Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176769 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Hariutomo
"Organisasi Polri merupakan bagian dan organisasi pemerintahan yang memiliki tugas sebagai pelindung, pengayom, pelayan, dan penegak hukum untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tugas kepolisian, organisasi Poiri dibentuk dari satuan yang lebih besar (Markas Besar) sampai Polsek sebagai satuan terdepan.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, peran Polres lebih dikedepankan sebagai Komando Operasional Dasar yang lebih dekat dengan masyarakat Polres diorganisasikan dalam satuan-satuan yang lebih kecil, sesual dengan peran tugas masing-masing terrnasuk di dalamnya Satreskrim dan Satintelkam. Meskipun peran dari masing-masing fungsi berbeda, mereka harus tetap bekerja sama untuk mewujudkan tujuan organisasi Polri secara menyeluruh.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memahami perlunya hubungan kerja/koordinasi antar satuan dalam organisasi kepolisian. Masalah yang dibahas berhubungan dengan pengungkapan tindak pidana yang difokuskan terhadap hubungan kerjal koordinasi antara Satreskrim dengan Satintelkam di Polres Jepara. Untuk memudahkan pemahaman atas permasalahan penulis menggunakan tiga macam kepustakaan yaitu kepustakaan penulisan, kepustakaan konseptual, dan kerangka konsepsional.
Dalam penulisan tesis ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tidak menutup kemungkinan menggunakan data kuantitatif sebagai alat pendukung. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan melalui pemeriksaan dokumen dan penelitian lapangan dengan cara pengamatan dan wawancara tidak terstruktur.
Dari penelitian lapangan terlihat bahwa hubungan kerja/koordinasi antara Satreskrim dan Satintelkam dalam mengungkap tindak pidana pada Polres Jepara belum berjalan. Petunjuk Lapangan (Juklap) Kapoiri nomor 189 tahun 1993 yang seharusnya menjadi landasan untuk melaksanakan hubungan kerja tidak dilaksanakan, bahkan masih ada anggota yang tidak mengetahui aturan tersebut Pelaksanaan hubungan kerja dilakukan atas perintah/kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Kesatuan. Antara kedua satuan terlihat adanya konflik terselubung yang tidak diungkapkan secara langsung. Tiap-tiap satuan menganggap bahwa mereka memiliki kewenangan yang sama sebagai anggota polisi untuk melakukan penyidikan maupun penyelidikan, walaupun sebenarnya dibedakan. Hasil temuan menunjukkan salah satu penyebab tidak berjalannya kerja sama disebabkan kurangnya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas, sehingga tiap satuan memanfaatkan kewenangan yang ada, untuk memenuhi kebutuhan satuan maupun kebutuhan pribadi. Hal ini, tanpa disadari, merupakan wujud dari penyalahgunaan wewenang yang secara langsung akan mempengaruhi respon masyarakat terhadap pelayanan Polri."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Andika Putra
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang analisis penerapan diversi dalam tahap penyidikan tindak pidana kekerasan fisik yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim pada Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan (Polres Metro Jaksel) terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) pada tahap penyidikan yang belum memberikan hasil maksimal dalam melindungi anak secara hukum. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara informan primer, observasi dan telaahan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, pelaksanaan diversi di Satreskrim Polres Metro Jaksel belum sejalan dengan semangat diversi sebagaimana diatur dalam UU SPPA. Kedua, terdapat beberapa faktor yang mendorong terwujudnya pelaksanaan diversi di Satreskrim Polres Metro Jaksel yaitu: (1) adanya keinginan dari pelaku maupun korban untuk menyelesaikan perselisihan melalui musyawarah mufakat; (2) adanya kesediaan dari korban maupun keluarganya untuk bertemu dan bermusyawarah dengan pelaku dan atau keluarganya; dan (3) adanya kesepakatan yang dicapai antara pelaku dan korban dalam penyelesaian perselisihan melalui musyawarah. Ketiga, pada masa mendatang, penyidik Satreskrim Polres Metro Jaksel dapat menerapkan model diversi musyawarah masyarakat yang melibatkan polisi, pelaku dan/atau orangtua/ walinya, korban dan/atau orangtua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan masyarakat (tokoh masyarakat atau dari pihak sekolah) sebagaimana diamanatkan oleh UU SPPA. Model musyawarah mufakat memberikan kesempatan bagi seluruh pihak untuk memberikan pandangan mengenai pentingnya penyelesaian perselisihan melalui pendekatan keadilan restoratif bagi pelaku dan korban beserta keluarga maupun masyarakat agar hubungan kedua belah pihak dapat dipulihkan kembali seperti sedia kala.

The thesis is a result of research on the analysis of the implementation of diversion in the investigation stage of a criminal act of physical violence carried out by investigators of the South Jakarta Metro Police (Polres Metro Jaksel) especially Satreskrim Branch against a child in conflict with the law (AKH) at the investigation stage which has not provided maximum results in protecting child legally. This research was conducted by descriptive-qualitative method sourced from primary and secondary data with data collection methods carried out by primary informant interviews, observation and document review. The results of the study show, first, that the implementation of diversion at the Satreskrim South Jakarta Metro Police is not in line with the spirit of diversion as regulated in the SPPA Law. Second, there are several factors that encourage the realization of the implementation of diversion at the Satreskrim South Jakarta Metro Police, namely: (1) the desire of the perpetrators and victims to resolve disputes through deliberation and consensus; (2) the willingness of the victim and his family to meet and discuss with the perpetrator and or his family; and (3) an agreement was reached between the perpetrator and the victim in the settlement of disputes through deliberation. Third, in the future, Satreskrim of South Jakarta Metro Police investigators can apply a community consultation diversion model involving the police, perpetrators and/or their parents/guardians, victims and/or their parents/guardians, community advisors and the community (community leaders or from the school) as mandated by the SPPA Act. The consensus deliberation model provides an opportunity for all parties to provide their views on the importance of resolving disputes through a restorative justice approach for perpetrators and victims and their families and communities so that the relationship between the two parties can be restored to stage previously. "
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Evi Latifah
"Skipsi ini mengetengahkan permasalah penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang telah menjadi masalah nasional di Indonesia, karena perbuatan dampak negatifnya terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Di satu sisi terdapat tuntutan agar setiap tersangka atau terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ditahan untuk selanjutnya dituntut dan dihukum seberat-beratnya, sementara pada sisi lain terdapat kemungkinan bagi tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan pembantaran penahanan, sebagaimana di Polres Metro Jakarta Selatan. Pelaksanaan proses pembantaran di Sat Serse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan selama ini hanya mengacu kepada Kebijakan Kapolda yang dituangkan dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya No. Pol: STR/168/VIII/2002 pada tanggal 30 Agustus 2002. KUHAP sendiri tidak memberikan aturan mengenai perihal pembantaran ini.
Proses pembantaran penahanan yang didasarkan kepada kebijaksaan pimpinan Polisi tersebut, dalam prakteknya menimbulkan pula negosiasi tertentu antara penyidik dengan tersangka dan atau keluarga tersangka yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat menciptakan satu budaya buruk bagi personil kepolisian di Polres Metro Jakarta Selatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Ampulembang
"RINGKASAN
Program Studi Kajian llmu Kepolisian
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Tesis, 1 Agustus 2001
Nama Judul Tesis
Jumlah halaman
Amran Ampulembang
PERILAKU UNIT KERJA RESERSE DALAM
PROSES PENYELESAIAN KASUS TINDAK
PIDANA Dl POLRES DEPOK
x + 186 halaman + 26 halaman lampiran
RINGKASAN
Perilaku anggota reserse masih sering menjadi sorotan. Sebagai salah satu unsur pelaksana penegakan hukum, perilaku anggota reserse dianggap masih belum memenuhi harapan masyarakat. Tulisan ini berupaya mencermati perilaku anggota unit reserse di Polres Depok. Permasalahan yang dikemukakan adalah perilaku unit kerja reserse dalam proses penyelesaian tindak pidana di Polres Depok, dengan fokus perilaku anggota unit reserse. Permasalahan ini muncul, karena telah ada persyaratan perilaku yang seharusnya menjadi acuan anggota reserse, dalam melaksanakan tugasnya, namun kenyataannya masih terdapat perilaku angggota reserse yang tidak seharusnya dilakukan sebagai seorang penegak hukum.
Tujuan penulisaan ini adalah untuk mendeskripsikan gejala-gejala sosial yang ada dalam unit reserse sehubungan proses penyelesaian perkara. Apa saja kegiatan yang dilakukan dan mengapa suatu perilaku tertentu bisa terjadi. Melalui pemahaman perilaku ini, diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan, dalam membentuk perilaku yang positip dari anggota reserse.
Teori dan konsep yang digunakan adalah perilaku organisasi. Perilaku seseorang tidak terlepas dari karakteristik individu yang dimiliki, yang kemudian terbawa dalam organisasi. Organisasi juga membatasi perilaku anggotanya melalui berbagai peraturan. Adapun metode pendekatan dalam menganalisa permasalahan adalah metode kualitatif, dengan tehnik pengumpulan data : pengamatan, wawancara terstruktur dan pengamatan terlibat.
Hasil penelitian adalah bahwa perilaku anggota reserse didasarkan pada adanya pengalaman, kemampuan, pengharapan yang dimilki oleh anggota reserse, sikap dan kepuasan kerja, beban dan situasi kerja yang dirasakan oleh anggota reserse, kebijakan pimpinan, dan kepemimpinan Ka Unit. Perilaku anggota reserse juga didasarkan pada faktor internal organisasi yang membatasi perilaku, seperti adanya pembagian tugas, kebijakan pimpinan, bentuk kegiatan yang harus dilakukan sehubungan proses penyelesaian perkara.
Dalam menjalankan tugasnya, menyelesaikan perkara, masing-masing anggota reserse menampilkan variasi perilaku yang berbeda. Latar belakang pengalaman yang berbeda menghasilkan perilaku yang berbeda. Masing-masing anggota reserse menampilkan perilaku yang berbeda dalarn menyikapi perkara yang dihadapi. Mereka merespon kondisi yang ada sesuai dengan persepsinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya perilaku anggota reserse tidak terlepas dari lingkungan atau iklim organises! yang ada, misalnya situasi kerja yang penuh keakraban. Masih terdapat perilaku anggota reserse yang tidak sesuai dengan harapan, misalnya bertindak sewenang-wenang kepada tersangka, membebani pelapor dalam proses penyefesaian perkara, dan berbagai perilaku lainnya yang tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai seorang polisi yang bertugas menyelesaikan perkara.
Daftar Kepustakaan
: 28 buku + 3 dokumen
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahak, Herry Rudolf
"Penyimpangan pekerjaan polisi adalah perilaku menyimpang:, kriminal dan nonkriminal, yang dilakukan selama serangkaian kegiatan tugas normal dilakukan dengan memanfaatkan wewenang petugas polisi. Penyimpangan pekerjaan polisi bisa muncul dalam dua bentuk yaitu korupsi polisi dan penyelewengan polisi. Keduanya secara spesifik dilakukan dalam peran petugas sebagai pegawai dibanding dengan sekadar praktek kegiatan polisi saja.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan polisi dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Penelitian juga ingin memberikan jawaban mengapa para penyidik melakukan penyimpanganpenyimpangan dalam proses penyidikan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif.
Peneliti ingin menggambarkan praktek penyidikan dan pola-pola penyimpangan yang terjadi pada proses penyidikan tindak manfaat pada penyempurnaan proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan memberi masukan pada institusi kepolisian di Indonesia dalam memaksimalkan tugas memberantas penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat pola penyimpangan dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika ini sangat spesifik dan selalu berulang pada penyidikan-penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika.
Dari empat pola penyimpangan yang ditemukan, tiga diantaranya berindikasi korupsi polisi. Penyimpangan yang berindikasi korupsi polisi ini bisa dilakukan atas inisiatif sendiri tetapi juga bisa dilakukan karena adanya perintah atasan. Sedangkan satu jenis penyimpangan lainnya termasuk penyimpangan yang dilakukan karena tuntutan pekerjaan.
Penyimpangan terjadi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adanya kesempatan untuk melakukan penyimpangan, tawaran yang menggiurkan, tuntutan pekerjaan, atau karena adanya perintah atasan. Guna meminimalkan penyimpangan yang dilakukan petugas polisi dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika dan psikotropika perlu dilakukan peningkatan pengetahuan penyidik, peningkatan disiplin organisasi, pengawasan para pimpinan, dan sanksi tegas dari setiap petugas penyidik yang melakukan penyimpangan.
Kepustakaan: 40 buku"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rachmawati
"Masalah illegal logging adalah masalah yang yang harus dicermati dan diberi perhatian khusus. Selain dampaknya yang luar biasa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang, juga keterlibatan pelaku yang sangat banyak. Dampak kerusakan hutan yang terjadi akan menimbulkan kurang tertahannya resapan air tanah oleh pohon-pohon di kawasan hutan sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dampak lain juga terhadap habitat hutan yang apabila tidak sesuai dengan penggunaannya dapat penghilangkan spesies yang dilindungi. Jika ditinjau dari keterlibatan pelaku, maka yang berkontribusi dalam tindak pidana illegal logging sangatlah banyak, dari penduduk lokal yang menyediakan jasa pemotongan dan pembukaan lahan, penyedia jasa angkutan berupa truk dan kapal sampai indikasi keterlibatan aparat dalam mengeluarkan ijin. Hal itu membuat sulitnya memberantas tindak pidana illegal logging sampai keakar-akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana hubungan antara penyidik Polri dan penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam tindak pidana illegal logging menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan fungsi penyidik yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging. Adanya 2 (dua) aparat yang memiliki kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan membuat adanya kerancuan dalam hal tugas dan kewajiban siapakah untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging. Kewenangan khusus yang telah diberikan undang-undang Kehutanan kepada penyidik PPNS ternyata tidak menjadikan penyidik PPNS berperan lebih daripada penyidik Polri. Dalam penanganan proses penyidikan illegal logging, penyidik Polri tetap mendapat porsi besar untuk melakukan penyidikan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abysena Jala Wiratama Putra
"Penelitian ini membahas tentang pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta Dampaknya pada kinerja Penyidik Unit Jatanras Sat Reskrim Polres Metro Bekasi. Kinerja Penyidik Unit Jatanras dikatakan berhasil apabila jumlah tindak pidana yang terjadi dari tahun ke tahun harus cenderung menurun dan penyelesaian perkara cenderung naik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dan sampel sebanyak 30 Penyidik Unit Jatanras Sat Reskrim. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan skala likert. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh kepemimpinan (P=0,000) dan motivasi kerja (P=0,000) terhadap kinerja Penyidik Unit Jatanras Sat Reskrim. Kepemimpinan dan motivasi kerja mampu menjelaskan variabel kinerja sebesar 65.6%. Kinerja Penyidik Unit Jatanras dipengaruhi langsung oleh kepemimpinan (42.5%) dan motivasi kerja (23.1%). Dimensi penghargaan merupakan dimensi paling rendah pada variabel motivasi, sebaiknya perlu ditingkatkan kepedulian pimpinan agar setiap anggota atau penyidik Jatanras diberikan penghargaan bagi mereka yang menunjukan prstasi terbaiknya.

This study discusses The Influence of Leadership on Work Motivation and its Impact on Performance of Jatanras Unit Investigators Satreskrim Polres Metro Bekasi. The performance of the Jatanras Unit Investigator is said to be successful if the number of criminal acts that occur from year to year must tend to decrease and settlement of cases tends to increase. The research method used in this study is descriptive with a quantitative approach. The population and samples are 30 Jatanras Sat Unit Investigators. The research instrument used a questionnaire with a Likert scale. The results showed that there was an influence of leadership (P = 0,000) and work motivation (P = 0,000) on the performance of the Jatanras Sat Reskrim Unit Investigator. Leadership and work motivation are able to explain the performance variable of 65.6%. Jatanras Unit Investigator Performance is directly influenced by leadership (42.5%) and work motivation (23.1%). The dimension of appreciation is the lowest dimension of the motivation variable, it should be necessary to increase the concern of the leadership so that each member or investigator of Jatanras is given an award for those who show their best performance.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1985
S21593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avrilendy Akmam Ajie Sulistyo
"Polisi oleh undang-undang diberikan kewenangan untuk menggunakan senjata api, hal ini yang membedakannya dengan masyarakat sipil pada umumnya. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan senjata api merupakan pilihan upaya terakhir dalam tindakan kepolisian setelah bentuk kekuatan lainnya yang lebih lunak. Di Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara pernah terjadi beberapa pelanggaran yang berkaitan dengan senjata api. Selain itu juga terdapat beberapa penanganan pelaku tindak kejahatan yang berakhir dengan tembakan dari senjata petugas yang berindikasi pelanggaran. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengungkap penyebab terjadinya penyalahgunaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Wawancara mendalam dilakukan kepada personel yang terlibat maupun mengetahui penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian selama ini. Beberapa dokumen berkaitan ditelaah untuk menemukan fakta yang sebenarnya. Observasi yang dilakukan penulis selama berdinas sebagai anggota Polri menjadi dasar tambahan dalam memulai penelitian ini. Dari tiga faktor (individu, situasional, lingkungan) yang mempengaruhi penggunaan senjata api, penelitian ini menemukan dua hal baru yang menyebabkan petugas untuk menembakkan senjata apinya, yaitu karakteristik tersangka yang berasal dari etnis tertentu dan penembakan tersangka yang dilakukan di kawasan perumahan mewah. Bentuk laporan pasca penggunaan kekuatan yang komprehensif menjadi salah satu rekomendasi untuk dapat mengawasi dan mengevaluasi penggunaan senjata api dengan baik ke depannya.

Police are given the authority by law to use firearms, which distinguishes them from the civilian. It should be noted that the use of firearms is the last option on the use of force beside other softer forms. Considering that there have been several cases of violation and handling crimes that ended with the use of firearms against some suspects at Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara, a study was conducted to reveal the causes of the abuse. In-depth interviews were conducted with officers who involved and were aware of the use of firearms in the police actions so far. Some related documents are examined to find out the real facts. Of three factors (incividual, situational, and environmental) that affect the use of firearms, this study found two novelty that caused officers to fire their gun, the characteristics of suspects who came from certain ethnic groups and the shooting of suspects carried out in elite residential areas. A comprehensive post-use of force report model is a recommendation to be able to monitoer and evaluate the use of firearms in the future."
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T55483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>