Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147245 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Yuliany
"Sistem distribusi BBM dalam negeri, mencakup kegiatan mulai dari kilang sebagai penghasil produk BBM, kemampuan tankerlpipa untuk mengangkut BBM ke Depot-Depot dan kemampuan sarana pembekalan BBM yang berfungsi sebagai suplai point baik langsung maupun tidak langsung kepada konsumen. Ketiga lingkup kegiatan yang dirangkai menjadi satu kesatuan operasi disebut sistem distribusi BBM, dimana masing-masing fungsi saling terkait dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Untuk mengidentifikasi Strategi Distribusi BBM digunakan analisis SWOT dengan mengidentifikasi faktor-faktornya, sebagai faktor kekuatan adalah faktor yang dapat mendorong terciptanya sistem distribusi yang terintegrasi dan berkesinambungan, faktor kelemahan antara lain kapasitas sarana penyediaan dan pembekalan BBM belum cukup serta usia pakainya sudah tua, dan pola suplai distribusi yang belum optimal.
Faktor peluang antara lain kesempatan atau peluang bagi pengembangan usaha untuk bekerja sama dengan pihak lain/pihak asing, faktor ancaman adalah lemahnya PERTAMINA dalam menjamin suplai distribusi BBM. Hasil ini dijadikan dasar untuk menetapkan prioritas strategi dengan menggunakan metode Analisa Hierarki Proses (AHP). AHP adalah suatu analisis yang memerlukan para respondennya adalah orang yang ahli dibidangnya, oleh karena itu yang menjadi subyek penelitiannya adalah para pejabat maupun staf terkait di PERTAMINA, khususnya yang berada dibawah satuan kerja Pemasaran dan Niaga pada UPPDN III Jakarta.
Optimalisasi distribusi BBM masing-masing dipengaruhi oleh lima faktor pada strategi distribusinya. Strategi distribusi minyak tanah dipengaruhi oleh lima faktor yaitu : Kebutuhan minyak tanah dengan bobot 0.281, disusul dengan, Kebijakan PERTAMINA dengan bobot 0.228, Sistem distribusi dengan bobot 0.188, Production Cost dengan bobot 0.175, Delivery cost dengan bobot 0.129. Strategi distribusi minyak tanah dibuat beberapa alternatif strategi distribusi minyak tanah dengan urutan prioritas sebagai berikut: Depot Plumpang dengan bobot 0.213, Depot Tasikmalaya/Ujung Berung dan Depot Padalarang mempunyai bobot yang sama yaitu 0.202 Depot Balongan dan Terminal Tg. Gerem dengan bobot yang sama yaitu 0.191
Berikutnya diketahui bahwa Strategi distribusi minyak solar dipengaruhi oleh lima faktor dengan urutan: Kebutuhan minyak solar dengan bobot 0.358 , Kebijakan PERTAMINA dengan bobot 0.214, Sistem distribusi dengan bobot 0.192, Production Cost dengan bobot 0.126, Delivery cost dengan perolehan bobot 0.102. Strategi distribusi minyak solar dibuat beberapa alternatif strategi distribusi minyak solar dengan urutan prioritas sebagai berikut: Depot Tanjung Periok dan Depot Plumpang dengan masing-masing bobot 0.172, Depot Balongan, Tg. Gerem, Depot Tasikmalaya/Ujung Berung dan Depot Padalarang mempunyai bobot yang sama yaitu masing-masing 0.164."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Sunaryawan
"Pada penelitian ini ingin diketahui perbandingan biaya suplai dan distribusi antara hasil optimasi distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta analisis kelayakan penambahan depot Bahan Bakar Minyak dilokasi yang konsentrasi kebutuhan BBMnya tinggi (Alternatif 3) terhadap hasil optimasi distribusi Bahan Bakar Minyak dengan pengembangan di depot existing (Alternatif 2) maupun terhadap biaya suplai dan distribusi kondisi existing (Alternatif 1) di Unit PPDN II Palembang.
Hasil optimasi tersebut akan menurunkan biaya operasional Unit PPDN II pada khususnya dan Pertamina pada umumnya, sehingga akan menurunkan subsidi BBM atau menaikkan LBM (Laba Bersih Minyak). Subsidi BBM terjadi apabila total Biaya Pokok BBM lebih besar dibandingkan dengan total hasil penjualan (Harga Keppres), sebaliknya disebut LBW.
Untuk melihat perbandingan tersebut maka disusun langkah-langkah secara sistematis. Pertama dicari penghematan dengan menghitung dan membandingkan biaya suplai dan distribusi masing-masing. Langkah kedua dicari kebutuhan BBM dimasa yang akan datang untuk menghitung perbedaan biaya Investasinya. Langkah terakhir membandingkan penghematan terhadap perbedaan biaya Investasi.
Terlihat bahwa hasil optimasi suplai dan distribusi perbulannya lebih hemat sebesar Rp. 1.096.279.217 dibandingkan dengan pola suplai dan distribusi kondisi existing. Hal ini menggambarkan pola suplai dan distribusi existing belum effisien.
Sedangkan, meskipun penambahan depot dikonsentrasi kebutuhan BBMnya tinggi (Alternatif 3) lebih hemat dibandingkan dengan pengembangan depot di depot exsisting (Alternatif 2) tetapi menghasilkan NPV negatif. Hal ini disebabkan penghematan tersebut tidak sebanding dengan biaya Investasi yang harus dikeluarkan.

From this study, we would like to know the expenses comparison of supply and distribution between alternatives 1,2 and 3. Alternative three is the optimization result of fuel oil distribution and feasibility analysis of the fuel oil depot expansion in the location with full fuel oil concentration. Alternative two is the optimization result of fuel oil distribution with the development of existing fuel oil depot, while alternative one is the fuel oil distribution pattern and fuel oil depot development of the existing condition in the Domestic Supplying and Marketing Unit II (UPPDN II) Palembang.
The optimization result will reduce the operation expenses of UPPDN II especially and Pertamina in general, so that all this will reduce fuel oil subsidy and even increase net fuel oil profit. Fuel oil subsidy will occur when the total fuel oil expenses is higher compared the total sales revenue (President Decree for the fuel oil), or on the other hand, it is called net fuel oil profit.
To know the comparison, we are trying to apply a number of steps to anlyze. First of all, we try to search the most efficient way by calculating the expenses of fuel oil supply and distribution of each alternative. The second step is search the future fuel oil demand in order to calculate the difference of investment expenses. The last step to compare the efficiency against the difference of investment expenses.
It seems that the optimization result of supply and distribution per month is more efficient totaling Rp. 1.096.279.217 compared to the supply and distribution of the existing condition. All this indicated that supply and distribution patterns of the existing condition is not efficiency yet.
Alternative three with full concentration of high fuel oil demand which is more efficient compared with alternative two with the depot development of existing condition, however, the result is negative Net Present Value. All this is brought about that the efficiency is not suitable compared to incur expenses for investment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedjoko Pudjoutomo
"Dalam kontek pengadaan energi nasional BBM mempunyai peranan sekitar 75,51 dari total energi final dengan tingkat pertumbuhan berkisar 6% per tahun. Sehubungan dengan itu, pengadaan BBM didasarkan pada "Security of Supply" dan dilakukan melalui pengolahan minyak mentah di Kilang Dalam Negeri dan impor.
Keterbatasan minyak mentah sebgai feedstock dan kapasitas kilang dalam negeri, ketergantung pada pasok luar negeri semakin besar. Hal ini mengakibatkan biaya pengadaan menjadi "at any cost", karena harga mahal dan kurang didasarkan nilai keekonomian, sehingga memberatkan anggaran pemerintah. Dalam kaitan ini diperlukan model optimalisasi pengadaan BBM dengan biaya terendah dan dapat mengakomodasi kebijaksanaan Security of Supply. Untuk ini, dilakukan simulasi model optimalisai pengadaan BBM didasarkan berbagai kebijaksanaan impor BBM maksimum.
Simulasi menghasilkan Model Optimalisasi Pengadaan BBM didasarkan kebijaksanaan pembatasan impor maksimum 60% s/d 80% adalah optimal dan feasible ditinjau dari aspek finansial, namun perlu pengkajian dan analisa lebih lanjut, karena penilaian optimal tidak hanya didasarkan pada aspek finansial saja, tetapi juga didasarkan pada aspek non-ekonomi dan non-finansial, mengingat BBM merupakan sumber energi strategis dan vital serta berpengaruh terhadap sektor-sektor lain.
Penelitian lebih lanjut memberikan kesimpulan bahwa model optimalisasi pengadaan BBM yang optimal berdasarkan hasil simulasi diatas dipadukan dengan kebijaksanaan Security of Supply yang mempertimbangkan nilai keekonomian."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T5560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Bastari
"Sejalan dengan Restrukturisasi Pertamina dan persaingan global, maka diperlukan pengelolaan perusahaan secara efisien dan efektif. Khususnya berkaitan dengan pengelolaan aset perusahaan di Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri perlu dilakukan pengaturan dimaksud, sejalan dengan Strategi PPDN yaitu : Mengoperasikan Sistem Distribusi fisik yang efisien, efektif dan terpadu, sejalan dengan Strategi Hilir untuk fokus pada Jawa dan Bali, maka perlu dilakukan pengkajian lokasi dan jumlah Depot di Jabar dan DKI.
Langkah pertama dilakukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan BBM di Jabar dan DKI. Berdasarkan hasil survey dan brain storming maka dapat ditetapkan variabel dependen yaitu kebutuhan BBM dan variable independen yang berpengaruh terhadap pendirian suatu depot meliputi 12 independen variabel. Dengan menggunakan teknik statistik melalui paket Program SPSS dilakukan suatu analisa atas independen variabel yang teridentifikasi untuk memperoleh variabel yang dominan.
Dengan melalui proses statistik diperoleh 4 variabel yang paling dominan yaitu : variabel pekerja industri, variabel pekerja jasa masyarakat, variabel pekerja keuangan dan variabel pekerja listrik. Setelah dilakukan serangkaian test statistik maka persamaan multiple regresi linier dapat digunakan sebagai alat untuk meramal kebutuhan BBM. Maka dilakukan peramalan untuk setiap independen variabel pada interval 10 tahun mendatang, sehingga dapat diketahui kebutuhan BBM dimasa mendatang sejalan dengan strategi dasar Pertamina (2000-2010). Setelah diketahui kebutuhan BBM, dilakukan perhitungan kebutuhan Depot di Jabar dan DKI, dari hasil perhitungan diperoleh 7 Depot pada tahun 2010 di Jabar dan DKI.
Dengan model program linier, khususnya Branch and Bound, dilakukan perhitungan untuk menentukan lokasi yang paling optimal. Dari identifikasi kebutuhan di setiap lokasi diketahui bahwa dan 21 lokasi yang ada, diketahui ada 14 lokasi yang potensial untuk didirikan depot. Jadi lokasi depot sebanyak tujuh buah berada pada 14 lokasi potensial.
Dari hasil perhitungan lokasi optimal diperoleh lokasi yang optimal yaitu : Serang, Kerawang, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon dan Indramayu, yang dimaksudkan untuk dapat melayani 21 lokasi yang telah ditentukan. Kedepan diharapkan Depot lebih didayagunakan untuk melayani konsumsi secara optimal, dengan memberikan perangkat-perangkat yang diperlukan. Sedangkan Unit dapat di minimalkan sumber dayanya, sehingga terjadi peningkatan efisiensi dan efektifitas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T1168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Prijatmodjo
"Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (6 -- 8 % per tahun) sebelum Juli 1997, yang diimbangi juga oleh pertumbuhan kebutuhan BBM berkisar 5 - 6 % per tahun. Selain karena faktor pendorong industrialisasi yang meningkatkan Produk Domestik Bruto, penduduk dan harga BBM Indonesia juga merupakan faktor yang cukup berperan dalam pertumbuhan BBM di Indonesia. Produksi minyak mentah dan kapasitas kilang yang ada kurang mampu mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan BBM Indonesia. Dengan asumsi pertumbuhan skenario rendah, kekurangan kapasitas kilang Indonesia diperkirakan sudah mencapai 440 MBCD. Pada tahun 2006 pada skenario optimis dan pada tahun 2013, Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak (net oil importer country), perkiraan tersebut akan dipercepat bila kondisi ekonomi Indonesia pulih kembali. Disamping kemampuan keuangan Pemerintah yang terbatas, untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia harus mampu menarik investor asing agar berpartisipasi pada kedua sektor industri minyak, yaitu eksplorasi minyak dan pembangunan kilang. Untuk eksplorasi minyak, insentif penanaman modal di Indonesia harus lebih menarik dibanding dengan negara tetangga, seperti Vietnam, Laos, Malaysia. Sedangkan untuk pembangunan kilang swasta, penyesuaian harga BBM Indonesia adalah sebagai peluang utama untuk memberikan kesempatan investor asing/swasta agar mampu mendapatkan untung. Diusahakan agar pembangunan kilang swasta menyertakan `secondary and tertiary process' untuk mengantisipasi kelebihan 'bottom product' Indonesia, sehingga akan dapat diperoleh `added product value' yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan keuntungan investor asing/swasta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T5953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Sondani
"Kita patut bersyukur karena termasuk menjadi bagian dari sebuah Negara yang dilimpahi kekayaan sumber daya alam, termasuk berbagai jenis sumber daya energi seperti minyak dan gas bumi (migas). Peranan migas dalam pembangunan nasional selama ini sungguh tidak diragukan lagi. Bukan saja sebagai sumber energi di dalam negeri, tetapi juga berperan menjadi sumber penerimaan Negara dan devisa, serta bahan Baku industri nasional. Hingga lima tahun terakhir ini subsektor migas menyumbang penerimaan dalam negeri sebesar rata-rata 33,55%. Namun, selama sepuluh tahun terakhir, ekspor minyak mentah Indonesia mengalami penurunan walaupun kecil yaitu rata-rata sebesar 3,8% per tahun. Produksi minyak Indonesia mengalami penurunan jauh di bawah volume yang ditargetkan dalam APBN. Untuk menanggulangi penurunan produksi minyak Indonesia, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta mengundang investor untuk menanamkan investasinya di bidang Migas. Agar investor berminat maka perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dimana secara jelas telah diatur dalam pasal 4 bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai Negara. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, secara resmi kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak lagi berpedoman pada UU No 44 Prp Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan UU No 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi Negara. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002, pengawasan dan pembinaan kontrak kerja sama (KKS) atau kontrak bagi hasil yang sebelumnya dilaksanakan oleh PT Pertamina (Persero) beralih ke BP Migas. Kontrak Kerja Sama (KKS) dalam kegiatan eksplorasi dan produksi yang diperbolehkan tidak hanya sebatas bentuk Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract, tetapi dimungkinkan juga dalam bentuk Kontrak Kerja Sama lain yang Iebih menguntungkan Negara.

We make proper grateful because including becoming the part of a State which exuberant properties of natural resources, including various resource type of energy like gas and oil (Migas). Role of Migas in national development during the time really do not in doubting of again. Not only as source of energy in Country, but also share to become the source of acceptance of State and Foreign exchange. and also industrial raw material [of] National. Till this five the last year of atonal migas subsection of acceptance in energy equal to flattening - flatten 33,55 %. But, during ten the last year, Indonesia crude oil export of degradation although small that is flattening equal to 3,8 % per year. Natural Oil Indonesia production of degradation far below Volume which targeting in APBN. To overcome degradation of Indonesia oil production, need conducting activity of exploration and also invite investor to inculcate the investment of area of migas. So that enthusiastic investor hence needing in creating investment climate which is contusive. Section 33 Invitor - Elementary Invitor 1945, where clearly arranging in section 4 that gas and oil as strategic natural resources isn't it which consist in Indonesia mining right region is properties of National which mastering State. With the of Invitor No 22 Year 2001 concerning Gas and oil, officially oil business activity and gas shall no longer at UU No. 44 Prp Year 1960 concerning mining of gas and oil and of UU No.8 Year 1971 About Company Of Mine Gas and oil Public Ownership. As according to Invitor trust - Invite Migas Number 22 Year 2001 and Regulation of Government of No. 42 Year 2002, observation and Production Sharing Contract (KKS) or previous sharing holder contract in executing by PT. Pertamina ( Persero) change over to BP Migas. Contract Work. Production Sharing Contract in activity of enabled production and explorers do not only limited to form of Production Sharing Contract, but enabled also in the form of other Production Sharing Contract which more beneficial of state."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Triharyanto
"Sepanjang tahun 2003 - 2004, minyak mentah mengalami kenaikan. Kenaikan harga minyak ini discbabkan oleh pcrkembangan ekonomi dunia. Kenaikan harga minyak mentah ini membuat khawatir industri perminyakan, terutama industri pengolahan minyak mentah. Kenaikan harga minyak mentah ini dikhawatirkan turun menaikkan volatilitas dan risiko dari pergerakan harga minyak. Kenaikan volatilitas mcnycbabkan kenaikan risiko pasar bagi yang terlibat dalam trading minyak mentah dan menyebabkan variabel makroekonomik memburuk. Kenaikan volatilitas dan risiko pasar dalam harga minyak dapat mcnycbabkan spekulasi dalam trading minyak mentah yang dapat mcningkatkan volatilitas dan risiko pasar lebih lanjut. Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana mengukur volatilitas harga minyak, dan berapa besar kenaikan atau penurunan volatilitas pada tahun 2003-2004 dibandingkan .dengan tahun 2001-2002, berapa besarnya kenaikan risiko pasar yang ditanggung oleh kalangan industri minyak akibat pergerakan harga ini dengan pendekatan value at Risk (VaR), seberapa baik/valid pendekatan tersebut dalam mengestimasi potensi kerugian dengan pengujian backzesting. dan bagaimana upaya-upaya memitigasi risiko pasar tersebut.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data harga minyak mentah berupa harga spot dan harga future. Untuk spot. harga minyak yang akan diukur volatilitasnya adalah harga spot berupa WTI dan Brent untuk gambaran pasar dunia dan Minas atau disebut juga Sumatran Light Crude (SLC) untuk untuk gambaran pasar nasional. Untuk harga futures, digunakan harga futures NYMEX. Penggunaan Jenis minyak ini diharapkan memberikan gambaran volatilitas minyak dunia secara keseluruhan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode Analytical VaR dengan penggunaan ARCH atau LARCH untuk data return yang bersifat heteroskedastik dan standar deviasi untuk data return yang bersifat homoskedastik. Setelah dilakukan pengumpulan data, tahap penclitian yang dilakukan adalah penctapan exposure dan holding period yang scsuai untuk karaktcristik perdagangan minyak mentah, dan pengolahan data. Pengolahan data harga minyak mentah diawali dengan perhitungan return, pengujian data return. perhitungan volatilitas, perhitungan VaR dan diakhiri oleh pengujian validitas. Data yang didapat dilakukan pembahasan sebelum ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian mcnunjukkan volatilitas return minyak mentah cenderung mcningkat. Volatilitas harga minyak untuk spot pada periode 2003-2004 dibandingkan dengan periode 2001-2002 untuk jenis Brent mengalami penurunan sebesar 12,69%, untuk jenis SLC mengalami kenaikan sebesar 546%, dan untuk jenis WTI mengalami kenaikan sebesar 3.37%. Pada pasar futures, volatilitas harga NYMEX Futures pada periode 2003-2004 dibandingkan dengan periode 2001-2002 untuk kontrak satu bulan mengalami kenaikan sebesar 10,51%, untuk kontrak dua bulan mengalami kenaikan sebesar 13,17%. untuk kontrak tiga bulan mengalami kenaikan sebesar 15,6%, dan untuk kontrak empat bulan mengalami penuninan sebesar 0,30%.
Hasil perhitungan VaR menunjukkan kenaikan nilai untuk seluruh jenis minyak mentah. Besarnya kenaikan nilai VaR pada periode 2003-2004 dibandingkan periode 2001-2002 yang hams ditanggung pada pasar spot untuk minyak mentah jenis WTI adalah sebesar 25,71%, untuk minyak mentah jenis Brent sebesar 17,25%, sedangkan untuk minyak mcntah jenis SLC mengalami kenaikan sebesar 26,13%. Pada pasar futures, besarnya kenaikan risiko pasar untuk NYMEX Futures pada periode 2003-2004 dibandingkan dengan periode 2001-2002 untuk kontrak satu bulan adalah sebesar 47,93%, untuk kontrak dua bulan sebesar 48,72%, untuk kontrak tiga bulan mengalami kenaikan sebesar 62,42%, dan untuk kontrak empat bulan sebesar 15,6%.
Berdasarkan hasil pengujian validitas dengan metode Kupiec Test, diperoleh hasil bahwa perhitungan risiko pasar dengan VaR mampu mengestimasi potensi kerugian di masa yang akan datang. Jumlah penyimpangan antara nilai VaR dan actual loss masih berada dalam batas toleransi schingga memberikan hasil yang lcbih akurat dan nilai VaR yang dihasilkan dapat mcnangkap pcrgcrakan actual loss yang ada.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran volatilitas harga minyak mentah dapat dilakukan dengan pendekatan ARCHIGARCH dengan besar kenaikan bervariasi antara -12,69% untuk jenis Brent hingga 15.6% untuk NYMEX Futures untuk kontrak tiga bulan. Besarnya kenaikan risiko pasar akibat pergerakan harga ini berkisar dari 15,6% hingga 62,42%. Pendekatan VaR cukup baik untuk mengestimasi potensi kcrugian sebagaimana yang ditunjukkan pada pengujian backlesting.
Upaya-upaya mitigasi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan hedging dan mclakukan kontrak dengan formula harga yang mengacu pada harga minyak yang mernpunyai VaR yang rendah. Hedging dapat dilakukan dengan mclakukan perdagangan produk-produk derivatif dari transaksi yang di-hedge pada posisi yang berlawanan atau dengan money market instrument seperti bond. Transaksi derivatif yang dapat digunakan adalah futures, swap atau option. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perubahan harga acuan kontrak dapat menurunkan VaR WTI spot periodc 2003-2004 sebesar 12,14%. sedangkan hedging dengan futures menurunkan VaR sebesar 46,98%, dengan option sebesar I ,91%, dengan swap sebesar 7,69% dan dengan bond sebesar 0,18%.

During 2003 and 2004, crude oil price was increasing. This increase was led by world economic growth. This increase made a concern in oil industry, especially refinery industry. This increase was believed to make an increase in volatility and risk in oil price movement. The increase in volatility raised market risk. The increase in volatility made a decrease in macroeconomics variable and led more speculations in crude oil trading that made the increase grew faster. The purposes of this research were to know how to calculate crude oil volatility, and to compare year 2003-2004 period to year 2001-2002 period and to find out how much of market risk that had to be barred by the industry by using Value at Risk (VaR). The purposes of this research were also to find out the validity of the VaR approach in estimating potential loss and to find out how to mitigate the risk.
This research was using secondary data, which consist of spot and future prices. WTI and Brent were used to represent global market of crude oil spot prices and SLC was used to represent Indonesian crude oil spot price. NYMEX Futures are used to represent futures market. These prices were used to represent the volatility of world crude price movement.
This research was conduct by using Analytical .VaR using ARCI-VGARCH for heteroskedastic return data and standard deviation for homoskedastic return data.. After data gathering. the steps conducted in this research were exposure and holding period estimation to suit oil trading characteristic, and data processing. The processing begun with return calculation_ return testing. volatility calculation, VaR calculation and ended with validity testing.
This research shows that the volatility of crude oil return tended to increase. Oil crude volatility in spot market in year 2003-2004 period compared with year 2003-2004 period for WTI type was increased by 3.37%, for Brent type decreased by 12.69%, and for SLC type increased by 5,66%. In futures market, the NYMEX Futures volatility in year 2003-2004 period compared with year 2003-2004 periods for one-month contract was increased by 10.51%, for two month contract increased by 13.17, for three month contract increased by 15.6%, and for four month contract decreased by 0.3%.
The VaR calculation shows increase in value for all type of crude Oil. The increase rates of VaR values in spot market in year 2003-2004 period compared with year 2003-2004 period were 25.71% for WTI type, 17.25% for Brent type, and 26.13% for SLC type. In futures market, the NYMEX Futures increase rates for market risk in year 2003-2004 period compared with year 2003-2004 period were 47.93% for one month contract, 48.72% for two month contract, 62.42% for three month contract, and 15.6% for four month contract.
Validity test with Kupiec test method result shows that market risk calculation with VaR was able to estimate potential loss in the future. Overshoot between VaR Value and actual loss was still in tolerable range and it gave accurate results. The VaR value result could catch actual loss movement.
This research concluded that crude oil price volatility measurement could be done by ARCHIGARCH method with result increase rate value range between -12.69% and 15.6%. The increase rates for market risk caused by this price movement were between 15.6% and 48.72%. VaR method was valid to estimate potential loss as shown in validity test.
Mitigation step that can be taken was to hedge and to change the price reference in contract that has low VaR value. Hedging can be done by trading its derivatives in opposite direction or using money market instrument, such as bond. Derivatives products that can be used were futures, swap or options. The calculation resulted that change of price reference decreased VaR value of WTI spot period 2003-2004 to 12.14%, and hedging with futures decreased by 46.98%, with options by 1.91% and with bond by 0.18%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafid Gunawan
"Perubahan pengaturan pengusahaan minyak dan gas bumi melalui pemberlakuan regulasi baru UU No. 22 tahun 2001 beserta peraturan pelaksananya merupakan upaya penerapan kebijakan persaingan melalui pemisahan antara fungsi regulator yang ada pada pemerintah dan fungsi usaha pada perusahaan (PERTAMINA), serta pemberian kesempatan partisipasi yang terbuka luas bagi pihak swasta untuk melakukan pengusahaan minyak dan gas bumi. Terdapat perbedaan yang mendasar terhadap struktur pengusahan minyak dan gas bumi di Indonesia sebagai akibat pemberlakuan regulasi baru, yaitu berakhirnya pemberian monopoli oleh pemerintah kepada PERTAMINA dan menjadi lebih terbukanya pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia. Berdasarkan regulasi baru tersebut maka jumiah minyak bumi yang dapat dialokasikan bagi kebutuhan dalam negeri terdiri dari bagian pemerintah dan DM0 sebesar 25% dari bagian kontraktor.
Pasokan minyak mentah hasil kegiatan hulu dalam negeri sangat dipengaruhi oleh beberapa perusahaan yang mendominasi pasokan tersebut. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan bahwa perubahan penguasaan oleh dominan menentukan besaran pasokan minyak mentah hasil kegiatan huku dalam negeri. Data pasokan minyak mentah ke kilang dalam negeri tahun 2000 s/d 2005 menunjukkan bahwa pasokan minyak mentah hasil kegiatan hufu dalam negeri ke kilang dalam negeri didominasi oleh Caltex, Pertamina, Expan, dan Unocal serta ARCO yaitu mencapai lebih dari 70%. Caltex merupakan posisi dominan dengan pasokan mencapai 52,3 dan 53,1% pada tahun 2004 dan 2005. Regulasi baru yang membuka kesempatan secara luas kepada swasta tersebut akan dapat mendorong terjadinya persaingan dalam pengusahaan migas yang efisien, namun di sisi lain juga memberikan peluang munculnya perusahaan dominan.
Berdasarkan data produksi minyak bumi nasional tahun 2000 s/d 2005 dapat diketahui bahwa konsentrasi produksi minyak bumi sebesar 70% ada pada 4 (empat) perusahaan terbesar. Dengan kondisi yang demikian maka diharapkan melatul kebijakan persaingan akan dapat menjadi insentif bagi perusahaan untuk Iebih agresif dalam melakukan pencarian migas. Penemuan lapangan baru sebagai hasil eksplorasi akan dapat mempertahankan dan meningkatkan potensi pasokan minyak bumi hasil kegiatan hulu dalam negeri ke kilang dalam negeri. Analisis regresi dengan mempergunakan data pasokan, produksi den dummy kebijakan tahun 2000-2005 menunjukkan banwa kebijakan yang diterapkan selama ini memberikan pengaruh positif terhadap potensi pasokan minyak mentah ke kilang dalam negeri.
Meskipun demikian, kebijakan persaingan yang diterapkan pemerintah perlu untuk dilakukan pembenahan terutama dengan munculnya perusahaan dominan. Regulasi yang ada memungkinkan perusahaan untuk menguasai kegiatan hulu dan hilir sekaligus."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Balya
"Sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi merupakan somber kekayaan alam Indonesia yang yang sangat strategis dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Negara dalam bentuk Kuasa Pertambangan untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi telah membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS). BP MIGAS merupakan kepanjangan tangan Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja yang ditentukan. Dalam pelaksanaannya, BP MIGAS melakukan ikatan kerjasama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap ("Kontraktor") dalam suatu kontrak yang disebut Production Sharing Contract (Kontrak Production Sharing). Konsep yang dianut oleh Kontrak Production Sharing adalah bahwa Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan permodalan dan pendanaan atas biaya operasi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Apabila Kontraktor berhasil memasuki Fase produksi komersial maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Kontraktor dikembalikan (cost recovery) oleh Pemerintah melalui BP MIGAS. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang minyak dan gas bumi dan Kontrak Production Sharing memberikan pengaturan mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab Kontraktor. Pemerintah juga telah membuat Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral yang mengatur mengenai tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang antara lain mengatur mengenai kriteria calon Kontraktor yang dapat ditunjuk untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Kontraktor yang telah menandatangani Kontrak Production Sharing dengan BP MIGAS memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sendiri oleh Kontraktor. Namur dalam pelaksanaannya seringkali timbul permasalahan hukum berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab Kontraktor. Kontraktor seringkali menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya yang pada akhirnya banyak menimbulkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Kontraktor. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya hambatan-hambatan yang sering dihadapi Kontraktor dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dan apa solusi atau jalan keluar yang dapat dilakukan oleh Kontraktor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puguh Imanto
"ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tujuan utama untuk membandingkan bagaimana dua pasar
modal dunia yaitu New York Stock Exchange (NYSE) dan Jakarta Stock Exchange(JSX) menilai
dua perusahaan minyak yang beroperasj di Indonesìa, yaitu Gulf Indonesia Resources(GRL) dan
Medco Energi International(VIEDC)
Kedua perusahaan minyak tersebut mengalami resiko operasional yang relatif sama,
karena semua aset yang dimilikinya berada di dalam wilayah Republik Indonesia. Namun dengan
melakukan pencatatan sahamnya pada dua bursa yang berbeda, seberapa perbedaan penghargaan
dan pasar terhadap nilai wajar perusahaan tersebut?
Jika pertanyaan tersebut terjawab, maka bagi perusahaan yang nilainya dianggap lebih
rendah oleh pasar modal dimana la melakukan pencatatan, maka ia dapat mempertimbangkan
untuk memìndahkan tempat pencatatan sahamnya atau paling tidak melakukan pencatatan didua
bursa sekaligus (dual listing).
Nilai sebuah perusahaan minyak didapat dari nilai cadangan yang dimilikinya. Cadangan
minyak yang dimiliki sebuah perusahaan minyak dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai
dengan tingkat kepastian jumlah yang dapat diangkat ke permukaan bumi. Jumlah cadangan
dengari kepastian paling tinggi disebut sebagai jumlah cadangan ?terbukti? (Proven). Dan jumlah
cadangan inilah nilai sebuah perusahaan diperhitungkan.
Seluruh perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia bekerja dibawah kontrak dengan
Pemerintah RI yang diwakili oleh Pertamina. Ada beberapa skema kontrak yang biasa digunakan
antara kontraktor bagi hasil dengan Pertamina., namun yang paling umum digunakan adalah
kontrak bagi hasil (production sharing contract). Besamya presentase bagi hasil antara
kontraktor dan Pertamina juga dipengaruhi oleh perkiraan komoditas yang terdapat dalam
cadangan. Untuk cadangan gas, bagian yang didapat kontrakior relatif lebih besar dibandingkan
untuk minyak bumi. Hal ini dimaksudkan sebagai insentif bagi kontraktor agar mau
mengembangkan cadangan gas di Indonesia. Dalam laporan tahunan GRL dan MEDC disebutkan
jumlah netto cadangan terbukti yang menjadi hak perusahaan. Jumlah volume inilah yang
menjadi penentu bagi perhitungan nilai perusahaan.
Status Cadangan terbukti dapat dibagi menjadi dua, yaitu cadangan yang sudah
dikembangkan (developed) dan cadangan yang belum dikembangkan (undeveloped). Untuk
cadangan developed, perusahaan telah mengeluarkan biaya-biaya untuk melakukan pengeboran
sumur produksi dan pembangunan fasilitas permukaan, sehingga biaya yang dikeluarkan relatif
hanya untuk operasi saja (operating expense). Sedangkan untuk cadangan yang undeveloped
perusahaan belum melakukan pengeluaran biaya modal (capital expenditure).
Sifat dan status cadangan terbukti ini membawa implikasi kepada metode yang lebih tepat
untuk mengukur nilai cadangan. Untuk cadangan dengan status develop free cashflow-to-the firm
akan Iebih mengganibalkan nilai intrinsiknya. Sedangkan untuk cadangan yang undeveloped
maka digunakan real option valuation dengan pendekatan Black-Scholes. Pendekatan Black
Scholes yang biasanya digunakan untuk financial option dapat digunakan untuk menilai cadangan
Sumber daya alam dengan menganalisa parameter-parameter financiaI option yang
menggunakan saham sebagai underlying asset dengan cadangan sumber daya alam sebagai
underlying asset. Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang tidak sepenuhnya sama, karena
memang pada saat Black-Scholes model dikembangkan, ia didasarkan pada sifat-sifat harga
Saham sebagai underlying asset-nya.
Dari hasil perhitungan, ketika digunakan parameter diskonto untuk perusahaan minyak di
NYSE, maka harga pasar GRL adalah 53,58% dari nilai intrinsiknya. Sedangkan MEDC dengan
parameter diskonto NYSE dihargai 37,57% dari nilai intrinsiknya. Ketika kedua perusahaan
dinilai berdasarkan parameter diskonto indonesia, maka GRL dihargai 81,04% dari nilai
intninsiknya, sedangkan MEDC dihargai 58,79% dari nilai intrinsiknya.
"
2002
T3221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>