Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Dasril
"Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kemayoran Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat tentang Prasangka dalam hubungan sosial dan implikasinya dalam proses asimilasi sosial. Kita menyadari bahwa hubungan sosial antara etnik di Indonesia khususnya antara etnik Cina dengan pribumi yang menjadi obyek penelitian ini kurang berjalan dengan normal. Dengan kata lain hubungan antara kedua kelompok masyarakat ini kurang serasi bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa adanya prasangka sosial dalam hubungan antara kelompok akan mempengaruhi proses asimilasi sosial di antara kelompok itu. Semakin tinggi prasangka sosial antara kelompok kemungkinan terjadinya asimilasi sosial semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah prasangka sosial di antara kelompok etnik, kemungkinan terjadinya proses asimilasi sosial semakin tinggi. Di dalam penelitian ni terungkap bahwa hubungan sosial di antara etnik Cina dan pribumi diwarnai dengan prasangka-prasangka. Dengan menggunakan metode kualitatif penelitian ini menitik beratkan pada wawancara yang luas terhadap 40 informan yang diambil dari kelompok etnik Cina totok 10 orang, etnik Cina peranakan dan pribumi masing-masing 15 orang. Untuk melengkapi wawancara terhadap anggota masyarakat dari ketiga kelompok tersebut penulis juga mewawancarai tokohtokoh dari masing-masing kelompok itu disamping tokoh-tokoh pemimpin formal dan informal.
Penelitian menemukan beberapa hal antara lain sebagai berikut. Pertama, karena adanya prasangka di antara kelompok etnik ini, maka hubungan sosial menjadi tidak harmonis. Kedua, karena adanya prasangka, maka mereka kurang dapat membina hubungan sosial secara normal. Ketiga, kendatipun demikian, masih ada orang dari masing-masing kelompok yang berpikiran positip tentang etnik lain yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Tuty Nur Mutia
"Penelitian ini didasari pertanyaan utama "mengapa wanita Cina di Indonesia tidak terlalu terlihat aktualisasi peran sosialnya?" Kemudian, apakah hal itu terjadi karena posisi mereka yang "minoritas ganda"? Punyakah mereka keinginan untuk menunjukkan peran sosialnya di masyarakat? Bagaimana bentuknya dan bidang apa saja yang dipilihnya? Faktor apa yang menghambat atau mendorongnya? Serta pertanyaan-pertanyaan lain seputar hal itu yang sangat menarik untuk dicari jawabnya. Fokus penelitian ini berkaitan erat dengan prilaku manusia yang sulit diukur, karena itu digunakan metodologi penelitian kualitatif fenomenologis yang berbasis pada perspektif interaksi simbolik. Digunakannya metodologi ini memungkinkan pengungkapan fakta atau kebenaran empirik tidak saja dari sisi empiri indrawi, logis, dan etisnya, tapi juga empiri trasendentalnya. Analisis terhadap jawaban 101 responden atas kuesioner yang diberikan, yang dipertajam melalui pengamatan berperan serta (action research) dan wawancara terhadap beberapa tokoh, menghasilkan beberapa simpulan, antara lain bahwa sebagai makhluk sosial wanita Cina di Jabodetabek walaupun ada pada posisi ?minoritas ganda? namun tetap memiliki keinginan untuk mengaktualisasikan peran sosial mereka. Bidang sosial yang menjadi pilihan utama adalah keagamaan, disamping pilihan bidang-bidang lainnya, termasuk bidang politik. Penghambat aktualisasi peran sosial mereka adalah telah terjadinya proses "eksklusivikasi" yang dijalani secara sadar ataupun tidak, melalui 4 aspek kehidupan sosial mereka yaitu tradisi, bahasa, pendidikan, dan lingkungan. Kesadaran diri yang semakin besar bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia, merupakan faktor pendorong utama terjadinya aktualisasi peran sosial mereka, di samping faktor-faktor lain termasuk faktor materi di dalamnya.

Actualization Of Chinese Women`s Social Role In Jabodetabek. This research is based on a primary question "Why the actualization of Chinese women's social role is not frequently seen in Indonesia?"; Does it happen because of their "double minority" position? ; Do they have willingness to show their social role in society? ; And some other questions around the issue which are interesting to find the answer. The focus of this research relates to human behavior which is hard to measure, so this research uses qualitative research methodology which is based on symbolic interaction perspective. An analysis on 101 respondents' answers to the questionnaires, and the result of action research and deep interview with some people who have been chosen, give us some conclusions. One of them: as human beings, even though Chinese women in Jabodetabek are on double minority position, they still have the willingness to actualize their social role. The area that becomes their primary choice is in religion, but some of them choose other areas like arts, sports, even politics. Their primary obstacle for actualizing the role in social life is the process of exclusiveness that has happened and has been carried out in their daily lives whether they realize it or not. It happens on their four social living aspects: tradition, language, education, and social environment. The main factor that has motivated them is their self awareness as part of Indonesian society. However, the material interest also has a slight influence on them."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring Pandia, Weny Savitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Triarini Indirasari
"Pembentukan peran jenis kelamin mempakan hal yang penting bagi setiap orang, karena mendukung perkembangan konsep diri dan identitas seseorang. Masa penting pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah pada usia prasekolah (3-6 tahun). Salah satu cara pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah dengan cara sosialisasi. Ada tiga cara sosialisasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peran jenis kelamin, yakni dengan direct instruction, shaping atau modelling. Agen sosialisasi terpenting dalam pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah keluarga, terutama orang tua, karena merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki anak yang memperkenalkan anak pada lingkungan masyarakat yang Iebih luas. Penelitian di Barat menunjukkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi pembentukan peran jenis kelamin anak, khususnya anak usia prasekolah dalam kegiatan bermain. Sebagian besar anak usia prasekolah menghabiskan waktunya dalam bermain. Bermain sendiri merupakan media bagi anak untuk mangembangkan dirinya, baik dari segi fisik, kognitif dan sosial emosional. Selain itu, bermain juga merupakan wadah bagi anak untuk mencoba berbagai peran.
Dalam kegiatan bermain, orang tua menularkan sikap tentang peran jenis kelamin melalui mainan yang diberikan serta interaksi antara anak dan orang tua saat bermain. Penelitian yang dilakukan di Barat menunjukkan bahwa adanya pembedaan pemberian mainan maupun aktivitas bermain pada anak Iaki dan parempuan oleh orang tua menyebabkan peran jenis kelamin yang terbentuk pada anak Iaki dan perempuan berbeda. Di Indonesia sendiri, dengan semakin banyaknya toko mainan yang menyediakan sarana bermain bagi anak, memudahkan orang tua untuk menggunakan mainan sebagai media dalam mensosialisasikan karakteristik tertentu sesuai dengan peran jenis kelamin. Namun, bagaimana gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang dilakukan dalam kegiatan bermain oleh orang tua belumlah terlihat. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan uniuk mendapatkan gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang diiakukan orang tua pada anak usia prasekolahnya khususnya dalam kegiatan bermain.
Ada tiga teori besar yang menjelaskan tentang pembentukan peran jenis kelamin. Pandangan Psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa peran jenis kelamin terbentuk karena adanya proses identifikasi yang terjadi akibat ikatan emosional khusus yang didasarkan atas keinginan anak untuk dicintai atau atas ketakutan salah satu orang tua. Teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak menampilkan respon atau perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya karena mendapat imbalan dan anak menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena meneka akan dihukum. Teori perkembangan kognitif menganggap bahwa peran jenis kelamin terbentuk sebagai hasil dari sistem kognitif anak. Anak belajar mengkategorisasikan atribut dan informasi yang ada di lingkungan berdasarkan jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan 40 orang tua yang memiliki anak laki dan perempuan usia prasekolah (3-6 tahun). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probabilita dan teknik incidental. Alat yang digunakan untuk mengetahui sosialisasi peran jenis kelamin dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang memuat daftar mainan yang diberikan pada anak beserta orang yang memilihkan mainan, karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan serta cara orang tua mensosialisasikan karaktenstik yang diinginkan dalam kegiatan bennain. Daftar mainan yang digunakan dibuat oleh peneliti dengan melakukan survei terhadap mainan yang dimiliki anak usia prasekolah. Sedangkan untuk item karakteristik peran jenis kelamin peneliti menggunakan item Bem Sex Role Inventory. Sebelum alat digunakan sepenuhnya, peneliti melakukan uji coba alat terlebih dahulu untuk mengetahui face validity atau uji keterbacaan serta mengukur intterrater reliability. Penelitian dilakukan di 4 Taman Kanak-kanak di Jakarta dan Bogor. Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam anak laki lebih banyak memiliki mainan kategori fisik dan kognitif, sedangkan anak perempuan lebih banyak memiliki mainan kategori sosial emosional. Dalam menentukan mainan yang diberikan, anak Iebih besar peranannya dibandingkan dengan orang tua sendiri. Berdasarkan karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan, antara ayah dan ibu pada umumnya memiliki keinginan yang sama. Bagi anak laki, orang tua Iebih banyak menginginkan karakteristik maskulin terdapat dalam diri anaknya. Sedangkan bagi anak perempuan, ada karakteristik-karakteristik feminin maupun maskulin yang diinginkan orang tua dimiliki anaknya. Untuk karakteristik yang tergolong netral, orang tua menginginkan karakteristik yang sama terdapat pada anak laki dan perempuannya. Dalam mensosialisasikan karakteristik yang diinginkan khususnya dalam bermain, orang tua lebih banyak menggunakan teknik direct instruction dibandingkan teknik shaping, modeling atau campuran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Wijayanti
"Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang peran pekerja sosial dalam menangani masalah remaja putus sekolah terlantar beserta factor pendukung dan factor penghambat dalam pelaksanaan peran tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja sosial telah melakukan peran sebagai enabler, broker,Group Facilitator, educator dan publick speaker. Di sini juga dijelaskan tentang Peran pekerja sosial dalam menangani masalah remaja putus sekolah terlantar yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

The research was conducted at the Social Institutions of the Youth Development (PSBR) Bambu Apus, East Jakarta with the aim to obtain a description of the role of social workers in handling problems with neglected adolescent drop out of school and motivating factors and inhibiting factors in the implementation of these roles. This research is descriptive with qualitative approach. Results showed that social workers had done the role as enablers, broker, group facilitatorn and publick speaker. Here also explained about the role of social workers in dealing with neglected adolescent drop out of school who are also affected by several factors supporting and inhibiting factors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29563
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Tri Handayani
"Penelitian ini membahas mengenai keberfungsian sosial orang yang pernah mengalami kusta OYPMK di Kampung Sitanala Tangerang Banten. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi deskriptif untuk memperoleh informasi menyeluruh mengenai keberfungsian sosial OYPMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa OYPMK yang telah selesai menjalani pengobatan dan rehabilitasi mengalami kesulitan dalam menjalankan peran didalam kehidupannya memenuhi kebutuhan hidupnya dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi sehari hari. Oleh sebab itu keberfungsian sosial mereka berada pada kategori keberfungsian sosial beresiko.

This Research discusses about Social Functioning of ex Leper in Sitanala District Tangerang Banten. It uses qualitative approach with descriptive study type to reach holistic information about ex Leper Social Functioning. Research results show that ex lepers who have finished their medication and rehabilitation have difficulties in performing their role in life fulfilling their needs and solving their problems. Therefore their social functioning is at ldquo at risk social functioning."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Bandung: Mandar Maju, 1990
363.23 SOE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Riviana Dwi Agustina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ruang-ruang interaksi di internet memungkinkan terbentuknya relasi-relasi baru termasuk salah satunya adalah praktik hubungan romantis yang disebut sebagai cyberlove. Praktik cyberlove juga terjadi dalam permainan Role-Play, yaitu permainan peran yang dilakukan oleh penggemar selebriti pop Korea di ruang-ruang interaksi maya. Merujuk pada Ben Ze ev 2004, praktik cyberlove merupakan hubungan romantis yang dijalani melalui komunikasi online. Tulisan ini mengeksplorasi wilayah perbatasan antara dunia yang dianggap nyata dengan dunia yang dianggap maya dalam konteks cyberlove dalam permainan Role-Play melalui medium avatar selebriti Korea.
Berdasarkan hasil penelitian ini cyberlove dalam permainan Role-Play merupakan bentuk praktik bermedia dimana terdapat hubungan dialektis dan dialogis antara pasangan pemain Role-Play sebagai audiences dan producer. Berbeda dengan praktik bermedia kelompok penggemar lainnya, dalam praktik ini terdapat ekspresi dan pengalaman romantis baik pengalaman online dan offline. Penelitian ini juga menemukan empat aspek yang memungkinkan pemain Role-Play memutuskan untuk menjalani hubungan romantis di permainan Role-Play, yaitu 1 Permainan Role-Play sebagai ruang eksplorasi imajinasi pengalaman romantis; 2 Medium yang memungkinkan terjadinya interaksi; 3 Ketersediaan medium dalam permainan Role-Play untuk mencari pasangan; 4 Anonimitas yang memungkinkan pemain melindungi privasi diri, tetapi juga memungkinkan pemain mengeksplorasi pengalaman-pengalaman baru yang tidak mungkin dilakukan di dunia nyata.

The interaction spaces on the internet allow for the establishment of new relationships including the practice of romantic relationships called cyberlove. Cyberlove practice also occurs in Role Playing Games, which are the activity of Role Playing performed by Korean pop celebrity fans in virtual interaction spaces. Referring to Ben Ze 39 ev 2004, the practice of cyberlove is a romantic relationship consisting mainly of computer mediated communication. This paper explores the boundary between the real world and the virtual world in the context of cyberlove in the Role Playing Games through the use of Korean celebrity avatar.
Based on the results of this study cyberlove in the Role Playing Games is a form of media practices where there is a dialectical and dialogical relationship between Role Players partners as audiences and producers. In contrast to other mediated fan practices, in this practice, there are romantic expressions and experiences both online and offline experiences. The study also found four aspects that allow Role Players to choose to have romantic relationships in Role Playing Games, namely 1 Role Playing Games as an exploration space of imagination regarding romantic experience 2 Role Playing Games as a medium that enables interactions 3 Availability of medium in Role Playing Games to search for spouse 4 Anonymity that allows players to protect personal privacy, but also allows players to explore new experiences that are not possible in the real world.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Ekawati
"Pada masa Disney Renaissance, Disney telah mencoba untuk mendobrak stereotip gender yang telah melekat dengan mereka selama ini. Walaupun begitu, tidak dapat dipungkiri stereotip gender masih terpatri karena masyarakat telah diajarkan mengenai stereotip gender dari media sejak kecil. Hal ini juga terlihat pada dua film animasi adaptasi Disney The Little Mermaid (1989) dan Tangled (2010). Tulisan ini menganalisa berbagai streotip gender yang tersembunyi dalam kedua film tersebut dan bagaimana stereotip-stereotip tersebut tetap terlihat walaupun telah berusaha disembunyikan. Ada dua hal yang akan dianalisa dalam tulisan ini. Yang pertama penggambaran good woman dan bad woman menyimbolkan konsep beauty klasik. Yang kedua, penggambaran laki-laki, kejadian-kejadian di film serta lagu tetap memiliki kebiasan yang sama seperti dahulu. Hasil analisa film ini adalah film-film Disney tetap mengandung stereotip gender walaupun telah berusaha disembunyikan.

During the era of Disney Renaissance, Disney has been trying to break the gender stereotypes that have been closely related to them. However, it is undeniable that gender stereotypes are still imprinted because people have been fed by gender stereotypes from the show since they are young. It is also shown in two Disney adaptation animation movies titled The Little Mermaid (1989) and Tangled (2010). This writing examines various evidences of gender stereotypes that are hidden in both movies and how they are still seen although the creators have kept them hidden. There are two major points that will be examined in this paper. First, the depiction of good woman and bad woman is symbolizing the classical beauty concept. Second is the depiction of man, the act, and the song is still containing the same ‘rule’ as previous time. This paper is concluded by a statement that Disney’s movies are still containing gender stereotypes although they have been tried to be hidden.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditta Felica
"Serial TV Crime Fiction merupakan salah satu produk audiovisual yang lekat dengan kehidupan masyarakat karena kisahnya yang diambil dari kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Jurnal ini membahas serial TV Sherlock Holmes yang ditayangkan di saluran BBC seluruh dunia dengan menyentuh isu gender yaitu peran dan konstruksi gender. Tokoh wanita yang digambarkan berbeda dengan stereotipe gender yang berlaku di masyarakat tradisonal membuat peneliti ingin menggali lebih dalam bagaimana dualisme peran feminin-maskulin bekerja didalam film melalui kedua tokoh wanitanya. Selain itu, jurnal ini juga menjawab bagaimana kedua tokoh wanita diperlakukan ketika tidak mengikuti aturan yang berlaku di masyarakat tradisional. Peneliti menggunakan Item ndash; item yang terdapat dalam Alat Ukur Bem Sex Role Inventory untuk mendukung peneliti dalam melakukan pembahasan. Pada akhirnya serial TV ini membuka kesempatan merekonstruksi definisi dan peran gender wanita yang selama ini telah terinternalisasi di dalam kehidupan masyarakat.

Crime Fiction TV Serial is the one of audiovisual product which is close to the society livehood because the stories were taken from criminals that happened among us. This journal analyzes the Sherlock Holmes TV serial that has been broadcast in BBC Worldwide channel by touching its gender issuses such as roles and gender construction. The different depicting ways of the women characters from those prevailing in the society drives the writer to dig deeper how these feminine masculine dualism role works in this film through both of the women characters. Morevoer, this journal is also answers how both of the women characters were treated when they didn't follow the prevailing rules. Writer use the items in Bem Sex Role Inventory Measurment Instrument to supports writer expose the discussion. In the end this TV serial open the chance to reconstruct the definition of women gender role that has been internalized in our society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>