Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hadi Wiyono
"Studi ini bertujuan untuk menganalisis efek jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan di Indonesia. Studi ingin menjawab pertanyaan bagaimana status sosial ekonomi (yang diukur dengan indeks sosial ekonomi) pada perempuan yang bermigrasi keluarga dan bagaimana status sosial ekonomi pada perempuan yang bermigrasi individu dibandingkan dengan perempuan yang tidak bermigrasi/bermigrasi lainnya. Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan dengan menerapkan two-part model.
Two-part model digunakan dengan alasan bahwa indeks sosial ekonomi yang dikonversi dari jenis pekerja berdasarkan International Standard Classification of Occupation (ISCO) hanya dapat diterapkan pada perempuan yang statusnya bekerja; perempuan yang tidak bekerja tidak memiliki jenis pekerjaan. Karena itu bagian pertama dari two-part model digunakan model logistik untuk mengestimasi keputusan perempuan bekerja dan bagian kedua dari model mengestimasi status sosial ekonomi pada perempuan yang bekerja saja dengan model ordinary least square (OLS). Data yang digunakan dalam studi ini adalah Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993, karena hanya data itu yang tersedia dan sudah lengkap pengolahannya dan bisa diakses. Sementara data TFLS 1997 dan IFLS 2000 belum selesai pengolahannya, karena itu belum bisa diakses.
Dari hasil studi ditemukan bahwa perempuan kawin yang bermigrasi keluarga peluang untuk bekerja lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Sebaliknya perempuan yang bermigrasi individu (baik yang kawin maupun yang tidak kawin) peluang untuk bekerja lebih besar daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi individu.
Pada perempuan yang bekerja, perempuan yang bermigrasi keluarga status sosial ekonominya lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Perempuan yang bermigrasi individu (terutama pada perempuan yang berpendidikan minimal 4 tahun) status sosial ekonomi status sosial ekonominya lebih tinggi daripada yang tidak bermigrasi/non migrasi individu."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Hidayat
"ABSTRAK
Dalam rangka perencanaan di bidang kependudukan sebagai penunjang pembangunan nasianal, regional dan pedesaan, pengetahuan tentang pola dan perilaku migrasi di berbagai daerah di Indonesia perlu diketahui. Khususnya di daerah Kabupaten Wonogiri studi tentang migrasi belum banyak dilakukan. Padahal gejala migrasi ini terus semakin meningkat pada akhir-akhir ini, khususnya migrasi yang sirkuler. Meningkatnya gejala migrasi sirkuler ini sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Hal ini menarik justru di Kabupaten Wonogori yang merupakan daerah asal migran sirkuler, dimana pembangunan sedang giat-giatnya dilakukan, namun-gejala migrasi sirkuler tersebut tidak semakin berkurang akan tetapi malah terus meningkat. Gejala ini menimbulkan persoalan apakah pembangunan di Kabupaten Wonogiri itu tidak mampu membendung arus migrasi penduduk ke kota-kota besar, atau malah pembangunan yang sedang berlangsung itu sebagai dampak dari semakin meningkatnya arus migrasi penduduk ke kota-kota besar.
Dengan didasarkan atas pengamatan empirik, studi ini lebih condong untuk menyoroti persoalan yang kedua, yakni melihat dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan masyarakat desa. Studi tentang migrasi sirkuler ini akan sangat memiliki kegunaan, manakala dikaitkan dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat. Tujuan utama yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah ingin melihat dampak positif dari migrasi sirkuler terhadap peningkatan status ekonomi keluarga. Selain itu juga ingin mengetahui karakteristik dan pola﷓pola perilaku migran sirkuler. Penjelasan tentang gambaran daerah penelitian dimaksudkan untuk memberikan latar belakang, baik yang menyangkut lingkungan fisik maupun sosial yang memberikan sumbangan terhadap timbulnya gejala migrasi sirkuler tersebut.
Studi ini dilakukan di tiga daerah asal migran sirkuler yang terletak di daerah Kabupaten Wonogiri. Ketiga desa tersebut meliputi desa Kerjo Lor Kecamatan Ngadirojo, Pule Kecamatan Selogiri, dan Rambangan Kecamatan Selogiri. Ketiga desa sampel ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dari segi keadaan topografi, demografi dan sosio kultural cukup mewakili gambaran mengenai keadaan kabupaten Wonogiri. Pemilihan ketiga desa sampel tersebut dilakukan secara tak acak, karena dengan pertimbangan bahwa desa-desa yang dipilih harus mewakili desa yang terdapat banyak orang yang melakukan migrasi sirkuler.
Unit analisis dari penelitian ini adalah seluruh keluarga yang salah satu anggota keluarganya ada yang melakukan migrasi sirkuler. Sedangkan unit pengamatannya adalah salah satu anggota keluarga dari migran sirkuler. Pemilihan unit analisis dilakukan secara tak acak, karena dengan pertimbangan bahwa pengertian migrasi sirkuler yang dimaksudkan disini hanya terbatas pada gerak penduduk yang bertujuan untuk bekerja mencari tambahan penghasilan di kota dan bukan untuk tujuan yang lain. Jadi unit pengamatannya adalah salah satu anggota keluarga yang anggota keluarganya ada yang pergi untuk sementara waktu bekerja mencari tambahan penghasilan di kota. Sedangkan pemilihan unit pengamatan dilakukan secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan survei lapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur dan dengan wawancara betas. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian yang diangkat dari ketiga desa sampel secara agregat menunjukkan bahwa tingkat migrasi sirkuler yang terjadi di ketiga desa sampel cukup tinggi. Tingginya tingkat migrasi sirkuler tersebut disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat tersebut dikarenakan lingkungan fisik di daerah Kabupaten Wonogiri umumnya kurang dapat dipakai sebagai gantungan hidup. Daerahnya yang tandus bergunung-gunung serta tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, mengakibatkan masyarakatnya berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup, orang harus pergi meninggalkan desa untuk sementara waktu bekerja mencari tambahan penghasilan di kota-kota besar.
Selain karena lingkungan fisik dan kepadatan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan orang harus meninggalkan desanya, juga karena adanya harapan untuk dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar di kota, mendorong orang untuk pergi mencari tambahan penghasilan di kota dengan melakukan migrasi sirkuler. Pilihan untuk melakukan migrasi sirkuler ini sangat dimungkinkan karena tersedianya sarana angkutan yang murah dan memadai. Sehingga para migran sirkuler dapat melakukan perjalanan pergi dan pulang dari desa ke kota setiap waktu. Rata-rata setiap bulan migran sirkuler yang berasal dari ketiga desa sampel pulang mengunjungi keluarga di desa. Pada saat semacam itu biasanya para migran sirkuler membawa sebagian dari penghasilannya di kota untuk dikirim ke keluarganya di desa. Kebiasaan mengirim sebagian dari penghasilannya ke keluarga di desa dapat dipandang sebagai bentuk dari tanggung jawab dan ikatan kekeluargaan yang kuat dengan daerah asal. Mengingat penghasilan para migran sirkuler dari ketiga desa sampel tersebut relatif kecil. Untuk mengirim uang ke desa secara teratur, di kota para migran sirkuler yang berasal dari ketiga desa sampel harus mengimbangi dengan cara hidup yang amat berat yakni tinggal di `pondok boro' dengan hidup seadanya, berperilaku hemat, ulet dan kerja keras pantang menyerah. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci dari keberhasilan para migran sirkuler yang berasal dari ketiga desa sampel.
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan mengirimkan uang ke desa adalah meningkatnya status sosial ekonomi keluarga di ketiga desa sampel. Dampak tersebut nampak dari, adanya kecenderungan bahwa semakin besar uang yang dikirimkan para migran sirkuler ke keluarganya di desa, mengakibatkan semakin meningkat status sosial ekonomi keluarganya. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga tersebut terlihat dari semakin luasnya pemilikan tanah pertanian, besarnya pengeluaran rumah tangga, baiknya kualitas rumah yang dimiliki di desa, dan lengkapnya sarana rumah tangga yang dimiliki. Meningkatnya status sosial ekonomi keluarga tersebut dalam jangka panjang tidak hanya sekedar mampu meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga, namun lebih dari itu akan mampu mengurangi kesenjangan antara kemakmuran hidup di kota dan di desa, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan pembangunan di pedesaan.
Walaupun penelitian ini bersifat studi kasus, beberapa temuan yang diperoleh diharapkan,dapat berlaku untuk daerah-daerah lain, dengan catatan bahwa kondisi desa dan sifat komunitasnya relatip sama. Sehingga temuan ini dapat menghasilkan generalisasi yang kegunaannya tidak hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan semata-mata, namun lebih dari itu mampu memberikan kontribusi dalam mengaktualisasikan kembali kebijaksanaan yang berkaitan dengan kependudukan dan pembangunan pedesaan maupun perkotaan."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akrom
"Fenomena migrasi yang terjadi di daerah Panguragan, Cirebon. Fenomena migrasi tersebut merupakan bagian dan gejala yang muncul di Jawa Barat maupun di daerah lainnya. Masalah pokok yang menjadi perhatian studi ini adalah pertama Bagaimana pola migrasi yang difokuskan pada pola kepulangan/balik ke kampung. Kedua, bagaimana keterkaitan dimensi sosio-kultural masyarakat Panguragan dengan proses migrasi. Dan ketiga dampak migrasi terhadap proses pertumbuhan sosio-ekonomi daerah asal.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus. Informasi diperoleh dari 10 orang informan dengan pendekatan participant observation. Mereka terdiri dari 5 warga perantau, 3 pejabat pemerintah desa dan 2 tokoh masyarakat.
Studi ini didasarkan pada tesis bahwa "seorang migran mempunyai komitmen terhadap kampung halamann. Pelbagai cara dan bentuk seorang migran mengungkapkan kesetiaannya terhadap kampung halaman. Dari cara dan bentuk bentuk ungkapan tersebut akan menimbulkan pelbagai dampak di kampung halaman. Tentunya studi ini tidak mengesampingkan keterkaitkan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dewasa ini.
Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa pola balik/pulang yang biasa dilakukan oleh masyarakat Panguragan. Mereka pulang pada waktu; 1) lebaran Idul Fitri, 2) acara maulidan pada bulan Maulud, 3) musim panen padi, 4) 3-4 kali dalam setahun bagi yang di Jabotabek dan 1-2 kali dalam setahun bagi yang di luar Pulau jawa, 5) apabila ada keperluan mendadak, 6) jika ada pemilihan kepala desa dan, 7) pulang dengan membawa barang rongsok dari rantau. Bentuk remiten yang dilakukan sebagian masyarakat Panguragan cukup unik, tidak hanya uang yang dibawa tetapi barang dagangan yang berpeluang mendatangkan keuntungan di daerah asal juga menjadi sesuatu yang bernilai lebih dari sekedar uang untuk di bawa pulang. Bukan hanya kota yang menjadi sasaran transaksi bisnis tetapi juga daerah asal mereka. Ada kecenderungan keterkaitan antara proses migrasi dan kondisi sosio-kultural masyarakat Panguragan, yaitu ; 1) retigiusitas seorang migran, 2) nilai, norma atau aturan (tatakrama) yang berlaku di dalam masyarakat Panguragan, 3) terjaganya keharmonisan interaksi antara perantau dengan masyarakat dan pemerintah daerah lokal maupun di daerah rantau, dan 4) adanya tekanan psikologis dari orang tua.
Mobilisasi dari sebagian masyarakat Panguragan membawa pelbagai perubahan, seperti perubahan dalam 1) keterbukaan dalam perbedaan pendapat, 2) lebih berfikir ke masa depan, 3) ekonomi subsitensi telah ditinggalkan, cara berfikir ekonomi modern telah mendominasi,) 4) semangat kerja semakin meningkat dan, 5) kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat daerah asal semakin meningkat.
Perubahan yang terjadi dari aspek sosial dicirikan dengan naikya status sosial mereka di tengah-tengah masyarakat. Dan aspek ekonomi nampak dengan banyaknya Para perantau yang sukses. Keberhasilan yang disimbolkan dengan kepemilikan materi pribadi yang menonjol. Dan aspek pemikiran adalah cara bertikir modern lebih mendominasi gaya berfikir mereka. Kebiasaan pulang panen pun sudah mulai ditinggalkan. Namun dalam bersikap yang dianggap relatif negatif oleh masyarakat kampung halaman ada kecenderungan tidak mengalami perubahan. Artinya sikap mereka sejauh ini tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dampak lain dari proses migrasi terhadap pertumbuhan daerah asal adalah terwujudnya sarana-sarana umum seperti, pembangunan/renovasi masjid, mushola-mushola, pembangunan jalan umum, setapak, gang, saluran irigasi, pembangunan rumah-rumah jompo dan aksi-aksi sosial lainnya. Aksi sosial tersebut, seperti khitanan masal, santunan fakir miskin dan anak yatim. Kegiatan ini dilakukan baik melalui partisipasi individu migran maupun perkumpulan-perkumpulan migran yang cenderung semi organisasi dan sarat dengan nuansa religius."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Win Konadi
"Hubungan antara mobilitas penduduk dan pembangunan sangat erat sekali. Sebagaimana dikemukakan oleh Saefullah (1996), maupun Tjiptoherijanto (1998), gerak pembangunan akan mempengaruhi angka, bentuk dan arah mobilitas penduduk. Sebaliknya, mobilitas penduduk mempunyai dampak terhadap proses pembangunan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mobilitas penduduk akan terus ada selama proses pembangunan masih mengalami ketimpangan antar wilayah-terutama sekali ketimpangan antara wilayah perdesaan dan perkotaan.
Kecenderungan perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain, seperti urbanisasi menurut beberapa teori (model Lee, teori Todaro) ada kaitannya dengan pertumbuhan pembangunan bidang ekonomi. Mereka secara jelas mengungkapkan bahwa faktor ekonomi memang memberi kontribusi besar dalam mempengaruhi orang untuk bermigrasi. Berkaitan dengan itulah maksud dan tujuan penelitian ini ingin lebih menjelaskan hubungan migrasi, urbanisasi dan pembangunan ekonomi dalam formula model matematik, berangkat dari bentuk atau model pertumbuhan variabel pengamatan tersebut.
Yadava and Yadava (1995) dan Keyfizt's (1978) telah mencoba memformulasikan hubungan migrasi, urbanisasi dan pembangunan ekonomi dalam pemodelan matematis, yaitu dengan mengusulkan bahwa fungsi urbanisasi dinyatakan dalam proporsi total penduduk perkotaan dari waktu ke-waktu mengikuti fungsi logistik dan terkait dengan fungsi pertumbuhan ekonomi menurut waktu. Sedangkan model estimasi migrasi neto keluar dan perdesaan diperhitungkan dari laju perubahan perbandingan penduduk perkotaan dan perdesaan dan selisih pertumbuhan alamiah penduduk desa-kota.
Pokok pikiran penelitian dalam tesis ini adalah kajian model Yadava dan Keyfitz serta Stupp yang diaplikasikan pada kondisi Indonesia dengan beberapa skenario yang dibangkitkan. Skenario yang dimaksud diperlakukan pada pola pertumbuhan ekonomi (diambil skenario linier, eksponensial, geometrik dan skenario Agung dari pola GNP per-kapita). Kemudian dibuat pra skenario untuk perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dan perkotaan (natural increase rural-urban).
Hasil pembahasan diperbandingkan ke semua skenario tersebut, berdasarkan data observasi yang bersumber dari Statistik Indonesia, Sensus Penduduk dan SUPAS, serta diperbandingkan dengan hasil proyeksi yang pernah dipublikasikan oleh beberapa demografer Indonesia, yaitu Ananta & Anwar (1994) serta Tjiptoherjanto & Hasmi (1998). Proyeksi Model Yadava dengan skenario eskponensial misalnya, tahun 2000 menghasilkan angka urbanisasi 42,08 persen dan tahun 2010 sebesar 54,14 persen. Sedangkan dengan skenario Agung-3 (asumsi : bahwa pertumbuhan GNP 1998-1999 = +2 %) menghasilkan angka proyeksi urbanisasi tahun yang sama, masing-masing sebesar 34,05 persen, dan 48,68 persen. Sementara flu Tjiptoherijanto & Hasmi memproyeksikan tahun 2000 sebesar 36,46 persen dan menjadi 44,48 persen tahun 2010 serta proyeksi Ananta & Anwar, sebesar 41,80 persen tahun 2000 menjadi 49,55 persen tahun 2010.
Berdasarkan skenario model pertumbuhan ekonomi dan secaral langsung berhubungan dengan pertumbuhan angka urbanisasi, maka angka migrasi neto keluar dari perdesaan dapat diestimasi serta proyeksi beberapa tahun ke depan. Estimasi dan proyeksi yang dilakukan, di kontrol oleh angka perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dan perkotaan yang diambil tetap sepanjang waktu pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dengan perkotaan berkorelasi positif terhadap angka migrasi neto keluar dari perdesaan."
2000
T11098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rensa
"Latar Belakang: Seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia lansia di Indonesia, khususnya perempuan, maka akan semakin meningkat pula populasi perempuan lansia frail ditemukan di masyarakat. Ada perbedaan faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty berdasarkan jenis kelamin, status sosial ekonomi, serta komunitas lansia tersebut berada perkotaan atau perdesaan . Sampai saat ini, belum ada penelitian di Indonesia yang secara khusus menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty pada perempuan lansia di komunitas perkotaan.
Tujuan: Mengetahui proporsi perempuan lansia fit/ robust, pre-frail dan frail serta faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty pada perempuan lansia di komunitas perkotaan.
Metode: Penelitian potong lintang pada perempuan berusia ge; 60 tahun di Rukun Warga RW 01 ndash;09, Kelurahan Kalianyar Jakarta Barat dan Pusat Santunan dalam Keluarga PUSAKA Wilayah Jakarta Pusat selama bulan Juli sampai September 2017. Variabel independen terdiri dari usia, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status fungsional Barthel-Activity of Daily Living/ B-ADL dan Lawton-Instrumental Activity of Daily Living/ L-IADL , status kognitif Abbreviated Mental Test/ AMT , status nutrisi Mini Nutritional Assessment/ MNA , gejala depresi Geriatric Depression Scale/ GDS , komorbiditas Cumulative Illness Rating Scale for Geriatrics/ CIRS-G , polifarmasi jumlah obat >4 , indeks kualitas hidup terkait kesehatan EuroQol-5 Dimension dan kadar C-Reactive Protein CRP kuantitatif serum. Sistem skor frailty berdasarkan Cardiovascular Health Study CHS untuk menentukan fit, pre-frail dan frail. Analisis bivariat Uji Chi-Square dan multivariat regresi logistik dengan Statistical Package for the Social Sciences SPSS versi 20.0.
Hasil: Terdapat 325 subjek dengan median usia 67 tahun, 95,7 dengan penghasilan di bawah UMP 70 tahun [OR 5,27 IK 95 2,92 ndash;9,52 ], penurunan skor B-ADL [OR 2,85 IK 95 1,37 ndash;5,94 ], gejala depresi [OR 6,79 IK 95 1,98 ndash;23,25 ], indeks EQ-5D [OR 1,96 IK 95 1,09 ndash;3,52 ], dan indeks EQ-5D VAS [OR 1,93 IK 95 1,06 ndash;3,53 ].
Simpulan: Proporsi kelompok perempuan lansia dengan status sosial ekonomi rendah di komunitas perkotaan, yang tergolong fit 12,6 , pre-frail 63,4 dan frail 24 . Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah usia di atas 70 tahun, adanya gejala depresi, penurunan status fungsional dan indeks kualitas hidup terkait kesehatan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T58900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drajat Tri Kartono
"Hasil penulisan yang dikemukakan dalam disertasi ini, tersusun berdasarkan penelitian tentang Migrasi Tenaga Kerja Bawean ke Malaysia yang dikaji dengan pendekatan Sosiologi Ekonomi. Melalui pendekatan ini, penelitian tidak memfokuskan kepada gejala perubahan struktur tenaga kerja tetapi lebih memusatkan perhatian kepada perubahan dan penyesuaian lembaga sosial-ekonomi di masyarakat Bawean. Dua pertanyaan pokok yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah: (a) Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat Bawean yang bertumpu pada pencarian nafkah ke manca negara dapat berkembang dan dipertahankan, (b) Apakah pengaruh dari perkembangan tersebut terhadap kehidupan sosial-ekonomi di daerah Bawean.
Penelitian ini mengikuti paradigma konstruktif yang menilai bahwa jenis penelitian kualitatif lebih tepat untuk mengkaji masalah sosial terutama dalam menjelaskan gejala perubahan. Strategi penelitian yang dipakai adalah Practical Ethnomethodology, dimana pengumpulan data dan analisa di pusatkan pada kajian wholistik terhadap kesatuan masyarakat tertentu (Bawean) namun secara praktis hasil-hasilnya kemudian di hubungkan dengan struktur dan perubahan di luar atau di manca negara. Didalam analisa ini di hubungkan antara perubahan di tingkat lokal dan perubahan di tingkat nasional dan manca negara.
Metode analisa penelitian ini menggunakan analisa inter dan antar situs. Proses analisa berpusat pada dusun kemudian diperluas dengan perbandingan di tingkat desa, kecamatan, sampai menemukan gejala penyesuaian lembaga sosial-ekonomi masyarakat Pulau Bawean. Hasil temuan ini, kemudian di perdalam dan diperluas dengan kajian lapangan di Malaysia untuk mengamati orang Bawean di manca negara. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengumpulan dokumen sejarah dan kajian tentang masyarakat bawean terdahulu baik di Bawean maupun di Malaysia. Informan penelitian ini di pilih dengan metode snowball, di mulai dengan memilih secara purposive beberapa migran yang tinggal di Malaysia, kemudian dikembangkan informasi tentang keluarga, teman, cara migrasi, kehidupan, sosial ekonomi di Malaysia. Berdasarkan informasi ini, kemudian telusuri lebih jauh koneksi informasi sampai pada masyarkat non migran, pendatang, kyai, keluarga yang ditinggal, sekolahan, dan sebagainya.
Hasil penelitian ini, secara umum menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi internasional (yang berbentuk bekerja merantau di Malaysia) masyarakat Bawean merupakan hasil timbal balik antara perubahan pengetahuan, perilaku, kelembagaan sosial-ekonomi di tingkat lokal dan penyesuaian terhadap pengarub dari sistem kehidupan ekonomi internasional di Malaysia. Perubahan-perubahan tesebut telah berdampak pada perkembangan ekonomi migran tenaga kerja internasional dan juga terjadinya perubahan struktur kehidupan di daerah asal. HIal ini menunjukkan hubungan dua arah dan proses transformasi ekonomi internasional dan transformasi masyarakat lokal. Semua ini membuktikan bahwa masyarakat lokal tidak saja berubah dan bergerak mengikuti arus kecairan global (Global Fluids) tetapi mereka juga mempunyai usaha membentuk identitas dan daya saing dalam sistem ekonomi internasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka disarankan untuk memandang ekonomi tidak saja didasari oleh asumsi-asumsi yang meletakkan pondasi ekonomi hanya dalam bentuk indikator ekonomi makro yang bersifat ekonomis tetapi juga sangat penting untuk dimasukkan pondasi sosial dari ekonomi yang berupa jaringan dan dukungan kepentingan sosial. Prinsip ini adalah pondasi untuk membangun pemahaman ekonomi suatu komunitas dan sudut pandang masyarakatnya atau ethno-economics. Dalam pandangan ini ukuran keberhasilan bukan diambil dari indikator makro ekonomi tetapi orientasi keberhasilan yang mendorong masyarakat itu sendiri, seperti kesejahteraan keluarga, pembangunan rumah dan investasi kepada keluarga. Demikian juga regulasi ekonomi ditata sedemikian rupa sehingga tidak saling merusak antara kelembagaan ekonomi yang baru dan lembaga yang lama.
Sifat kelekatan (embededness ekonomi dengan konstruksi pengetahuan, jaringan, dan kebiasaan masyarakat yang sudah terlembaga) menjadi strategi pengembangan ekonomi bagi masyarakat. Jaringan Sosial, trust, modal sosial, dan penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan lingkungan sekitarnya (di dalam dan luar negeri) di dalam masyarakat itu sendiri menjadi penjelasan penting dalam pembangunan ekonomi. Ini merupakan agenda pengembangan ilmu ekonomi dan sosiologi ekonomi di masa selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
D185
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahira Syafana Kuswanto
"Sebagai penyakit menular paling mematikan di Indonesia, faktanya angka kematiannya karena TB semakin meningkat karena tingkat kepatuhan pasien yang masih tinggi perlu ditingkatkan. Penelitian ini ingin mengetahui apakah status sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap kepatuhan dan bagaimana model keyakinan kesehatan sebagai Variabel moderator memiliki pengaruh dalam meningkatkan hubungan pada pasien TB. Dengan jumlah peserta MDR sebanyak 30 pasien TB dari RSUP Persahabatan sebagai pusat pelayanan respirasi dan rujukan nasional, peneliti
menggunakan analisis regresi dengan menggunakan Korelasi Pearson dan PROSES Makro menurut model Andrew Hayes 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada temuan bervariasi, dimana SES tidak berpengaruh signifikan terhadap MA (t =
0,098; p> 0,05), interaksi kerentanan dengan SES (t = -0,5707; p> 0,05), keparahan dengan SES (t = -.8018; p> 0.05), dan hambatan dengan SES (t = -1.2823; p> 0.05) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pengobatan. Sedangkan interaksi menguntungkan dengan SES (t = -2,5661; p <0,05) dan self-efficacy dengan SES (t = -2,8028; p <0,05) memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan.

As the deadliest infectious disease in Indonesia, the fact is that the death rate due to TB is increasing because the level of patient compliance is still high. This study wanted to find out whether socioeconomic status had an influence on adherence and how the health belief model as a moderating variable had an effect on improving the relationship between TB patients. With the number of MDR participants as many as 30 TB patients from Friendship Hospital as a national center for respiration and referral services, researchers using regression analysis using Pearson Correlation and PROCESS Macro according to Andrew Hayes' model 1. The results of the analysis show that there are variable findings, where SES does not have a significant effect on MA (t = 0.098; p> 0.05), the susceptibility interaction with SES (t = -0.5707; p> 0.05), the severity of with SES (t = -.8018; p> 0.05), and resistance with SES (t = -1.2823; p> 0.05) did not have a significant relationship with treatment adherence. Meanwhile, the beneficial interaction with SES (t = -2.5661; p <0.05) and self-efficacy with SES (t = -2.8028; p <0.05) had a significant negative relationship with treatment adherence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmi Muhammadiyah
"Penelitian ini difokuskan pada pembahasan seputar reposisi perempuan Bugis di tengah masyarakatnya sebagai upaya meningkatkan status sosialnya yang didasarkan atas hasil penelitian lapangan yang dilakukan selama sekitar 3 bulan dari bulan Nopember 2005 hingga Januari 2006. Penulis secara khusus meneliti status haji yang melekat pada perempuan Bugis serta relasinya dengan aktivitas mereka di ranah publik, misalnya di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Posisi perempuan Bugis dalam struktur makro masyarakat Bugis dalam perspektif budaya berada pada tingkat yang cukup terhormat. Namun realitas struktur sosial perempuan Bugis jika disejajarkan dengan struktur sosial lainnya dinilai cukup rendah dan secara otomatis tidak sesuai dengan bangunan adat istiadatnya. Maka untuk mengembalikan nilai struktur sosial perempuan Bugis diperlukan perubahan sosial. Haji kemudian dipandang sebagai status yang dapat mengembalikan posisi perempuan Bugis pada tempat yang semestinya. Reposisi perempuan Bugis dalam konteks ini dilihat sebagai suatu proses pengembalian perempuan Bugis pada posisi yang sesuai dengan budaya Bugis.
Kelurahan Kalabbirang merupakan daerah yang masih didominasi oleh suku Bugis dengan perempuannya yang berpandangan bahwa haji merupakan simbol sosial yang dapat menyangga nilai-nilai sosial kelompoknya. Mereka menjadikan haji sebagai identitas untuk mengembalikan status sosialnya. Nilai-nilai haji ini kemudian mengatur interaksi-interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks interaksi dengan sesama perempuannya maupun dengan kelompok laki-laki; atau pada saat beraktivitas di ruang publik. Berarti simbol haji mempunyai makna tersendiri bagi perempuan Bugis yang dirasakan ketika ia berada dalam ruang pentas dalam ritus-ritus yang beraspek sosial.
Konstruk haji sebagai simbol bagi perempuan Bugis membutuhkan tindakan sosial. Di sini kemudian perempuan Bugis mengambil peranan. Ia memandang simbol haji sebagaimana orang lain memandangnya. Sebelum bertindak perempuan Bugis memformulasikan suatu gagasan mengenai proyeksi tindakan orang lain dalam hubungannya dengan simbol haji. Perempuan Bugis berhaji juga memformulasikan proyeksi yang akan ia lakukan, termasuk peranan yang ia wujudkan melalui simbol haji.
Maka ketika perempuan Bugis telah melaksanakan haji, mereka telah mempunyai formulasi tindakan sosial. Jadi tindakan sosial dikonsepsikan dalam imajinasi sebelum melaksanakan haji. Dalam tataran ide mereka telah mengkonstruk haji sebagai proses penyempurnaan keislamannya sehingga dirinya merasa berhak untuk dikategorikan ke dalam ranah sosial haji. Mereka melakukan konstruksi atas kehidupannya untuk memberikan penyegaran baru terhadap identitas, life style dan lingkungannya dalam suatu komunitas baru yang penulis istilahkan dengan "tradisi lokal haji".
Tradisi lokal haji pada masyarakat Bugis merupakan ruang sosial unik yang terdiri dari nilai-nilai yang telah disepakati. Perempuan Bugis yang sudah berhaji berinteraksi dengan budaya Bugis secara makro dengan menggunakan norma-norma yang terkonstruk dalam tradisi lokal haji. Sub kultur ini tentunya mempunyai spesifikasi simbolik yang mengindikasikan suatu keterwakilan dari sebuah komunitas baru di tengah kelompok besar masyarakat Bugis. Pada proses interaksi sosial dengan kelompok lain inilah kemudian muncul simbol-simbol baru yang menggambarkan spesifikasi sub kultur, seperti sebagai orang yang "beriman", "taat", "jujur" dan lainnya. Sehingga bagi perempuan Bugis yang sudah berhaji secara otomatis mendapatkan modal simbolik yang dapat digunakan untuk memperluas jaringan sosialnya di tengah masyarakat. Simbol haji laksana mahkota ratu yang tiba-tiba dapat mendatangkan kekayaan sosial dan ekonomi.
Pada saat inilah terjadi proses reposisi perempuan Bugis, yaitu dari posisinya yang dirugikan oleh realitas kehidupan masyarakat padahal sebenarnya secara adat dimuliakan dan dihargai, kembali menjadi terhormat dalam kehidupan keseharian. Proses reposisi ini berlangsung cukup cepat, instan dan sangat ditentukan oleh faktor finansial individu perempuan Bugis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Guritno
"Dengan otonomi daerah maka diharapkan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan di daerah tersebut semakin tinggi karena salah satu hakekat sekaligus tujuan diadakannya otonomi adalah terjadinya peningkatan partisipasi politik masyarakat.
Berbagai hasil studi mengidentifikasi bahwa faktor yang paling mempengaruhi atau berhubungan positip dengan partisipasi politik adalah faktor Status Sosial Ekonomi (SSE) yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan suatu verifikasi terhadap sebuah teori yang melihat adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat Status Sosial Ekonomi dengan tingkat Partisipasi Politik yang mengambil setting pada masyarakat di Kabupaten Banyumas selama menjadi Daerah Percontohan Otonomi.
Dari berbagai teori mengenai partisipasi politik dan hasil-hasil penelitian terdahulu di dapati bahwa untuk meneliti partisipasi politik harus diteliti pada setiap bentuk menurut intensitasnya. Karena partisipasi politik merupakan konsep payung di mana setiap bentuk partisipasi politik yang ada di dalamnya merupakan variabel yang berdiri sendiri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripftiv/survey, pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling dengan jumlah responden sebanyak 198 orang. Sedangkan analisa data menggunakan analisis regresi logistik dan pengujian hipotesis memakai taraf signifikansi 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan dan penghasilan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai bentuk partisipasi politik yang diteliti. Namun secara parsial baik variabel pendidikan maupun penghasilan tidak selalu memiliki pengaruh yang signifikan tehadap berbagai bentuk partisipasi politik.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar pemerintah daerah berhati-hati dan cermat dalam mengelola partisipasi politik ini dan secara mandiri mengadakan mobilisasi politik yang positip yang bertujuan menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi politik masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>