Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Adha Pamekas
"Kaca lembaran merupakan salah satu komoditas yang dapat dikategorikan sebagai komoditas andalan. Hal ini ditandai dengan kinerja ekspor yang terus meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan yang cukup berarti pada saat krisis melanda Asia, dimana nilai ekspor terus meningkat dengan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan ekspor dunia.
Daya saing kaca lembaran Indonesia di pasar dunia, sejak tahun 1996 - 2000 menunjukkan kecenderungan meningkat dan mampu bersaing dengan produk yang sama dari negara-negara pesaing walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan menurunnya konsumsi di dalam negeri dan nilai atau volume ekspor ke dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi kekuatan daya saing kaca lembaran Indonesia di pasar intemasional dan mencari alternatif strategi yang direkomendasikan dalam upaya meningkatkan daya saing.
Dari hasil perhitungan kinerja ekspor dan dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), diketahui bahwa untuk kaca lembaran secara umum, kinerja ekspornya terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan melebihi pertumbuhan ekspor dunia serta meningkatnya pangsa pasar komoditas tersebut memiliki kekuatan daya saing yang sedang dan juga menunjukkan bahwa dari tahun 1996 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan dan tahap perluasan ekspor menjadi tahap net eksportir. Sementara itu, untuk komoditas-komoditas yang termasuk dalam kaca lembaran ini, diketahui bahwa dua komoditas yaitu HS 700521 dan 700510 memiliki kekuatan daya saing yang tinggi dan mempunyai peluang yang lebih besar dalam penguasaan pangsa pasar, serta komoditas lainnya yaitu 700530 memiliki kekuatan daya saing yang tingkat menengah.
Untuk menentukan alternatif strategi, digunakan teknik proses hirarki analitik (PHA), yaitu suatu permodelan dengan menggunakan skala prioritas berdasarkan penilaian para pakar. Dengan menggunakan metode ini diperoleh faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing kaca lembaran Indonesia, adalah : Kondisi Faktor; Kondisi Permintaan, Industri terkait dan pendukung, Strategi, Struktur dan Persaingan; Kesempatan / peluang serta Pemerintah.
Alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing kaca lembaran didasarkan pada teori Strategi Generik Michael Porter. Selanjutnya dengan PHA dihitung bobot dari kuesioner yang telah diisi oleh responden dan diperoleh prioritas pertama dari alternatif strategi adalah keunggulan biaya menyeluruh dengan keunggulan pada biaya kumulatif yang dikeluarkan oleh industri dalam melaksanakan aktivitas rantai nilai lebih rendah dibandingkan dengan biaya kumulatif para pesaingnya, misalnya dalam bentuk harga yang rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya.
Dengan terpilihnya alternatif strategi tersebut, kemudian dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh pihak-pihak yang terkait yang pada akhirnya akan kemampuan daya saing dan penguasaan pangsa pasar akan meningkat sehingga diperoleh peningkatan kinerja ekspor Indonesia guna meningkatkan keselahteraan masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Juni Wartono
"ABSTRAK
Komoditas mete Indonesia merupakan salah satu komoditas ekspor yang
memberikan kontribusi terhadap penerimaan devisa sektor non migas.
Kemampuan tanaman mete yang hidup di lahan kritis, ketersediaan lahan pengembangan yang masih Iuas, dan semakin tingginya minat rakyat untuk menanam tanaman ini merupakan harapan yang cerah bagi pengembangan komoditas ini.
Namun, seiring dengan cerahnya pasaran komoditas ini perlu kiranya
diantisipasi persaingan yang semakin ketat di pasaran dunia. Karakteristik pasar dunia dimana tersedia banyak preferensi yang ditawarkan oleh para produsen menuntut kemampuan untuk bersaing. Persaingan tidak hanya terbatas pada penyediaan komoditas, tetapi persaingan dimulai dari bagaimana komoditas itu diproduksi hingga ditawarkan pada konsumen. Pada akhirnya konsumen tentu akan memilih komoditas yang minimal sesuai dengan nilai yang dikeluarkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing komoditas mete di pasar global, mengetahui faktor-faktor apa yang dipertimbangkan dan Strategi yang digunakan dalam pengembangan dan peningkatan ekspor komoditas mete. Jenis penelitian ini adalah studi analisis deskriptif dengan penerapan model diamond Porter, dan untuk membantu menyusun strategi digunakan model analisis SWOT.
Kondisi faktor yang mendukung bagi peningkatan daya saing komoditas
mete Indonesia adalah ketersediaan lahan yang cukup Iuas, sehingga hal ini merupakan peluang untuk lebih mengembangkan tanaman mete di masa depan dengan prospek pasar ekspor yang cerah.
Peran pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing
komoditas mete, yang pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung atau tidak langsung. Melalui berbagai kebijakan yang dlkeluarkan, peran pemerintah mempengaruhi faktor-faktor penentu (determinant) Iainnya, seperti kondisi faktor; kondisi permintaan; struktur, strategi dan persaingan; industri terkait dan penunjang; serta kesempatan. Oleh karena itu, maka peningkatan daya saing komoditas mete di pasar global mutlak membutuhkan adanya koordinasi lintas sektoral setiap lembaga yang terkait.
Strategi yang diterapkan untuk meningkatkan daya saing komoditas mete di pasar global yaitu dengan meningkatkan kualitas komoditas yang dihasilkan, sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian, dapat menjaga kepercayaan pelanggan dan pada gilirannya nanti akan dapat lebih meningkatkan ekspor komoditas mete."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofjan Assauri
Jakarta: UI, 2004
PGB 0383
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Alexander Marisi
"Minyak sawit (Crude Palm Oil - CPO ) dapat dikatakan sebagai salah satu "ujung tombak" perolehan devisa ekspor natural base tersebut. Hal ini dimungkinkan dari tiga kondisi : (1) secara komparatif ketersediaan lahan memungkinkan untuk perluasan produksi; (2) secara kompetitif minimnya pesaing menjadi alasan tersendiri; (3) sebagai bahan baku dari banyak industri, permintaan akan komoditi ini akan terus meningkat seiring dengan tumbuhnya industri-industri tersebut. Akan tetapi kinerja ekspor CPO Indonesia ternyata belum optimal memanfaatkan ketiga kondisi ini.
Tesis ini mencoba mencari aspek-aspek yang paling menentukan keberhasilan/kegagalan kinerja ekspor dalam mempertahankan/memperluas pangsa pasar CPO Indonesia di pasar internasional. Metoda pengukuran yang digunakan adalah konstanta pangsa pasar (Constant Market Share Analysis - CMSA) yang telah disempurnakan oleh Fagerberg dan Softie (1987). Intuisi dalam pendekatan menggunakan metode ini adalah bahwa pertumbuhan ekspor merupakan efek dari : fluktuasi total impor negara tujuan, permintaan terhadap komoditi bersangkutan; dan efek daya saing yang merupakan selisih ekspor aktual dan hipotetik bila suatu negara ingin mempertahankan pangsa pasar.
Berdasarkan analisis CMSA periode 1994-1998, tidak memuaskannya prestasi kinerja ekspor Indonesia yang dalam mempertahankan/memperluas pangsa nilai ternyata lebih diakibatkan oleh kondisi daya saing atau kekuatan penawaran dari dalam negeri. Hal tersebut dicerminkan dengan dominasi efek daya saing yang menunjukkan angka negatip -54,64% periode 1995-1996 dan -76,24% periode 1997-1998 di pasar UE; -53,42% periode 1994-1995 dan -39,95% periode 1997-1998 di pasar India; dan -92% periode 1997-1998 di pasar Cina. Selain itu didapati hubungan negatif antara proporsi efek daya saing dengan besarnya pajak ekspor CPO Indonesia dimana pada proporsi negatip efek daya saing diatas, terjadi pada saat tingginya pajak ekspor Indonesia.
Dengan demikian kebijakan pengekangan ekspor pemerintah Indonesia adalah aspek daya saing yang paling signifikan. Dalam jangka pendek disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menurunkan pajak ekspor serendah mungkin untuk menyehatkan kembali persawitan nasional.
Berdasarkan angka indeks spesialisasi perdagangan (ISP), CPO Indonesia sudah berada dalam tahap kematangan. Kondisi ini sangat rentan terhadap penurunan daya saing karena sebagai komoditi primer, bargaining power pembeli sudah sangat kuat karena terus-menerus melakukan efisiensi di segala aspek (continues improvements). Dengan demikian, bersama para pengusaha sawit nasional pemerintah Indonesia disarankan untuk sedini mungkin mengembangkan industri derivatif. Dengan kata lain untuk mengoptimalkan keunggulan komparatif dari CPO, spesialisasi harus dilakukan melalui industri hilir.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Prahastuti
"Perekonomian Cina mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir apalagi dengan masuknya Cina menjadi anggota WTO akan menambah keterbukaan ekonomi Cina dan akan memberikan peluang dan tantangan baru terhadap hubungan perdagangan Cina dengan mitra dagangnya.
Dalam hal tersebut, Indonesia dapat mengambil keuntungan dari Cina dengan melakukan penetrasi terhadap pasar Cina yang sedang tumbuh, mengembangkan hubungan yang saling melengkapi dengan perekonomian Cina, menarik investasi dari Cina dan menciptakan hubungan kerjasama pembangunan dengan Cina.
Untuk melihat peluang tersebut, penulis melakukan penelitian tentang ekspor Indonesia ke pasar Cina dengan tujuan untuk menggambarkan perkembangan ekspor komoditi Indonesia ke Cina; mengkaji potensi komoditikomoditi Indonesia yang mempunyai daya saing di pasar Cina; menjelaskan daya saing komoditi unggulan Indonesia tersebut, apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya khususnya Malaysia dan Thailand.
Selama ini hubungan perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1990 dan pada tahun 2002 Cina menduduki urutan ke-4 baik sebagai negara tujuan ekspor dan urutan ke-3 sebagai negara asal impor bagi Indonesia. Indikasi hal itu antara lain dapat dilihat dari total nilai perdagangan dalam periode lima tahun terakhir (1997-2001) cukup besar dimana pada tahun 2001 sebesar US$ 4,04 milyar dengan posisi Neraca Perdagangan menunjukkan surplus bagi Indonesia.
Peluang yang ada di pasar Cina tersebut dapat dimanfaatkan dengan terus meningkatkan ekspor berbagai komoditi Indonesia, komoditi yang dimiliki Indonesia tersebut dihitung dengan menggunakan metoda analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya saing komoditi Indonesia tersebut di pasar Cina dan metode analisa Constant Market Share (CMS) dapat melihat kinerja ekspor komoditas Indonesia di pasar internasional. Dari hasil analisis dapat diketahui pengaruh impor negara tujuan ekspor, komposisi komoditi, dan daya saing terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia.
Dari hasil analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dapat diuraikan 16 komoditi unggulan Indonesia yang mamiliki nilai trend dan RCA yang paling besar dan mempunyai daya saing sangat kuat yaitu Batang dan batang kecil besilbaja dalam gulungan, Kain tenun dari serat staple sintesis, Batu monumen dan batu bangunan, Belahan ikan tanpa tulang dan daging ikan lainnya, Asam lemak monokarboksilat industrial, Tempat duduk yang dapat ltidak menjadi tempat tidur, Sisa dan skrap tembaga, Minyak atsiri mengandung terpena atau tidak, Polimer akrilik dalam bentuk asal, Pati inulin, Wadah untuk mengangkut/mengemas dari plastik, Asam asiklik monokarboksilat jenuh, halida dsb, Kain tenun dari kapas, Bubuk/butir gosok alamiltiruan dari bahan tekstil, kertas, dll, Preparat untuk digunakan pada rambut, Bahan aktif permukaan organik.
Sedangkan hasil metode analisis Constant Market Share (CMS) dari 16 komoditi unggulan Indonesia di Pasar Gina yang mempunyai kinerja yang berdaya saing ada 3 (tiga) komoditi, yang permintaannya tinggi ada 6 (enam) komoditi, yang kinerja ekspornya sedang ada 6 (enam) komoditi dan yang kinerja ekspornya rendah hanya 1 (satu) komoditi.
Daya saing 16 komoditi unggulan Indonesia di pasar Cina, apabila dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia terutama negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia lebih unggul terhadap 9 komoditi dan apabila dibandingkan dengan Thailand dengan komoditi serupa, Indonesia lebih unggul dan lebih mempunyai daya saing di pasar Cina. Sedangkan, daya saing komoditi Thailand di pasar Cina hanya dimiliki oleh 2 (dua) komoditi saja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumilang Mohamad Yani
"Seiring dengan semakin meningkatnya persaingan dunia usaha dan semakin kritisnya para pelanggan, maka suatu perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis harus bisa memberikan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya. Agar dapat memberikan produk yang memenuhi kriteria itu perlu diketahui kebutuhan-kebutuhan pelanggan sehingga kemudian pihak perusahaan dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya yang harus ditempuh guna memenuhi harapan pelanggan tersebut.
Fritz sebagai perusahaan forwarder ingin mengetahui sejauh mana keinginan atau kebutuhan pelanggannya, telah terpenuhi dengan produk yang ditawarkannya. Untuk itu dilakukan analisa terhadap keinginan-keinginan pelanggan terhadap perusahaan jasa forwarding dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD). Dari empat fase yang ada, penggunaan metode ini dibatasi pads fase ketiga fase pertama.
Fase pertama dimulai dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pelanggannya melalui uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan program komputer seperti Excel dan SPSS. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa dan diterjemahkan ke dalam matriks QFD level I. Dari matriks ini dapat diketahui antara lain tingkat kepentingan kebutuhan pelanggan, tingkat kepuasannya terhadap layanan yang diberikan baik oleh Fritz maupun oleh kompetitornya hingga karakteristik jasa yang harus dilakukan.
Fase kedua dimulai ketika beberapa dari karakteristik jasa tersebut memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga dapat diketahui mengapa karakteristik itu sedemikian penting untuk dikuasai.
Pada fase ketiga dibahas mengenai hal-hal yang bersifat kritis bagi perusahaan yang apabila tidak tangani secara cermat dapat mengakibatkan kerugian bagi pelanggan dan hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan. Pada fase ini juga terdapat solusi pemecahan masalah guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan itu.

As the competition increases even harder and the customers become more critical than ever, a company who wishes to survive should provide products, goods or services, that the customers need. To provide such products, a company must recognize the customers' needs so then it can anticipate the next things to do to meet those requirements.
Fritz as a freight forwarder, should be aware how far the services it provides meet the customers' needs and requirements. For this reason, a QFD method seems to be a good solution. The QFD itself consists of four levels in which only three of them are adopted in this thesis.
The first level begins by collecting the data necessary by means of questionnaires and then test their results' validity as well as their results' reliability by using computer software such as Excel and SPSS. The results obtained have been analyzed and brought to the first OF D's matrix. From this matrix, readers should be aware from the importance level of customer's requirements as well as their competitive evaluation till the technical requirements that have to be done by Fritz.
The second level starts when few of these technical requirements need to be analyzed deeper so that one could realize why such technical things must be thoroughly studied.
The third level lists some critical points to Fritz that sould be taken care of. A wrong handling in this level could lead serious damage of the customers' good which in turn they don't trust the company any more. In this level, there are also some problem solutions that could be used by the company to neglect the negative effects."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T 10271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi Bursan
"Propinsi Lampung sebagai salah satu daerah sentra produksi kopi di Indonesia, khususny.i untuk kopi jenis Robusta mengalami kemunduran dalam penerimaan devisa ekspor produk kopi, Penniman harga kopi dunia menyebabkan menurunnya pendapatan pemerintah Lampung dan juga mengakibatnya menurunnya pendapatan ditingkat petani kopi yang tersebar di beberapa daerah kabupaten yang menjadi sentra produksi kopi Lampung, seperti: Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus dan Lampung Tengah. Selma ini ekspor kopi Lampung didominasi hanya pada jenis kopi robusta dcngan kualitas (grade) IV, dan terbatas hanya berupa biji kopi saja.
Propinsi Lampung merupakan pengekspor terbesar untuk produk dengan rata-rata ekspor yang konstan 200.000 ton pertahun_ Jumlah ekspor yang konstan ini tidak diikuti dengan meningkatnya nilai pendapat ekspor. Keadaan ini diakibatkan dari menurunya harga kopi dunia yang disebabkan over produksi beberapa negara produsen biji kopi, diantaranya Vietnam dan Brazil mengalami peningkatan yang sangat pesal dalam produksi kopinya.
Permasalahan yang diuji dalam penelitian ini adalah bagaimana proses peruinusan dan pengembangan strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses perumusan dan pengembangan strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Lampung. Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor awal dalam proses pengembangan strategi, yaitu: sentralisasi dan formalisasi. Variabel proses pengembangan strategi yaitu analisis lingkungan, komprehensip, aset-aset pemasaran dan kapabilitas, komunikasi, konsensus dan sumber daya. Faktor awal dan 'variabel dalam proses ini dihubungkan dengan variabel basil yaitu: pengembangan strategi dan kinerja perusahaan. Model Penelitian yang digunakan mengadaptasi pemikiran yang dikembangkan oleh Menon et al (1999), Albaum et al (1989) dan Styles and Ambler (2000).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik Co f rmarory Factor Analysis guna mereduksi variabel-variabel teramati dan mencari faktor skor untuk masing-masing variabel laten. Kemudian untuk mencari hubungan antar masingmasing konstruk dilakukan analisis regresi.
Hasil pengolahan data memperlihatkan terdapat hubungan yang signifikan antara:
1. Sentralisasi dan Formalisasi dengan analisis situasi
2. Sentralisasi dan Fomialisasi dengan komprehensip
3. Sentralisasi dan Formalisasi dengan aset-aset pemasaran dan kapabilitas
4. Sentralisasi dan Formalisasi dengan hubungan antar bagian perusahaan.
5. Sentralisasi dan Formalisasi dengan komunikasi
6. Sentralisasi dengan konsensus
7. Sentralisasi dan Formalisasi dengan sumber daya
8. Analisis lingkungan dengan pengembangan strategi
9. Komprehensip dengan pengembangan strategi
10. Aset-aset pemasaran dan kapabilatas dengan pengembangan strategi
11. Hubungan antar bagian perusahaan dengan pengembangan strategi
12. Komunikasi dengan pengembangan strategi
13. Konsensus dengan pengembangan strategi
14. Sumber daya dengan pengembangan strategi
15. Pengembangan strategi dengan kinerja perusahaan.
Hasil pengolahan data juga memperlihatkan hubungan yang tidak signifikan yaitu: formalisasi dengan konsensus. Sehingga variabel ini dapat diabaikan dalam pembentukan persamaan regresi. Hasil lain yang didapat dalam penelitian ini hanya terdapat hubungan yang negatif antara variabel sumber daya dengan variabel pengembangan strategi dan variabel kinerja perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukan proses perumusan strategi yang akan dilakukan oleh perusahaan eksportir kopi Lampung hares diawali dengan memperhatikan faktor awal, yaitu:
1. Sentralisasi
2. Formalisasi
Kemudian selanjumya perusahaan eksportir hares memperhatikan faktordengan proses pengembangan strategi. Faktor-faktor tersebut Analisis lingkungan Komprehensi p Aset-aset pemasaran dan kapabilitas Hubungan antara bagian Komunikasi Konsensus Sumber daya.
Tahapan-tahapan ini apabila dilakukan dengan baik diharapkan akan menghasilkan suatu strategi pemasaran ekspor yang efektif bagi kopi Larnpung. Selanjumya strategi pemasaran yang efektif akan meningkatkan kinerja perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Wibisono
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Karya akhir ini melakukan studi tentang dampak dari liberalisasi perdagangan tekstil pasca GATT terhadap industri tekstil Indonesia. Tujuan dari karya akhir ini ialah untuk memberikan penjabaran tentang situasi dan kondisi industri tekstil nasional serta masukan bagi Argo Pantes untuk meningkatkan daya saingnya di pasar tekstil global, sebagai kasus studi dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tekstil tersebut. Metodologi penulisan berupa analisa deduktif mengenai perdagangan tekstil dan situasi industri tekstil global, nasional dan terakhir studi kasus satu perusahaan dengan konsentrasi topik pada strategi pemasaran ekspor.
Hasil produksi industri tekstil Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan sandang domestik, tetapi juga telah menjadi suatu komoditi andalan ekspor non migas. Industri tekstil Indonesia mulai berkembang sejak pemerintah Indonesia memasyarakatkan moto substitusi impor pada tahun 1970an. Sejak itu, industri ini terus berkembang pesat dan ekspornya terus meningkat sehingga pada tahun 1992 pertumbuhan ekspornya lebih dari 40% sejak 1991.
Sejak tahun 1974, perdagangan tekstil antara negara berkembang dan negara maju diatur oleh kesepakatan MFA (Multi Fibre Arrangement) yang membatasi jumlah ekspor ke negara maju melalui kuota TPT. Hal ini tentu saja merugikan negara berkembang termasuk Indonesia.
Setelah 20 tahun perdagangan tejstil dunia diatur oleh MFA, terobosan baru berhasil dicapai pada akhir Putaran Uruguay Desember 1993 di Geneva. Terobosan tersebut merupakan liberalisasi perdagangan tekstil dunia yang akan dicapai setelah masa transisi 10 tahun sejak Januari 1995. Dengan demikian, arus perdagangan tekstil di dunia tidak lagi dibatasi oleh kuota.
Hal ini membawa dampak yang signifikan bagi industri tekstil nasional secara umum serta para masing-masing produsen tekstil secara khusus. Jika selama ini Indonesia mengeluh bahwa jumlah kuota yang terlalu sedikit menghambat ekspor kita, tetapi sekarang dengan akan adanya liberalisasi perdagangan tekstil, belum tentu industri tekstil kita dan semua produsennya siap menghadapi perubahan ini.
Banyak faktor-faktor eksternal industri yang kurang menunjang kompetensi dan daya saing industri tekstil kita dalam menghadapi persaingan global. Antara lain ketidakkonsistenan pemerintah dalam perihal kuota dan pendistribusiannya, biaya transaksi yang tinggi san suku bunga pinjaman bank yang tinggi (16-18%).
Di samping itu, banyak produsen tekstil nasional yang selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif berupa buruh murah serta sibuk berusaha untuk memperoleh kuota tanpa memperhatikan kualitas produknya. Akibatnya, banyak produk TPT yang dihasilkan oleh mereka kurang tinggi kualitasnya.
Industri tekstil Indonesia secara keseluruhan harus meningkatkan daya saing mereka terutama memberi perhatian pada kulitas produk, sistim dan strategi pemasaran ekspor, dan diferensiasi produk yang "kelasnya" lebih tinggi. Tetapi, tanpa didukung oleh aparat pemerintah dan kebijakannya, industri tekstil sendiri tidak mungkin dapat meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah harus menyadari masalah-masalah penghambat ekspor yang diakibatkan oleh pihaknya dan bekerja sama dengan swasta untuk menciptakan forum dialog dua arah agar dapat bahu membahu meningkatkan daya saing ekspor TPT. Pihak swasta sendiri hendaknya mulai melakukan evaluasi perusahaan yang berhubungan dengan peningkatan kapabilitas dan kompetensinya.
Argo Pantes merupakan contoh dari salah satu produsen tekstil nasional yang sadar akan pentingnya memiliki keunggulan kompetitif untuk memenangkan persaiangan jangka panjang. Hal ini tercermin dari komitmen manajemennya untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta secara konsisten mempertahankan kualitas produknya.
Walaupun saat ini Perseroan sudah termasuk produsen tekstil terpadu yang mampu bersaing di tingkat dunia, namun tetap harus memodifikasi strategi pemasaran ekspor yang sekarang telah ada untuk mengantisipasi liberalisasi perdagangan tekstil. Hal ini bukan berarti strategi yang dilakukan oleh Perseroan masing kurang baik, tetapi pelru lebih dimantapkan.
Perseroan saat ini memproduksi dua lini produk, kain dan benang, yang maisng-masing terdiri dari dua jenis yaitu, katun dan polyester katun yang ditujukan untuk kelas menengah ke atas. Ekspor dilakukan ke berbagai negara di dunia antara lain Eropa, Jepang, Amerika dan Asia. Selama ini Perseroan sering berpartisipasi dalam pameran tejstil internasional dan mencantumkan namanya di berbagai katalog dan majalah tekstil internasional sebagai upata untuk mempromosikan produknya di luar negeri. Distribusi dilakukan melalui Japan Trading Company, merchansm agesn dan juga ekspor langsung. Harga produk ditentukan oleh harga pasar di masing-masing negara.
Agar Perseroan dapat lebih meningkatkan daya saing maka Perseroan perlu melakukan diferensiasi kualitas dan membagi produk yang dihasilkan menjadi dua macam kualitas. Kualitas A untuk produk eksklusif dan kualitas B untuk produk yang saat ini telah di prosukdi. Perseroan juga perlu mendirikan kantor cabang di beberapa negara sebagai jalur distribusi agar Perseroan dapat memperoleh kontrol yang lebih besar atas pemasaran ekspornya. Promosi perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang strategi diferensiasi kualitas. Perluasan pasar ke negara-negara yang belum dilayani selama ini juga akan membawa pasar global untuk lebih mengenal produk Perseroan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sahala Bonar
"Tidak banyak pembahasan mengenai profil perusahaan Indonesia yang secara MANDIRI berusaha untuk mengembangkan perusahaannya dengan konsep dari visi yang jelas tentang industrinya sehingga mencapai taraf keunggulan kompetitif global yang berbasis teknologi. Lebih banyak diungkap mengenai perusahaan-perusahaan yang sebetulnya hanyalah ber-afiliasi kepada perusahaan asing atau sangat bergantung kepada
teknologi luar negeri tanpa tekad yang cukup untuk merebutnya. Penerapan konsep manajemen modern yang pada beberapa sisi menunjukkan model ekonomi kapitalis, seharusnya mengakomodasi faktor-faktor kondisi lokal seperti budaya nasional tingkat
kesejahteraan bangsa Indonesia yang masih rendah, dan belum berkembangnya budaya korporasi.
Oleh karena itu sangat terkejut mendengar berita tentang kontroversi kemenangan sebuah perusahaan Indonesia atas tender pendirian pabrik kertas uang
Terkejut karena mengetahui bahwa produk atau mesin ini adalah produk canggih dengan teknologi eksklusif karena hanya dimiliki oleh beberapa perusahaan negara maju. Proses pembuatan kertas uang mungkin cukup populer akan tetapi kemampuan membuat mesin sendiri dan penyediaan infrastruktur atau fitur sekuriti pada produk merupakan suatu prestasi besar. Seragamnya reaksi keterkejutan dari para pihak yang berwenang dan kontroversi yang mengikutinya tuduhan KKN - menggambarkan sudah sedemikian parahnya ketertiban masyarakat dan pemerintah dalam mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang tumbuh dengan kekuatan sendiri.
Dengan mancari informasi mengenai profil Perusahaan ini melalui media massa, Company profile, jurnal industri, dan internet, diadakanlah pengamatan terhadap perusahaan tersebut yaitu PT PGK (Pura Barutama Kudus). Hal-hal yang diamati adalah sejarah bisnis, proses pembelajaran teknologi dan Sejarah inovasi, kemudian pola pengembangan korporasi dari perusahaan ini untuk kemudian di-analisis prospek
internasionalisasi dan unit bisnis yang dimiliki (terutama mesin dan produk sekuriti seperti kertas uang) serta implikasi dari strategi internasional.
Sebagaimana perusahaan-perusahaan dari negara berkembang lainnya, masalah utama yang dihadapi adalah bagaimana cara me-leverage keunggulan teknologi kelas dunia yang mampu dimiliki untuk bisa bersaing dalam pasar global. Dari sejarah munculnya negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, dan kemudian Cina, proses industrialisasi berlangsung secara bertahap tapi serempak dalam skala nasional.
Sebingga apabila ada perusahaan domestik yang bergerak dalam suatu industri berbasis teknologi melakukan intemasionalisasi, reputasi dan country-of-origin cukup membantu perusahaan tersebut untuk melakukan internasionalisasi
Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa pasar yang dibentuk oleh para pemain dalam industri kertas uang dan percetakan sekuriti ini bersifat oligopoli (sedikit peserta). Para pelaku sangat berpengalaman dalam bidangnya selama ratusan tahun. Kemampuan
teknologi yang dimiliki dan sejarah hubungan dengan pemerintah negara-negara pelanggan membentuk segmen pasar berdasarkan sejarah kolonisasi. Pengaturan
mengenal moneter internasional, standar industri, dan arah perkembangan teknologi mengenai kertas uang ini yang dikendalikan oleh negara-negara maju., secara langsung melindungi perusahaan-perusahaan tersebut dari upaya-upaya perusahaan Negara berkembang untuk melakukan penyelidikan secara mandiri agar dapat memasok kebutuhan dalam negeri sendiri. Adanya stigmati (Contob: country risk atau high or low trust society) dalam perspektif ekonomi-politik internasional, juga menyulitkan perusahaan dari negara berkembang untuk meflytiflhú muncul dalam persaingan global. OIeh karena ¡tu, salah satu aspek strategi yang akan digunakan dalam menemukan negara tujuan pemasaran adalah dengan melihat kesamaan kondisi ekonomi-politik. Apabila kriteria kaulitas, harga, serta kriteria teknis lain terpenuhi, akan tetapi masih kalah tender, maka salah satu jalan untuk merebut pasar adalab dengan memakal ISU-ISU
non-pasar yang mencitrakan nama Indonesia pada posisi yang menguntungkan seperti solidaritas negara berkembang, solidaritas negara Islam, ataupun solidaritas berdasarkan regionalitas seperti ASEAN. Masih dirasa ada kekurangan dan kajian singkat mengenai prospek internasionalisasi perusahaan ini. Pertama, kurang teridentifikasinya kinerja keuangan
yang dalam ulasan manajemen modern merupakan salah satu kriteria terpenting. Status perusahaan non publik dan sifat industni yang digeluti bahan dan percetakan sekuriti menyulitkan untuk memperoleh gambaran kinerja keuangan dari tahun ke tahun dan media ataupun referensi industri yang tersedia. Kedua, masih kurang digalinya aspek yang menyangkut lingkungan pemerintah tiap negara tujuan pasar sebagai buyer. Perspektif ekonomi-politik negara diasumsikan juga dianut oleh otoritas moneter negara
negara tersebut. Yang ketiga, penelitian lapangan juga seharusnya diperlukan untuk melengkapi wawasan yang diperoleh melalui sumber bacaan yang kadang bersifät promosi dan tidak bisa lepas dad bias dan hiperbolisme seta mengabaikan realitas yang tersembunyi.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Affifuddin
"PT. Wahana Citra merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang industri furniture vkayu (fabricated wood furniture) berskala besar dengan investasi sebesar Rp.2.532.568.575. Furniture kayu yang merupakan salah satu produk ekspor non migas Indonesia perlu didukung perkembangannya daiam rangka menghasilkan devisa serta memperluas lapangan kerja karena industri ini merupakan padat karya.
PT. Wahana Citra daiam perkembangannya (dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1998) mengalami peningkatan volume dan nilai ekspor. Namun masalah yang dihadapi oleh perusahaan adaiah masih terbatasnya daerah pemasaran atau negara tujuan ekspor, sehingga perlu untuk lebih ditingkatkan lagi.
Negara tujuan ekspor utama adaiah Singapura melalui pemasaran tidak langsung, dan produk yang dihasilkan berdasarkan pesanan dan palanggan (buyer) tetap. Disamping masih terbatasnya wilayah pemasaran, keanekaragaman produk yang dihasilkan juga masih terbatas hanya untuk perlengkapan rumah tangga.
Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis terhadap lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi aktivitas dan kinerja perusahaan. Penilaian dengan menggunakan analisis SWOT dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang obyektif tentang peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan yang dimiiiki perusahaan.
Berdasarkan evaluasi dari beberapa faktor lingkungan diketahui bahwa kekuatan yang dimiliki perusahaan terletak pada ketepatan waktu pengiriman, utilitas kapasitas produksi dan lokasi pabrik. Sedangkan keragaman produk, kebijaksanaan harga, kegiatan promosi dan inovasi merupakan faktor kelemahan yang paling tinggi.
Dari hasil analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa posisi bisnis perusahaan pada matrik lnternal - Eksternal berada pada kuadran I. Posisi ini berarti perusahaan berada pada tahap dapat melakukan pertumbuhan agar bisa meraih peluang yang cukup menarik seperti semakin terbukanya perdagangan antar negara atau kawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>