Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74987 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohd. Aminuddin
"Hubungan kerjasama regional yang saling menguntungkan antar negara menjadi semakin penting ketika interdependensi ekonomi menjadi suatu kebutuhan. Bahwa tiada satu pun negara yang perekonomiannya dapat berkembang pesat tanpa interaksi ekonomi dan perdagangan dengan negara lain secara empiris merupakan bukti yang tak terbantahkan. karena itulah mengapa sebagian besar negara menganut sistem perekonomian terbuka.
Dalam kenyataannya hubungan kerjasama ekonomi dan perdagangan internasional tidak harus diselenggarakan atas nama negara, zona-zona regional yang berdekatan dapat menjadi kawasan yang strategis untuk membangun kaukus pusat pertumbuhan ekonomi kawasan. Dan ini dimiliki oleh Kalbar Sarawak dan wilayah negara yang tergabung dalam BIMP-EAGA (Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East Mean Growth Area). Penelitian lebih Ianjut untuk mengidentifikasi variabel-variabel penentu pertumbuhan bagi peningkatan hubungan kerjasama regional seyogyanya dilakukan dalam rangka akselerasi pertumbuhan dan pembangunan kawasan.
Dibukanya Gate Entikong-Tebedu yang menghubungkan Indonesia-Malaysia melalui Kalbar Sarawak sebagai jalur perdagangan internasional diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap perekonomian Kalimantan Barat dan pertumbuhan kawasan regional. lndikator-indikator ekonomi seperti ekspor-impor, investasi asing atau mobilitas orang-barang dan jasa serta aliran modal asing via Gate Entikong-Tebedu diduga menjadi salatu satu determinan terhadap perekonomian Kalimantan Barat. Meski investasi Malaysia di Kalbar menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap perekonomian Kalbar, diduga disebabkan masih relatif kecilnya peranan investasi Malaysia di Kalbar dan Gate Entikong-Tebedu saat ini belum memberikan koniribusi bagi masuknya investasi asing Bari Malaysia yang diperkirakan lebih banyak melalui Jakarta.
Dalam konteks yang lebih luas pembukaan Gate Entikong-Tebedu merupakan perwujudan spirit perdagangan bebas dan global.isasi, kini menjadi wacana yang semakin nyaring diperdeugarkan pada berbagai forum seminar menjelang implementasi AFTA 2003, namun demikian tujuan akhirnya adalah satu yakni bagaimana meningkatkan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Tjandra Prijanti
"ABSTRAK
Tesis ini disusun berdasarkan pengamatan adanya kekhawatiran masyarakat internasional akan masa depan status internasional perekonomian Hongkong di bawah kedaulatan Cina, sehingga tesis ini diberi judul: "Masa Depan Status Internasional Perekonomian Hongkong Pasca 1997". Tesis ini menganalisa penerapan otonomi khusus dalam rangka menerapkan konsep "satu negara dua sistem", yang diberikan Cina kepada Hongkong.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hal itu, penulis menggunakan kerangka pemikiran internasionalisasi dari Jeffry Frieden dan Ronald Rogowski serta proses persiapan unifikasi antara 2emerintah Inggris dan Cina. Metode penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan dan tehnik pengumpulan datanya adalah melalui buku-buku, dokumen-dokumen, majalah dan koran serta data dari Internet.
Diperoleh gambaran bahwa perekonomian Hongkong layak berstatus internasional dan perlu dipertahankan, apalagi kondisi ini mendukung perekonomian Cina. Berarti penerapan kebijakan otonomi khusus kepada Hongkong, memberi pengaruh positif bagi masa depan status internasional perekonomian Hongkong.
Tesis ini dibagi menjadi 4 (empat) bab, bab pertama merupakan pendahuluan. Bab kedua menganalisa sejarah serta perkembangan perekonomian Hongkong dan Cina setahun sebelum dan sesudah unifikasi Hongkong. Bab tiga menganalisa internasionalisasi yang dialami Hongkong dan proses persiapan unifikasi Hongkong ke dalam kedaulatan Cina. Dan akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa dengan pertimbangan kepentingan ekonomi, Cina akan konsisten menerapkan kebijakan otonomi khusus dan status internasional perekonomian Hongkong pasca unifikasi dapat dipertahankan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukendar
"WTO adalah organisasi internasional yang berhubungan dengan aturan-aturan perdagangan antar negara dan bertujuan untuk meliberalisasi serta membuat perputaran perdagangan antar bangsa secara babas serta untuk mengatasi berbagai macam konflik dagang yang terjadi. Mengingat cepatnya pertumbuhan ekonomi Cina sejak tahun 1978, maka Cina merasa perlu melakukan integrasi ekonomi ke dalam WTO, hal ini bertujuan untuk meliberalisasi pasar domestik Cina. Integrasi ekonomi Cina ke dalam ekonomi global akan membuka lebih luas aloes pasar Cina kepada negara lain.
Tesis ini menjelaskan tentang integrasi ekonomi Cina ke dalam WTO dan dampaknya terhadap hubungan ekonomi Cina-AS. Pertanyaan yang muncul dalam tesis ini adalah bagaimana dampak keanggotaan Cina di WTO terhadap hubungan ekonomi Cina-AS. Dalam tesis ini juga dijelaskan hubungan ekonomi Cina-AS pasca keanggotaan Cina di WTO.
Penelitian ini menekankan penggunaan teori integrasi untuk menjawab pokok permasalahan. Integrasi yang dimaksud adalah integrasi ekonomi dengan model integrasi penuh (full integration model), yakni integrasi ekonomi yang menempatkan Cina berada pada tingkat dan kedalaman yang sama dengan negara ekonomi industri terbuka lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, dengan memaparkan data yang ada dan menganalisis data tersebut melalui pendekatan kualitatif. Berdasarkan data analisa yang ada, dapat disimpulkan bahwa keanggotaan Cina di WTO memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi domestik Cina dan hubungannya dengan negara lain terutama AS. Perubahan hubungan ekonomi Cina-AS pasca keanggotaan Cina di WTO terlihat dari adanya peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan yang cukup signifikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukamtono
"Pada saat Partai Buruh berkuasa di Canberra, mereka menghadapi dua persoalan yaitu : pertama, persoalan intern yaitu terpuruknya perekonomian nasional Ausatralia diakibatkan hutang luar negeri yang membengkak. Ke dua, persoalan ektern yaitu perubahan tatanan hubungan internasional yang drastis dikarenakan runtuhnya Uni Soviet, dan issue-issue internasional pun turut berubah.
Perubahan tersebut, malah dijadikan jalan keluar pemerintah Australia untuk menggairahkan kembali perekonomian nasionalnya dengan merespon usulan pemerintah Jepang tentang pembentukan suatu komunitas ekonomi di kawasan Asia Pacific yang kemudian dikenal dengan sebutan APEC. Kawasan Asia Pasifik, bagi pemerintah Australia merupakan pasar yang potensial bagi barang-barang komoditinya. Sehingga akan meningkatkan devisanya. Upaya yang dilakukan pemerintah Australia tersebut sebagai daya tarik penulis untuk mengkajinya secara lebih mendalam.
APEC adalah sebuah kerjasama regional yang sifatnya terbuka (Open Regionalism), multilateral dan informal. Sehingga negara-negara kawasan bisa saling berdialog membahas persoalan ekonomi kawasan dan dunia tanpa adanya hambatan ideologi, dan politik. Jelas hal ini sangat menguntungkan pemerintah Australia dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya yaitu perbaikan ekonomi domestiknya. Sehubungan hal itu, maka penulis menggunakan Teori National Interest dan Open Regionalism atau New Face of Regionalism. Dalam teori national interest, penulis mengambil pemikiran dari Fred.A. Sondermann yaitu setiap negara pada umumnya akan mengupayakan tercapainya target minimal dari kepentingan nasional yang berupa national survival.
Wacana tentang Open Regionalism sebagai alternatif pemecahan masalah kawasan muncul setelah usainya perang dingin (Post Cold War). Masyarakat internasional tidak lagi terkotak-kotak secara ideologi. Sehingga memungkinkan terjadinya kontak terbuka antar negara yang pada akhirnya mendorong munculnya suatu kerjasama regional.
Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa dalam rangka membangkitkan kembali perekonomian nasionalnya yang sedang terpuruk, pemerintah Australia sangat mengharapkan forum kerjasama ekonomi regional Asia Pasifik (APEC). Menurut pandangan pemerintah Australia, wadah kerjasama ekonomi tersebut sangat sesuai dengan perkembangan dunia saat ini yang interdependensi. Dalam hal ini, pemerintah Australia tidak lagi dibayang-bayangi ketakutan terhadap ancaman bahaya komunis lagi terutama dari Uni Soviet. Dan, ia dapat dengan bebas meningkatkan kerjasama ekonomi dengan negara yang secara ideologi berbeda, seperti RRC, Vietnam dan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Robby Nabi
"Laporan ini berisi analisis kritis singkat dan berbasis bukti terhadap kebijakan perdangan Singapura sehubungan dengan perjanjian perdagangan bebas. Setelah bertahun-tahun negosiasi, dua perjanjian perdagangan bebas baru mulai berlaku pada 2013: salah satunya adalah antara Singapura dan Kosta Rika, dan lainnya antara Singapura dan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) Di bawah ini, kebijakan perdagangan bebas Singapura dievaluasisecara kritis sehubungan dengan kedua perjanjian ini. Diskusi ini berusaha menyeimbangkan luasnya dengan kedalaman dan teoridengan praktik: diskusi ini mempertimbangkan dampak ekonomi yang diharapkan dari perjanjian di tingkat domestik dan global, mengkaji beberapa hambatan praktis yang perlu diatasi untuk mengimplementasikannya dengan sukses, dan mengontekstualisasikannya. Pertimbangan sehubungan dengan situasi geopolitik Singapura yang unik. Berdasarkan analisis ini, beberapa rekomendasi umum tetapi didasarkan pada teori disarankan.

This report offers a brief, evidence-based criticalanalysis of Singapores recent trade policy with respect to free trade agreements. After years of negotiations, two new free trade agreements both came into force in 20L3: one between Singapore and Costa Rica, and the other between Singapore and the Gulf Cooperation Council (GCC). Below, Singapores free trade policy is critically evaluated with respect to these two agreements. The discussion seeks to balance breadth with depth and theory with practice: it considers the expected economic impacts of the agreements at the domestic and global levels, reviews some of the practicalbarriersthat needed to be overcome in orderto implementthem successfully, and contextualizes these considerations with respect to Singapores unique geopolitical situation. Based on this analysis, several general but theoretically-grounded recommendations are suggested.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hasna Alifa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.

ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Yolam Riwinda
"Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang mendorong interkoneksi di abad 21. Perkembangan teknologi ini mendorong digitalisasi ekonomi, atau yang biasa disebut dengan ekonomi digital. Sejak pertama kali dibahas pada tahun 1990an, ekonomi digital terus berkembang secara praktis, maupun akademis melalui literatur-literatur yang membahasnya. Tulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana ekonomi digital dilihat dalam ilmu Hubungan Internasional? Dengan menggunakan perspektif ilmu HI, penulis mengkaji literatur-literatur yang membahas ekonomi digital. Penulis berpendapat bahwa ekonomi digital merupakan fenomena hubungan internasional yang  berpengaruh pada pergeseran peran aktor internasional, serta menciptakan dimensi baru dalam tata kelola global.Di era ekonomi digital, muncul aktor-aktor non negara yang memainkan peranan penting, hingga pada titik tertentu bersaing dengan negara dalam mengatur tata kelola. Ekonomi digital juga bersifat multidimensional, karena berdampak pada berbagai sektor. Pertama, memunculkan jenis pasar baru seperti e-commercedi sektor ekonomi. Kedua, mendorong e-government sebagai dampak di sektor politik. Ketiga, memunculkan isu keamanan cyber di sektor keamanan. Terakhir, di sektor pembangunan global, muncul dimensi baru, yakni pertimbangan aspek digital dalam pembangunan berkelanjutan.

.Globalization and the development of information and communication technology are two things which encourage interconnection in the 21stcenturyTechnological developments encourage economic digitalization, or what is commonly referred to as the digital economy. Since it’s first discussed during the 1990s, digital economy has been developing practically, as well as academically through the literatures. This paper aims to answer the following question: how is the digital economy seen in International Relations? Using IR perspective, this writing examines some of the literatures about digital economy. Digital economy is an international relations phenomenon which influences the shifting role of international actors, and creates a new dimension in global governance. In this era, the role of non-state actors emerge – to some extent – compete with the state in regulating governance. The digital economy is also multidimensional, as it affects various sectors. First, in the economy sector, it creates new types of markets, such as e-commerce. Second, in the politics, digital transformation enables e-government for the state. Third, in the security sector, it raises concern towards cybersecurity. Fourth, in the global development sector, a new dimension emerges, namely the consideration of digital aspects in sustainable development."
2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso
"Hubungan Australia - Indonesia berjalan sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Australia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Hubungan Indonesia - Australia pada masa pasca perang dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan-perubahan ini mendorong Australia berperan secara aktif di IGGI, APEC, ARF, IMF dan organisasi-organisasi multilateral lainnya.
Perkembangan hubungan Australia dari waktu ke waktu perlu dianalisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia dan Australia serta lingkungan dunia secara global. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perkembangan hubungan di bidang ekonomi antara Australia dan Indonesia berdasarkan tinjauan kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri, yang dijalankan kedua negara tersebut.
Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijakan publik dan hubungan ekonomi antar negara. Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis. Dalam hal ini subjek atau pokok penelitian adalah kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri yang dilakukan akibat hubungan antara Australia - Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Australia memiliki kepentingan yang cukup besar di bidang ekonomi di Indonesia. Hubungan Australia dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi dan tidak jauh pula dari masalah politik. Oleh karena itu, peranan Australia yang semakin aktif di dunia internasional dapat digunakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan mempertimbangkan hubungan antara Indonesia - Australia, dimana dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan peranannya di badan-badan organisasi multilateral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Widya Putri
"Agreement on Agriculture (AoA) merupakan perjanjian pertanian yang merupakan bagian dari perjanjian mengenai aspek khusus dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995. AoA bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. AoA menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan perdagangan di bidang pertanian termasuk pengaturan mengenai impor beras, terutama yang menyangkut akses pasar, bantuan domestik dan subsidi eskpor. Kesepakatan internasional yang disepakati Indonesia khususnya dalam bidang perdagangan beras tidak hanya diatur oleh AoA namun Indonesia juga memiliki kesepakatan impor beras yang berlaku secara regional yang diatur dalam AFTA. Sebagai anggota WTO, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidisubsidi yang mendistorsi perdagangan melalui Schedule of Commitment masingmasing negara yang sudah dituangkan ke dalam peraturan nasional Indonesia. Dalam menjalankan komitmen-komitmennya pada AoA khususnya dalam menjalankan komitmen untuk membuka akses pasar, Indonesia mengalami dampak baik maupun buruk bagi keadaan beras di Indonesia. Dari uraian diatas,penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh AoA terhadap pembukaan akses pasar khususnya pada sektor impor beras di Indonesia.

Agreement on Agriculture (AoA) is an agreement that explores the field of agriculture and it is a part of special aspect agreement from the World Trade Organization (WTO). It is immediately enforced, right after January 1st 1995 after the ratification of the WTO Agreement in Marrakesh. The purpose of the AoA is
to reform public policies regarding agricultural products in order to create a fair and market-oriented agricultural trade system. AoA sets out some implementing regulation of international trade in the field of agriculture that includes some regulations regarding rice import, especially concerning market access, domestic
support and export subsidies. Indonesia, up until now, has participated in many international agreements involving the trade of rice. Beside what is regulated under the AoA, Indonesia also has some commitments involving rice imports under the ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Based on the AoA and AFTA,
WTO Members, including Indonesia, has agreed to increase their market access and reducing subsidies that can distort the practice of international trade. Those commitments had been set out in the Schedule of Commitment of each country,
including Indonesia. In applying its commitments regarding rice import under AoA, especially to open its market access, Indonesia has both negative and positive impacts on the availability of rice in Indonesia. Therefore, this research is
pursued to find out the implications of the AoA with regards to the opening of Indonesia’s market access, especially in the sector of rice import in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>