu dirumuskan kembali.


This thesis discusses about the regulation of euthanasia under Indonesia’s criminal law. Indonesia does not have any specific regulation about euthanasia, but since euthanasia is related to someone’s life, therefore, a suitable article is need to be sought and Article 344 of the Criminal Code is the closest one to the definition of euthanasia. Until now, Article 344 of the Criminal Code has never been used in court, but is currently being petitioned by some cases in civil court to legalize the action of euthanasia. The element ‘at the earnest request of the victim's heart’ within Article 344 of the Criminal code assessed to be difficult to prove because the victim who have initiated the murder have passed away. Thus, within the framework of ius constituendum, article 344 of the Criminal Code needs to be reformulated.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rompas, Kevin Bryan Simon
"Penelitian ini membedah tentang sewa pacar, dengan memulai dari sejarah dan perkembangan konsep dari pacaran sebagai objek yang disewakan dalam sewa pacar, lalu melanjutkan pada praktik sewa pacar itu sendiri dengan menggunakan ilmu kriminologi sebagai pisau bedahnya, kemudian melihat hasil dari pembedahan tersebut dengan menggunakan lensa politik hukum pidana dan lensa hukum pidana, juga menyarankan metode yang tepat untuk menanggulangi sewa pacar. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metode penelitian non-doktrinal dan metode penelitian doktrinal. Sewa pacar dalam pembedahan secara kriminologis menghasilkan bahwa sewa pacar adalah kriminogen atau sesuatu yang menciptakan adanya tindak-tindak pidana dan menempatkan pemberi jasa sewa pacar sebagai pihak yang rentan terhadap kejahatan. Dalam pandangan lensa politik hukum pidana, sewa pacar telah bertentangan dengan tujuan dari politik hukum pidana yang selaras dengan tujuan dari keseluruhan politik kriminal Indonesia. Keseluruhan politik kriminal Indonesia atau disebut juga social defence planning merupakan bagian yang terintegrasi dengan politik sosial negara Indonesia. Politik sosial negara Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), sehingga tujuan dari politik kriminal ini juga selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang memperhatikan semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Sewa pacar menjadi bertentangan dengan politik hukum pidana karena keberadaan dari sewa pacar mengancam bidang kehidupan bangsa Indonesia. Dalam pandangan lensa hukum pidana, sewa pacar secara kualifikasi bukan merupakan tindak pidana, oleh sebab tidak adanya delik yang secara khusus mengatur tentang sewa pacar. Akan tetapi secara konseptual, unsur-unsur yang terkandung dalam sewa pacar seperti: menawarkan, menyepakati dan memberikan jasa seksual, itu ada diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan baru maupun peraturan perundang-undangan lain di luar KUHP, khususnya delik yang berhubungan dengan bidang kesusilaan masyarakat. Proses untuk menghubungkan antara sewa pacar dan tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dilakukan dengan menggunakan metode penemuan hukum, yaitu penafsiran hukum.

This research dissects the phenomenon of renting a boyfriend/girlfriend starting from the history and development of the concept of dating as an object that is being rented out in said phenomenon, then continuing to the practice of renting a boyfriend/girlfriend itself using criminology as a scalpel to further looking at the results through the lenses of criminal law and political criminal law while also suggest appropriate methods for dealing with boyfriend/girlfriend rent. This research uses a combination of doctrinal and non-doctrinal research methods. Renting a boyfriend/girlfriend  analysed through criminological perspective resulting in it being a criminogen, something that concoct criminal acts and subjecting the perpetrator of renting a boyfriend/girlfriend  as a party vulnerable to crime. From the perspective of political criminal law, renting a boyfriend/girlfriend is contrary to the objectives of criminal legal politics which are in line with the objectives of the entire Indonesian criminal politics. The entire Indonesian criminal politics or also known as “social defence planning” is an integrated part of the social politics of the Indonesian state. The social politics of the Indonesian state are regulated in the National Development Plan (Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System), so that the goals of criminal politics are also in line with national development goals which pay attention to all areas of the life of the Indonesian nation. Renting a girlfriend is in conflict with criminal law politics because the existence of renting a boyfriend/girlfriend threatens the areas of life of the Indonesian. From a criminal law perspective, renting a boyfriend/girlfriend is not a criminal offence because there are no offences specifically regulating renting a boyfriend/girlfriend. However, conceptually, the elements contained in renting a boyfriend/girlfriend, such as: offering, agreeing to and providing sexual services, are regulated by the old and new Criminal Code (KUHP) as well as other laws and regulations outside the Criminal Code, in particular offences related to the field of public morality. The process of connecting between renting a girlfriend and criminal acts in criminal law is carried out using the legal discovery method, namely legal interpretation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silbermaan, Charles E.
New York: Random House, 1978
364 SIL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fauzan Haryadi
"Tesis ini membahas tentang upaya hukum peninjauan kembali oleh korban dan penuntut umum. Praktik peradilan terkait upaya hukum peninjauan kembali telah dilakukan oleh korban baik dalam kualitasnya sebagai saksi korban, pihak ketiga yang berkepentingan maupun Penuntut Umum yang mewakili korban dan negara. Perbedaan dalam penafsiran ekstensif dari pemberian hak peninjauan kembali oleh MA khususnya terhadap upaya hukum peninjauan kembali oleh korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban yang dinyatakan tidak dapat diterima mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait permasalahan kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, alasan apa yang mendasari Mahkamah Agung menyatakan permohonan upaya hukum peninjauan kembali oleh saksi korban tidak dapat diterima serta bagaimana peluangnya di masa mendatang.
Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa secara teoritis dan praktik kedudukan korban masih sangat terasing dan diasingkan dalam sistem peradilan yang kita anut sekarang. Terhadap upaya hukum oleh korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban Mahkamah Agung belum menerima secara formal atas dasar korban tidak mempunyai legal standing dalam perkara pidana. Berdasarkan atas pertimbangan rasa keadilan dan asas keseimbangan dengan menggunakan landasan perspektif posisi sentral korban dan pergeseran sistem peradilan pidana seharusnya selain Penuntut Umum dalam kapasitasnya mewakili korban, masyarakat umum, bangsa dan negara, serta korban dalam kualitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, maka korban dalam kualitasnya sebagai saksi korban juga beralasan untuk diberikan hak mengajukan peninjauan kembali. Guna memberi landasan yang kuat bagi korban agar dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali dikemudian hari, ketentuan Pasal 263 KUHAP sebagai dasar pengajuan permintaan peninjauan kembali perkara pidana perlu direvisi dan dilenturkan sedemikian rupa sehingga juga bisa memberikan hak kepada korban kejahatan maupun keluarganya untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.

This thesis discusses review appeals by victims and prosecutors. The practice of judicial review appeals have been made by the victim both in quality as witnesses, interested third parties and the public prosecutor representing the victims and the state. Differences in interpretation of the extensive granting review appeals by the Supreme Court in particular to effective judicial review appeals of the victim in the victim's quality as a witness cannot be accepted encourage writers to do some research problems related to the position of the victim in the criminal justice system in Indonesia, what is the underlying reason for the Supreme Court request review appeals of legal action by the victims cannot be accepted and how the chances in the future.
The results concluded that the theoretical and practical position of the victim is very isolated and ostracized in the justice system that we embrace today. Against legal action by the victim in the victim's quality as a witness Supreme Court has not received a formal on the basis of the victim haven't a legal standing. According to the sense of justice and the principle of balance by using runway perspective of the central position of victims and the criminal justice system should shift other than prosecution General in his capacity representing the victims, the general public, state and nation, as well as victims in quality as an interested third parties, the victim in the victim's quality as a witness was also given the right reasons to submit a review. In order to provide a strong foundation for victims to apply for review appeals in the future, the provision of Article 263 of the Criminal Procedure Code as the basis for reconsideration filing criminal cases need to be revised and bent in such a way that it can also give rights to victims of crime or their families to apply for review appeals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>