Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mintoro Sumego
"LATAR BELAKANG :
Seiring dengan perkembangan teknologi pesawat terbang maka helm penerbang sebagai alat pelindung kepala di penerbangan juga mengalami perkembangan. Agar helm penerbang dapat berfungsi dengan sempurna, maka ukuran helm harus benar-benar cocok dan pas dengan ukuran kepala awak pesawat yang menggunakannya, untuk itu perlu adanya ukuran sefalometri pada calon penerbang TNI AU untuk mendapatkan ukuran helm penerbang yang optimal.
METODE :
Dilakukan pengukuran sefalometri panjang kepala, lebar kepala dan tinggi pupil-vertex dengan menggunakan alat ukur Antropometer Martin pada 153 calon siswa penerbang pria TNI AU tahun 2003. Hasil pengukuran tersebut dicocokkan dengan helm penerbang yang ada saat ini. Untuk menilai standar kecocokkan helm penerbang digunakan kualitas kecocokkan helm penerbang dari Royal Air Force (Inggris).
HASIL :
Ukuran sefalometri calon siswa penerbang TNI AU tahun 2003 panjang kepala 18,8 cm (SD 0,8), lebar kepala 15,2 cm (SD 0,7) dan tinggi pupil-vertex 10,1 cm (SD 06). Tidak ada korelasi antara ukuran sefalometri dengan tinggi badan, berat badan,usia dan status gizi menurut indeks massa tubuh pada calon siswa penerbang TNI AU (r<0,25), helm penerbang yang saat ini digunakan jika dinilai dengan standar kecocokan dari RAF dan dihubungkan dengan ukuran sefalometri calon penerbang TNI AU, maka 3% helm penerbang memenuhi kriteria baik sekali, 36% kriteria baik 16% kriteria cukup dan 46% tidak memenuhi kriteria standar kecocokkan helm penerbang menurut RAF.
SIMPULAN :
Berdasarkan data sefalometri dan standar kecocokkan helm penerbang RAF maka pengadaan helm penerbang di Sekolah Penerbang TNI AU perlu direvisi untuk mendapatkan ukuran helm penerbang yang optimal.

BACKGROUND :
In line with the development of the Jet plane technology, the flight helmet as a head protection in aviation has also been developing. In making the function of a flight helmet as perfect as we want it to be, the size of the helmet should be fix and proper with the size of pilot's head, we need a cephalometry measurement from Indonesian Air Force's candidate students, in order to get the optimum size of a flight helmet.
METHODS :
Doing the cephalometry measurement head length, head breadth and pupil-vertex height by using Martin Anthrop meter apparatus on 153 Indonesian Air force candidate students, than the subject has to go for a fitting the Indonesian Air force's helmet. To make point for the quality of fit the flight helmet is using the Royal Air force's quality of fit.
RESULTS :
The cephalometry measurement candidate students of Indonesian Air Force head length 18,8 cm (± 0,8), head breadth 15,2 cm (± 0,7) and pupil-vertex height 10,1 cm (± 0,6). No correlation was found between the cephalometry measurement with weight, height, age and Mass Body Index of the Indonesian Air Force's candidate students (r<0,25),If Indonesian flight helmet made in by USAF make point with quality of fit flight helmet is using the Royal Air force's quality of fit and correlation with cephalometry candidate students pilot's Indonesian Air Force's are 3% excellent fit, 36% good fit, 16% adequate fit and 46% quality of fit are bad.
CONCLUTION :
Based on the cephalometry data and quality of fit from Royal Air Force flight helmet, than the Indonesian Air force school's flight helmet need several revisions on request to get the optimum size of a flight helmets."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Syahrul Efendi
"Seiring dengan perkembangan dunia industri, banyak perusahaan yang menerapakan tekhnologi baru dengan tujuan meningkatkan produktivitas. Dengan peningkatan penggunaan teknologi baru ini juga berdampak pada perkembangan hazard yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja; disebabkan tidak diikuti perkemabangan pengetahuan dan kemampuan pekerja terhadap teknologi tersebut. Salah satu penyebab kecelakaan paling besar adalah faktor manusia 80 %, oleh sebab itu faktor manusia merupakan faktor yang sangat dipertimbangkan.
Faktor manusia yang dibahas mengenai persepsi, pengetahuan, sikap dan kemampuan pekerja menghindari hazard hubungannya dengan perilaku aman. Dengan diketahuinya hubungan faktor tersebut diatas terhadap perilaku aman, dapat dibuat program intervesi dalam rangka mencegah kecelakaan kerja hubungannya dengan perilaku aman.
Desain penelitian obeservasional melalui survey analitik dengan pendekatan cross-sectional untuk menganalisis hubungan persepsi, pengetahuan, sikap dan kemampuan menghindari hazard dengan perilaku aman dengan memakai uji Chi-square continuity correction dengan bantuan perangkat luck SPSS.

Relation of Perception, Cognition, Attitude and Ability of Avoid Worker thorough Hazard with Safe Behavioral at PT GKD Jakarta, on 2003Many companies implement new technology to aim increasing of productivity in recent industrial development. Increasing its development of new technology have an impact to increase number of hazard associated which contributed work accident due to not following knowledge and skill development through its technology human factor should strongly estimated as one of most accident cause is human factor (80%).
Perception, knowledge, attitude and workers ability to avoid hazard related to safe behavior described in this thesis_ Based on relation of the above factor and safe behavior, intervention program cord be made to avoid work accident related to safe behavior.
Observational research design through analytic survey with cross-sectional method to analyze relation of perception, cognition and attitude and ability to avoid hazard by safe behavior using chi-square continuity correction test continued by using SPSS software.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartiena Darmadi
"Ruang Lingkup dan Metodologi:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stresor kerja dengan gangguan daur haid, dengan mempertimbangkan faktor-faktor risiko lain. Telah dilakukan penelitian cross-sectional pada 100 orang pramugari udara status menikah dari satu perusahaan penerbangan. Untuk mengukur stresor kerja digunakan instrumen Diagnosis Stres, sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan daur haid digunakan kuesioner lain. Gangguan daur haid sendiri diketahui dari kartu catatan daur haid. Teknik analisis yang digunakan : univariat, bivariat dan multivariat secara kai kuadrat dan regresi logistik muitinomial, dengan menggunakan program SPSS.
Hasil dan Kesimpulan:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gangguan daur haid 53% (lebih tinggi dibandingkan surveilans Pusat Kesehatan). Dari ke enam jenis stresor kerja hanya beban kerja kuantitatif tinggi (OR=3,79, 95%CI:1,04;13,76) yang mempunyai hubungan bermakna terhadap risiko gangguan daur haid. Ketaksaan peran yang tinggi dan indeks massa tubuh tidak berhubungan terhadap risiko gangguan daur haid.
Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa timbulnya gangguan daur haid pada pramugari udara status menikah terutama berhubungan dengan beban kerja kuantitatif tinggi dan tidak berhubungan dengan ketaksaan peran dan indeks massa tubuh, hal ini karena mekanisme penanggulangan. terhadap stres kerja maupun manajemen stres yang kurang baik pada waktu penerbangan padat dan singkat.
The Relationship between Work Stressors and Menstrual Dysfunction among Of Married Airline Stewardesses PT ?X' In the Year 2001-2002
Scope and Methodology:
The objective of this study is to know the relationship between work stressors and menstrual dysfunction in correlation with other risk factors. A cross-sectional study has been carried out using one hundred married status stewardesses of an airline company. The instrument used in the study is Stress Diagnostic Survey questionnaire to measure work stressors and other questionnaires regarding risk factors of menstrual dysfunction. The menstrual dysfunction it self was diagnosed by using a menstrual recording charts. Univariate, bivariate, multivariate analysis and multinomial logistic regression were used for statistical analyses by using SPSS.
Result and Conclusion:
The prevalence of menstrual dysfunction was 53%. These figures are higher compared to Medical Centre Surveillance. From six work stressors, only one stressor is quantitative over load work (OR=3,79, 95%CI : 1,4;13,76) indicate a significant correlation with menstrual dysfunction. The role ambiguity and body mass index stressor showed no correlation with menstrual dysfunction.
In general the study has shown that the prevalence of menstrual dysfunction among the stewardesses was correlated to quantitative over load work and has no correlation with role ambiguity and body mass index stressor. These finding may be caused by improper stress release coping mechanism or in sufficient stress management in crowded and short flight.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T11289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Setyo Rohadi
"Banyak ahli K3 memperhatikan bahwa kinerja keselamatan kerja, terutama yang berdasarkan pendekatan rekayasa, sampai batas tertentu cenderung untuk mendatar, dan upaya peningkatan selanjutnya sulit dicapai. Berbagai manajemen keselamatan kerja didasarkan pada model pengelolaan berdasarkan pembagian tugas dan kewenangan yang bertumpu pada struktur hirarki, formalisasi peraturan dan prosedur, dan pengawasan. Metode ini selama bertahun-tahun telah menghasilkan penurunan kondisi tak aman secara bermakna, melalui upaya-upaya rekayasa dan perbaikan lingkungan kerja. Meskipun demikian, sejalan dengan hilangnya kejadian kecelakaan yang berat, maka hasil dari pendekatan tradisional ini cenderung mendatar.
Telah diketahui bahwa kebanyakan insiden ditimbulkan oleh elemen manusia. Jika tanggapan pekerja terhadap keselamatan kerja tinggi, maka keamanan akan lebih rendah. Masalah bagi manajemen adalah bagaimana cara untuk memaksimalkan tingkat tanggapan pekerja terhadap keselamatan, dan menurunkan perilaku berbahaya. Mekanisme untuk perbaikan berkelanjutan bagi elemen manusia dalam keselamatan kerja adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku dan metode statistik (survei budaya / iklim K3) yang dipadukan dengan keterlibatan pekerja dalam menindaklanjuti umpan balik serta pemecahan masalah K3.
Penelitian ini dilakukan untuk menilai budaya / iklim K3 di PT Pupuk Kujang, Cikampek. Dari 856 pekerja diambil 189 orang sebagai sampel (22%). Metode yang digunakan untuk menentukan tipe budaya K3 adalah kuesioner (161 responden), dan wawancara (28 responden).
Berdasarkan model budaya K3 berbasis sistem, hasilnya menunjukkan bahwa profil K3 PT Pupuk Kujang terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional, seperti komitmen manajemen, lingkungan kerja, gaya manajemen, manajemen perubahan, serta pemenuhan sistem K3. Karena manajemen K3 PT Pupuk Kujang sepenuhnya mengadopsi langkah-langkah penalaran / prosedur SMK3 berdasarkan Permenaker No.05 /Men/1996, maka budaya K3 PT Pupuk Kujang dapat digolongkan sebagai tipe kalkulatif.

Analysis of Safety Culture Climate at PT Pupuk Kujang, By The Year 2003Many safety professionals notice that safety performance (especially which is based on engineering approach) to some extent may have appeared to plateau, and further improvements may seem difficult to achieve. Many of safety managements are based on authoritarian management models that rely on hierarchical structures, the formalizing of rules and procedures, and policing workers to enforce the rules. These methods have been responsible for some significant reduction of unsafe conditions over the years, through the effort to improve engineering and work environments. However, as some of the most common and severe accidents were eliminated, the result from these 'traditional methods" began to plateau.
It is known that incidents come primarily from the human element". When workforce safety responsiveness is high, accidents are lower. The management question is how to maximize this level of safety responsiveness, as to lower "at risk behavior". The mechanism for continuous improvement on human element of safety is the use of behavioral and statistical science (safety culture/ climate assessment), coupled with employee involvement in ongoing feedback and problem solving.
This study was performed to assess the safety culture/ climate at PT Pupuk Kujang, Cikampek, West-Java. The samples were 189 respondents out of 856 employees of PT Pupuk Kujang. The methods used to determine the specific tipe of safety climate/ culture were questioners (161 respondents) and interview (28 respondents).
Based on the system-based model of safety culture, the result shown that the safety profile of PT Pupuk Kujang was strongly influenced by organizational factors, such as management commitment, work environment, management style, managing change, and systems compliance. As safety management of PT Pupuk Kujang ?blindly? following all the logically steps/ procedures of SMK3 derived from Permenaker No.05/Men/1996, the safety culture of PT Pupuk Kujang can be distinguished as calculative type.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijayanto
"Keselamatan kerja tercermin pada keadaan di tempat kerja, yang meliputi kondisi tak aman, tindakan tak aman maupun keadaan Iingkungart kerja, merupakan dasar dari kejadian hampir celaka maupun kecelakaan. Perlindungan keselamatan secara mekanikal peralatan sebagai perbaikan pertama dan langkah umum yang paling awal dilakukan, yang membatasi bahwa kondisi tak aman relatif sebagai penyebab kecelakaan. Inspeksi keselamatan kerja pemboran bertujuan sebagai sarana untuk mengenali potensial keadaan tak aman yang ada diberbagal fasilitas dan peralatan di lokasi pemboran yang berhubungan dengan rig pemboran darat. Temuan hasil inspeksi dianalisa dan diberikan rekomendasi untuk mengurangi dan atau menghapuskan kejadian hampir celaka dan kecelakaan pada operasi pemboran di PT. CPI.
Penelitian ini adalah studi evaluasi dengan mempergunakan data tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 di PT. CPI. Data penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data dari kebijakan dan program inspeksi keselamatan kerja pemboran serta data primes yang diperoleh melalui kuesioner untuk mengetahui pemahaman program inspeksi keselamatan kerja pemboran.
Aspek Input adalah komitmen dan dukungan manajemen, hasilnya baik pada tahun 2003, 2004 dan tahun 2005 yang meliputi kebijakan dan program inspeksi keselamatan kerja pemboran serta dukungan sumber daya manusia. Aspek proses yakni penerapan program inspeksi keselamatan kerja pemboran pada tahun 2003 dan 2004 hasilnya kurang baik dan meningkat menjadi sangat balk pada tahun 2005. Aspek Output yaitu Nilai Positive Indicators yang sangat baik dari tahun 2003 s/d tahun 2005 dari program inspeksi keselamatan kerja pemboran di PT. CPI sudah dapat mencerminkan status pengelolaan keselamatan kerja pemboran dari fasilitas maupun peralatan yang dioperasikan.
Komitmen dan dukungan manajemen pada tahun 2003 perlu peningkatan pemantauan program inspeksi, pelatihan dan keterlibatan karyawan perusahaan kontraktor pemboran melakukan inspeksi bersama tim inspeksi. Hasil yang kurang baik pada penerapan program inspeksi keselamatan kerja pemboran tahun 2003 dan 2004 disebabkan kurangnya pengawasan, kurangnya pemahaman pengawasan penyelesaian perbaikan. Pemenuhan keselamatan kerja rig pemboran yang sangat baik dari tahun 2003 s/d tahun 2005 karena perusahaan kontraktor pemboran telah melaksanakan inspeksi internal, mempunyai surat ijin iayak operasi (SILO) dan manajemen telah melakukan pengawasan secara lebih baik, keterlibatan karyawan meningkat serta adanya pemantauan dan evaluasi.

Occupational safety can be seen a lot from the situation at the workplace, which includes unsafe conditions, unsafe actions and also the situation of work environment. Safety protection which is done mechanically as a first improvement and the earliest general action taken, create a limitation that unsafe conditions seem to be considered as the main cause of accidents. Occupational safety inspection at drilling industry is aimed as means to recognize the unsafe conditions exist in many facilities and equipment at the drilling sites, which are related to ground drilling rig. The result of the inspection is then analyzed and given as a recommendation to decrease andlor eliminate nearly-accidents occurrence and accidents at the drilling operation in PT. CPI.
This study is an evaluation study using data taken from 2003 until 2005 in PT. CPI. The data is a secondary data obtained from policies and occupational safety inspection program at drilling industry as well as primary data obtained from questionnaires in order to find out the acknowledgement and comprehension of occupational safety inspection program at drilling industry.
The input aspect is management commitment and supports, the results are data either from 2003, 2004, or 2005 which include policies and occupational safety inspection program at drilling industry as well as human resource supports. The process aspect is the implementation of occupational safety inspection program at drilling company during 2003 to 2004, the result are not quite good yet improving to be very good in 2005. The output aspect is Positive indicators Value which is considered excellent from 2003 until 2005 in occupational safety inspection program at drilling industry PT. CPI. The program has already shown the status of occupational safety management either the facilities or the equipment being operated.
Management commitment and supports in 2003 needs an improvement in the inspection program monitoring, training and workers from drilling industry contractors to perform inspection along with the inspection team. The low quality results in the implementation of occupational safety inspection at drilling industry 2003-2004 is due to the lack of monitoring, supervisor's knowledge of improvement completion. The very good result shown at drilling rig from 2003 until 2005 is because the drilling contractor has performed internal inspection, already has an authorization letter to perform operation (SILO) and the management has done better monitoring, workers involvement has improved and monitoring and evaluation is well-performed.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyitha Muis
"Latar Belakang dan Tujuan :
Pemadam kebakaran merupakan sumber daya manusia. Mereka senantiasa dihadapkan dengan berbagai masalah, seperti beban kerja kerja kualitatif dan kuantitatif, tanggung jawab tugas, dan sebagainya. Semua masalah ini dapat merupakan stresor kerja yang akan berdampak pada kesehatan jiwa pemadam kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stresor kerja dengan psikopatologi di kalangan pemadam kebakaran.
Metode :
Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang (cross sectional) terhadap 175 subjek penelitian yang terdiri dari petugas pemadam kebakaran. Analisis dilakukan dengan cara analisis bivariat, dilanjutkan dengan analisis multivariate regresi.
Hasil dan kesimpulan :
Stresor pada petugas pemadam kebakaran didominasi oleh beban kualitatif dan tanggung jawab. Prevalensi psikopatologi pada petugas pemadam kebakaran adalah 29,7 %. Ada hubungan bermakna antara beberapa faktor karakteristik subjek dan lifestyle (OR 3,36 - 8,69). Juga terdapat hubungan yang bermakna antara stresor kerja dengan psikopatologi (OR.2,70 - 16,45). Pada analisis multivariate, stresor kerja yang ada hubungan bermakna dengan psikopatologi adalah stresor tanggung jawab. Karakteristik subjek dan lifestyle yang ada hubungan bermakna dengan psikopatologi adalah variabel pangkat/golongan dan kebiasaan rekreasi.
Analysis of the Relationship between Occupational Stressors and Psychopathology of Fire Fighters in East Jakarta
Background and Objectives:
Fire fighters are human resources. They are often confronted with many problems such as qualitative overload, quantitative overload, job responsibilities, and contaminated risk. All of the problems are occupational stressors which result in mental health of fire fighters. The purpose of this study is to find the relationship between occupational stress and psychopathology among fire fighters in East Jakarta.
Methods:
This study design was a cross sectional design with a sample of 175 subjects. Collected data was processed using bivariate analysis and multivariate analysis.
Results and Conclusions:
Stressors of fire fighters were dominated by qualitative overload and job responsibility. Prevalence of psychopathology on fire fighters are 29,7 %. There were significant relationship between many factors of subject characteristics and lifestyle with psychopathology (OR 3,36 - 8,69). A significant relationship between occupational stress with psychopathology was also found in this study (OR.2,70 -16,45). By multivariate analysis, responsibility stressor was the only occupational stress which has significant relationship to psychopathology. Subject characteristic and lifestyle with significant relationship to psychopathology was stratum in the work place and recreation.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nurrahman
"Menurut NIOSH di Amerika Serikat pada tahun 1972 jumlah pekerja yang bekerja di bidang penninyakan dan terpapar kebisingan diatas 90 dBA sebesar 29 % dan pada tahun !983 jwnlah tersebut berkembang, diperkirakan jumlah pekerja yang terpapar kabisingan di tempat ketja minyak dan gas bwnl sebesar 365.000 orang dari 400.000 orang atau seb"'ar 91,25% ( Mu!ia, S, 1998 ). Penurunan daya dengar karma kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss Disebabkan paparan kebisingan terus menerus yang mengakibatkan rusaknya sel rambut dari cochlea.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahu factor yang menyebabkan NHL yang terjadi pada CNOOC sehingga dapat dijadikan dasar untuk menysusun strategi pencegahan ternyadinya NHL di lingkungan pekerja CNOOC di masa yang akan dating. Karena sifat ketulian yang terjadi akibat kebisingan bersifat permanen berjalan perlahan selama bertahun-tahun sehingga tidak dirasakan oleh tenaga kerja pada stadium awalnya bahwa sedang terjadi sesuatu dalam telinganya. Pada saat tenaga kerja mulai menyadari gangguan umumnya sudah terlambat.
Populasi penelitiaan adalah 40 karyawan mempunyai basil audiometric dengan kharalcterlstik Noise Induce Hearing Loss dengan basil anamnesa tidsk di dapa1kan riwayat penyakit yang dapat menyebabkan penurunan pendengaran dan dari pemeriksaan fiSik oleh dokter ahli tidak ditemukan kehlinan pada telinga yang dapat menyehabkan penurunan pendengaran.
Hasil audiometric pakerja tersebut menunjukkan sebagian besar pekerja ( 59 % ) menderita gangguan peadengaran ringan dan 2,60% dengan kategori berat (> 70 dBA). Dari basil penelitian disbupulkan factor0factor yang berbubungan dengan kemampuan pendengatan ada!ah tingkat kebisingan lokasi kerja yang tinggi (>85 dB) dengan tingkat kebisingan minimum 87,70 dBA dan maksimum 105,40 ; dengan masa kerja di lingkungan bising rata-rata lebih dari 15 tahun. Perilaku penggunaan APD saat bekerja di tempal bising tergolong kurang baik, sebagian besar responden hanya menggunakan APD kadang-kadang dengan alasan APD tidak nyarnan dan APD rusat atau kotor. Kebijakan dan pola pengawasan penggunaan APD telah Dilakukan hanya saja belum terlihat adanya hanya saja pelaksanaan di lapangan masih kurang hal tersebut mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada pekerja.
Saran yang diberikan adalah perusahaan CNOOC perlu menerapkan program pendengaran (Hearing Conversation Program) secara menyeluruh, yaitu dengan menerpkan semua komponen HCP termasuh engineering and administrative control yang belum dilakukan. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T4972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Rivai
"Ruang Lingkup dan Metodologi:
Penelitian tentang upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi cacing usus yang penularannya melalui tanah dilaksanakan pada bulan Mei, Juni, Juli 2003 terhadap pekerja pemetik teh. Masalah yang dihadapi adalah target kerja yang tidak tercapai. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi penyakit cacing usus di PT."X".
Desain penelitian ini adalah studi intervensi, besar sampel sebanyak 104 orang pekerja pemetik teh. Pengumpulan data dasar dilakukan dengan kuesioner, wawancara, pemeriksan fisik, pemeriksaan tinja pertama dengan tehnik Kato Katz terhadap 104 orang pekerja. Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan, terapi antihelminthes terhadap pekerja yang positif menderita infestasi cacing usus. Pemeriksaan tinja ke dua untuk pekerja yang positif dan pemeriksaan tinja ke tiga untuk melihat adanya reinfestasi terhadap 104 pekerja. Evaluasi dilakukan dengan melihat perubahan pengetahuan dan perilaku, prevalensi penyakit cacing usus dan hasil kerja pada pekerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Pemeriksaan tinja pertama dari 104 subyek penelitian didapatkan 65 orang (62,5%) positif terinfestasi cacing usus. Seteiah dilakukan intervensi dengan terapi albendazol 400 mg single dose, semua penderita sembuh dan tidak ada reinfestasi pada pemeriksaan tinja ketiga. Terjadi peningkatan pengetahuan tentang casing usus dan perilaku bila semula nilai pre-test 3,09 setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 8,65. Terjadi peningkatan hasil kerja, bila rata-rata hasil kerja sebelumnya dibawah target (64,76%), setelah di intervensi meningkat menjadi rata-rata di atas target (117,8%). Kebiasaan buang air besar, kondisi WC, pola makan, dan pemakaian alat pelindung diri tidak mempunyai hubungan bermakna.
Intervention Research Increasing Productivity of Workers In Tea Plantation by Reducing Prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java
Scope and Methodology:
A study of increasing productivity product of workers in tea plantation by reducing prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java, has been conduct to improve the health of workers. The design of study is an intervention study with specific objective to identify the prevalence of Soil Transmitted Helminthes infestation to reducing the prevalence and to asses the relationship between prevalence of several risk factors, beside to seek relationship between knowledge, behavior, productivity and prevalence of Soil Transmitted Helminthes.
Results and Conclusions:
Out of 104 subject, 65 person (62,5%) were tested positively in the first stool examination. Post intervention by giving appropriate antihelminthes therapy, there was a reduced in the prevalence of STH, that all cases showed negative; at Second stool examination also at third stool examination to seek reinfestation of STH is also negative. Knowledge and behavior before intervention have average value is 3,09 after intervention by information the average value is 8,65, outcome product of workers before intervention the average of outcome product is 64,76% below the target, after intervention the average of outcome product is 117;8% upper target. There is no correlation was found between the prevalence of STH and the habit of defecation, the habit of using self protector equipment, the habit of eaten, WC condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Dariana
"Pabrik sepatu merupakan suatu industri pengolahan yang pekerjanya hampir seluruhnya wanita dimana pekerja di bagian stitching athletic bekerja dengan kepala menunduk menghadap mesin kerja. Pada saat kepala maju kedepan diperlukan kekuatan untuk keseimbangan kepala dan bila ini berlangsung lama akan timbul kelelahan otot yang berakibat nyeri. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri tengkuk.
Disain penelitian adalah penelitian potong lintang dengan jumlah sample 251 yang diambil secara random sampling. Data penelitian didapat dari data medical check up, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nyeri tekan pada daerah sub occipital, tes kompresi menurut Lhermittet, dan pengukuran-pengukuran antara lain pengukuran sudut fleksi leher menggunakan flexible curve, antopometri, tinggi meja dan penerangan.
Hasil penelitian:
Didapatkan prevalensi nyeri tengkuk sebesar 55.4%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri tengkuk adalah umur (p = 0.006) dan fleksi leher (p = 0.000). Faktor yang paling berperan adalah fleksi leher (p = 0.000. OR - 4.58).
Kesimpulan:
Dari penelitian ini secara statistik terbukti bahwa fleksi leher berhubungan dengan timbulnya nyeri tengkuk dimana pada fleksi ≥ 20° mempunyai risiko 4.58 kali lebih besar dari pada fleksi < 20°. Perlu adanya penyuluhan atau pelatihan bagi pekerja tentang cara kerja yang ergonomis dan gerakan-gerakan senam ringan untuk mengurangi keluhan nyeri tengkuk. Oleh karena itu untuk mencegah dan mengurangi prevalensi nyeri tengkuk perlu pemahaman dan kerjasama yang baik dari manajemen, pekerja, perawat dan dokter perusahaan serta instansi terkait.
Relation between Neck Flexion and Neck Pain in Woman Workers of Stitching Athletic Division, Shoe Factory in Tangerang
The shoe factory is a manufactory industry where most workers are women. The workers from stitching athletic division usually work with bowing forward. If the head is bent forward muscle strength is needed to maintain the position. In long period this condition leads to muscle fatigue including neck pain. Based on above situation, the research is carried out to assess the prevalence and factors influencing neck pain.
Design research is cross sectional study with amount of 251 samples and randomly selected. The research data are compiled from medical check-up, anamnesis, physical examination, pain pressure examination on sub occipital area , compression test according Lhermitte and other measurements, such as : angle measurement of neck flexion using flexible curve, anthropometry, high' of table and lighting.
Result:
Prevalence of neck pain 55.4%. The neck pain is associated with age (p = 0.006) and neck flexion (p=0.000). The neck flexion is a main factor to deal with the neck pain.
Conclusion:
The research shows that neck pain is statistically associated with neck flexion where neck flexion > 20° has 4.58 greater risks than neck flexion ≤ 20°. Training and counseling on ergonomics of work ethic and light relaxation are needed by the workers in order to reduce neck pain. Awareness and collaboration among management, workers, nurses, company doctors and integrated sector is essential aspect to prevent and minimize prevalence of neck pain of employees.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Sensiana Sundari
"Penelitian ini tentang Hubungan antara Dosis Pajanan Kebisingan Personal dengan Keluhan Subjektif (Non Auditory) Pada Pekerja Di Area Utilities 05 Di Sebuah Perusahaan Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi Tahun 2015. Pengukuran dosis pajanan bising personal diukur menggunakan alat Noise Dosimeter, sementara data responden dan keluhan subjektif (non audiotory) diperoleh menggunakan kuesioner. Metode yg digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan melakukan observasi dan pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara dosis pajanan kebisingan personal dan karakteristik pekerja dengan keluhan subjektif (non audiotory).

This study is about the relationship between personal noise dose exposure with Subjective complaints (Non Auditory) On Workers At Utilities Area 05 In A Leading Oil and Gas Company in 2015. Personal noise exposure dose was measured by using a Noise Dosimeter, while the data of respondents and subjective complaints (non audiotory) was obtained by a questionnaire. Method which is used in this research is quantitative observation and data collection. The results showed there is no relationship between the personal noise exposure dose with subjective complaints (non audiotory)."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>