Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umasih
"Tesis ini sebuah telaah atas perubahan kurikulum sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 1975 sampai dengan 1994. Dalam mengkaji kebijakan nasional bidang pendidikan, menunjukan bahwa ternyata kebijakan tersebut sangat mempengaruhi kurikulum persekolahan baik yang nampak dalam struktur kurikulum maupun materi pelajaran, khususnya pada mata pelajaran Sejarah Indonesia dan Pendidikan Pancasila. Studi ini juga mengkaji proses perubahan kurikulum sejarah SMA tahun 1975, 1984 dan 1994 serta mendeskripsikan berbagai temuan yang menggambarkan hasil implementasi kurikulum tersebut.
Berbagai data yang diperoleh dari penelitian ini mengungkapkan adanya berbagai variabel yang mempengaruhi pelaksanaan kurikulum, salah satunya terkait dengan kebijakan nasional dalam aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Pengaruh dari kebijakan nasional membawa konsekuensi bagi pendidikan sejarah pada struktur kurikulum 1975 tidak ada lagi. Hal ini disebabkan mata pelajaran sejarah merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Para pengembang kurikulum ingin menerapkan model pendidikan di Amerika yang dianggapnya berhasil membawa kemajuan bagi negara tersebut. IPS merupakan terjemahan yang keliru dari social studies. Sebagai bagian dari IPS, sejarah Indonesia diajarkan kepada siswa SMA jurusan IPA hanya pada semester pertama, selebihnya di jurusan IPS dan Budaya yang mendapatkan Sejarah Indonesia dan Sejarah Kebudayan.
Kurikulum 1975, merupakan peletak dasar pertama dalam perkembangan sejarah penyusunan kurikulum Indonesia yang menggunakan teori pendidikan dengan pendekatan sistem. Melalui pendekatan tersebut keterkaitan antara tujuan, materi, strategi pembelajaran dan evaluasi pendidikan sangat jelas. Sejarah sebagai bagian dari IPS, menuntut kreativitas guru dalam mengemas materi sejarah yang berwawasan IPS (Geografi, Ekonomi, Kewargaan Negara) dengan pendekatan sistem tersebut. Namun masuknya sejarah dalam bidang studi IPS membawa akibat yang tidak menguntungkan pada pengajaran sejarah.
Pengajaran sejarah dianggap gagal dalam menumbuhkan kesadaran sejarah, memupuk sikap patriotisme dan nasionalisme siswa serta generasi muda, karena pads kurikulum 1975 tujuan pendidikan sejarah semata-mata membentuk visi keilmuan dan kurang memperhatikan tujuan untuk pembentukan nilai yang tercakup dalam mata pelajaran Sejarah dan Kewargaan Negara.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1975 berkembang wacana untuk menelaah kembali pelajaran sejarah. Sejarah harus dikeluarkan dari kelompok IPS, sebab sejarah merupakan bagian dari Pendidikan Humaniora.
Berkembangnya dinamika sosial politik masyarakat ikut mempengaruhi terhadap konstelasi politik nasional saat itu, sebagai akibatnya kebijakan pendidikan yang dimunculkan berkaitan erat untuk memperkokoh ideologi politik dan hegemoni kekuasaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintervensi kebijakan pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya (kurikulum 1984) posisi sejarah dalam struktur kurikulum memunculkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1981 Meskipun PSPB bagian dari Pendidikan Pancasila yang berarti bukan pendidikan sejarah, tetapi kebijakan memberikan mata pelajaran tersebut kepada siswa dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, menjadi polemik dan wacana perdebatan di antara para sejarawan dan pendidik sejarah. Menurut para pakar sejarah yang berorientasi akademik (Sartono, Taufik Abdullah, Harsja W. Bachtiar) meniiai nuansa "pendidikan politik" dalam mata pelajaran tersebut begitu besar. Dalam penentuan materi nampak ada usaha untuk membuat "babad" baru, Sepeninggal Nugroho, Menteri (a.i.) J. B. Sumarlin mengambil kebijakan yang lebih fleksibel dalam penerapan mata pelajaran PSPB, tidak lagi secara formal terstruktur.
Pada akhir tahun 1980-an pemerintah Indonesia berhasil membuat Undang - undang No. 2 Tabun 1989 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional. Atas dasar undang-undang tersebut, persiapan penyempumaan kurikulum persekolahan dimulai. Kurikulum baru tahun 1994 disusun tanpa mata pelajaran PSPB dan Sejarah Indonesia diajarkan kepada siswa SMU selama 9 catur wulan untuk semua jurusan.
Pengembangan kurikulum tidak lagi berdasarkan teori pendidikan dengan pendekatan sistemnya, kurikulum 1994 dikembangkan dengan menggunakan teori kurikulum. Berdasarkan teori tersebut, hubungan antara tujuan, materi, strategi pembelajaran dan evaluasi tidak merupakan sesuatu yang mutlak, tetapi ada fleksibilitas dalam pencapaian tujuan. Satu tujuan dapat dicapai oleh beberapa pokok bahasan atau beberapa sub pokok bahasan.
Filosofi pengembangan kurikulum 1994 adalah dalam rangka memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan kreativitasnya dan memberi penghargaan yang tinggi terhadap profesionalisme guru. Kondisi yang terjadi di lapangan (sekolah) tidak seperti apa yang diharapkan, karena berdasarkan hasil penelitian para pakar, ide pengembangan kurikulum 1994 tidak banyak dimengerti oleh guru karena kurang disosialisasikan. Sebagian besar guru masih pada poly lama, mengajar dengan cara konvensional.
Hal ini bertambah rumit dengan adanya kebijakan Kanwil, dan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) produk MGMP wilayah ikut memberi andil menghambat kreativitas guru. Sejarah sebagai ilmu dan alat pendidikan belum memperoieh titik temu pada tatanan kebijakan pendidikan pemerintah. Sejarah sebagai mata pelajaran yang merangsang kreativitas berfikir dan proses sosialisasi bagi siswa belum dapat terpenuhi. Sejarah tidak hanya mengajarkan fakta, tapi bagaimana guru dapat mengajak siswa berfikir kritis dan rasional, sehingga pelajaran sejarah tetap menarik bagi siswa SMA.

This thesis is a study of the change of histori's curriculum in Senior High School from the year 1975 until 1994. In studying the national policy on educational field, it apparently indicates that the policy greatly influences school curriculum 6081 in the structure of curriculum and in subject matter, especially the subject of Sejarah Indonesia and Pendidikan Pancasila. This study also investigates the process of the change of sejarah curriculum in senior high school year 1975, 1984 and 1994 and also explains various findings describing the result of that curriculum implementation.
Various data which were obtained from this investigation reveals a lot of existing variables which influenced the implementation of curriculum, one of which is concerning with national policy on political, social, economical and cultural aspect.
The influence of national policy brings about consequences that there is no education of history on the strcture curriculum 1975. It is because the subject of history forms a part of social studies (IPS). The curriculum designers want to apply American education model which is considered succesfull in bringing abouth progress for the country. IPS is mistaken translation from social studies. As a part of IPS, Sejarah Indonesia is taught to high school students who take the department of IPA only at the first semester, the rest is in the department of [PS and Budaya which constitute Sejarah Indonesia and Sejarah Kebudayaan.
Curriculum 1975 from the first founder within the history development of Indonesia's curriculum arrangement which is using educational theory by sisthemic approach. By using this approach, the connection between objective, material, learning strategy and evaluation becomes very clear. History as a part of 1PS demands teacher's creativity in conveying history substances which are IPS --oriented (geography, economy, civics) by using that systemic approach. But the disadvantage result on the teaching of history. The teaching of history is considered fail to generate historical awareness, to foter student's as will as young generation patriotic and nationalistic attitude.
Since curriculum 1975 is put into effect, there is a discourse to review the subject of Sejarah that must be excluded from IPS, because history is a part of Humaniora Education,
The development of society's social political dynamic takes part in influencing constellation of national politis at the time, as a result, the emerged educational policy is greatly related with the strengthening of political ideology and power hegemony. It can be done by interferring educational policy. In the next development of curriculum 1984, the position of history in the curriculum structure brings up Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) which is included in Garis-Garis Besar Haluan Negara 1983. Although PSPB is a part of Pendidikan Pancasila which means it is not educational of history, but it becomes polemic and discourse argument among historists and historist education if that subject-matter is given to kindergarten student tell university student. According to academic-oriented history experts (Sartono, Taufik Abdullah, Harsjah W. Bachtiar), the "political education " nuance within thay subject matter is profound. In determining the material, it appears that there is an effort to make new " history". After the death of Nugroho, the minister (a.i) J.B. Sumarlin made the more flexible policy on applying the subject of PSPB, not in structurally formal way.
At the end of 1980s, the Indonesian government succeeded in making laws no.2 year 1989 on the principal of national education system. On the basis of the laws, preparation on the completion of school curriculum began. The new curriculum 1994 is composed without inserting the subject of PSPB, and then Sejarah Indonesia is taught to high school student for 9 Quarter month for all departments.
The philosophy of develoving curriculum 1994 is to give teachers freedom to develop their creativity and give them high reward for their professionalism. What happened in the (school) is not likely to be as expected, since according to the research of the experts, the idea of the development of curriculum 1994 is not well-understood by teachers because it is less-socialized.
Most teachers are still using the old pattern by teaching conventionally. It is getting more difficult with the presence of Kanwil policy and the product of MGMP which take part in hamperring teachers'creativity. Sejarah as a science and educational tool didn't obtain a point on the order of government educational policy. History as a subject matter which stimulates thinking creativity and socialization process for students hasn't been an end meets.
History not only teaches facts but also encourage teachers to how they can make students think critically and rationally, so that the lesson of history keep exciting for high school student."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T9580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Kurniasari
"Tesis ini membahas tentang kebijakan pemerintah Soeharto dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila di tingkat Sekolah Menengah Atas pada tahun 1975-1994 melalui mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), dan PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari tujuan pemerintah dalam melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Selain itu juga untuk membentuk generasi muda agar memiliki karakter Pancasila.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah Soeharto tersebut menuai kritikan dari masyarakat. Kritik diarahkan pada materi pendidikan Pancasila dan PSPB yang diulang-ulang baik pada jenjang dan mata pelajaran yang berbeda. Tahun 1994 pemerintah akhirnya menggabungkan mata pelajaran yang memiliki kajian yang sama sebagai tanggapan atas kritik tersebut.

This thesis discusses the policy during Soeharto's era in instilling the values of Pancasila at the higher secondary school level within 1975-1994 through the subject of Pendidikan Moral Pancasila, the P4 training, and the subject of PSPB. The policy was the implementation of the government's purpose in enforcing Pancasila purely and consistently. In addition, it was meant to develop the young generation to possess the Pancasilacharacters.
The methods used in this research were heuristic, critics, interpretation, and historiography. The research result shows that the Soeharto's government's policy triggered criticism from public. The criticism was directed to the materials of Pancasila education and PSPB which were given repeatedly at different levels and subjects. In 1994 the government finally combined the subjects with similar content as the response of the criticism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T51980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmiasti
"Permasalahan penelitian ini adalah, pertama bagaimana perkembangan penulisan buku pelajaran sejarah dari tahun 1964-1984 dalam kaitannya dengan kurikulum ?, kedua bagaimana pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku-buku teks pelajaran sejarah dari tahun 1964 sampai dengan tahun 1984 dilihat dari aspek pendekatan historiografi '? ketiga bagaimana historiografi dalam mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)?. Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara metodologis penulis menempatkan perkembangan penulisan buku teks pelajaran sejarah di SMA serbagai bagian dari perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dan perkembangan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum pendidikan nasional khususnya mata pelajaran sejarah. Buku teks pelajaran sejarah di SMU selain harus memenuhi kriteria penulisan sejarah yang bersifat ilmu, harus pula mengikuti kriteria yang bersifat politik, ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan kurikulum, karena buku teks merupakan alat pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis secara historiografis terhadap isi buku pelajaran sejarah SMU yang dipakai pada Kurikulum Tahun 1964, 1968, 1975, 1984 dan APB. Kerangka analisis yang digunakan dengan menempatkan isi buku-buku tersebut pada historiografi Indonesia yang Neerlandosentris, Indonesiasentris, Ideologis. Buku-buku pelajaran sejarah pada dasarnya merupakan buku sumber yang digunakan di sekolah untuk kepentingan pendidikan. Secara teoretis buku teks pelajaran merupakan pelaksanaan dari kurikulum yang berlaku. Kurikulum ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan kurikulum biasanva merupakan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pemerintah. Dalam konteks historiografi tujuan kurikulum dapat merupakan jiwa zaman yang mewarnai penulisan sejarah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut penulis temukan yaitu buku-buku yang terbit tahun 1950-an dan dipakai dalam Kurikulum 1964. unsur Neerlandosentris-nya masih nampak, walaupun menggunakan judul ""Sejarah Indonesia"". Hal ini disebabkan oleh buku-buku tersebut masih menggunakan rujukan terhadap buku sejarah yang ditulis oleh orang-orang Belanda. Buku yang terbit tahun 1960-an yang digunakan dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1968, penulisan yang Indonesiasentris sudah mulai ada. Menempatkan bangsa Indonesia sebagai aktor utama sejarah, bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Hindu-Budha. Konsepsi Indonesia secara geopolitik sudah ada pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. ideologis sudah nampak dalam buku yang diterbitkan oleh Pemerintah, atau dikenal dalam buku paket. Buku ini dipakai dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1975, 1984 dan PSPB. penulisan yang bersifat ideologis, sangat dominan dalam buku PSPB. Pendekatan ini melihat sejarah sehagai suatu lambang untuk masa kini. Ada standarisasi nilai atau kebenaran yang bersifat subjektif dalam menilai peristiwa sejarah, seperti penggunaan standar ""Nilai-Nilai 45"". Contoh pada zaman Demokrasi Liberal dianggap sehagai pelanggaran terhadap nilai-nilai 45."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T38822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahlia Amanda Putri
"ABSTRAK
Dalam mendukung pendidikan di Indonesia, pemerintah telah memberikan perhatian dengan cara mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, masalah pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) masih ditemukan, dimana salah satu akar permasalahannya adalah kurangnya fasilitas pendidikan. Jumlah SMA yang relatif banyak merupakan salah satu penghambat dalam penyaluran dana APBN tersebut. Dengan demikian, analisis pengelompokan SMA berdasarkan fasilitas pendidikan di Indonesia diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi pemerintah dalam memprioritaskan penyaluran dana APBN secara cepat dan tepat. Banyaknya observasi yang digunakan adalah 13.486 SMA dengan 9 variabel kategorik fasilitas pendidikan yang tercatat di website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada bulan Agustus tahun 2019. Adapun metode yang digunakan adalah Robust Clustering Using Link (ROCK) yang diyakini mempunyai tingkat akurasi yang baik dan mampu menangani data kategorik dalam jumlah yang besar. Untuk mendapatkan profil kelompok yang lebih jelas, metode ROCK dimodifikasi dengan melakukan Nested Clustering. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuk 14 kelompok SMA yang memiliki karakteristik masing-masing. Diperoleh kelompok 3 merupakan kelompok yang relatif baik dan kelompok 1a merupakan kelompok yang relatif kurang baik. Secara umum, SMA di Indonesia membentuk kelompok yang memiliki kebutuhan fasilitas pendidikan yang berbeda dan memerlukan perhatian dari pemerintah.

ABSTRACT
The government has given attention to support education in Indonesia by allocating the state budget (APBN). However, the problem of education at the senior high school level is still found, which one of the root problems is the lack of educational facilities. The large number of senior high schools in Indonesia becomes one of the barriers to distributing APBN funds. Thus, the analysis of the grouping of senior high schools based on educational facilities in Indonesia is expected to be an alternative for the government in prioritizing the distribution of APBN funds quickly and accurately. The number of observations is 13,486 with nine categorical variables recorded on a website of the Ministry of Education and Culture in August 2019. The method used is Robust Clustering Using Link (ROCK), which is believed has good accuracy and good to handle many categorical data. To get clearer profile of cluster, ROCK method modified with do Nested Clustering. The results of this study indicate that 14 clusters were formed and have their profiles. Cluster 3 is relatively good cluster while cluster 1a is relatively poor cluster. In general, high schools in Indonesia consist of groups that have different educational facility needs and require attention from the government."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmadi
"Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan organisasi tertinggi dalam birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap peningkatkan mutu pendidikan, termasuk jenjang pendidikan sekolah menengah atas ( SMA). Tesis ini menjelaskan Peran Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur Dalam Mengimplementasikan Standar Proses di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kabupaten Belitung Timur. Latar belakang penelitian ini adalah adanya penurunan kualitas terhadap kompetensi lulusan SMA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa bagaimana peran Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur dalam mengimplementasikan standar proses yang terjadi di SMA, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap kompetensi lulusan.
Penelitian terhadap tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif post-positivis dengan metoda wawancara, observasi dan studi dokumen. Faktor-faktor yang diteliti antara lain; Rencana Strategis dan Program Kerja Dinas Pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana Prasarana, dan Kepengawasan Pembelajaran. Untuk menggali faktor-faktor diatas peneliti menanyakan kepada narasumber ahli, disamping adanya observasi dan studi dokumen. Nara sumber ahli yang dijadikan informan adalah orang-orang yang berkompeten dan bertanggung jawab pada tugas yang dilaksanakannya, minimal berpengalaman lima tahun pada bidang tugasnya.
Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur berperan dengan kategori Cukup atau Belum Maksimal terhadap pelaksanaan standar proses pembelajaran di sekolah menengah atas (SMA). Saran yang diberikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur adalah, perlu menganalisis dan pemetaan ulang pelaksanaan program kerja dalam menggunakan anggaran yang tersedia, agar kesenjangan antara sub bagian diantara bidang dalam mengalokasikan anggaran pendidikan dapat memadai, artinya standar program yang disusun dapat tercapai, sehingga visi dan misi yang dijalankan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, agar menghasilkan mutu lulusan yang memiliki kompetensi lulusan yang standar/berkualitas.

District Education Office / City is the highest organization in the government bureaucracy that is responsible for enhancing the quality of education, including high school education (high school). This thesis describes the role of district education office in implementing process standards in high school (SMA) East Belitung District. The background of this study was a decrease in the quality of the competence of high school graduates. The purpose of this study is to analyze how the role of the District Education Office in the Eastern Belitung District implemented standardized processes that occur in high school, through planning, implementation, and supervision of graduate competence.
Research on this thesis uses a qualitative approach with post-positivist methods interviews, observation and document study, which examined factors, among others; strategic plan and work programme of education, curriculum unit level education, labor and education personnel staff, facilities working paper, and supervisory learning.To explore the above factors the researchers asked the expert speakers, in addition to the observation and study of documents. Expert resource persons who become informants are people who are competent and responsible to the task he is performing, at least five years experience in the field of duty.
District Education Office East Belitung played by category or Not Quite Up to the standard implementation of the learning process at secondary school (high school). The advice can be given to the District Education Office East Belitung is, it is necessary to analyze and re-mapping in the work program in using the available budget, so that the gap between the sub, in allocating the budget among the field of education can be adequate, meaning that program standards prepared can be achieved, so that the vision and mission are carried out in accordance with the expected goals, in order to produce quality graduates who have the competency standards / quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29623
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Darmiastuti
"Permasalahan penelitian ini adalah, pertama bagaimana perkembangan penulisan buku pelajaran sejarah dari tahun 1964-1984 dalam kaitannya dengan kurikulum ?, kedua bagaimana pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku-buku teks pelajaran sejarah dari tahun 1964 sampai dengan tahun 1984 dilihat dari aspek pendekatan historiografi ? ketiga bagaimana historiografi dalam mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara metodologis penulis menempatkan perkembangan penulisan buku teks pelajaran sejarah di SMA serbagai bagian dari perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dan perkembangan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum pendidikan nasional khususnya mata pelajaran sejarah, Buku teks pelajaran sejarah di SMU selain harus memenuhi kriteria penulisan sejarah yang bersifat ilmu, harus pula mengikuti kriteria yang bersifat politik, ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan kurikulum, karena buku teks merupakan alat pendidikan.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis secara historiografis terhadap isi buku pelajaran sejarah SMU yang dipakai pada Kurikulum Tahun 1964, 1968, 1975, 1984 dan PSPB. Kerangka analisis yang digunakan dengan menempatkan isi buku-buku tersebut pada historiografi Indonesia yang Neerlandosentris, Indonesiasentris, Ideologis.
Buku-buku pelajaran sejarah pada dasarnya merupakan buku sumber yang digunakan di sekolah untuk kepentingan pendidikan. Secara teoretis buku teks pelajaran merupakan pelaksanaan dari kurikulum yang berlaku. Kurikulum ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan kurikulum biasanya merupakan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pemerintah. Dalam konteks historiografi tujuan kurikulum dapat merupakan jiwa zaman yang mewarnai penulisan sejarah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut penulis temukan yaitu buku-buku yang terbit tahun 1950-an dan dipakai dalam Kurikulum 1964, unsur Neerlandosentris-nya masih nampak, walaupun menggunakan judul "Sejarah Indonesia". Hal ini disebabkan oleh buku-buku tersebut masih menggunakan rujukan terhadap buku sejarah yang ditulis oleh orang-orang Belanda. Buku yang terbit tahun 1960-an yang digunakan dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1968, penulisan yang Indonesiasentris sudah mulai ada. Menempatkan bangsa Indonesia sebagai aktor utama sejarah, bangsa Indonesia sudah ada sejak jaman Hindu-Budha.
Konsepsi Indonesia secara geopolitik sudah ada pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Ideologis sudah nampak dalam buku yang diterbitkan oleh Pemerintah, atau dikenal dalam buku paket. Buku ini dipakai dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1975, 1984 dan PSPB. Penulisan yang bersifat ideologis, sangat dominan dalam buku PSPB. Pendekatan ini melihat sejarah sebagai suatu lambang untuk masa kini. Ada standarisasi nilai atau kebenaran yang bersifat subjektif dalam menilai peristiwa sejarah, seperti penggunaan standar "Nilai-Nilai 45". Contoh pada zaman Demokrasi Liberal dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai 45."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T1436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Muniroh
"Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat pengembalian investasi pendidikan yang diterima lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan MA (Madrasah Aliyyah) dengan tingkat pendapatan sebagai tolak ukurnya. Tingkat pengembalian investasi pendidikan merupakan salah satu topik penelitian yang populer dalam teori human capital atau modal manusia. Mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan yang mungkin diterima di masa depan setelah melakukan sejumlah investasi pada tingkat dan jenis pendidikan tertentu menjadi penting, terutama bagi seseorang yang memiliki keterbatasan untuk mendapatkan tingkat dan jenis pendidikan tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari IFLS5 dan akan diolah dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Model penelitian yang akan digunakan adalah Mincerian Earnings Function dengan variabel independen tingkat pendidikan SMA dan MA serta umur dan umur2. Hasil estimasi yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa lulusan MA mempengaruhi tingkat pendapatan secara signifikan dan memiliki return to education sebesar 28.08% lebih rendah dari lulusan SMA.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anisa Sukmaningtias
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26497
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Puspita Ningrum
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>