Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Wijayanto
"Obyek kajian dari penelitian ini adalah status pengetahuan dalam masyarakat kapitalisme lanjut atau sebuah budaya yang disebut dengan budaya postmodern. Budaya postmodern menunjuk pada kondisi dan serentetan wujud kebudayaan yang meragukan ide-ide, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang modernisme.
Gejala postmodern menyebar dalam berbagai aspek kebudayaan, seperti seni, teater, arsitektur dan bahkan filsafat. Munculnya wacana postmodern dalam dunia filsafat dipelopori oleh Jean-Francois Lyotard. Melalui karyanya yang berjudul The Postmodern Condition: A Report On Knowledge, Lyotard mengangkat istilah postmodern dalam dunia filsafat dan menjelaskan dasar-dasar teoritis serta filosofis postmodernisme. Lyotard mendefinisikan postmodern sebagai ketidakpercayaan pada narasi besar modernisme.
Terdapat dua narasi besar yang cukup berpengaruh dan dipakai untuk melegitimasi ilmu pengetahuan. Dua metanarasi tersebut adalah emansipasi subyek (lebih bersifat politis) dan dialektika roh (lebih bersifat filosofis-spekulatif). Emansipasi subyek merupakan narasi yang mengatakan bahwa pengetahuan itu datang bagi subjekmanusia yang berupaya menemukan kebebasan. Sementara, dialektika roh merupakan narasi yang menganggap bahwa pengetahuan itu ada demi pengetahuan itu sendiri (ciri khas idealisme Jerman).
Era postmodern memperlihatkan bahwa dua narasi besar itu mulai kehilangan legitimasi akibat kemajuan ilmu pengetahuan (lewat teknologi) dan ekspansi kapitalisme lanjut. Sehingga narasi emansipasi subyek dan dialektika roh mulai kehilangan kredibilitasnya. Dalam era postmodern di mana problem pengetahuan dianggap semakin meningkat dan kompleks, semakin jauhlah kemungkinan adanya penjelasan tunggal tentang ilmu pengetahuan. Dewasa ini, status ilmu pengetahuan dalam masyarakat modern telah berubah. Dan ini merupakan problem serius terhadap legitimasi ilmu pengetahuan itu sendiri.
Menimbang dan mengingat berbagai kenyataan yang terdapat dalam masyarakat kapitalisme lanjut atau sebuah budaya yang disebut budaya postmodern, maka perlu diangkat dalam tesis ini sebuah pemikiran kritis yang meninjau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer, dalam hal ini pemikiran Jean Francois Lyotard. Pemikiran jean Francois Lyotard sangat penting dibahas karena mengungkapkan kondisi pengetahuan dewasa ini, atau yang disebut sebagai era postmodern.
Lyotard menganalisa bahwa dalam era postmodern ini ilmu pengetahuan telah mengalami pergeseran, dari cita-citanya yang ideal ke suatu bentuk pragmatisme. Lyotard menunjukkan bahwa telah terjadi delegitimasi ilmu pengetahuan ilmiah dan, implikasinya, ketidakpercayaan terhadap narasi besar modernisme. Narasi-narasi besar modern, menurut Lyotard, sudah mengalami keruntuhannya. Dan Lyotard menawarkan alternatif berupa paralogi, yakni pengakuan dan penghargaan terhadap pluralitas narasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
149.97 LUB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Akhyar Yusuf
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016
149.97 LUB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arinal Haq Akbar Saleh
"Kajian dari Jean Francois Lyotard mengenai postmodern menjelaskan bahwa fungsi narasi memiliki relasi yang kuat dengan legitimasi pengetahuan pada diskursus kontemporer. Meta- narasi yang telah mendominasi pengetahuan kita selama ini berangsur-angsur mulai tergantikan melalui pengetahuan yang bersifat lokal. Epistemologi dari kondisi politik dalam pendekatan postmodern tersebut dapat dilihat sebagai hasil perpaduan antara bentuk penerapan language game dan narrative pattern dalam merumuskan bagaimana beragamnya penilaian yang dapat dihasilkan dari pergeseran paradigma menuju postmodern. Perspektif publik dalam kondisi tersebut tidak lagi dilihat sebagai sebuah kesatuan melainkan adanya kebebasan terhadap variasi dalam menentukan sikap dan pilihan termasuk ke dalam ranah politik. Sehingga, kondisi tersebut memungkinkan untuk menciptakan citra politik melalui narasi seperti halnya dapat ditemukan kandidat politik yang berusaha untuk mendapatkan elektabilitas akan bersaing pula dalam membentuk kampanye politik dengan narasi yang membangun citra politik yang baik atau dengan kata lain membangun reputasi. Melalui tulisan ini, penulis berupaya menjelaskan bagaimana reputasi sebagai perpanjangan dari political image yang dibangun sebagai kerangka dari keadaan postmodern dan bekerja sebagai variabel yang memiliki relasi kuasa yang kuat dalam aspek politik terutama pada era demokrasi kontemporer.

Lyotard's analysis of the postmodern puts the function of narrative in a strong relationship with the legitimization of knowledge in contemporary discourse. Meta-narratives that have dominated our knowledge so far have gradually begun to be replaced through knowledge that is locality. The epistemology of political conditions in the postmodern approach can be seen as the result of a combination of the application of language games and narrative patterns in formulating how diverse assessments can result from a paradigm shift towards the postmodern. The public perspective in these conditions is no longer seen as a unity but rather the freedom of variation in determining attitudes and choices including in the political realm. Thus, these conditions make it possible to create a political image through narratives, just as political candidates who are trying to gain electability will also compete in shaping political campaigns with narratives that build a good political image or in other words, build a reputation. Through this paper, the author seeks to explain how reputation as an extension of political image is built as a framework of the postmodern state and works as a variable that has strong power relations in political aspects, especially in the era of contemporary democracy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khaulah
"Postmodernisme muncul dilatarbelakangi oleh kesadaran akan tidak ada lagi suatu stabilitas dan sering kali akan tidak mungkinnya ada perbedaan antara suatu realitas dan simulasi. Postmodernisme memiliki tujuan untuk menciptakan ekspresi baru bukan hanya melalui seni namun juga kultur. Akibatnya, kota-kota era Postmodern berhubungan dengan suatu image tertentu akan perkotaan, yang terdiri dari konglomerasi ide dan gambar. Ide akan postmodernisme memiliki keterkaitan dengan ruang-ruang simulasi dan kehidupan hiperrealitas. Dampak negatif dari hiperrealitas terlihat dari sisi media dan literatur yang merupakan ancaman untuk masyarakat kontemporer dalam kaitannya dengan realitas dan representasi. Film mampu menangkap krisis Postmodern baik dalam penggunaan gambarnya secara visual maupun kemampuannya untuk berubah beriringan dengan ruang dan waktu. Skripsi ini bertujuan untuk melihat ide tentang hiperrealitas dan simulasi dari teori Postmodern bisa membantu kita memahami realitas dalam pengalaman kehidupan di ruang urban dan bagaimana media berperan membentuk image hiperrealitas ruang urban. Skripsi ini juga bertujuan untuk melihat analisis hiperrealitas dari media film The Truman Show dengan ide tentang kehidupan di era Postmodern yang direfleksikan terhadap ruang urban nyata

Postmodernism emerged as a result of the awareness that there is no longer stability and often an impossible difference between reality and simulation. The idea of postmodernism is related to the theory of simulation and images of hyperreality. The negative impact of hyperreality can be seen from media and literature, which pose a threat to contemporary society in terms of reality and representation. Film has an ability to capture the Postmodern crisis, with its visual use of images, with its ability to change continuously. The purpose of this study is to see how the characteristics of postmodernism can affect reality inside of an urban system, to see how the image of hyperreality can be understood through films, and to see where the role of media becomes significant in delivering information related to reality. This study also aims to see the effect of hyperreality, through the reflection from the The Truman Show film’s analysis, on today’s real urban spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Victor E.
New York: Routledge, 2000
149.97 TAY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New york: Routledge, 1999
150.1 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Assiter, Alison
London: Routledge, 1996
305.420 1 ASS e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Herdis Herdiansyah
"Kegagalan modernitas memberikan kehidupan yang lebih baik kepada kehidupan manusia dipakai sebagai momentum kebangkitan era baru, era posmodernis. Pergeseran pola-pola konsumsi dan berubahnya tanda menyebabkan hubungan manusia dengan manusia yang lain ditandai dengan perubahan yang revolusioner. Perubahan ini terkait dengan perkemtangan lime pengetahuan dan teknologi. Seksualitas sebagai satu medium hubungan manusia dalam posmodemisme dilakukan dengan keragaman wacana, irnpressif dan bahkan dianggap melanggar tabu yang telah dibakukan. Tabu seksualitas ini adalah prinsip esensialisme yang beranggapan bahwa kodrat biologis manusia menyebabkan orientasi individu ditentukan oleh organ biologisnya. Laki-laki hanya boleh berhubungan dengan perempuan dalam satu ikatan resmi (heteroseksual-monogami). Penelitian ini mempergunakan metodologi analisis deskriptif, komparasi dan (khusus pada bab IV) dengan metode dekonstruksi.
Grand-narrative dalam seksualitas terbentuk lewat etika Victorian, dimana seksualitas dibungkam dan diarahkan harrya untuk beribadah dan bekerja keras (puritanisme). Pemahaman Victorianisme bermula dari doktrin kepercayaan Gereja pada abad pertengahan dimana doktrin Gereja beranggapan bahwa tubuh dan seksualitas adalah sesuatu yang kotor. Doktrin ini beranggapan tubuh dan seksualitas harus diarahkan sedemikian rupa untuk penyatuan diri dengan Tuhan. Grand-narrative seksualitas juga terbangun dengan negasi the others Sarterian. Hubungan dengan yang lain (the others) adalah musuh bagi subjek. Kondisinya saling mengobjekan dengan yang lain. Melampaui grand-narrative dari seksualitas, -sebagai fondasi teoritis- seksualitas posmodernis terbangun melalui klasifikasi Freudian, yakni libido menjadi penggerak dalam kehidupan seseorang. Pemahaman Freudian mengharuskan ego sesuai dengan realitas, tapi bagi Lacan justru ego dibawah kendali realitas. Realitas hasrat ini berbentuk pada pencarian dari libido dalam pelbagai aktivitas kehidupan. Kenikmatan tubuh juga senantiasa bisa bergeser menjadi kenikmatan literal yang bersifat subversif. Marquis de Sade dan Sacher van-Mashoc berusaha untuk melawan moralitas dari modernitas berupa pengekengan dan pengendalian rnenjadi satu bentuk kejahatan sampai batasan yang ekstrim, salah satunya berupa kejahatan atas tubuh melalui teks. Senada dengan Sade dan Mashoc, Battaile beranggapan bahwa tabu dianggap sebagai penghalang dari kehidupan. Untuk mendapatkan kenikmatan maka tabu harus dilanggar dimana tabu ini adalah pengetatan dari sistem sosial.
Teoritisasi yang dipakai dalam penelitian ini memakai analisa Butler, dimana tidak ada identitas asali selain proses pengulangan demi pengulangan. Proses pengulangan adalah imitasi tanpa henti sehingga tidak ada koherensi organ genital dengan preferensi seksual. Dari analisa Foucault, seksualitas merupakan arena kompleks relasi kekuasaan, pengetahuan dan kenikmatan, Seksualitas diatur dan diarahkan untuk membentuk individu yang patuh. Bagi Foucault, apapun peraturan dan tabu yang dipakai, seksualitas akan selalu mencari jalan keluar "penyimpangan" dari aturan yang dilakukan. Dari analisa Foucault, seksualitas tidak bisa dibatasi dan diatur dalam keketatan peraturan dan larangan. Teoritisasi terakhir memakai Baudrillard. BaudrilIard melihat seksualitas posmodernis kini tergantikan menjadi kenikmatan imajinasi dan bergesernya tubuh menjadi mesin, Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin cepat menyebabkan logika hasrat dan politik bujuk rayu menggeser kenikmatan ragawi menjadi proses konsumsi kenikmatan tanpa henti, yang kemudian dikenal dengan zaman post-seksualitas.
Refleksi kritis dan dekonstruksi seksualitas posmodernis dalam wacana seksualitas kontemporer memberikan peluang yang sarna untuk kalangan marginal (feminis sampai minoritas seksual/homoseksualitas) dalam menentukan batasan kenikmatan, rangsangan dan Cara memperoleh kenikmatannya sendiri. Begitupula dengan pornografi yang menjadi salah satu probiematika masyarakat. Ketika memang tidak ada dehumanisasi, eksploitasi objek dan dilakukan lengan kesadaran objek sebagai pilihan dari kebebasannnya, maka pornografi adalah satu perbuatan legal dan patut dihormati, Tapi ketika terjadi eksploitasi dan dehumanisasi maka delik pidana mutlak dikenakan dengan sanksi yang berat bagi pelaku (produser).
Penelitian ini akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa seksualitas posmodernis yang konsep-konsep filosofisnya salah satunya terbangun dengan plularitas wacana, denaturalisasi, dan polimorfisme hasrat (disamping fondasi teoritis pada bab 11) adalah berupa keharusan untuk memberikan penghormatan atas aktivitas-aktivitas seksualitas di luar esensialisme (heteroseksual-monogami). Sebagai bentuk kesadaran dan kebebasan, seksualitas posmodernis akan selalu mencari bentuk pelepasan hasrat. Dengan kondisi ini, maka normalisasi, pengawasan yang membatasi, pengaturan yang ketat justru akan membuat aktivitas seksualitas masyarakat posmodernis semakin beragam, ekspresif, dan subversif Pengakomodiran dan penghormatan aktivitas-aktivitas di luar essensiaiisme mutlak untuk dilakukan, Seksualitas posmodernis juga tidak akan menimbulkan satu kondisi kacau berupa penjungkir balikan nilai-nilai yang selama ini diyakini, tetapi maiah menimbulkan sate kohesi sosial yang positif karena ditopang oleh penghormatan dan pengafirmasian wacana seksualitas diluar apa yang satu individu lakukan. Satu kondisi dimana wacana seksualitas ini sebatas tidak terjadinya satu eksploitasi dan dehumanisasi pihak yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Adji Samekto
Jakarta: Konstitusi Press, 2015
340.1 ADJ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>