Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Dewiki
"Kebijakan untuk meningkatkan pendidikan dan wawasan berfikir tenaga Gerakan Keluarga Berencana Nasional (GKBN) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) yang masih berpendidikan SLTA merupakan tindakan yang positif bagi pengembangan sumber daya manusia.
Upaya untuk meningkatkan pendidikan tenaga penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) dan pengawas (PLKB) sejalan dengan kebijakan Mental Aparatur Negara RI. (Menpan RI)) untuk meningkatkan jabatan mereka menjadi jabatan fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi (pelaksanaan) kebijakan kerjasama di bidang pendidikan jarak jauh antara BKKBN dengan UT.
Metoda penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam di bidang pendidikan jarak jauh (PJJ), telaahan dokumen sebagai data sekunder dan diskusi kelompok terarah (DKT) dengan peserta didik program kerja sama (PLKB dan PPLKB).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kamponen masukan yang berkaitan dengan kebijakan kerjasama yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Universitas Terbuka untuk meningkatkan pendidikan PLKB dan PPLKB yang bertempat tinggal dan bekerja di seluruh pelosok Indonesia dapat dilakukan dengan baik. Kedudukan tim pembina yang terdiri dari unsur satuan tugas BKKBN propinsi/kabupaten/kota dan unit pelaksana belajar jarak jauh (UPBJJ) dapat digunakan dengan baik oleh peserta didik, namun uraian tugas dan fungsi belum terinci akibat belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas yang semestinya dibuat oleh UT. Komponen proses yang berkaitan dengan koordinasi antara tim pengelola (BKKBN pusat dan UT pusat) dengan tim pembina BKKBN propinsifkabupatenfkota (satgas dan UPBJJ) cukup dilaksanakan per semester, namun hail koordinasi belum diinformasikan/dikomunikasikan ke seluruh sektor terkait. Selain itu perlu memberikan pemahaman lebih dalam dan rinci serta berulang (untuk mengingatkan kembali) tentang sistem belajar jarak jauh (SBJJ) kepada tim pembina di daerah. Perekrutan peserta didik selain berdasarkan prestasi kerja, tetapi juga atas dasar keinginan yang besar untuk meningkatkan diri dalam pendidikan. Saran dalam melakukan kerjasama dengan instansi lain atau mitra kerja lainnya, diperlukan naskah kerjasama, naskah perjanjian/kontrak kerjasama juga ada petunjuk pelaksanaan dan teknis yang rinci dan jelas dan terdokumentasi dengan baik agar mudah menemukannya bila diperlukan. Informasi yang akan disampaikan kepada peserta didik diberikan pada waktu yang khusus yang tidak disatukan dengan pertemuan-pertemuan lain yang membahas masalah lain sehingga tidak ada persaingan dengan informasi lain (informasi tentang pekerjaan rutin).

The Analysis of the Implementation of Policy on Providing Higher Learning at a Distance Cooperation in for Family Planning Advisors and their Supervisors in Jakarta and Bogor in the Year 2000The policy to improve the education and broaden the mind of the family planning advisors and supervisors who still have high school diploma seems to be necessary for human resources development.
The effort to improve their education as well as their supervisor's coincides with the policy of the State Minister for Control of Machinery of the state which is to promote them to have functional position. The main purpose of this research is to know the extent to which the policy implemented between the Coordinating Body of the Family Planning (BKKBN) and Indonesian Open Learning University (Universitas Terbuka/UT)
The method used is qualitative approach. The data collection technique is in depth interview in the field of distant education, books or documents review as secondary data, and focus group discussion will be participants of the cooperation programs. The research result shows that the variable input which has something to do with the policy done by BKKBN and Universitas Terbuka can be done well.
The participants can take advantage the task force of the coordinating body in provinces, districts and cities and of UT's regional centers (UPBJJ). However their job descriptions are not clear yet because there is no standard operating procedure which UT is supposed to give the component process connected with the coordination between central BKKBN and UT or as the working team and the development team, BKKBN in provinces/districts/cities (the task forces and UPBJJ) is enough to be once per semester. However, the coordination result has not been informed or communicated to whole relevant sectors. Besides it is necessary to give a deeper more detail and repeated understanding of distant learning system to the development team in regions. The recruitments of the participants are not only based on their working performance, but also on big intention to improve their education. I suggest that in doing cooperation with other parties or working partner, it is necessary to have MOU and SOP that are clear, detail and well documented so that they are easily found when needed. Information for the participants should be given on a separate occasion, not at same time as other meeting that discus other matters so that there will be misinformation (especially on routines).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asdawati
"Latar Belakang: Program KKBPK BKKBN mengalami penurunan pencapaian target kinerja pasca desentralisasi tahun 2004 yang mana PKB/PLKB saat itu sebagai ujung tombak program di lini lapangan juga termasuk SDM yang diserahakan ke Pemerintah Daerah sebagai pengelola dan pendayaguna khususnya di OPD KB namun dengan adanya UUD No. 23 Tahun 2014 maka PKB/PLKB kemudian dialihkelolakan kembali ke BKKBN dengan pendayagunaannya tetap pada OPD KB di daerah dengan harapan agar dapat menyukseskan kembali Program KKBPK.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKB/PLKB pasca alih kelola menjadi PNS BKKBN tahun 2020 di DP3AP2KB Kab. Bogor berdasarkan MBCfPE.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasi dengan disain cross sectional yang dilakukan di Dinas P3AP2KB Kab. Bogor tahun 2020 pada bulan Mei – Juli 2020. Populasi penelitian ini yaitu PKB/PLKB di Kab. Bogor dengan jumlah sampel 74 orang, diambil dengan metode cluster sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen penelitian ini yaitu kuesioner dalam bentuk google form sebanyak 81 pertanyaan kemudian dianalisis menggunakan statistic software dengan uji chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis kemudian ditampilkan dalam bentuk angka dan diinterpretasikan dalam bentuk kalimat.
Hasil: 1) PKB/PLKB pasca alih kelola menjadi ASN BKKBN di Dinas P3AP2KB Kab. Bogor tahun 2020 memiliki persepsi yang tinggi terhadap kepemimpinan (58,1%), perencanaan strategis (52,7%), fokus pelanggan sebesar (54,1%), pengukuran, analisa dan manajemen pengetahuan sebesar (60,8%), fokus staf (55,4%), manajemen proses (51,4%) dan kinerja (66,2%). 2) Ada hubungan antara perencanaan strategis dengan kinerja (p = 0,021), fokus pelanggan dengan kinerja (p = 0,048), pengukuran, analisa dan manajemen pengetahuan dengan kinerja (p = 0,018), fokus staf dengan kinerja (p = 0,000) dan manajemen proses dengan kinerja (p = 0,009) namun tidak ada hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja (p = 0,132) dan 3) Ada pengaruh fokus staf terhadap kinerja (p = 0,001) dan manajemen proses terhadap kinerja (p = 0,038), sebaliknya tidak ada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja (p value = 0,871) perencanaan strategis terhadap kinerja (p = 0,093), fokus pelanggan terhadap kinerja (p = 0,679) dan pengukuran, analisa dan manajemen pengetahuan terhadap kinerja (p = 0,442) dan 4) Fokus staf sebagai faktor dominan mempengaruhi kinerja PKB/PLKB.
Kesimpulan: Faktor yang mempengaruhi kinerja PKB/PLKB adalah fokus staf dan manajemen proses dan yang paling dominan berpengaruh adalah fokus staf. Saran: Memaksimalkan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja PKB/PLKB melalui pemenuhan dan pemerataan SDM, pendidikan dan pelatihan, penambahan dana dan kelengkapan fasilitas, keterlibatan dan keharmonisan hubungan staf serta sasaran kerja juga monitoring dan evaluasi rutin.

Background: Population, Family Planning and Family Development Program of National Family Planning Coordination Board showed decrease performance since decentralization in 2004 which family planning counselor/family planning filed officer at that time as the frontline of program also included that over to The Regional Government for Regional Device Organizationas as organizer and user. Then, with UU number 23 Year 2014, family planning counselor/family planning filed officer reorganized by National Family Planning Coordination Board and the Regional Organizationas of Family Planning as user hopefully the family pamily program will success as before.
Objective: Knowing the factors are affect to the performance of the utilization of family planning counselor/family planning filed officer since reorganize become of National Family Planning Coordination Board employees in 2020 at DP3AP2KB Bogor with MBCfPE.
Method: This research was a quantitative correlation study with cross sectional design conducted at DP3AP2KB Bogor in 2020, May - July 2020. The population was family planning counselor/family planning filed officer at Bogor with 74 respondens that taken by cluster sampling method with inclusion and exclusion criteria. Instrument of this study was a questionnaire with google form for 81 questions then analyzed using statistical software with chi-square test and multiple logistic regression. Results of the analysis displayed in numerics and interpreted in sentences.
Results: Family planning counselors at Bogor in 2020 has a high perception of leadership (58.1%), strategic planning (52.7%), customer focus (54.1%), measurement, analysis and knowledge management (60.8%), staff focus (55.4%), management process (51.4%) and performance (66.2%), 2) There were a correlation between strategic planning and performance (p = 0.021), customer focus with performance (p = 0.048), measurement, analysis and knowledge management with performance (p = 0.018), staff focus with performance (p = 0.000) and management process with performance (p = 0.009) but no relationship between leadership and performance (p = 0.132) and 3) There were an effect of staff focus on performance (p = 0.001) and process management on performance (p = 0.038), while there were not effect leadership on performance (p value = 0.871) strategic planning on performance (p = 0.093), customer focus on performance (p = 0.679) and measurement, analysis and knowledge management on performance ( p = 0.442) and 4) Staff focus as the dominant factor influencing family planing counselors performance. Conclusions: Factors affecting of performance of family planning counselors are staff focus and process management and the most dominant is staff focus.
Recommendation: Maximize efforts to improve the performance of family planning counselors through recruitment and distribution of human resources, education and training, additional funds and facilities, involvement and harmony of staff and targets relations also regular monitoring and evaluation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Sigit Raharjo
"Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan salah satu instansi di Indonesia yang mempunyai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan fungsional penyuluh. Sejak Undang Undang No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah diterbitkan, maka Pengelolaan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) menjadi wewenang Pemerintah Pusat dan BKKBN diamanatkan sebagai instansi pembina dan pengelola PKB. Sebagai Instansi yang telah melakukan reformasi birokrasi, BKKBN telah menerapkan standar kinerja yang bisa diukur dan menerima tunjangan kinerja bagi pegawainya. Setelah PKB dan PLKB bergabung otomatis mereka juga mendapatkan hak yang sama menerima tunangan kinerja. Oleh karena itu diperlukan suatu alat untuk bisa memantau dan mengukur kinerja PKB dan PLKB yang bertugas di lini lapangan. BKKBN mengembangan suatu aplikasi berbasis smartphone online bernama E-Visum.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan penerapan sebuah perubahan sistem terbaru untuk mengukur kinerja Penyuluh Keluarga Berencana. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa data primer yang berasal dari hasil wawancara mendalam terhadap informan penelitian dan data sekunder berupa arsip dan dokumentasi. Teknik pemilihan informan menggunakan purpossive sampling.
Hasil penelitian menemukan pelaksanaan dan penerapan aplikasi E-Visum telah perjalan dengan baik namun belum optimal. Dalam prakteknya aplikasi E-Visum masih dapat dimanipulasi, sistem pengawasan yang diharapkan dapat memantau kinerja dengan baik belum bisa dilaksanakan secara maksimal karena terkendala staf di BKKBN tingkat pusat dan provinsi yang terbatas serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Bidang Pengendalian Penduduk (Dalduk) dan Keluarga Berencana (KB) ditingkat Kabupaten/Kota yang masih di bawah Pemerintah Daerah. Kondisi PKB yang rata-rata sudah berusia senja juga menyebabkan kesulitan dalam pengoperasian smartphone.

The National Population and Family Planning Agency (BKKBN) is one of the agencies in Indonesia that has a State Civil Apparatus (ASN) with a functional position of extension. Since Law No. 23 of 2014 concerning Regional Government was published, the Management of Family Planning Extension (PKB) and Family Planning Field Officers (PLKB) was the authority of the Central Government and BKKBN mandated as an agency for the management and management of PKB. As an Agency that has carried out bureaucratic reform, BKKBN has implemented performance standards that can be measured and receive performance benefits for its employees. After the PKB and PLKB join automatically they also get the same right to receive the performance fiance. Therefore a tool is needed to be able to monitor and measure the performance of PKB and PLKB in charge in the field. BKKBN developed an online smartphone-based application called E-Visum.
This study aims to determine the extent of the implementation and implementation of a recent system change to measure the performance of family planning instructors. The type of research used in this study is a type of analytical descriptive research through a qualitative approach. Data sources used in the form of primary data derived from the results of in-depth interviews with research informants and secondary data in the form of archives and documentation. The informant selection technique uses purposive sampling.
The results of the study found that the implementation and application of the E-Visum application had gone well but was not optimal. In practice, the E-Visum application can still be manipulated, the monitoring system which is expected to monitor performance well has not been able to be implemented maximally because of constraints on limited staff at the central and provincial BKKBN as well as Regional Organizations (OPD) and Families Planning (KB) at the Regency / City level which is still under the Regional Government. PKB conditions which on average are already old at night also cause difficulties in the operation of smartphones.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T53802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windi Sari Astuti
"Penyelenggaraan pelayanan KB bergerak telah dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya memberikan akses pelayanan KB bagi masyarakat yang membutuhkan khususnya pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Laporan capaian kinerja Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 menunjukan capaian keberhasilan dari target pada tahun 2019 sebesar 31,31% berhasil mencapai realisasi hingga 35,61% dengan salah satu alasan keberhasilan karena mudahnya akses mendapatkan pelayanan KB. Implementasi kebijakan pelayanan KB bergerak perlu dilakukan analisis untuk mengetahui keberhasilan dalam pelaksanaannya. Menurut George C. Edwards III (1980) terdapat empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi serta disposisi/sikap.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menemukan komunikasi kebijakan cukup efektif dilakukan melalui jalur koordinasi provinsi dengan kabupaten/kota administratif karena didukung oleh status otonomi tunggal pada tingkat provinsi. Pada unsur struktur birokrasi telah tersedia Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pembagian kewenangan yang jelas. Pada unsur sikap adanya komitmen terhadap target kinerja pada pencapaian peserta KB MKJP serta adanya pemberian insentif bagi pelaksana. Pada unsur sumber daya terdapat faktor yang dapat menjadi penghambat yaitu sumber daya tenaga petugas lapangan KB yang jumlahnya mulai berkurang dengan beban kerja yang bertambah.

The implementation of mobile family planning services has been implemented in DKI Jakarta Province as an effort to provide access to family planning services for people who need it, especially Long Acting Methods (LAM) services. The report on the performance achievements of the DKI Jakarta Province empowerment, child protection and population control agency in 2019 shows the achievement of the success of the 2019 target of 31,31%, which has succeeded in achieving up to 35,61% with one of the reasons for success because of the easy access to family planning services. The implementation of the mobile family planning service policy needs to be analyzed to determine the success in its implementation. According to George C. Edwards III (1980), there are four factors that influence the successful implementation of public policies, namely communication, resources, bureaucratic structures and dispositions. The approach used in this research is a qualitative approach with descriptive research type. The results of the study found that policy communication was quite effective through provincial coordination with administrative districts/cities because it was supported by a single autonomy status at the provincial level. The elements of the bureaucratic structure have available Standard Operating Procedures (SOP) and a clear division of authority. In the attitude element, there is a commitment to performance targets on the achievement of Long Acting Methods (LAM) participants as well as the provision of incentives for the implementers. In the resource element, there are factors that can be an obstacle, namely the number of family planning field officers who are starting to decrease with an increased workload."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Zaleha Mutisari
"Program keluarga berencana merupakan salah satu program yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, terutama pada kesehatan ibu, bayi, dan anak. BKKB Provinsi DKI Jakarta merupakan instansi non struktural Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai fungsi sebagai penyelenggara urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di DKI Jakarta. Untuk meningkatkan kualitas program keluarga berencana maka perlu diupayakan peningkatan kualitas manajemen program Penelitian ini menggambarkan manajemen program keluarga berencana di Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007 dengan menggunakan pendekatan sistem. Jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui gambaran Program Keluarga Berencana di Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB) Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan pertimbangan bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat memberi gambaran yang sebenarnya tentang Program Keluarga Berencana di Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB) Provinsi DKI Jakarta tahun 2007. Dari hasil penelitian, maka diketahui bahwa pegawai yang terdapat di BKKB Prov. DKI Jakarta merupakan Pegawai Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Sistem perekrutan, kenaikan pangkat, pensiun, dan keuangan sudah sepenuhnya dikelola oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta. Anggaran yang diperoleh untuk membiayai program keluarga berencana di BKKB Provinsi DKI Jakarta berasal dari Pemda DKI Jakarta dan BKKBN Pusat. Adapun perlengkapan didapat melalui proses pengadaan yang dilakukan sendiri oleh BKKB Provinsi DKI Jakarta serta distribusi dari BKKBN pusat.
BKKB Provinsi DKI Jakarta membuat perencanaan serta melakukan proses pengendalian dan evaluasi program keluarga berencana secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan sampai ke tingkat provinsi. Sedangkan dalam pelaksanaannya, BKKB Provinsi DKI Jakarta mengkoordinasikan kepada sektor-sektor lain untuk mendukung program keluarga berencana di DKI Jakarta. Pencapaian program keluarga berencana dilihat pada dua komponen utama, yaitu pencapaian peserta KB baru dan peserta KB aktif yang terbagi lagi menjadi peserta KB aktif MKJP dan Non MKJP. Pencapaian peserta KB baru pada tahun 2007 mencapai 109, 77% dari target PPM yang ditetapkan sedangkan pencapaian peserta KB aktif hanya sebesar 85,57% dari target PPM yang ditetapkan. Penggunaan kontrasepsi MKJP yang paling dominan adalah dengan metode IUD sedangkan penggunaan kontrasepsi Non MKJP yang paling dominan adalah dengan metode Suntik. Dari pembahasan pada tiap-tiap variabel input, proses, dan output, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan Manajemen Program Keluarga Berencana di Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB) Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 belum berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan kualitas program keluarga berencana di BKKB Provinsi DKI Jakarta pada tahun mendatang , maka penulis menyarankan kepada BKKB Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan perencanaan kebutuhan petugas lapangan untuk menunjang program keluarga berencana sehingga jumlah petugas dapat sebanding dengan beban kerja yang dihadapi. Selain itu, BKKB Provinsi DKI Jakarta juga diharapkan dapat lebih meningkatkan upaya advokasi terhadap pembuat keputusan berkaitan dengan dukungan anggaran program keluarga berencana serta meningkatkan promosi metode kontrasepsi jangka panjang sehingga dapat meningkatkan efektifitas program keluarga berencana di Provinsi DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Subyakto Atmosiswoyo
"Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana telah sampai ke Pelita ke VI dan hasilnyapun secara demografis telah nampak dan diakui dunia. Parameter demografi a. l. Angka Kelahiran Kasar (CBR) menggambarkan penurunanyang cukup tajam yaitu dari 40.6 pada sensus 1970, menjadi 95.5 pada sensus 1980, menjadi 32.0 pada supas 1985 dan terakhir sensus 1990 telah turun menjadi 27.9. Sedangkan data dari Population Reference Bureau tahun 1992 menyebutkan CBR Indonesia 2.6. Namun di tingkat yang paling bawah yaitu di desa-desa terlihat adanya ketimpangan dalam pencapaian program. Di Kecamatan Serpong yang waktu itu mempunyai duapuluh desa, terlihat ada desa yang berhasil dan ada desa yang kurang berhasil dalam pencapaian akseptor KB.
Petugas di tingkat desa adalah Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang menjadi tumpuan gerakan KB. Penyuluhan adalah suatu bentuk komunikasi searah, yang dapat dilakukan secara kelompok atau secara individual. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan Gerakan KB adalah jumlah akseptor atau peserta KB. Kalau kita bandingkan jumlah KB di desa BHS dengan jumlah peserta KB di desa KBHS terdapat perbedaan yang amat menyolok. Di desa BHS telah mencapai 60.04% dari PUS yang ada, sedangkan di desa KBHS tercatat 24.64% saja dari jumlah PUS yang ada pada tahun 1967. Akan tetapi kesenjangan itu,pada tahun 1991, masih tetap saja di kedua desa yaitu di desa BHS 67.73% dan di desa KBHS 26.25%.
Dari masalah-masalah tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan menganalisa peranan PLKB sebagai penyuluh KB dalam upaya keberhasilan gerakan KB. Menelaah dengan mendalam peranan PLKB sebagai kasus agar dapat menemukan pola penyuluhan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya meningkatkan keberhasilan gerakan KB di desa-desa.
Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan peranan PLKB sebagai petugas yang paling depan di jajaran Gerakan KB Nasional. penelitian PLKB sebagai kasus dilakukan dengan analisis jaringan sosial dan wawancara mendalam terhadap semua PLKB yang ada di Kecamatan Serpong.
Untuk dapat memperoleh gambaran yang obyektif terhadap kinerja PLKB, maka dilakukan wawancara mendalam dengan para pejabat instansi terkait di tingkat Kecamatan, para pesuka masyarakat dan juga 120 PUS yang belum maupun yang sudah menjadi akseptor keluarga berencana dari kedua desa penelitian.
Hasil penelitian dengan pendekatan analisis jaringan sosial dan wawancara mendalam berhasil mengungkap peranan PLKB tidak hanya sebagai penyuluh KB akan tetapi juga sebagai pembina akseptor K, organisasi peserta KB, pelatih kader KB, fasilitator peserta KB, penghubung KB dengan berbagai instansi terkait, notor terlaksananya posyandu, dan inisiator program-program terpadu yang mendukung keberhasilan program KB. Di sammping itu PLKB juga sebai staf Kades dalam bidang KB dan kependudukan.
Untuk mengetahui isi pesan yang disampaikan PLKB maka dalam penelitian ini juga diambil 120 PUS yang belum maupun yang sudah menjadi akseptor KB. Dari mereka diketahui bahwa sebagian besar PUS telah menyadari KB, akan tetapi untuk melaksanakan KB masih ada berbagai kendala. Sehingga secara kognitif mereka telah memahami, namun secara praktis mereka masih yang belum melaksanakan.
Penelitian membuktikan bahwa komunikasi searah kurang berhasil menarik PUS untuk melaksanakan KB, Namun, komunikasi individual yang lebih intensif lebih berhasil mengajak PUS untuk melaksanakan KB. Komunikasi individual ini berlangsung terus antara PLKB dengan akseptor KB dalam rangka pembinaan agar tidak terjadi drop out. Akhibatnya terjadilah jaringan sosial yang cukup erat antara PLKB dengan akseptor Kb dengan wujud adanya kelompok- kelompok akseptor. bagi Akseptor mantap yang mau membantu PLKB dijadikan KAder KB, sehingga jaringan sosial yang terbentuk menjadi nyata.
Jaringan sosial kekerabatan di desa-desa Kecamatam Serpong masih memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan masyarakat. Keluarga kerap kali tidak dapat mengambil keputusan sendiri sebelum seluruh atau sebagian besar kerabatnya menyetujuinya. Hampir semua penduduk desa itu masih terikat dalam jaringan kerabat, karena mereka jarang yang kawin dengan orang dari luar desa.
Jaringan sosial kekerabatan di kedua desa penelitian memegang peran yang penting dalam menentukan tingkat keberhasilan program KB. di desa KBHS jaringan kekerabatan mengkambat keberhasilan KB. Sedangkan di desa BHS jaringan kekerabatan justru mendukung keberhasilan program KB.
Jaringan sosial kedua yang cukup mendukung keberhasilan PLKB adalah jaringan pertemanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa jaringan pertemanan ternyata lebih luas dari pada batas administrasi desa. Sebaliknya dengan adanya Bumi Serpong damai (BSD) yang menyebabkan sebagai desa penelitian tergusur sehingga beberapa PUS terpaksa pindah ke lain desa. namun jaringan pertemanan antara PLKB dengan mereka tetap berjalan terus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan sosial yang merupakan juga jaringan informasi dan jaringan komunikasi yang sangat berperan sebagai penunjang dalam kehidupan masyarakat. Mereka yang ada dalam jaringan sosial dapat bertukar informasi dan berkomunikasi untuk mencapai kesepakatan. Pola komunikasi semacam ini merupakan pola komunikasi konvergensi yang amat berdaya guna dan berhasil guna dalam gerakan KB, baik untuk mengajak PUS menjadi akseptor KB maupun untuk membina mereka agar tetap melaksanakan KB. Komunikasi konvergensi merupakan pola komunikasi yang ideal untuk gerakan KB khususnya, program pembangunan umumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
D36
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musafaah
"Unmet need KB di Indonesia belum mencapai target khususnya di Pulau Kalimantan. Penurunan unmet need KB dapat mencegah kematian ibu. Adanya desentralisasi menuntut pemerintah daerah membuat kebijakan kesehatan seperti program KB. Analisis spatio-temporal dibutuhkan untuk menyelidiki unmet need KB yang berguna untuk memantau program KB. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola spasial dan faktor faktor yang mempengaruhi unmet need KB tahun 2018-2021 di tingkat Kabupaten/Kota di Pulau Kalimantan, Indonesia. Studi ekologi dilakukan pada 56 Kabupaten/kota di Pulau Kalimantan pada tahun 2018-2021. Data berbentuk agregat dan bersumber dari Laporan Pengendalian dan Pelayanan Kontrasepsi BKKBN, Buku Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Website Dewan Jaminan Sosial Sistem Informasi Terpadu. Analisis data dengan menggunakan Geographically Temporal Weighted Regression. Hasil penelitian menunjukkan Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, Kota Tarakan, Bontang, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur konsisten berada pada klaster I (High-high) pada tahun 2018-2021. Pemodelan unmet need KB yang didapatkan pada tingkat Kabupaten/kota di Pulau Kalimantan selama 2018-2021 adalah kemiskinan, pendapatan, non cakupan JKN, rasio praktik bidan mandiri, rasio faskes KB pemerintah, rasio faskes KB swasta, rasio penyuluh KB dengan nilai adjusted R square sebesar 46,06%. Kemiskinan berpengaruh dalam meningkatkan unmet need KB di 43 Kabupaten/Kota (76,8%) di Pulau Kalimantan, Indonesia selama 2018-2021. Non cakupan JKN berpengaruh dalam meningkatkan unmet need KB di 35 Kabupaten/kota (62,5%) di Pulau Kalimantan, Indonesia selama 2018-2021. Rasio praktik bidan mandiri, rasio faskes KB pemerintah dan rasio faskes KB swasta berpengaruh terhadap unmet need KB tetapi belum dapat menurunkan unmet need KB di Pulau Kalimantan, Indonesia selama 2018- 2021. Rasio penyuluh KB berpengaruh dalam menurunkan unmet need KB di 22 Kabupaten/kota (39,3%) di Pulau Kalimantan, Indonesia selama 2018-2021. Berdasarkan hasil penelitian tersebut direkomendasikan kepada SKPD-KB di Kabupaten/kota untuk memprioritaskan program KB pada penduduk miskin dalam menurunkan unmet need KB dengan mendekatkan program KB seperti pelayanan KB dan penyuluhan KB khususnya pada Kabupaten/kota yang konsisten tergolong kemiskinan tertinggi selama 2018-2021, yaitu Kapuas Hulu, Melawi, Kayong Utara, Paser, Kutai Barat, Kutai Timur, Mahakam Ulu dan Bulungan.

Unmet need for family planning in Indonesia has not yet reached the target, especially on the island of Kalimantan. Reducing the unmet need for family planning can prevent maternal deaths. Decentralization requires local governments to create health policies such as family planning programs. Spatio-temporal analysis is needed to investigate unmet need for family planning which is useful for monitoring family planning programs. The aim of this research is to determine the spatial patterns and factors that influence the unmet need for family planning in 2018-2021 at the district/city level on the island of Kalimantan, Indonesia. Ecological studies were carried out in 56 districts/cities on Kalimantan Island in 2018-2021. Aggregate data is used and comes from the BKKBN Contraception Control and Services Report, the Central Statistics Agency (BPS) Publication Book and the Social Security Council's Integrated Information System Website. Data analysis using Geographically Temporal Weighted Regression. Poverty has an influence in increasing the unmet need for family planning in 43 districts/cities (76.8%) on Kalimantan Island, Indonesia during 2018-2021. Non-coverage of JKN has an influence in increasing the unmet need for family planning in 35 regencies/cities (62.5%) on Kalimantan Island, Indonesia during 2018-2021. The ratio of independent midwife practices, the ratio of government family planning health facilities and the ratio of private family planning health facilities have an influence on the unmet need for family planning but have not been able to reduce the unmet need for family planning on the island of Kalimantan, Indonesia during 2018-2021. The ratio of family planning instructors has an influence in reducing the unmet need for family planning in 22 districts/cities (39.3%) on Kalimantan Island, Indonesia during 2018-2021. Based on the results, it is recommended for SKPD-KB in districts/cities to prioritize family planning programs for the poor in reducing the unmet need for family planning by bringing family planning programs closer together such as family planning services and family planning counseling, especially in districts/cities which consistently have the highest poverty level during 2018-2021 namely Kapuas Hulu, Melawi, North Kayong, Paser, West Kutai, East Kutai, Mahakam Ulu and Bulungan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Yulianti
"

Berdasarkan hasil laporan SDKI, angka unmet need KB di Indonesia pada tahun 2012 berada pada angka 11,4% menjadi 10,6% di tahun 2017. Berdasarkan SDKI 2017, angka unmet need Jawa Barat adalah 11% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan berada angka 14.4%. Tingginya angka unmet need menimbulkan berbagai macam permasalahan diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan aborsi yang tidak aman dan berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui determinan kejadian unmet need KB pada wanita kawin di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin/tinggal bersama pasangan. Penelitian ini meggunakan uji chi-square dan regresi logistik untuk menggambarkan kekuatan hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini yaitu angka unmet need KB Jawa Barat adalah 10.3% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan adalah 14%. Hasil analisis multivariabel menunjukkan variabel yang memiliki odds ratio terbesar untuk unmet need KB di kedua provinsi adalah dukungan pasangan [AOR=5]. Wanita yang tidak mendapat persetujuan dari pasangan untuk menggunakan kontrasepsi memiliki kemungkinan lima kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need KB. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat harus diprioritaskan lewat pendekatan pasangan/ peran pria dalam program KB.


Based on the Indonesian Demographic and Health Survey, the percentage of unmet need for family planning in Indonesia namely at 11.4% in 2012 to 10.6% in 2017. Meanwhile, based on IDHS 2017, the unmet need for West Java is 11% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14.4%. The high rate of unmet need raises various kinds of problems including unwanted pregnancies, causing unsafe abortions and contributing to high maternal and infant mortality rates. This research was conducted with the aim of knowing the determinants of the incidence of unmet need for family planning among married women in West Java and South Sulawesi. The study design that is used in this study is cross-sectional with a sample of women aged 15-49 years who were currently married/living with a partner. This study uses the chi-square test and logistic regression to describe the strength of the relationship between variables. The results of this study are the unmet need for family planning in West Java is 10.3% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14%. The results of the multivariable analysis showed that the variable that had the greatest odds ratio for unmet family planning needs in the two provinces was spousal support [AOR=5]. Women who do not receive consent from their partners to use contraception are five times more likely to experience unmet need for family planning. The family as the smallest unit of society must be prioritized through the male partner/role approach in family planning programs.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvany Theresia
"Penelitian ini membahas mengenai pengaruh struktur kelembagaan keluarga berencana terhadap prevalensi kontrasepsi dalam menurunkan fertilitas di Indonesia , angka prevalensi kontrasepsi (APK) merupakan variabel antara yang secara langsung mempengaruhi fertilitas. Struktur kelembagaan KB, tingkat pendidikan wanita, dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita merupakan variabel bebas yang mempengaruhi fertilitas secara tidak langsung melalui APK. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan unit analisis 477 kabupaten/kota di Indonesia sebagai data observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur kelembagaan KB berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi kontrasepsi dalam menurunkan tingkat fertilitas di Indonesia.

The focus of this study is to investigate the effect of family planning institutional structure on contraceptive prevalence in declining fertility in Indonesia. Contraception prevalence rate is the intermediate variable that affects fertility directly, meanwhile, the family planning institutional structure, women education, and female labor force participation affect fertility indirectly through contraception prevalence rate. This research is quantitative study with 477 observations from districts throughout Indonesia. The results of the study show that family planning institutional structure increased contraceptive prevalence in declining the fertility in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S59231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isa
"Skripsi ini membahas determinan atau faktor-faktor yang bisa berpengaruh terhadap status unmet need KB yang bisa dialami oleh wanita. Determinan ini berupa karakteristik atau latar belakang individu yang bisa menimbulkan cost/biaya dan motivasi tertentu dalam penggunaan kontrasepsi sehingga mengakibatkan kebutuhan dari individu terhadap KB tidak bisa terpenuhi. Dalam skripsi ini dilakukan dua analisis: deskriptif dan inferensial terhadap total unmet need berdasarkan data SDKI tahun 2007 dengan ruang lingkup nasional atau seluruh Indonesia. Analisis inferensial menggunakan model regresi logistik biner atau logit.
Hasil analisis terhadap data SDKI sejak tahun 1991 menunjukkan bahwa persentase unmet need di Indonesia telah mengalami penurunan sejak tahun 1991 walaupun angka tersebut stagnan sejak 3 survei terakhir selama 12 tahun di angka 9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa unmet need telah menjadi permasalahan laten yang belum bisa sepenuhnya diatasi dan pemerintah harus menjadikan permasalahan ini sebagai salah satu fokus penyelesaian dalam program KB pada masa yang akan datang, demi menunjang pembangunan di bidang kependudukan,walaupun angka 9 persen masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di dunia.
Analisis deskriptif menemukan bahwa persentase unmet need akan menurun seiring meningkatnya umur wanita dan meningkat seiring bertambahnya jumlah anak yang dimiliki serta memiliki nilai lebih tinggi pada golongan wanita yang tidak bekerja, bertempat tinggal di desa, kurang berpendidikan, berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah, belum pernah memakai KB, dan suaminya tidak setuju terhadap KB.
Analisis menggunakan model multivariat dengan metode logistik biner menunjukkan bahwa umur wanita, jumlah anak masih hidup, status kerja wanita, pendidikan tertinggi, kesejahteraan, wilayah tempat tinggal, status pernah tidaknya memakai KB, persetujuan suami terhadap KB dan banyaknya diskusi tentang KB di antara pasangan, berpengaruh kepada status unmet need KB wanita pada tingkat kepercayaan 95%, dengan hasil yang tidak berlawanan dengan hasil analisis deskriptif kecuali untuk variabel wilayah tempat tinggal dan pendidikan tertinggi.

This thesis discuss about the determinants or factors that could give effects to the status of unmet need for family planning experienced by women. These determinants are the individual characteristics that will cause some certain costs or motivation to the women in using contraception, and could make the demand or willingness from the women to use family planning become unaccomplished. This thesis performs two kind of analysis: Descriptive and inferential analysis of the total unmet need based on data of IDHS 2007 which has a national scope for all provinces in Indonesia.
The analysis of IDHS data since 1991 showing that the percentage of unmet need for family planning have been declining, although the amount of percentage is stagnant for the last 12 years during the last 3 IDHS. This fact shows that unmet need for family planning in Indonesia has become a latent problem which cannot be completely solved and the government should pay attention in solving this problem in the future as a part of sustaining a development in population aspect of the country, although the percentage is relatively low for Indonesia if compared to another developing countries in the world.
Descriptive analysis finds that the percentage of unmet needs will decrease as the age of women become older, and will increase when the number of child possessed by the women is also increasing. The percentage of unmet need would be higher for women with some certain characteristics : Not working women, living in rural area, less educated, low welfare, never use any method of contraception, never discuss family planning with partner and whose husband is disagree to family planning.
Analysis using multivariate model with binary logistic method shows that age of women, number of living children possessed, women working status, women highest education, place of living, welfare, ever use of contraception, discussion about family planning with husband, and the husband approval to family planning are significant determinants for women unmet need status in 95% confidence interval, and the results for all variable are the same with the descriptive analysis conducted before, except for place of living and women highest education variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6683
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>