Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Jenny Sista
"Permasalahan dalam tulisan ini, adalah: "Mengapa Upacara adat Perkawinan dan tata rias pengantin Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai Upacara Ritual Kenegaraan menjadi Upacara Populer?". Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan latar belakang upacara adat perkawinan dan tata rias pengantin Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upacara ritual kenegaraan dan menjelaskan konteks meluasnya upacara adat perkawinan dan tata rias pengantin Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dari upacara ritual kenegaraan menjadi upacara popular.
Perubahan upacara adat perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat antara masa Hamengkubuwana VII, VIII dan IX, terlihat dari urutan acara, busana dan tata rias pengantin, peralatan dan perlengkapan pengantin, sesaji dan gamelan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian konsep yang melandasi nilai budaya pelaku upacara adat pekawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai upacara ritual kenegaraan masa Hamengkubuwana VII dan VIII. Saat upacara adat perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi milik masyarakat masa Hamengkubuwana IX terlihat pergeseran nilai-nilai, yang terlihat pada urutan acara, busana dan tata rias pengantin, peralatan dan perlengkapan pengantin, gamelan dan sesaji telah berbeda dan tidak dipergunakan seperti dahulu lagi.
Upacara ritual kenegaraan yaitu upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan norma-norma budaya khas Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, hanya boleh dilaksanakan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan aturan-aturan tertentu dan menjadi salah satu upacara kenegaraan.
Upacara populer yaitu upacara yang disesuaikan dengan rasa, keperluan dan tingkat pendidikan masyarakat umum sehingga menjadi upacara untuk siapa saja, tidak terbatas untuk kalangan atas tertentu.
Dalam menganalisa permasalahan dan tujuan penelitian digunakan teori barokisasi dari Darsiti Soeratman dan teori pilihan rasional dari Michael Hester. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan strukturis dari Christopher Lloyd, dan metode pengumpulan data ialah metode sejarah dari Marc Bloch.

Traditional Ceremony of Wedding of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat: The Development from State Ritual Ceremony to Popular Ceremony (1877 - 1988)The problem in this writing is: Why traditional ceremony of wedding and bridal art of cosmetics of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat as the state ritual ceremony becomes popular ceremony?. The purpose of this writing is to explain the background of traditional ceremony of wedding and bridal art of cosmetics of Kraton Ngatogyakarta Hadiningrat as the state ritual ceremony and to explain the context of expanding the traditional ceremony of wedding and the bridal art of cosmetics of Kraton Ngayogyakarha Hadiningrat from the state ritual ceremony to popular ceremony.
The changes of the traditional ceremony of wedding of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat between the period of Hamengkubuwana VII, VIII, and IX can be seen from the sequence of the agenda, clothes and bridal art of cosmetics, equipment and bridal outfit, ritual offerings and gamelan orchestra at Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Then the concept that is based on the cultural value of the doers of the traditional ceremony of wedding of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat as the state ritual ceremony at the period of Hamengkubuwana VII and VIII. When the traditional ceremony of wedding of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat becomes the property of the society at the period of Hamengkubuwana IX, occur the changes of the value that can be seen at the sequence of the agenda, clothes and bridal art of cosmetics, equipment and bridal outfit, gamelan orchestra and ritual offerings which are different and not used anymore as they were.
State ritual ceremony is a traditional ceremony that is carried out the basis of typical cultural norms of Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat may only do it with the certain rules and it becomes one of the state ceremonies.
Popular ceremony is a ceremony that is synchronized with the taste, need and education level of the society so that it becomes the ceremony for public and is not limited for upper class only.
In analyzing the problems and research objectives the writer used Barokisasi theory from Darsiti Soeratman and theory of rational choice from Michael Hechter. In this research she used structural approach from Christopher Lloyd and data collecting methods from Marc Bloch."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T11420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Jenny Sista
"Upacara perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Yogyakarta menjadi tradisi pada masa Hamengkubuwana VII dan VIII. Busana pengantin menjadi salah satu alat meningkatkan kewibawaan sultan di Kraton Yogyakarta. Kraton Yogyakarta merupakan daerah swapradja pada masa kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda sehingga pemakaian busana pengantin mengikuti aturan Staatsblad dan Rijksblad. Gaya busana kalangan bangsawan di Kraton Yogyakarta terikat pada aturan Kraton Yogyakarta sebagai Pusat.Berbeda dengan masa Hamengkubuwana IX, keterikatan pada Pusat sudah tidak terjadi oleh karena Kraton Yogyakarta menjadi bagian dari propinsi Negara Republik Indonesia. Secara resmi, Hamengkubuwana IX mengijinkan busana pengantin dalam upacara perkawinan Kraton Yogyakarta dipraktekkan masyarakat di segala lapisan tanpa mengikuti aturan ketat seperti di Kraton Yogyakarta.Disertasi ini menggunakan pendekatan struktural. Tujuan disertasi adalah memahami perkembangan masyarakat dan busana pengantin Kraton Yogyakarta dan nilai-nilai budaya dalam upacara perkawinan Kraton Yogyakarta.

Marriage ceremony of the Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Yogyakarta Kraton became a tradition during the Hamengkubuwana VII and VIII. The costume bride to be one of the tools increase the authority of the Sultan in the Yogyakarta Kraton. The Yogyakarta Kraton is an area swapradja during the reign of the Dutch East Indies so that the use of a costume bride to follow the rules in Staatsblad and Rijksblad Statute. Fashion style nobility in the Yogyakarta Kraton bound by the rules as a Center.In contrast to past Hamengkubuwana IX, attachment to the Centre has not happened because of the Yogyakarta Kraton become part of the province of the Republic of Indonesia. Officially, Hamengkubuwana IX allows the costume bride in the marriage ceremony the Yogyakarta Kraton practiced at all levels of society without following the strict rules such as the Yogyakarta Kraton. This dissertation uses structural approach. Dissertation goal is to understand the development of society and the costume bride of the Yogyakarta Kraton and cultural values in marriage ceremony of the Yogyakarta Kraton."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2518
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kustiniyati Mochtar
Jakarta: Anjungan TMII D. I. Yogyakarta , 1989
306 KUS u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Wijasa Bratawidjaja
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1988
306 THO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Wijasa Bratawidjaja
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1994
392.5 THO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Wijasa Bratawidjaja
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
306 THO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Intan Amyrantie
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Departemen P dan K 1978/1979
572.792 5 A 80 be
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Mulku Zahari
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981
306 ABD a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Sulistyo Budi
Yogyakarta: BPNB, 2013
394.4 NOO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>