Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmanto Widjopranoto, researcher
Yogyakarta: BPPS-Depsos RI , 1971
361.8 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmanto Widjopranoto, researcher
Yogyakarta: Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1974
361 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus SAA
"Tesis yang berjudul di atas terdiri dari 173 halaman. Tesis tersebut terbagi dalam lima bab, yakni Bab I, Pendahuluan, Bab II, Gambaran umum Kabupaten Jayawijaya. Bab III, tentang pola pemukiman orang Dani. Bab IV, Aktivitas keluarga orang Dani. Bab V, perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah dan Bab VI, berisi kesimpulan dan saran. Tesis ini berisi tiga peta wilayah penelitian, delapan tabel, delapan bagan, dan dua gambar bangunan perumahan.
Sasaran kajian pada orang Dani yang bermukim di lembah Balim Kecamatan Wamena. Masalah penelitian adalah mengapa perumahan ideal di lingkungan pemukiman sehat yang diperkenalkan pemerintah tidak diterima dan dihuni komunitas lokal orang Dani? Untuk meniawab permasalahan di atas dilakukan melalui beberapa pertanyaan penelitian, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Tehnik pengumpulan data di lapangan melalui pengamatan dan wawancara. Pemukiman yang dimaksud dalam tesis ini adalah pemukiman yang mengandung unsur-unsur, yaitu tata ruang, bangunan perumahan, keluarga penghuni dan adaptasi keluarga.
Tesis ini membahas tentang empat temuan utama, yakni pertama, konsep penataan ruang pemukiman dan fisik konstruksi bagunan perumahan tradisional dan pola baru yang diperkenalkan pemerintah atau pemukiman sehat. Kedua, tidak dihuninya pemukiman sehat. Ketiga, modifikasi perumahan sehat. Keempat, pengorganisasian anggota keluarga penghuni pemukiman.
Hasil temuan pertama menunjukkan bahwa pola pemukiman orang Dani di lembah Balim Wamena, dewasa ini terdiri dari dua pola pemukiman, yakni pola tradisional yang di sebut silimo dan pola baru yang diperkenalkan pemerintah yang disebut perumahan ideal dilingkungan pemukiman sehat. Makna pemukiman tradisional atau silimo mengandung dua komponen utama, yakni ruang dan penghuni. Hasil kajian menuniukkan bahwa penataan ruang silimo adalah melingkar dan dikelilingi pagar, di dalamnya terbagi dalam sebelas ruang, yakni muso hulak, hunu, ebe-ae, hakse, honai, pilamo, wam dabula, wam lalma, oaiyagi dan sili. Kesebelas ruang tersebut ditata secara berurutan mulai dari muso hulak sampai dengan oaiyago, setiap ruang mempunyai fungsi dan makna mendalam bagi kehidupan mereka. Sebelas ruang antar satu dengan lainnya berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai silimo yang ideal. Wujud fisik kesebelas ruang dalam silimo ada yang tsrbuka dan ada yang tertutup, ruang yang tertutup berada dalam bangunan, masing-masing ruang dipisah dengan pagar mini, intensitas pemanfaatan ruang sill sedangkan ruang lainnya terbatas.
Silimo yang ideal terdiri dari lima bangunan, yakni ebe-ae, honai, pilamo, wam dabula dan hunu. Wujud fisik konstruksi bangunan terbagi dua, yakni bangunan bulat dan bangunan memanjang. Fisik bangunan honai, ebe-ae dan pilamo berbentuk bulat dan hanya satu ruang berlantai dua, sedangkan bangunan hunu dan wam dabula memanjang, di dalamnya disekat menjadi beberapa ruang sesuai kebutuhan penghuni. Honai dan ebe-ae berfungsi sebagai tempat tinggal, reproduksi dan sosialsasi. Pilamo berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda sakral kebudayaan mereka dan lantai dasar sebagai sarana sosialsasi. Pertumbuhan penghuni mempengaruhi penambahan dan pemugaran bangunan di dalam silimo. Hunu berfungsi sebagai tempat pengelolaan makanan dan wamdabula berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ternak babi.
Penghuni silimo terdiri dari manusia dan hewan, tumbuhtumbuhan dan benda-benda kebudayaan mereka. semuanya menempati ruang masing-masing. Keluarga penghuni silimo di organisir melalui tiga kelompok, yakni keturunan patrilineal, perkawinan dan tempat tinggal. Adanya pemisahan keluarga penghuni dalam rumah khusus, yaitu wanita di ebe-ae dan laki-laki di honai. Kebudayaan orang Dani adanya larangan perkawinan dalam klen dan gabungan klen yang tergolongan dalam satu moleti atau paroh masyarakat, yaitu waya dan vita. Keluarga penghuni silimo dapat membangun dan menata tata ruang silimo maupun fisik konstruksi bangunan perumahan yang sesuai dengan tuntutan alami, kehidupan sosial dan kebudayaan mereka.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan terintegrasi sesama anggota keluarga di silimo dilakukan berbagai aktivitas. Aktivitas yang diangkat dalam karya tulis ini, yakni sistem kepemimpinan, mats pencaharian hidup, poly pengelolaan makanan, kepercayaan, pola pengasuhan anak dan transformasi budaya. Semua aktivitas ini merupakan kegiatan yang dilakukan anggota keluarga dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka di silimo.
Konsep pemukiman sehat dan perumahan ideal yang diperkenalkan pemerintah pada orang Dani mengandung dua kontponan besar yakni pertama ruang dan kedua penghuni. Penataan ruang pemukiman sehat terbagi dua, yaitu ruang hidup atau ruang serba guna dan ruang tidur. Untuk membatasi ruang yang satu dengan ruang lain nya dengan dinding bangunan perumahan. Ruang hidup atau ruang serba guna berfungsi sebagai sarana untuk berbagai aktivitas penghuni, sedangkan ruang tidur berfungsi untuk tidur.
Konsep penataan ruang perumahan sehat terbatas hanya dua ruang, sedangkan konsep penataan ruang silimo sebelas ruang, persepsi orang Dani bahwa Ruang dalam perumahan sehat tidak mencukupi kebutuhan atau dianggap kurang lengkap untuk dihuni, fisik konstruksi bangunan sebagaimana dikemukakan diatas adalah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan alam, penggabungan keluarga dalam satu bangunan perumahan tidak sesuai dengan kehidupan sosial dan kebudayaan orang Dani. Ketidak sesuaian konsep pemukiman sehat berakibatkan perumahan sehat yang di perkenalkan pemerintah sejak tahun 1970-1990 tidak diterima dan dihuni orang Dani. Penghuni perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah di peruntukan bagi keluarga inti.
Berkat transformasi kebudayaan, di mana orang Dani yang membuka diri dan menerima konsep perumahan sehat yang diperkenalkan pemerintah dapat memodifikasi bangunan tersebut. Wuaud modifikasi adalah di belakang perumahan sehat di bangun honai sebagai tempat tingggal, reproduksi dan sosialisasi di belakang honai di bangun wam dabula sebagai sarana pemeliharaan ternak babi sedangkan perumahan sehat digunakan untuk menyimpan peralatan kerja mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Wening Basuki
"Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, telah banyak yayasan yang didirikan di Indonesia. Namun pendirian yayasan tersebut ditinjau baik dari segi formal maupun dari segi material belum seragam. Di masyarakat ada kesan bahwa dalam aktifitasnya yayasan yang milakukan aktifitas dan usaha-usahanya tidak lagi bersifat sosial namun telah bergeser ke arah komersial. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tentunya ada pengaturan-pengaturan yang lebih jelas yang menjamin kepastian hukum. Di antara pasalnya adalah Pasal 49 yang mengatur tentang kewajiban membuat laporan tahunan sebagai bentuk pertanggung-jawaban yayasan kepada donatur, pihak ketiga dan publik dan Pasal 52 ayat 2 tentang ikhtisar laporan keuangan wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia agar dapat diketahui oleh publik sesuai dengan asas keterbukaan dan akuntabilitas. Asas-asas good corporate governance yang antara lain terdiri dari asas keterbukaan dan akuntabilitas telah diterapkan pada pemerintahan dan perusahaanperusahaan, apakah asas-asas ini juga wajib diterapkan pada Yayasan ? Bagaimana implementasinya dalam yayasan ?
Dalam tesis ini penulis akan meneliti apa yang menjadi pertanyaan seperti tersebut di alas. Dalam tesis ini penulis menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif, memakai studi dokumen melalui bahan hukum primer, sekunder, tersier sebagai alat pengumpul data. Setelah data diolah kemudian dilakukan analisis.
Dari hasil penelitian dan analisis penulis dapat menyimpulkan bahwa yayasan wajib menerapkan asas keterbukaan dan asas akuntabilitas. Dalam implementasinya, yayasan KEHATI telah menerapkan asas keterbukaan dan akuntabilitas meski belum sempurna seperti adanya laporan tahunan, laporan keuangan yang diaudit dan laporan keuangan yang telah diumumkan disurat kabar harian.
Saran dalam penulisan ini adalah untuk mewajibkan setiap yayasan dilakukan audit keuangannya oleh Akuntan Publik tanpa membedakan sumber perolehan sebagai cerminan asas keterbukaan dan akuntabilitas dan menyesuaikan Pasal 9 anggaran dasar KEHATI terhadap Pasal 52 ayat 2 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004.

Before the implementation of the law No,16 Year 2001 concerning Foundation, there had been already foundations exist in Indonesia. However, the establishment of those foundation is not yet uniformed regarded from the material perspective. There is an image in the society that currently a foundation doesn't only conduct a social activities, but also the commercial one. The implementation of the Law No.I6 Year 2001 concerning Foundation and the law No.28 Year 2004 concerning the Change on the Law No.16 Year 2001 concerning Foundation has ensured a more clear regulation on this matter, one of which is the Article 49 regulating the obligation to make an annual report as the manifestation of the foundation's responsiility towards the donors, the third party and th epublic, and Article 52 section 2 concerning the summary of the finnncial report shoould be published in the daily newspaper to be accessed by the public, in accordance with the principles of transparency and accountability. The principles of good corporate governance also manifested in the principles of transparency and accountability applied by the government and companies. The question is, are these principles also should be implemented in a foundation?
The writer applies a descriptive juridical nonnative method, using document study conducted over as primary, secondary and tertiary legal materials as the data collecting instrument, of which then analyzed.
The research shows the there is a need to implement the principels of transparency and accountability on foundation. In the case of KEHATI Foundation, the foundation has already been implementing thos principles, in form of annual report, audited financial report as well as the publishment of those report in the daily newspapers, despite the imperfectness on the process.
The recommendation to be suggested is that it is necessary to oblige all foundations to audit its financial condition, conducted by a public accountant, without distinguishing source of the amount. As the manifestation of the principles of transparency and accountability, which is in accordance with the Article 20 section 5 of the KEHATI's general guidance and towards Article 52 section 2 law No.28 year 2004."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Local institutions have important role in the people-centered development vision, but such institutions establishment is carried out in absence of good social process. this condition leads to poor performance of the institution, even it does not function at all, without any improvement in the long term. Theoretical references, research as well as experience of establishing institutions suggest using some dominant factors in institutional development in order to get better performance. There are at least six dominant factors in institutional establishment, namely the principles of democratic, participative, diffusion of innovative, and empowerment, besides the existence of conflict in the community and divergent orientation among residents."
FOPEAGE
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daly Erni
"Penelitian "Kajian Dokumen Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan", bertujuan untuk mendapatkan deskripsi analitis mengenai ketentuan beracara dalam perkara perdata yang berkaitan dengan lingkungan hidup dimana LSM bertindak sebagai penggugat, selain itu juga mendapatkan data dan informasi mengenai peran LSM dalam penegakan hukum lingkungan beserta hambatannya. Dalam hukum acara perdata dikenal istilah point d'interet point d 'action, dimana hanya pihak-pihak yang berkepentingan sajalah yang berhak mengajukan gugatan perdata lingkungan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Pihak-pihak tersebut adalah pihak-pihak yang secara langsung menderita kerugian dalam kaitannya dengan perkara lingkungan akibat perusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi. Dalam hukum acara perdata juga terdapat asas bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikan kebenaran dalil-dalilnya. Hal ini tentunya perlu diteliti lebih jauh mengenai peranan LSM dalam mengajukan gugatan perdata lingkungan dan asas bahwa penggugatlah yang harus membuktikan kebenaran dalil-dalil yang diajukan di persidangan.
Metodologi penelitian ini adalah penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif. Langkah awal ialah dengan melakukan persiapan penelitian termasuk didalamnya studi literatur. Langkah berikutnya menyusun format pedoman pertanyaan yang diperlukan untuk wawancara dengan narasumber. Berkanaan dengan terbatasnya dana dan waktu, penelitian ini berupa pengamatan terhadap berbagai dokumen yang ada sehubungan dengan kasus-kasus yang pernah diajukan di dalam sidang pengadilan pada umumnya.
Selain itu penelitian ini juga menggali berbagai sumber tulisan atau dokumen yang pernah ada. Dengan demikian penelitian ini melakukan kajian ke berbagai instansi atau institusi yang terkait dengan permasalahan lingkungan seperti: Bapedal, LSM yang pernah menggugat, dan pengadilan. Setelah memperoleh data yang cukup, data tersebut diolah dan dianalisis guna pembuatan laporan. Perolehan hasil studi bahwa setelah tahun 1989 berdasarkan praktek pengadilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang pelestarian lingkungan hidup dianggap cakap dan memiliki kewenangan hadir sebagai penggugat di muka pengadilan di istilahkan dengan Standing to Sue in Conversation atau Standing to Sue in Environmental Litigation. Hal ini dikuatkan dengan diundangkannya UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 38.
Sedangkan mengenai asas pembuktian dalam praktek perkara perdata lingkungan dikenal asas Strict Liability atau tanggung jawab mutlak dimana dalam kasus pencemaran lingkungan tidak lagi didasarkan atas kesalahan (liability based on fault) dimana penggugat bare akan memperoleh ganti rugi apabila berhasil membuktikan adanya kesalahan. Asas ini juga dianut dalam UU No 23 tahun 1997 pasal 35 meskipun tidak secara penuh hanya bagi usaha dan kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan panting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hasmy Mallalahi
"Skripsi ini membahas mengenai Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus sebagai pranata sosial baru di masyarakat perkotaan untuk perlindungan anak terlantar. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, melalui metode pengumpulan data pengamatan, wawancara, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa selama melayani anak terlantar di rumah perlindungan, RPSA Bambu Apus menggantikan fungsi pranata keluarga, rumah tangga dan pranata kekerabatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pengasuhan anak, hingga anak dikembalikan dalam lingkungan pengasuhan permanen yang memenuhi kepentingan terbaik bagi anak. Segala manfaat diberikan RPSA Bambu Apus bagi anak terlantar yang dilayani, agar kebutuhan anak sesuai dengan tumbuh kembangnya dapat terpenuhi. Dengan demikian, RPSA Bambu Apus menyiapkan anak terlantar agar dapat diterima di masyarakat, khususnya lingkungan pengasuhan permanen anak nantinya, dan membantu mengatasi keberadaan anak terlantar. Meskipun begitu, peningkatan pelayanan perlu dilakukan, yakni berupa peningkatan kerjasama keluarga dan pihak yang nantinya bertanggung jawab atas pengasuhan permanen anak dalam rencana pelayanan anak; dukungan sosial terhadap keluarga yang akan melaksanakan pengasuhan permanen anak; dan peningkatan kualitas dan kuantitas pekerja sosial dan pengasuh RPSA Bambu Apus.

This study focuses on Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus as a new social institution in urban society to protect neglected child. The research was conducted by using qualitative research approach through observation, interview, and literature study method. The result of this study showed that when RPSA Bambu Apus taking care of the neglected children in the protection house, it replaced the function of family institution, household, and kinship institution concerned with fulfilling daily needs and child rearing until they returned to the permanent child rearing environment which fulfills the best interest for the children. All advantage is given by RPSA Bambu Apus to meet the growth needs of neglected child. Therefore, RPSA Bambu Apus is preparing neglected child to be socially accepted, especially in the permanent child rearing environment later on and try to overcome the existence of them. However, service improvement need to do, that are the cooperation of family and the caregiver which later responsible to plan neglected child treatment; social support for neglected child?s family who will be taking care of their children; and the quality and quantity improvement of social workers and caregivers in RPSA Bambu Apus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Muhaemin
"Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini menunjukkan bahwa pembangunan harus selaras antara upaya memenuhi kesejahteraan lahiriah dan kesejahteraan batiniah. Dalam perspektif pembangunan nasional yang demikian diperlukan adanya pembangunan jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek yang dilaksanakan secara bertahap dimana tujuan dari setiap tahap pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia serta meletakkan dasar yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup besar baik dalam luas wilayah, sumber daya alam maupun jumlah penduduk. Penduduk Indonesia menempati urutan keempat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika. Menghadapi penduduk yang besar ini persoalannya menjadi tidak sederhana, terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan pemerataan penyebarannya. Berbagai upaya dilakukan baik melalui jalur pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, transmigrasi, pembangunan perumahan maupun lainnya.
Pembangunan perumahan merupakan salah satu aspek dari pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kualitas dan kesejahteraan manusia dan masyarakat, dengan harapan agar seluruh rakyat Indonesia mampu menempati rumah yang layak dan sehat sehingga didalamnya dapat terbina anggota keluarga yang sehat dan berkualitas. Keadaan dan kondisi perumahan suatu masyarakat dapat menjadi salah satu ukuran taraf hidup, peradaban dan kepribadiannya. Kondisi perumahan dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan pribadi seseorang, kesehatan, prestasi kerja, serta kesejahteraan seluruh keluarga. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Blaang bahwa rumah mempunyai arti sangat penting dalam pembinaan watak dan kepribadian suatu bangsa ( Blaang, 1996: 7). Dengan demikian maka pembangunan perumahan merupakan pembangunan yang tidak terpisah dari pembangunan nasional.
Menyadari hal ini maka sektor perumahan dan permukiman mendapat perhatian penuh dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan perumahan tidak hanya untuk mereka yang mampu melainkan agar semakin merata dan dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitannya serta keterpaduannya dengan lingkungan sekitar.
Menurut Profesor N. lskandar (Ninik W, 1987: 116) bahwa penduduk Indonesia tahun 2000 diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa, tidak kurang dari 60 juta jiwa tinggal di perkotaan. Sebagian besar penduduk diperkirakan masih tinggal di Pulau Jawa. Pulau Jawa pada tahun 2000 keadaannya dapat dilukiskan sebagai suatu pulau yang semi kota (semi-urban)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arsyi Santoso
"Bertempat tinggal dengan aman dan nyaman merupakan Hak Asasi Manusia yang harus dipenuhi dan dapat dijangkau oleh semua golongan. Dengan gencarnya privatisasi pada sektor perumahan, Social housing merupakan salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan rumah tinggal untuk masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Penyediaan social housing di Indonesia dapat ditelusuri mulai dari masa kolonialisme Belanda, awal kemerdekaan, Orde Baru, hingga era Reformasi.
Tujuan kajian ini dilakukan adalah untuk melihat bagaimana dinamika sosial, politik, dan ekonomi memengaruhi mekanisme penyediaan social housing yang terdiri dari aspek pengadaan, manajemen, dan pendanaan diselenggarakan oleh setiap pemerintah pada keempat periode tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan kajian literatur untuk melihat runtutan proses pengadaan social housing di Indonesia.
Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa mekanisme penyediaan social housing merefleksikan ideologi serta intensi (baik dalam aspek sosial, politik, dan ekonomi) yang ingin dicapai dari setiap pemerintahan pada empat periode tersebut. Dengan memahami bagaimana strategi yang dilakukan setiap pemerintah dalam penyediaan social housing di Indonesia, dapat dikatakan bahwa perlu adanya perbaikan dan peningkatan dalam mekanisme penyediaan social housing agar kebutuhan rumah tinggal masyarakat dapat terpenuhi.

Living safely and comfortably is a human right that must be fulfilled and can be affordable by all groups. With the massive privatization of the housing sector, Social housing is one solution to meeting the housing needs of the community, especially for low-income people. The provision of social housing in Indonesia can be traced from the period of Dutch colonialism, the beginning of independence, the New Order, to the Reformation era.
The purpose of this research was to see how social, political, and economic dynamics affect the mechanism for providing social housing which consists of aspects of provision, management, and finance held by each government in the four periods. The method used in writing this thesis is a literature review to see the sequence of the social housing procurement process in Indonesia.
The results of the literature review show that the mechanism for providing social housing reflects the ideology and intentions (in terms of social, political, and economic aspects) to be achieved by each government in the four periods. By understanding how the strategy is carried out by each government in providing social housing in Indonesia, it can be said that there is a need for improvement and improvement in the mechanism for providing social housing so that the housing needs of the community can be met.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>