Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177527 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Waluyo
"Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur" Bekasi, yang beralamat di Jalan H. Moeljadi Djojomartono No.19 Bekasi Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis pada lembaga tersebut. Selanjutnya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Obyek penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial di PSBK Bekasi, antara lain kepala panti, petugas fungsional/petugas lapangan, gelandangan dan pengemis yang sedang dibina serta pihak lain yang terkait.
Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan fenomena sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan yang makin berkurang, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan di tempat lain, alternatifnya yaitu mengadu nasib ke daerah perkotaan. Namun oleh karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing memperebutkan pekerjaan yang layak. Akhirnya mereka mau bekerja apapun dengan upah berapapun untuk mempertahankan kehidupannya.
Akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak, tidak mempunyal pekerjaan layak, tidak memiliki tempat tinggal yang layak dan sebagainya. Keberadaan mereka yang terbatas ketrampilan, terbatas pendidikan, dan terbatas fasilitas, maka keberadaan mereka diperkotaan dianggap sebagai masalah sosial. Untuk penanganan masalah sosial gelandangan dan pengemis diperlukan pelayanan yang komprehensip, karena masalahnya sangat komplek tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek mental dan budaya.
Program rehabilitasi sosial di PSBK terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut : Pertama adalah tahap rehabilitasi sosial yang terdiri dari : a) pendekatan awal, b)penerimaan dan c)bimbingan mental, sosial dan ketrampilan. Kedua adalah tahap resosialisasi yang terdiri dari ; a) bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, b) bimbingan sosial masyarakat, c) bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan c) bimbingan usaha. Ketiga adalah tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari : a) bantuan pengembangan usaha dan b) bimbingan pemantapan usaha/kerja.
Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan bahwa secara umum PSBK Bekasi telah dapat memberikan pelayanan program kepada kliennya sesuai prosedur yang ditetapkan, namun praktek pelayanan yang diberikan belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih ada kesenjangan antara teori atau konsep dengan praktek yang bisa dilakukan. Sehingga lembaga ini kurang berhasil mengemban misinya, yaitu mengentaskan gepeng dari masalahnya.
Hasil penelitian tahap awal, pada kegiatan orientasi dan motivasi untuk menjaring klien, PSBK lebih mengandalkan tehnik "getok tular", yaitu mengharapkan eks klien yang telah selesai mengikuti pembinaan di PSBK mengajak teman-temannya yang lain untuk masuk panti. Tehnik ini kurang efektif sehingga target sasaran yang setiap angkatan hanya 300 orang tidak terpenuhi, padahal gepeng di Jakarta jumlahnya sangat besar.
Bimbingan mental sebagai fokus utama program rehabilitasi di PSBK, metodanya juga masih perlu dikaji ulang. Tehnik bimbingan mental yang diterapkan lebih mengacu pada aspek transfer pengetahuan, bukan aspek penyadaran mental. Dimana semua klien dari berbagai tingkat pendidikan masuk dalam satu kelas dan diajarkan materi yang sama, sehingga situasinya lebih menyerupai sekolah formal. Bimbingan mental untuk membangun konsep diri yang positif, percaya diri, dan penghargaan diri diperlukan pendekatan individu, tehnik konseling yang efektif dan sebagainya. PSBK sampai saat ini belum mempunyai program khusus yang secara langsung diarahkan untuk penyadaran mental klien.
Program rehabilitasi gepeng harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, sebagaimana pada konsep dan juklak. Namun PSBK sampai saat ini baru memiliki petugas lapangan dari profesi pekerjaan sosial, sedangkan profesi lain yang diperlukan untuk mendukung kelancaran program belum ada.
Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa sebagian klien PSBK menggelandang lagi, banyak aspek sebagai penyebabnya, diantaranya PSBK tidak memiliki dana untuk mendukung usaha kerja gepeng, kesempatan bekerja disektor formal sangat sulit, ketrampilan kerja yang diajarkan sangat minim, umumnya dibawah standar pasaran kerja, dan metoda bimbingan mental dan sosial juga kurang tepat.
Selanjutnya penelitian ini merumuskan saran sebagai berikut, pertama PSBK perlu merumuskan program khusus untuk kegiatan bimbingan mental, kedua mengingat sulitnya mencari lapangan pekerjaan di sektor formal, maka program ketrampilan di PSBK sebaiknya lebih diarahkan untuk jenis ketrampilan wira usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 9704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Rachmawati
"ABSTRAK
Jumlah gelandangan dan pengemis diperkirakan akan terus meningkat mengingat daya tarik kota yang semakin kuat bagi orang desa. Ketiadaan sumber penghasilan, keterbatasan penguasaan sarana dan prasarana produktif, serta terbatasnya keterampilan, sehingga menyebabkan mereka menjadikan mengemis sebagai mata pencaharian. Di sisi lain, adanya sikap mental malas dan budaya masyarakat atau budaya masyarakat atau adanya kesan permisif terhadap kegiatan menggelandang dan mengemis. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi dan mengetahui faktor penghambat dalam implementasi program bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi. Implementasi bimbingan keterampilan kerja dianggap penting dalam proses rehabilitasi sosial di PSBK Pangudi Luhur Bekasi, karena dalam proses bimbingannya membekali Warga Binaan Sosial WBS dengan keterampilan kerja yang dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan setelah WBS lulus dari panti dengan harapan dapat membuka usaha secara mandiri ataupun dapat bekerja di dunia usaha yang lain. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat adanya kekurangan yang menyebabkan kurang efektifnya proses bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit yakni sarana dan prasarana maupun peralatan yang masih belum memadai untuk mendukung implementasi bimbingan keterampilan kerja, belum adanya kurikulum baku dalam pembuatan silabus oleh instruktur keterampilan. Selain itu, tingkat pendidikan WBS yang beragam dan berpendidikan rendah, serta sulitnya mencari tempat Praktek Belajar Kerja PBK bagi WBS.Kata kunci : keterampilan, gelandangan dan pengemis, WBS, rehabilitasi sosial.

ABSTRACT
The number of homeless and beggars are projected to further increase given increasingly strong appeals of urban areas to the villagers. The absence of sources of income, limited access to productive facilities, and lack of skills make begging as bread and butter. Furthermore, the tendency of laziness becomes a culture and societies rsquo permissive characters are enacting the activity of wandering and begging. This research applies qualitative approach with descriptive research type. The purpose of the study is to observe the social rehabilitation programs for homeless drifter and beggars with Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur as a research location. In this study, the researcher determines to identify the inhibiting factors of the program and the consequences it rsquo s created. By implementing the activities on food processing and tailoring, PSBK Pangudi Luhur equip their clients with work skills with an eye to prepare to improve their livelihood after rehabilitation. With the skills, the clients are expected to have capacities for entrepreneurship and employment. However, the implementations of the program are frequently hampered due to the lack of facilities and tools, the nonexistence of standard curriculum for the instructors, the difficulties in finding workplace to intern, and the low education level of the clients. Keywords skills, homeless and beggar, clients, social rehabilitation "
2018
T51434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Roeslan Kesai
Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 1983
361.1 ROE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Sri Gunawardhani
"Faktor sosial seperti jenis pekerjaan, penghasilan, pendidikan, agama, suku bangsa, akses terhadap informasi dan pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku pemilik hewan rentan rabies terutama pemilik dan pemelihara hewan anjing belum menunjukkan sikap dan perilaku yang baik atau positif sehingga upaya pengendalian rabies di DKI Jakarta tidak optimal. Saat ini Jakarta belum dinyatakan sebagai wilayah bebas rabies, padahal Rabies merupakan penyakit zoonosis yang membahayakan karena case of fatality 100% dan penyebab ketakutan masyarakat.
Jenis pekerjaan pemilik hewan tidak mempunyai korelasi dengan sikap dan perilaku, walaupun lebih dari separuhnya bekerja di bidang swasta (non pemerintahan). Demikian juga agama yang dianut tidak menunjukan hubungan tetapi hanya memperlihatkan karakteristik saja dimana agama Kristen/katholik lebih dominan dibanding agama lain. Jadi orang Kristen belum tentu bersikap dan berperilaku baik walaupun dalam agamanya tidak ada batasan untuk memelihara hewan rentan rabies utama yaitu anjing. Suku bangsa atau etnik Jawa merupakan suku pemilik terbanyak dibanding Tionghoa dan Batak belum dapat menunjukkan adanya hubungan dengan sikap maupun perilaku. Etnis Tionghoa juga Batak bukan jaminan sebagai pemilik hewan yang baik, tetapi orang Jawa yang di daerah asalnya tidak mempunyai tradisi/kebiasaan memelihara anjing, di Jakarta mereka lebih menghargai anjing sebagai hewan penjaga sekaligus kesayangan.
Melalui teori stimulus-response, pembentukan sikap dan perilaku pemilik hewan ternyata berhubungan dengan penghasilan, pendidikan dan pengetahuan. Sikap itu sendiri secara langsung mempengaruhi terbentuknya perilaku. Tingkat penghasilan sedang sampai tinggi lebih siap mengalokasikan dana untuk kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan hewannya. Tingkat pendidikan yang cukup tinggi (rata-rata lulusan diploma atau sarjana) telah membuat kesadaran yang tinggi dalam berperilaku baik. Sedangkan pengetahuan tentang hewan, penyakit dan upaya pengendalian lebih banyak berhubungan dengan pembentukan sikap. Semakin banyak akses terhadap informasi maka banyak pengetahuan, sehingga semakin baik sikap. Perilaku yang ditunjukkan akan menjadi feed back sesuai teori umpan balik terhadap perilaku berikutnya yang lebih baik.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif ini berhasil mempelajari dan mengidentifikasi lebih dari 70 % pemilik hewan rentan rabies bersikap dan berperilaku baik. Dan dapat memberikan solusi agar dihentikannya program vaksinasi massal gratis diganti dengan monitoring dan penegakan peraturan, pemberlakuan pajak anjing yang dikembalikan dalam bentuk kemudahan pelayanan kesehatan hewan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Pusat: P3DI Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, 2013
AJMS 4:1 (2013)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fadhil Nurdin
Bandung: Angkasa, 1990
361.3 FAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmizal
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA) dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di desa Pulau Medang dan desa Limbung, Kecamatan Senayang dan Lingga. Penelitian ini penting mengingat semakin terpuruknya kondisi masyarakat nelayan di kawasan tersebut yang merupakan dampak dari kerusakan ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut. Penelitian ini di fokuskan pada desa Pulau Medang di Kecamatan Senayang dan desa Limbung di Kecamatan Lingga berkaitan dengan program Coremap yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun demikian, proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan program Coremap melalui program Pengembangan MPA, apakah dalam prosesnya sudah benar-benar mampu membawa perubahan di dalam masyarakat nelayan bagi peningkatan pendapatan mereka. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis proses pemberdayaan melalui program Pengembangan MPA tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskripif yang diperoleh melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan observasi lapangan. Selama dilakukan penelitian, pemilihan informan dilakukan dengan snowball sampling, dimana informan yang ditemui pertama akan memberikan informasi kepada peneliti menyangkut informan yang dapat ditemui berikutnya yang tentunya dianggap memiliki informasi yang di butuhkan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan program pengembangan MPA, kehadiran dan manfaatnya dirasakan masyarakat. Namun demikian, masih juga terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pengelola ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengelolaannya. Bahkan terdapat kecenderungan LSM sebagai pelaksana kontrak PBM di lapangan lebih mengedepankan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan masyarakat sasaran.
Oleh karena itu, pihak pengelola harus tetap berpegang pada tujuan awal program yang lebih memprioritaskan keberpihakan kepada masyarakat, sehingga upaya peningkatan pendapatan nelayan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, peran community worker harus dapat lebih dioptimalkan, khususnya peran mereka dalam melakukan animasi sosial dan menyampaikan informasi yang benar dan efektif kepada masyarakat, maka partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang dikembangkan bagi peningkatan pendapat mereka akan meningkat. Disamping itu, LSM harus mampu bekerja secara profesional dan independent, dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Laksmi Udiati
Yogyakarta: Departemen Sosial B2P3KS, 2007
361 Tri p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Baso Rahman
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami analisis konflik
yang terjadi pada terminal bayangan Jatibening dan sikap, tindakan instansi terkait
dalam hal ini pihak P.T. Jasa Marga, Kepolisian setempat, Pemerintah daerah
dalam merespon konflik yang sudah umum dan telah beberapa kali terjadi dalam
bentuk besar serta penyelesaian konflik sosial terminal bayangan tersebut.
Penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis
konflik Fisher (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terminal
bayangan di ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek Km. 29 telah beroperasi sejak
Tahun 1995, terbentuk secara alami, sejak beroperasinya terminal bayangan
tersebut tidak ada satu pihak yang merasa keberatan baik dari instansi yang
berwenang maupun dari P.T. Jasa Marga sendiri. Beroperasinya terminal
bayangan tersebut seakan-akan lebih diperkokoh dengan kebijakan P.T. Jasa
Marga yang pada tahun 1998 mamberi ijin sebagai imbalan karena warga telah
melindungi P.T. Jasa Marga dari imbas kerusuhan di tingkat pusat; (2) Koordinasi
yang dilakukan oleh P.T. Jasa Marga, Pemerintah Daerah dan Kepolisian dalam
rangka penertiban dan pemindahan ke lokasi terminal baru selalu mengalami
kendala karena warga seolah-olah mempunyai hak dan sudah menjadi sumber
pendapatan banyak warga; dan (3) Penyelesaian konflik yang terjadi dengan
masyarakat, adalah dengan tetap mengijinkan terminal bayangan beroperasi untuk
sementara waktu sampai selesainya hasil kajian dari Dinas Perhubungan Kota
Bekasi dan Badan Pengatur Jalan Tol; P.T. Jasa Marga (Persero) akan melakukan
penataan jalur khusus bus ke rest area (kantong parkir); dan masyarakat
Jatibening akan ikut berperan dalam menertibkan jalur khusus bus, agar tidak
semrawut dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

ABSTRACT
The study aims to identify and understand the analysis of conflict took place at
Jatibening toll gate illegal bus terminal, and the attitude, action of related
institution in this case Jasa Marga Pte.Ltd., the local Police, and the Local
Government in responding the conflict which is common and happened several
times in big magnitude and the social conflict resolution of the illegal terminal.
The study conducted as descriptive qualitative using Fisher (2001) conflict
analysis. Result of the study shows that (1) Illegal terminal at Jakarta-Cikampek
toll roads Km. 29 has been operated since 1995 and naturally establish, since
beginning operation of the illegal terminal there is no party objections neither
from authorities nor from Jasa Marga Pte.Ltd. Besides the operation of illegal
terminal seems to be strengthened by Jasa Marga Pte.Ltd policy in 1998 which
gives permission as a reward since local residents saved Jasa Marga Pte.Ltd. from
the impact of riot at central government level; (2) Coordination between Jasa
Marga Pte.Ltd., Local Government and Police Department to discipline and
relocate to a new terminal location always face constraints since local residents
seem to bare the right and has already become many residents source of income;
and (3) Conflict resolution with local residents is still allow the illegal terminal to
operate temporarily until study result conducted by Dinas Perhubungan Bekasi
and Toll Roads Regulatory Agency has been completed; Jasa Marga (Persero)
Pte.Ltd will arrange special bus lane to rest area; and Jatibening community will
play a role to discipline special bus lane not so chaotic and disrupt traffic."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>