Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astrilia Harjanti
"Makin banyaknya pencemaran di hulu DAS Citarum dapat menyebabkan perubahan kualitas air ketiga waduk yang menampungnya, yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Waduk Saguling berfungsi sebagai penyaring (filter) limbah dan bak pengendap sehingga beban pencemaran dan pendangkalan yang terjadi di Waduk Cirata dan Jatiluhur dapat berkurang. Namun kenyataannya adalah mum air Waduk Cirata ternyata tidak kalah rendahnya dengan dari Waduk Saguling. Kenyataan ini sekaligus mengindikasikan bahwa sumber pencemaran bukan hanya berasal dari aktivitas manusia di daerah hulu, melainkan juga berasal dari kegiatan manusia di sekitar Waduk Cirata, terutama budidaya ikan jaring terapung.
Adanya pencemaran ini dapat mengubah sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi air, diantaranya adalah temperatur air, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan jumlah plankton yang merupakan parameter penting kualitas air Waduk Cirata yang diperoleh dari hasil Analisis Komponen Utama (Principal Component AnalysisIPCA), yang membagi 22 parameter kualitas air kedalam 6 faktor. Faktor pertama merupakan faktor utama dengan nilai akar ciri terbesar. Variabel dalam faktor pertama tersebut adalah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan plankton, jumlah plankton, E. coil, dan Cotjform. Namun, karena E. coil dan Coliform tidak memiliki keterkaitan secara teoretis dengan proses korosi yang akan dibahas, maka kedua variabel ini tidak diikutsertakan dalam penelitian ini, dan diganti oleh bakteri pereduksi sulfat. Selain itu, variabel indeks keanekaan dan jumlah plankton difokuskan kepada plankton yang melekat di lempeng logam, menjadi indeks keanekaan dan kepadatan perifiton.
Adanya perubahan sifat-sifat air ini (dalam hal ini adalah parameter penting), diduga dapat mempengaruhi proses korosi. Proses korosi ini merupakan proses alami yang terjadi di alam, dan diperparah dengan keberadaan mikroorganisme penyebab korosi, terutama bakteri pereduksi sulfat yang anaerobik. Proses korosi ini telah merugikan manusia, baik secara ekonomi maupun lingkungan. Adanya korosi ini diperkirakan akan mempengaruhi fungsi waduk, terutama sebagai pembangkit tenaga listrik. Disamping itu, proses korosi juga dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap fungsi waduk lainnya, baik sebagai reservoir, pariwisata, maupun budidaya ikan jaring terapung.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah.
2. Mengetahui apakah ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang didedah di Waduk Cirata.
Dengan diketahuinya hal-hal diatas diharapkan dapat mempermudah upaya penanganan masalah korosi dan kualitas air di Waduk Cirata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah.
2. Ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang dibedah di Waduk Cirata.
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di alam dengan perlakuan stasiun dan kedalaman, Pengambilan sampel dilakukan di 5 stasiun dan 3 kedalaman, setiap seminggu sekali selama 8 minggu, kecuali untuk isolasi bakteri pereduksi sulfat yang dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara kuantitatif dan disajikan dalam berituk deskriptif analitik. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton, sedangkan variabel terikatnya adalah laju korosi baja berkarbon rendah (Low Carbon Steel).
Untuk mengetahui pengaruh parameter kimia, fisika dan biologi air terhadap laju korosi baja berkarbon rendah, digunakan analisis korelasi berganda dan parsial. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Temperatur air, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida bebas, indeks keanekaan dan kepadatan perifiton berpengaruh terhadap laju korosi baja berkarbon rendah (korelasi positif kuat dan bermakna; R=0,695), dan parameter yang benar-benar berpengaruh terhadap laju korosi adalah oksigen terlarut, kepadatan perifiton dan temperatur air.
2. Ditemukan bakteri pereduksi sulfat pada lempeng logam yang didedah di Waduk Cirata.
Daftar Kepustakaan: 88 (1957-2002)

Changes of water quality in the upstream of Citarum Watershed will affect water quality of 3 reservoirs received its water flow, respectively Saguling, Cirata, and Jatiluhur Reservoir. Saguling Reservoir served as waste filter and settling basin to reduce pollution level and sedimentation in Cirata and Jatiluhur Reservoir. Current monitor showed that water quality in Citarum Reservoir is as poor as those in Saguling Reservoir. It is indicating that pollution source is not only in upstream of the watershed but in locality as well. It is including fish cultivation in floating-net.
Water pollution indicated by the physical, chemical and biological characters/parameters of the water. There are 6 important parameter, those are water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), plankton variety index (5), and plankton amount (6). These 6 important parameters were extracted from 22 parameters observed in Cirata Reservoir using Principal Component Analysis (PCA) method. E. Toll and Coliform become important parameters too, but since there is no theoretically correlation between those two parameters with corrosion process being discussed, Sulphate Reduction Bacteria was used instead. Plankton variety index and plankton amount parameters were specified on plankton live on metal bar surface (periphyton variety index and periphyton density).
Corrosion is a natural' process. This process will proceed stronger with the presence of bacteria influence corrosion, especially anaerobic Sulphate Reduction Bacteria. This process has ' threatened human life, economically and environmentally. Due to the corrosion process in water reservoir that might lead to electric plant failure and damage to fish cultivation. Beside that, the corrosion process is affected the worsening toward other function of the reservoir.
Aims of this research are:
1. Figure out the influence of water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) to corrosion rate of low carbon steel.
2. To find the existence of sulphate reduction bacteria on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
This research is expected to provide some alternatives to solve corrosion and water quality problems in Cirata Reservoir.
Hypothesis being preceded and tested in this research are:
1. Water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) has influence to corrosion rate of low carbon steel.
2. Sulphate reduction bacteria existence could be found on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
This research was conducted experimentally in Cirata Reservoir. Water sample were collected from 5 different stations in 3 different depths every week for 8 weeks except for sulphate reduction bacteria. Sulphate reduction bacteria isolation was conducted on the 4th and 8`h week. Independent variables being examined in this study are water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6). Corrosion rate of low carbon steel was used as dependent variable.
Multiple Correlation and Partial Analyses methods were used to study the influence of independent variables to dependent variable. The result could be concluded as following:
1. Corrosion rate of low carbon steel were influenced by water temperature (1), dissolved oxygen (DO) (2), pH (3), free carbon dioxide (4), periphyton variety index (5), and periphyton density (6) together with a high positive correlation and significant (R=0,695). The most influencing parameters are dissolved oxygen, periphyton density and water temperature.
2. Sulphate Reduction Bacteria existence was found on metal bar surface being exposed in Cirata Reservoir.
Literature: 88 (1957-2002)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chumairah Desiana
"Bahan baku baja selama ini kebanyakan berasal dari bijih besi hematit. Tidak adanya bahan baku bijih besi ini di Indonesia mendorong perusahaan besi baja untuk membuat baja dari mineral laterit yang tersebar di Indonesia dengan kandungan Fe cukup tinggi sekitar 50%. Baja laterit masih diproduksi terbatas dan belum banyak diaplikasikan. Salah satu contoh aplikasi baja laterit adalah sebagai material jembatan TEKSAS diatas Danau Mahoni, Universitas Indonesia. Karena terpapar secara langsung pada lingkungan, maka ketahanan korosi baja laterit perlu diketahui. Pada kondisi aplikasi ini baja laterit mungkin terbasahi air danau, dan faktor lingkungan seperti temperatur dapat mempengaruhi ketahanan korosi baja laterit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap laju korosi baja karbon dari bijih besi hematit dan baja laterit pada lingkungan air danau FTUI. Perbedaan mendasar baja laterit dan baja karbon adalah adanya elemen tambahan Ni dan Cr pada baja laterit yang menggolongkan baja laterit sebagai baja paduan rendah (low alloy steel) dan dapat mempengaruhi ketahan korosi dari baja. Pengujian laju korosi menggunakan metode weight loss dimana kedua jenis baja direndam dalam air danau selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari dengan 3 variasi temperatur, yaitu temperatur ruang, 50°C dan 70°C.
Dalam penelitian ini disimpulkan laju korosi baja karbon cenderung menurun 13% dan baja laterit cenderung konstan seiring dengan bertambahnya waktu pada temperatur ruang dan cenderung menurun sekitar 12% pada baja karbon dan 17% pada baja laterit dengan bertambahnya waktu pada temperatur 50°C dan pada 70°C laju korosi cenderung menurun 9% untuk baja karbon dan 20% untuk baja laterit. Laju korosi baja karbon dan baja laterit meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada baja karbon laju korosi meningkat dari 4,4 mpy pada temperature ruang menjadi 10,3 mpy pada temperatur 50°C dan 11,5 mpy pada temperature 70°C. Pada baja laterit laju korosi juga meningkat dari 3,58 mpy pada temperature ruang menjadi 9,09 mpy pada temperatur 50°C dan meningkat lagi menjadi 11,5 mpy pada temperatur 70°C. Laju korosi baja laterit mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dari baja karbon karena pengaruh elemen paduan yang terkandung dalam baja laterit.

Most of steel are produced from hematite iron ore. The scarcity of hematite iron ore in Indonesia, encouraged iron & steel company to produced steel from laterite mineral, which has high deposit in Indonesia with high grade iron (50%Fe). Laterite steel now are produced with limited quantity. One of the application of laterite steel as material in TEKSAS bridge on Mahoni lake, University of Indonesia. Because laterite steel directly exposed to environment, corrosion resistance of laterite steel is an important factor. Laterite steel bridge may wetting with lake water and environment factor, like temperature could effect laterite steel corrosion resistant.
The objective of this research to observe the influence of temperature to corrosion rate of carbon steel from hematite iron ore and laterite steel on lake water environment. The difference between carbon steel and laterite steel, are addition of Cr and Ni on laterite steel, which classified laterite steel into low alloy steel and may effected corrosion behaviour of steel. Corrosion rate measurement are conducted by weight loss method, which both of steel immersed in lake water with time period 1, 2, 3, 4 and 5 day at room temperature, 50°C and 70°C.
The conclusion of this research was the corrosion rate of carbon steel decreased 13% and laterite steel were constant with immersion time at room temperature. But, tendency of carbon steel and laterite steel corrosion rate decreased with immersion time in temperature 50°C and 70°C. Carbon steel decrease about 12% and laterite steel 17% in temperature 50°C. Corrosion rate of carbon steel in temperature 70°C decrease 9% and laterite steel 20%. The corrosion rate of carbon steel and laterit steel increased with increasing temperature. Corrosion rate of carbon steel increase from 4,4 mpy in room temperature into 10,3 mpy in temperature 50°C and 11,5 mpy in temperature 70°C. Corrosion rate of laterite steel increase from 3,58 mpy at room temperature to 9,09 mpy at temperature 50°C and to 11,5 mpy at temperature 70°C. Laterite steel have higher corrosion resitance than carbon steel because of addition element on laterite steel.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41763
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julian Restudy
"Baja HSLA dan baja karbon rendah merupakan jenis baja yang banyak diaplikasikan pada bidang konstruksi maupun otomotif dimana keuletan dan ketangguhan yang baik sangat dibutuhkan. Adanya penambahan sejumlah kecil (0,15%) unsur paduan tertentu pada baja HSLA yang menghasilkan sifat mekanis yang baik melalui penguatan presipitat dan penghalusan butir menyebabkan baja ini lebih unggul dari baja karbon rendah biasa. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari sejauh mana komposisi kimia mempengaruhi morfologi ferit yang terbentuk pada baja HSLA dibandingkan baja karbon rendah yang akan berpengaruh pada sifat mekanis akhir serta ketahanan korosinya. Benda uji yang digunakan yaitu, baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah yang dipanaskan ulang pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan 1 jam dengan pencelupan air.
Perlakuan pemanasan ulang sampai pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan 1 jam dengan pencelupan air akan menyebabkan berubahnya morfologi ferit dari baja HSLA maupun baja karbon rendah. Perubahan morfologi dari ferit ini akan menyebabkan sifat mekanis dan ketahanan korosi dari baja HSLA dan baja karbon rendah mengalami perubahan yang antara lain dipengaruhi oleh adanya transformasi fasa serta bertambah besarnya diameter butir ferit. Pemanasan pada temperatur 1200 °C dengan waktu tahan yang cukup lama (1 jam) menyebabkan meningkatnya migrasi atom pada batas butir melalui proses difusi sehingga ukuran butir akan bertambah besar yang nantinya akan mempengaruhi sifat ketahanan korosinya.
Perlakuan pemanasan ulang dengan pendinginan yang cepat menyebabkan terbentuknya lath martensit serta struktur widmanstatten ferit pada mikrostruktur baja HSLA. Berbeda dengan baja karbon rendah yang tetap memiliki struktur ferit namun ukuran butirnya tidak seragam pada mikrostrukturnya. Pemanasan ulang menghasilkan ukuran butir ferit yang lebih besar dari sebelumnya serta meningkatkan ketahanan korosi dari baja dengan baja HSLA memiliki ukuran butir ferit yang lebih besar dan ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan baja karbon rendah biasa.

HSLA steel and low carbon steel has a good ductility and toughness which is needed in constructional and automotive aplication. Additional small number (0,15%) of certain alloy on HSLA steel increasing it mechanical properties, by precipitation strenghtening and grain refinement, to better than normal low carbon steel. This research is done to study the comparison of influence chemical composition to ferrite morphology that occur after isothermal process on HSLA steel and low carbon steel and their corrosion resistant. Sample is HSLA 0,029% Nb and low carbon steel (0,15% C), reheating at isothermal temperature 1200 °C, with about 1 hour, with water quenching.
Reheating at isothermal temperature 1200 °C, with holding time about 1 hour, with direct water quenching cause the transformation of ferrite morphology of both HSLA steel and low carbon steel that influence the change of mechanical and corrosion properties. The change of mechanical and corrosion properties influenced by increasing the ferrite grain size and also the phase transformation of steel. High temperature of reheat (1200 °C) and long holding time (1 hour) enhance the atom migration on grain boundary so that the austenit grain size growing larger and as result the ferrite grain size is larger.
High reheating temperature with rapid cooling cause the lath martensite and widmanstatten ferrite formed on microstructure of HSLA steel. On the other hand, there is no phase transformation changing on low carbon steel, it still has ferrite with rough grain size. Reheating process will increase both the ferrite grain size and corrosion resistant of steel with HSLA steel has larger the ferrite grain size and better corrosion resistant than low carbon steel."
2008
S41679
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef Bayu Widyoseno
"Penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan kekerasan baja karbon rendah SS400 terhadap kecepatan dan atenuasi gelombang ultrasonik. Kekerasan berhubungan dengan dua faktor yaitu kehadiran fasa tertentu dan ukuran dari butir. Sebuah sampel tipis disiapkan dari baja karbon rendah SS400/AISI 1010. Perlakuan panas diberikan untuk menghasilkan variasi ukuran butir dan fasa dengan variasi pada temperatur austenisasi 800°C, 900°C, 1000°C ,1100°C dan variasi media quenching yaitu air dan brine water. Mikrostruktur yang dihasilkan dipreparasi dengan metalografi kemudian dilakukan metalografi kuantitatif untuk menghitung ukuran butir dan fraksi volume fasanya dengan bantuan software image tool. Hasil perlakuan panas juga diuji dengan pengukuran kekerasan brinell. Hasil pengujian ini dihubungkan dengan kecepatan dan atenuasi gelombang ultrasonik yang menggunakan frekuensi 2,25 MHz dan 5 MHz dengan metode Pulse Echo Method. Hasil penelitian ini mendapatkan variasi fasa yang sedikit namun bervariasi pada ukuran butir, kekerasan pada fasa baja yang hampir sama namun berbeda ukuran butir akan menunjukkan kekerasan yang paling besar terdapat pada butir terkecil dan memiliki kecepatan gelombang ultrasonik yang tercepat dan atenuasi yang terkecil. Sehingga didapatkan hubungan berbanding lurus antara kekerasan dan kecepatan gelombang ultrasonik dan hubungan berbanding terbalik antara kekerasan dan atenuasi pada baja karbon rendah SS400/AISI 1010.

This study is performed in order to find correlation between hardness of low carbon stell SS400 with ultrasonic wave velocity and atenuation. Hardness correlate with two factors, the presents of phase and grain size. A thin sample were prepared from low carbon steel SS400/AISI 1010. Heat Treatment was applied to produce variations in phases and grain size with variations at austenizing temperature at 800°C, 900°C, 1000°C, 1100°C and quenching media with water and brine water. Microstructure were characterized with metallography preparations then quantitative metallography were done to calculate grain size and phases volume fraction with assist by image tool software. Results of treatment also obtained with brinell hardness measurement. Result of metallography and hardness testing were correlated with ultrasonic wave velocity in frequency 2,25 MHz and 5 MHz with Pulse Echo Method. As a result, less variations of phase was produce but have variations in grain size. The hardness of almost resemble phases that have variations in grain size shown the smallest grain have the biggest hardness and the fastest propagate ultrasonic wave velocity also the smallest attenuation value. The conclusion is when comparing the hardness values of SS400/AISI 1010 with ultrasonic wave velocities, a proportionate relation is observed and when comparing with attenuation, an inverse relation is observed."
2008
S41728
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Riastuti
"ABSTRAK
Proses lapis listrik paduan merupakan salah satu pengembangan dari sistem lapis listrik yang sudah ada.
Prinsip dari lapis listrik paduan yaitu mengendapkan ion-ion atau unsur logam dari larutan elektrolitnya secara bersamaan di katoda.
Pada proses lapis listrik paduan Sn-Ni, kenaikan rapat arus pelapisan (0.10 ; 0.37 ; 0.64 A/dmz) pada dua konsentrasi SnC12.2H20 (35 dan 45 gpl} dalam larutan elektrolit menghasilkan penampakkan visual yang sama baik (mengkilap), tetapi masih terdapat goresan untuk rapat arus 0.10 A/dmz dan terbentuk sumuran pada kondisi 0,64 A/dmz untuk konsentrasi 45 gpl SnClz.2H2U.
Meningkatnya rapat arus pelapisan menjadikan persentase kandungan ion Sn menurun, sedangkan dengan meningkatnya konsentrasi SnCI2.2H20 dalam elektrolit menjadikan persentase kandungan Sn dalam lapisan meningkat. Kekerasan mikro lapisan meningkat seiring dengan meningkatnya rapat arus pelapisan dan konsentrasi Sn 02.2H2U."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Japar
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S40992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yunir
"Proses perlakuan panes metoda celup konvensional dimaksudkan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu dari produk logam agar dapat bermanfaat dalam penggunaannya. Proses ini telah banyak dignmakan dalam industri pernbuatan bahan baku, perkakas dan otomotif, karena rangkaian proses dag peralatannya yang sederhana, mudahnya pengontrolan, serta media celup yang murah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sampai sejauh mana efek perlakuan celup konvensional dan temper terhadap peningkatan kekerasan baja karbon rendah RSt 41-2, yang merupakan material baku komponen Gehause, yang digunakan untuk mengikat per daun dengan chasis bagian depan pada kendaraan truk Mercedes Benz. Proses celup konvensional dilakukan dengan Cara pemanasan sampel pada temperatur austenisasi 800, 900, 1000°C. Untuk masing-masing temperatur tersebut diberikan waktq tahan selama 5, 10 dan 15 menit, dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam media air. Selanjutnya sampel hasil pengerasan tersebut ditemper pada temperatur 500°C dengan waktu tahan 30 menit. Hasil pengujian kekerasan memperlihatkan bahwa setelah proses celup dan temper terjadi peningkatan kekerasan dari nilai kekerasan awal material, dengan njlai kekerasan maksimum diperoleh dari penggunaan temperatur pengerasan 900°C dan waktu tahan 15 menit, yaitu sebesar 229 BHN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qatrun Nada
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S40935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dobiet Kisan Kaefama
"Penggunaan ekstrak ubi ungu sebagai inhibitor organik untuk material baja karbon rendah di lingkungan air laut pada temperatur 40oC telah diteliti dapat melindungi baja dari korosi. Ekstrak ubi ungu yang mengandung senyawa antioksidan yang berupa senyawa antosianin diharapkan dapat digunakan sebagai inhibitor organik yang bersifat ramah lingkungan. Metode kehilangan berat untuk menguji efektivitas ekstrak ubi ungu sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi (0, 0,44%, 0,89%, dan 1,33%) dan lama waktu perendaman selama 4 hari, memberikan hasil yang cukup baik untuk menghambat laju korosi pada baja karbon rendah dengan efisiensi sebesar 11,40%-41,13%.

The using of extract purple potatoes as organic inhibitor for low carbon steel material in seawater environtment at 40oC operating temperature had been tested that it can used to protect steel from corrosion. Extract of purple potatoes which contain antioxidant are expected can be used as a eco-friendly organic inhibitor. Weight loss method that applied to test the effectiveness of extract purple potato as inhibitor with different concentration of extract purple potato (0%, 0,44%, 0,89%, 1,33%) and the immersion time is 4 days long, give a good result that it can inhibit corrosion rate of low carbon steel with vary efficiency, from 11,40% to 41,13%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1199
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afi Ganafi
"Dalam aplikasinya tabung gas LPG harus mempunyai sifat mekanis tertentu seperti kekerasan, ketangguhan, dan sifat ketahanan korosi. Sifat mekanis kekerasan diperlukan karena tabung baja LPG ini sering menerima gesekan dari tabung baja lain atau benda lain yang lebih keras. Oleh karena itu diperlukan peningkatan sifat kekerasan dari tabung baja ini. Salah satu jenis proses peningkatan kekerasan adalah proses pengerasan (hardening). Proses ini dilakukan dengan memanaskan sampel tabung baja ke temperatur austenisasi dan kemudian dicelup dalam media celup tertentu.
Temperatur austenisasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah 900ºC, 925ºC, dan 950ºC serta media celup yang digunakan adalah minyak dengan volume media celup diatur dengan perbandingan berat sampel, yaitu 3 ml, 5 ml, 10 ml dan 15 ml banding 1 gram sampel. Dari hasil penelitian didapat bahwa kekerasan relatif meningkat setelah proses pengerasan dan dengan meningkatnya temperatur austenisasi, akan menurunkan nilai kekerasan yang dihasilkan, serta meningkatnya volume media celup akan meningkatkan nilai kekerasan yang dihasilkan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S40769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>