Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Novita
"Berangkat dari pengalaman pada masa Orde Baru dimana pihak Eksekutif Iebih dominan dari pihak Legislatif sehingga mekanisme kontrol tidak berperan dengan baik, maka dikeluarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999. Maksud dan tujuan dari Undang-Undang No. 22 tahun 1999 adalah agar DPRD/Legislatif setempat sebagai perwakilan dari rakyat dapat mengawasi langsung serta bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan secara langsung dan sebaik-baiknya sehingga proses otonomi daerah dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 mulai Januari 2001 beserta aturan pelaksanaannya, maka pada satu sisi menumbuhkan harapan terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, pemeliharaan hubungan yang serasi antara legislatif dan eksekutif pusat dan daerah. Namun pada sisi lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ternyata muncul berbagai sikap dan perilaku politik berupa kebijakan, aturan main, permainan politik dan tindakan lainnya yang justru menghambat pencapaian kehendak undang-undang tersebut.
"Good Urban Governance" atau Tata Pemerintahan Kota Yang Baik telah menjadi tema pembangunan di kota-kota seluruh dunia Good Urban Governance meliputi sinergi dari tiga pihak yaitu: state (negara/pemerintah), civil society (masyarakat madani) dan private sector (swasta). Good governance harus berlandaskan partisipasi, transparansi dan akuntable baik secara politis, ekonomi dan sosial dan mengakomodir kepentingan semua pihak. Secara garis besar Good Urban Governance sangat tergantung kepada politik lokal yaitu sistem politik demokratis yang bekerja di tingkat daerah. Ada 5 institusi politik lokal tersebut yaitu; pada lingkungan pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD; pada lingkungan kemasyarakatan adalah partai politik dan LSM; serta media massa yang memainkan peran sebagai komunikator untuk kedua tataran institusi politik tersebut sekaligus sebagai alat kontrol atas mereka. Pengorganisasian keberadaan institusi-institusi politik tersebut yang bekerjasama diantara mereka maka kemampuan politik lokal dapat dimengerti sebagai kesanggupan institusi politik itu secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama merancang dan melakukan langkah-langkah efektif yang kontinyu demi tercapainya tujuan bersama mereka. Dalam kaitannya dengan hal itu, institusi politik lokal harus melengkapi diri dengan berbagai perangkat kelembagaan agar dapat menjalankan peran dan fungsi masing-masing sebagai prasyarat bagi bekerjanya sistem politik lokal.
Berdasarkan versi UNDP maka ciri-ciri Good Urban Governance adalah; adanya unsur partisipasi adanya unsur supremasi hukum ' transparansi,Cepat tanggap/reaktif. Membangun konsensus, Kesetaraan , Efektif dan efesien dan memiliki visi strategis serta memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Dengan mekanisme "Good Urban Governance" diharapkan seluruh stake-holder pembangunan dapat terlibat dari awal perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sampai pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan hasilnya akan dipaparkan sebagai deskriftif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kota Bekasi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan terhitung dari Bulan Agustus 2001 sampai dengan Januari 2002.
Dari permasalahan yang ada di wilayah sasaran penelitian, maka diketahui bahwa sebenarnya penerapan Good Governance di Kota Bekasi belum berjalan dengan baik, sehingga tidak tercipta mekanisme yang sinergis serta hubungan yang harmonis antara legislatif dan eksekutif. Hal tersebut disebabkan: Tidak adanya sosialisasi, Banyaknya tuntutan dari konstituen, Masih adanya fraksi, Tidak adanya idiologi partai yang jelas, serta Be/um tegaknya the rule of law di Kota Bekasi. Dengan demikian maka banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Di lain pihak eksekutif yang sudah tergolong mapan dalam menjalankan pemerintahan dianggap masih mempertahankan status quonya oleh pihak legislatif. Kalaupun terjadi mekanisme hubungan antara legislatif dan eksekutif, maka mekanisme tersebut hanya sekedar menerapkan mekanisme persaudaraan atau kolusi dalam pelaksanaan pemerintahan sehingga penyelenggaraan pemerintahan di Kota Bekasi tidak berlandaskan pada aturan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Oktoria
"ABSTRAK
Skripsi ini mencari jawaban mengenai batasan yang digunakan untuk mengukur tindakan administrasi yang dapat berdampak pada sanksi hukum lain. Hal ini menjadi penting untuk mencegah adanya sanksi hukum lainnya yang terlebih dahulu diterapkan dalam sebuah tindakan administrasi. Kemudian melihat bagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku menjamin perlindungan bagi pejabat pemerintahan yang telah menjalankan kewenangannya sesuai dengan wewenangnya. Setelah mengkaji beberapa peraturan, maka perlu mengetahui tindakan hukum apa yang perlu dilakukan untuk menjamin tindakan pejabat pemerintahan tersebut tidak berdampak pada sanksi hukum lain. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer serta sekunder, melalui alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa batasan tindakan administrasi yang dapat berdampak pada sanksi hukum lain adalah asas yuridikitas, legalitas, dan legitimasi. Batasan-batasan tersebut harus diberi ukuran yang pasti agar pelaksanaannya juga menimbulkan kepastian hukum dan kejelasan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum. Begitu pun dengan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur mengenai perlindungan bagi pejabat pemerintahan, harus dilaksanakan dengan maksimal, serta tetap mengutamakan tindakan hukum yang meliputi proses-proses administrasi.

ABSTRACT
This thesis looks for answers to the implementation used to measure administrative actions that could impact other legal sanctions. This becomes important in order to prevent any other legal sanctions that are first applied in an administrative action. Then, to see how the applicable legislation guarantees the protection of government officials who have exercised their authority in accordance with their authority. After reviewing some rules, it is necessary to know what legal action needs to be taken to ensure that government officials 39 action do not impact other legal sanctions. The research methodology used is juridical normative research using secondary data in the form of primary and secondary legal materials, through data collection tools in the form of literature study. From the result of the research, it can be concluded that the limitation of administrative actions that can affect other legal sanctions is the principle of jurisdiction, legality, and legitimacy. These restrictions must be given a definite size in order that their implementation also creates legal certainty and clarity for the community and law enforcement apparatus. So even with the laws and regulations that have set the protection for government officials, should be implemented with the maximum, and still prioritizes legal action that includes administrative processes. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Ariyanti
"Diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah berimplikasi pada perubahan yang cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan yang sebelumnya lebih bersifat sentralistik, berubah menjadi terdesentralisasi ke daerah otonom di tingkat Kabupaten/Kota
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, dibutuhkan organisasi kesehatan kabupaten/kota yang lebih profesional dan mandiri serta organisasi yang mau terns menerus belajar dalam rangka meningkatkan kinerjanya sebagaimana disebutkan dalam beberapa literatur sebagai Organisasi Pembelajar. Berdasarkan pengamatan peneliti sampai saat ini belum terdapat alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang dapat digunakan oleh sebuah organisasi untuk mengevaluasi organisasinya. Atas dasar tersebut peneliti merasakan perlu adanya sebuah penelitian untuk mengembangkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar dalam rangka membantu organisasi kesehatan untuk mengevaluasi organisasinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar untuk organisasi kesehatan tingkat kabupaten/kota berdasarkan konsep Peter Senge (Disciplines of Learning Organization). Penelitian ini menggunakan studi kualitatif dan studi kuantitatif yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan Juli tahun 2002.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 variabel disiplin dalam organisasi pembelajar berdasarkan konsep Peter Senge yaitu berpikir sistem, keahlian pribadi, model-model mental, visi bersama, dan pembelajaran tim. Hasil studi eksploratif dan konfirmatif menunjukkan terdapat pengembangan terhadap konsep Peter Senge, yaitu terdapat 3 pemyataan untuk variabel berpikir sistem, 12 pernyataan untuk variabel keahlian pribadi, 6 pernyataan untuk variabel model-model mental, 8 pemyataan untuk variabel visi bersama, dan 10 pernyataan untuk variabel pembelajaran tim. Dalam penelitian ini juga didapatkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang memiliki nilai validitas isi, konstruk, dan kriteria yang baik. Sehingga instrumen ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi organisasi untuk menilai seberapa jauh organisasinya termasuk organisasi pembelajar.
Untuk menindaklanjuti penelitian ini ada beberapa saran dan rekomendasi yang peneliti ajukan diantaranya; sebaiknya penelitian ini dapat dilanjutkan terutama pads kedua organisasi kesehatan di atas untuk dapat memberikan gambaran mengenai organisasi pembelajar secara lebih komprehensif, selain itu untuk mendapatkan alat ukur atau instrumen organisasi pembelajar yang lebih valid sebaiknya penelitian. ini juga dilakukan pada setiap organisasi kesehatan tingkat kabupaten/kota di Indonesia.

The Development of Instrument of Learning Organization on Health Organization in The Regency/City Level (Study on Health Section Official of West Jakarta and Health Official of Bogor Regency).
Being in progress of ordinances No.22 in 1999 about territorial administration along with ordinances No.25 in 2000 about the equilibrium of central government finance and district implicated on a great deal of change in governmental implementation in Indonesia. The governmental implementation which was then more centralized changed into decentralized to the autonomous district in regency/city.
At the same time, the regency/city health organization it needed to be more professional, independent and willing to keep on studying which some literatures called as learning organization. Currently there are no a measure or an instrument of learning organ1zation which can be used by an organization to evaluate the organization. Upon that reason a study is needed to develop a measure or an instrument of learning organization to help any health organization to evaluate it's our institution.
The instrument was developed based on Peter Senge concepts (Disciplines of Learning Organization). The research used the qualitative study and quantitative study and performed in health official section of west Jakarta and health official of Bogor regency/city on July, 2002.
The result showed there were five discipline variables in the field similar to Peter Senge concept which were system thinking, personal mastery, mental models, shared vision, and team learning. The result of explorative and confirmative analysis showed that there were derivated of Peter Senge concept; three statements for the variable of system thinking, twelve statements for the variable of personal mastery, six statements for the variable of mental models, eight statements for the variable of shared vision, and ten statements for the variable of team learning. This research also developed a measure or an instrument of learning organization which was validated accords to content, construct, and criteria. So that this instrument may become an evaluation for any organization to judge it's learning condition.
The study recommended to intensify the study in the same area in order to be able to give some pictures about learning organization in a more comprehensive way. In addition, the study recommended to expanse similar study in different areas in Indonesia, so that the research can be more valid.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunani Sri Astuti
"Perawat merupakan salah satu unsur penting dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Latar belakang pendidikan perawat RSJ ini, kebanyakan lulusan SPK, SPR"B" dan SPKSJ. Jumlah lulusan Diploma III Keperawatan di RSJ Bogor 16,14% (36 dari 223 orang), RSJ Bandung 19,11% (13 dari 68 yang), dan RSJ Cimahi 23,37% (18 Bari 77 orang). Kebutuhan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, serta kebijakan pemerintah (PP.No 3211996) mengharuskan tenaga perawat minimal lulusan D III. Peningkatan mutu tenaga perawat tersebut diharapkan dapat dicapai melalui program pendidikan D III Keperawatan. Unsur utama yang mendukung keberhasilan program tersebut antara lain adalah motivasi para perawat sendiri untuk mengikuti pendidikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor-faktor internal dan ekstemal dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan di tiga RSJP di Jawa Barat tahun 2001. Penelitian ini menggunakan rancangan non eksperimental,dimana data diperoleh secara potong lintang (cross sectional). Sampel penelitian adalah seluruh populasi perawat yang bertugas di tiga RSJP di Jawa Barat yang belum mengikuti pendidikan D 111 Keperawatan. Jumlah responden dalam penelitian ini 201 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner. Data kemudian diolah dengan bantuan komputer dan dianalisis secara statistik dengan teknik chi-square (bivariat) dengan derajat kemaknaan 95%, dan regresi logistik berganda (multivariat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki motivasi rendah untuk mengikuti pendidikan (54,0%). Dari analisis bivariat didapatkan 9 variabel yaitu umur, status perkawinan, jabatan, masa kerja, persepsi, penghasilan, peraturan, izin atasan dan dukungan keluarga mempunyai hubungan yang secara statistik bermakna dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Sedangkan variabel-variabel jenis kelamin, penghargaan dan lokasi tempat kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda secara simultan memberi basil variabel masa kerja (p=,017), persepsi (p=0,000), dan peraturan (p= 0,010) yang secara statistik bermakna. Juga dibuktikan secara statistik bahwa dari ketiga variabel tersebut, variabel persepsi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan, karena mempunyai OR paling besar yaitu 6,28 (95% CI : 1,323-7,862, p=0,000) dibandingkan dengan variabel masa kerja dan peraturan. Uji interaksi terhadap ketiga variabel tersebut tidak memberi hasil adanya interaksi, sehingga model yang dikembangkan merupakan model akhir (definitif).
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan, maka penelitian ini juga memberikan saran sebagai berikut: (a) untuk pihak yang bertanggung javrab dalam mengembangkan tenaga kesehatan, misalnya Pusdiknakes, perlu membuat peraturan dimana minimal 3 tahun perawat diwajibkan mengikuti pendidikan lanjutan, disamping juga perlu dikembangkan program pendidikan keahlian khusus dibidang tertentu bagi yang tidak ingin melanjutkan pendidikan jangka panjang, (b) untuk RSJ, diusulkan untuk membuat daftar unit perawat untuk mengikuti pendidikan, menetapkan imbalan dan menyediakan informasi yang komprehensif, sehingga dapat meningkatkan motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan. Untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih representatif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang mewakili seluruh populasi, desain dan variabeI yang lebih bervariasi.

Nurse is one of the important elements in health service process especially in giving treatment comprehensively to the patient. The mental hospital asylum nurse's educational background at this moment, mostly graduated from SPK, SPR "B" and SPKSJ. The number of nursing diploma graduates in Bogor mental hospital asylum are 16,14% (36 from 223 people), Bandung mental hospital asylum 19,11% (13 from 68 people), and Cimahi mental hospital asylum 23,37% (18 from 77 people). Needed health service quality; and as regulated by the government policy (PP No 32/1996) required every nurse to hold at least a diploma. The quality improvement of nurse hopefully can be gained through education (diploma program) in nursing. The main factor assumed to assure the success of the program is the nurse's motivation to participate in the education.
The purpose of the research is to find out whether there is relationship between internal factors and external factors with the nurse's motivation to participate in the education. Observation was carried out in three Mental Hospital Asylums in West Java in year 2001. This research used non-experimental design,using cross sectional method in collecting data. The sample was the whole nurse population on duty at these three mental hospitals who have not attended the diploma offering. The number of respondent in this study were 201 nurses. Data was collected by using both open and close ended questionnaires. The data was then processed with the help of computer and statistically analyzed with chi-square technique (bivariate) using Confidencen Interval (CI) of 95%, and double logistic regression (multivariate).
The result showed more than a half of the respondent have low motivation to follow the education (54,0%). Using bivarian's analysis mentioning 9 variables which were age, marriage status, position, tenure, perception, income, rule, higher permission and family support, statistically showed significant relationship with the nurse's motivation to follow the education. Other variables, such as gender and work site did not show significant relation statistically with the nurse's motivation. Further analysis using double logistic regression simultaneously showed that (length of service) tenure (pl,017), perception toward education program (0,000) and rules/conditions (0,010) statistically significant. Also statistically approved that from those three variables, perception was the most dominant variable related with the nurse's motivation, because it has the biggest odds ratio (OR) which was 6,28 (95% Cl = 1,323 - 7,862, p = 0,000) compared with other variables (length of service and rules). Interaction test done to the three variables did not assure the result of interaction's existence, giving the improved model as the last accepted (definitive) model.
Recognizing the factors related with' the nurse's motivation to participate in education, this research suggested ; a) to the authority who is responsible for health menpower development (such as Pusdiknakes), to develop conditions that nurse to attain additional three years education, aside from improving special skill training programmes in various fields, for those who are not willing to continue their education, b) for the mental hospital asylum, it is suggested to make the list of nurses to participate in a programmed, to provide comprehensive information, and to establish an incentiveldisincentive schem, to attract nurses to continue their education. To gain more representative conclusion it is needed to carry out further research using sample that represent the whole population, different designs and or involving more variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Karsini
"Melalui uji rata-rata dua sampel (23 responder peneliti dan 30 responden non-peneliti) diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara produktivitas kelompok sampel peneliti dan non-peneliti. Rata-rata produktivitas peneliti lebih besar dibandingkan dengan produktivitas non-peneliti.
Melalui uji chi square diperoleh hasil:
1 . Tidak ada kaitan yang signifikan antara produktivitas dengan perbedaan jabatan pegawai di Balitbang Depdagri,
2. Tidak ada kaitan yang signifikan antara tingkat penghasilan dengan produktivitas pegawai di Balitbang Depdagri, Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan terus bekerja dengan tingkat penghasilan berapa pun, dan pegawai sadar bahwa disamping bekerja sebagai pegawai negeri mereka harus mencari tambahan penghasilan.
3. Terdapat kaitan yang positif dan signifikan (a = 5%) antara ketersediaan fasilitas dengan produktivitas pegawai (koefisien korelasi kontingensi C = 0.45), Kondisi fasilitas penelitian Balitbang Depdagri saat ini relatif masih kurang, khususnya sarana informatika.
4. Terdapat kaitan yang positif dan signifikan (a = 5%) antara keahlian (skill) pegawai dengan produktivitas pegawai (koefisien korelasi kontingensi C = 0.41). Peningkatan keahlian melalui pendidikan merupakan salah satu upaya positif untuk meningkatkan produktivitas pegawai,
5. Terdapat kaitan yang positif dan signifikan (a = 5%) antara kebijakan pimpinan Balitbang Depdagri dengan produktivitas pegawai (koefisien korelasi kontingensi C = 0.385), Pegawai Balitbang Depdagri menghendaki kebijakan pimpinan yang dapat meningkatkan kualifikasi pegawai sehingga dapat menjadi peneliti.
Berdasarkan temuan ini maka peningkatan produktivitas pegawai di Balitbang Depdagri dapat ditempuh dengan peningkatan tiga faktor yaitu fasilitas penelitian, kemampuan atau keahlian pegawai, dan kebijakan pimpinan yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi pegawai untuk mengembangkan diri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Agustijani
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah sarana kesehatan terdepan yang memberi pelayanan kesehatan termasuk gizi kepada masyarakat. Upaya perbaikan gizi melalui puskesmas bertujuan untuk menangulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Di Puskesmas Kecamatan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh Ahli Gizi, namun di Puskesmas Kelurahan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh beberapa macam tenaga gizi puskesmas seperti Ahli Gizi, Pembantu Ahli Gizi, bidan, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya. Upaya perbaikan gizi melalui Puskesmas Kelurahan, belum dapat dilaksanakan secara efektif karena belum semua Puskesmas Kelurahan memiliki tenaga gizi yang professional dalam bidang gizi, kemampuan terbatas, dan masalah gizi yang dihadapi sangat luas.
Mengingat bahwa di Propinsi DKI Jakarta belum pernah dilakukan penelitian terhadap kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu, serta mengacu kepada penelitian sebelumnya di tempat lain, maka perlu dilakukan penelitian agar diperoleh informasi bagaimana gambaran kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross sectional dengan pendekatan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian adalah seluruh petugas gizi puskesmas kelurahan di Propinsi DK.1 Jakarta yang berjumlah 274 orang petugas gizi puskesmas kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan 48,9 % kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan balk dan 51,1 % kinerja buruk. Sebanyak 46,4 % petugas gizi puskesmas kelurahan melakukan kegiatan gizi posyandu dengan balk dan 53,6 % melakukan kegiatan gizi posyandu tidak balk.
Berdasarkan analisis multivariat dengan uji Regresi Logistik Ganda, didapat adanya hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan adalah kegiatan gizi posyandu, pendidikan petugas, lama kerja petugas, supervisi petugas gizi puskesmas kecamatan, dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan. Sedangkan yang berhubungan secara statistik dengan kegiatan gizi posyandu adalah usia petugas, sarana transportasi, sarana kegiatan, beban tugas dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu perlu dilakukan pengaturan pegawai di puskesmas kelurahan dimana petugas yang berusia < 44 tahun ditugaskan sebagai petugas gizi dan untuk meningkatkan kinerjanya dapat ditingkatkan pendidikannya sampai jenjang D3 atau S1 gizi. Disamping itu untuk menunjang dalam pelaksanaan kegiatan gizi di posyandu perlu didukung dengan sarana transportasi berupa sepeda motor atau dana transportasi. Peranan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan sangat mendukung terhadap peningkatan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan. Untuk menyampaikan informasi dari tingkat Sudinkes atau Dinas Kesehatan maka supervisi Petugas Gizi Puskesmas Kecamatan sangat membantu dalam rangka pembinaan untuk meningkatkan kinerja petugas gizi Puskesmas Kelurahan.

Primary Health Centres (Puskesmas) is the frontier of health care services including nutrition services. The nutrition program through Puskesmas is aimed to overcome nutrition problem and improve nutritional status of the population. In sub-district Puskemas, the nutrition program is conducted by a nutritionist. However, in Puskesmas kelurahan, the program is conducted by various staff qualifications, such as nutritionist, assistant nutritionist, midwives, nurses, or other health care professionals. Nutrition program in Puskesmas has not been properly conducted as not all Puskesmas Kelurahan have the appropriate nutritionist, or have limited skill, while the nutrition problem is very wide.
As there has been no known studies in the performance of the nutrition staff in the Posyandu activities in DKI Jakarta, it is thought that such studies is important to be conducted. The design used in this study is a Cross Sectional study with quantitative and qualitative approach. Samples were drawn from a population of 274 nutrition staff in Puskesmas kelurahan. The result was that 48.9% of respondents showed good performance and 46.4% conducted good nutrition activities in the Posyandu.
Multivariate analysis with double logistic regression showed significant relationship between performance of nutrition staff with (I) nutrition activities in Posyandu, (2) education level, (3) length of services, (4) supervision from Puskesmas Kecamatan, and (5) guidance from head of the Puskesmas. Statistically significant relationships were found between Posyandu nutrition activities and (1) age of staff, (2) availability of transportation means, (3) equipments availability, (4) workload, and (5) guidance from head of the Puskesmas.
The study suggested that to improve nutrition staff performance in Posyandu nutrition activities it is necessary to manage the staff so that appointed nutrition staff would be less than 44 years in age. To improve the performance it is suggested to increase education level of the staff to at least diploma level or a degree in nutrition. Availability of transportation vehicles or sufficient find for transportation is also recommended to improve the Posyandu activities. Guidance from head of the Puskesmas is also necessary to improve the performance of the staff. Supervision from the Puskesmas Kecamatan nutritionist is also important to communicate information from district health office in order to improve performance of the star.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scholastica Gerintya Saraswati
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kritik sosial terhadap
pejabat publik direpresentasikan dalam meme. Analisis teks menggunakan semiotika
Roland Barthes. Meme yang diteliti adalah meme yang membahas tentang pejabat publik,
mengandung kritik, dan populer pada kurun waktu tertentu. Analisis pembahasan
diperkuat dengan menggunakan konsep meme dan mitos dalam Barthes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa media massa dianggap tidak lagi mampu menyuarakan kritik sosial,
sehingga masyarakat memanfaatkan meme sebagai media alternatif penyampaian kritik.
Temuan lainnya adalah bahwa mitos di dalam meme memperkuat gambaran pejabat di
benak masyarakat. Pemilihan dan penempatan teks di dalam meme adalah hasil dari
framing yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam upayanya untuk menyampaikan
kritik. Tanpa mitos, fungsi meme sebagai media penyampaian pesan tidak akan kuat.

ABSTRACT
The purpose of this research is to find out how social critics on public officials is
represented through a meme. Text analysis is done using Ronald Barthes' semiotics. The
memes being researched are the ones mentioning public officials, which contains critics,
and also popular within a certain period of time. The analysis discussion is then
strengthened by Barthes' concepts of meme and myth. The findings shows that mass
media is no longer considered capable of expressing social criticism, therefore the society
then uses memes as an alternative media to express their critics. Other findings suggest
that myths within memes strengthens the image of public officials in the minds of society.
The text selection and placement inside memes are a result of framings that are done by
certain parties in their effort to express critics."
2016
S65225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arneta Raisha Nanako
"Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik sebagai Subjek Data Pribadi wajib melaporkan kekayaan mereka melalui Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN). Subjek Data Pribadi wajib melaporkan harta kekayaan mereka melalui LHKPN yang dikelola oleh Pemerintah. Permasalahan timbul ketika Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan transparansi atas informasi publik untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan berdasarkan UU KIP. Namun, di sisi lain Pemerintah sebagai Pengendali Data Pribadi wajib untuk melindungi kerahasiaan Data Pribadi yang dikumpulkannya. Pelindungan dan kerahasiaan Data Pribadi subjeknya harus dijaga dengan ketat untuk mencegah penyebaran yang berpotensi membahayakan Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik, jika infromasi pribadi tersebut tidak dijaga kerahasiaannya, maka akan berpotensi terjadinya doxing yang membahayakan Penyelenggara Negara. Doxing adalah kegiatan menyebarkan informasi seseorang secara sengaja dengan niat jahat. Penelitian ini akan menganalisis perbuatan doxing yang ditinjau berdasarkan prinsip keterbukaan informasi berdasarkan norma hukum Indonesia dan bagaimana implementasi hukumnya. Penelitian ini akan mengkaji2 (dua) permasalahan, yaitu tinjauan pelaporan LHKPN tercakup sebagai pengecualian dari kewajiban pemrosesan data pribadi dalam UU PDP serta bentuk pertanggungjawaban pelaku doxing terhadap Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal yang berfokus dalam peraturan terutama peraturan terkait Pelindungan Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaporan dan pengunggahan informasi pribadi milik Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik melalui  LHKPN tidak dikecualikan dalam UU PDP. Meskipun terdapat pengecualian perlindungan Data Pribadi dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU PDP, doxing terhadap Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara tidak termasuk ke dalam pengecualian-pengecualian tersebut. Melalui penelitian dengan metode penelitian doktrinal ini, dapat disimpulkan bahwa, Pejabat Publik dan Penyelenggara Negara berhak menuntut implementasi hak-hak mereka sesuai dengan UU PDP. Penelitian juga mengungkapkan pertanggungjawaban terhadap doxing terhadap Penyelenggara Negara dan Pejabat Publik tanpa persetujuan yang diatur dalam UU ITE, UU PDP, dan UU KIP

State Organizers and Public Officials as Personal Data Subjects are required to report their wealth through the State Asset Report (LHKPN). Personal Data Subjects are required to report their wealth through the LHKPN managed by the Government. Problems arise when the Government has an obligation to make public information transparent to realize a transparent government based on the KIP Law. However, on the other hand, the Government as the Controller of Personal Data is obliged to protect the confidentiality of the Personal Data it collects. The protection and confidentiality of the subject's Personal Data must be strictly maintained to prevent dissemination that could potentially endanger State Administrators and Public Officials, if the personal information is not kept confidential, it will potentially cause doxing which endangers State Administrators. Doxing is the act of intentionally spreading someone's information with malicious intent. This research will analyze the act of doxing based on the principle of information disclosure based on Indonesian legal norms and how the legal implementation is. This research will examine 2 (two) issues, namely the review of LHKPN reporting included as an exception to the obligation to process personal data in the PDP Law and the form of liability of doxing perpetrators against Public Officials and State Organizers in Indonesia. The research method used is doctrinal which focuses on regulations, especially regulations related to Personal Data Protection and Public Information Disclosure in Indonesia. The results of the study concluded that the reporting and uploading of personal information belonging to State Organizers and Public Officials through LHKPN is not excluded in the PDP Law. Although there are exceptions to the protection of Personal Data in Article 50 paragraph (1) of the PDP Law, doxing of Public Officials and State Officials is not included in these exceptions. Through this doctrinal research method, it can be concluded that Public Officials and State Administrators are entitled to demand the implementation of their rights in accordance with the PDP Law. The research also reveals the liability for doxing State Officials and Public Officials without consent regulated in the ITE Law, PDP Law, and KIP Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Howard Monang Mikael
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Kewajiban pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik di seluruh wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan tersebut menjadi salah satu alasan pentingnya belanja pemerintah untuk kegiatan perjalanan dinas. Namun pada prakteknya banyak ditemukan penyimpangan (fraud) dalam pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas ini di pemerintah daerah. Dengan menggunakan data kerugian daerah akibat kasus penyimpangan perjalanan dinas yang diperoleh dari hasil audit BPK RI pada 542 pemerintah daerah selama tahun 2015-2017, studi ini menemukan adanya hubungan negatif antara gaji rata-rata pegawai publik dan Sistem Pengendalian Internal (SPI) pengelolaan keuangan pemerintah daerah terhadap nilai kerugian daerah akibat kasus penyimpangan perjalanan dinas, namun menunjukkan hubungan positif antara jarak pemerintah daerah ke Jakarta terhadap nilai kerugian daerah akibat kasus penyimpangan perjalanan dinas. Bukti empiris dari studi ini diharapkan dapat menjadi masukan didalam merumuskan kebijakan publik terkait pelaksanaan perjalanan dinas di daerah.

Indonesia is a very large archipelago country. The obligation of the government to provide public services in all areas of Indonesia is one of the reasons the importance of government spending in public official travel activities.  In practice many frauds were found in the implementation of these official travel activities, specially in local government. By using the local government loss due to cases of official travel fraud from BPK RI audit report during 2015-2017, this study found a negative correlation between average salary of public employees, and also the Internal Financial Monitoring System to government loss due to cases of official travel. But in otherwise shows a positif correlation between the distance of the local government to Jakarta to government loss due to cases of official travel. Empirical evidence from this study is expected to be an input in formulating public policies related to implementation of the official travel in local government."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asteria Unik Prawati
"Sejak tahun 1997, Departemen Kesehatan bekerjasama dengan WHO telah mengembangkan suatu pendekatan dalam tatalaksana balita sakit di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang selanjutnya disebut sebagai Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur dengan dana bantuan WHO pada tahun 1997 pula telah mulai menerapkan pendekatan MTBS di 6 puskesmas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tingkat kepatuhan petugas pelaksana MTBS dan kepuasan ibu balita yang mendapat pelayanan dengan menggunakan tatalaksana MTBS di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan jumlah sample sebanyak 12 petugas pelaksana MTBS dan 120 ibu balita. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada saat petugas memeriksa balita sakit dengan menggunakan daftar tilik dan wawancara terhadap ibu balita setelah selesai pelayanan dengan menggunakan kuesioner, kemudian dilakukan wawancara mendalam kepada petugas dan diskusi kelompok terarah dengan ibu balita.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tingkat kepatuhan petugas dengan menggunakan cut off point 90 dalam niiai kisaran kepatuhan tertinggi 100 dan terendah 83,32 maka sebanyak 65,80% petugas patuh dalam melakukan penilaian dan klasifikasi, 9I,70% petugas patuh dalam menentukan tindakan dan 66,70% petugas patuh dalam memberikan konseling. Untuk tingkat kepuasan ibu balita, dengan cut off point 29 dari total score 40, maka secara umum ibu balita menyatakan puas mendapat pelayanan dengan tatalaksana MTBS, tetapi masih ada 8,34% ibu balita yang tidak puas dalam hal keinginannya untuk kembali. Dengan uji statistik, pada p~,43 terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan petugas dalam penilaian dan klasifikasi penyakit dengan kepuasan ibu balita dalam hal keinginannya untuk kembali membawa anaknya berobat ke puskesmas.
Kesimpulan secara umum, tingkat kepatuhan petugas daIam tatalaksana MTBS sudah cukup baik, demikian pula kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan dengan menggunakan tatalaksana sudah cukup tinggi. Maka disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo untuk tetap mempertahankan kualitas bimbingan dan supervisinya agar kelangsungan pendekatan ini tetap terjaga. Bagi puskesmas perlunya memberikan penghargaan tertentu bagi petugas yang patuh untuk mempertahankan tingkat kepatuhan petugas , dan untuk meningkatkan kepuasan ibu perlu dilakukan sosialisasi tentang MTBS. Bagi Departemen Kesehatan perlu mempertimbangkan cut off point tingkat kepatuhan, disesuaikan dengan telah berapa lama puskesmas menerapkan MTBS.

Relationship on the Compliance Rate of Health Workers and the Satisfaction Rate of Mothers on the Integrated Management of Childhood Illness at Distric Sidoarjo East Java year 2002Since 1997, the Ministry of Health Republic of Indonesia in collaboration with the World Health Organization has developed an approach in managing sick child underfive at the primary health services known as Integrated Management of Childhood Illness (LMCI). District of Sidoarjo, using WHO budget has started socializing the IMCI in 6 health centers on 1997.
The objective of this study is to have a description of health worker's compliance and mother's satisfaction towards IMCI implementation in district Sidoarjo. The study will use cross sectional design with quantitative and qualitative approach with sum of sample to 12 IMCI-implement health workers and 120 mothers. Data collection is conducted by direct observation to health workers during sick child examination using a checklist and exit interviews to mothers using questionnaires then followed by an indepth interview to the health workers and focus group discussion to the mothers.
The study showed that means of staff compliance score on IMCI procedures are 92,18; 96,56; 93,06 and 95,45 respectivety for patient assessment & classificatioiu; determine treatment; giving counseling; and average total compliance using cut-off 90, it is showed that compliance on treatment determination is highest with 91,70% respondent midwifes. Followed by giving counseling (66,70%) and assessment & classification (65,50%). Furthermore, this study showed level of satisfaction for IMCI service on high (by using cut-off score of 29 of total score 40), except that there are 8,30% of mothers who expreseed will not return for the IMCI services at the health center. Furthermore, using Chi Square statistic with exact p-value approach, it is showed that there is a significant relationship between compliance in assessment & classification and satisfaction in intention to return for the same services (p~,03).
In conclusion, the compliance rate of health workers towards the IMCI achieve a higher level than Ministry of Health suggestion (80% comply)) similar results are shown for the mother satisfaction in health treatment. This study suggest the District Health Office of Sidoarjo to maintain its quality of IMCI services with adequate supervision and monitoring evaluation. Furthermore, Puskesmas manager should identify staff with excellent compliance and reward them adequately. For other staff, the manager may promote continuously the IMCI services. At last but not least, this study suggest the Ministry of Health recruits level of compliance based local experience on applying IMCI services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>