Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Mora Aryani
"Salah satu upaya untuk mengefektifkan peranan pajak sebagai sumber pembiayaan pemerintahan adalah memperluas subjek pajak - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga tingkat pedagang eceran. Untuk memberikan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE) dalam memenuhi kewajiban PPN-nya, maka dikeluarkan ketentuan Nilai Lain sebagai Daftar Pengenaan Pajak (DPP).
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan ketentuan tersebut pertama : apakah terdapat keseragaman pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan perpajakan, kedua : apakah telah memberikan kemudahan administrasi pajak, ketiga : apakah telah memenuhi asas keadilan pajak, keempat apakah terdapat pengawasan dan pemeriksaan pajak yang efektif.
Kerangka teori yang penulis ajukan adalah prinsip-prinsip perpajakan yang ideal yaitu bahwa sistem perpajakan yang ideal harus memenuhi prinsip kepastian hukum yang tercermin dalam keseragaman pemahaman, kemudahan administrasi pajak, azas-azas keadilan pajak serta sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.
Disamping melakukan studi literatur (library research), penulis juga melakukan penelitian lapangan (field research) berupa unit analisis persepsi dan pengalaman aparatur pajak maupun wajib pajak (pedagang eceran) di wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Menteng dengan menggunakan instrumen kuesioner.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa, diantara wajib pajak maupun aparatur pajak tidak memiliki persepsi yang seragam terhadap pokok peraturan perundang-undangan perpajakan, belum sepenuhnya memberikan kemudahan dalam administrasi pajak bagi wajib pajak maupun instansi pajak, responden aparatur pajak menyatakan bahwa tarif deemed 10% x 20% x DPP sudah cukup wajar dan adil sebaliknya responden wajib pajak menyatakan belum sepenuhnya/belum adil dan seharusnya lebih rendah, sistem pengawasan dan pemeriksaan yang ada ternyata belum efektif, masih terdapat beberapa kendala dan perlu ditingkatkan.
Untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan pengenaan PPN terhadap PKP PE dengan menggunakan Nilai Lain sebagai DPP, disarankan untuk dilakukan peninjauan kembali seluruh ketentuan perpajakan yang terkait, dilakukan penyeragaman pemahaman antara wajib pajak maupun aparatur pajak, dilakukan peninjauan lebih lanjut untuk memberikan kemudahan administrasi pajak, dilakukan penelitian lebih lanjut tentang besarnya tarif deemed yang wajar dan dilakukan penyuluhan yang intensif dan terencana untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak sehingga tercipta keadilan (persaingan yang sehat) diantara wajib pajak."
2001
T7439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tunas Hariyulianto
"Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip tujuan (Destination Principle) yaitu suatu prinsip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan jasa oleh negara tempat pemanfaatan atau konsumsi barang dan jasa tersebut. Berdasarkan prinsip ini, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi di dalam Daerah Pabean, sedangkan atas konsumsi barang dan jasa yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas dasar prinsip tujuan (Destination Principle) ini, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini dilakukan melalui metode Zero Rate, yaitu atas ekspor Barang Kena Pajak ditentukan sebagai penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% ini telah membuat ekspor Barang Kena Pajak menjadi bebas dad pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Barang Kena Pajak yang diekspor tersebut.
Berbeda halnya dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai hanya mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dengan tarif 10%, tanpa adanya ketentuan iebih lanjut yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai da!am hal Jasa Kena Pajak tersebut dimanfaatkan di luar Daerah Pabean (Ekspor Jasa). Dengan demikian, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai mengenakan tarif yang sama sebesar 10% atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean baik untuk dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean maupun di luar Daerah Pabean.
Analisis yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, penelaahan dokumen dan hasil wawancara diperoleh kesimpulan bahwa Ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% atas ekspor Jasa Kena Pajak tidak sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai antara lain prinsip tujuan (Destination Principle) yang dianut oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dan Teori Bukan Faktor Harga (VAT is not a cost price factor). Berdasarkan prinsip tujuan, atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean untuk dikonsumsi atau dimanfaatkan di luar Daerah Pabean seharusnya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Teori Netralitas Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai seharusnya tidak dikenakan atas ekspor. Sedangkan teori yang ketiga menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai bukanlah faktor penentu harga atau tidak masuk ke dalam harga barang atau jasa yang diserahkan.
Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak, dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode yaitu Exemption dan Zero Rate. Berdasarkan konsep teori dan metode yang digunakan oleh negara-negara yang menerapkan sistem Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax), metode yang sebaiknya digunakan adalah Zero Rate, yaitu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dengan tarif 0%.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate (tarif 0%) ini, akan membuat ekspor Jasa Kena Pajak menjadi bebas dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax), karena atas Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha ekspor tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang dan jasa yang berhubungan dengan Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut. Pengecualian dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh (Free of Tax) diharapkan akan dapat meningkatkan daya saing harga dari produk-produk jasa yang diekspor oleh Pengusaha Indonesia. Hal ini tentunya akan Iebih menciptakan iklim dunia usaha jasa di Indonesia yang lebih kondusil. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan metode Zero Rate juga dilakukan dalam rangka harmonisasi perpajakan demi terciptanya perdagangan internasional yang fair dan netral.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis permasalahan dalam tesis ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Jasa Kena Pajak dalam peraturan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia belum sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya, disarankan agar dilakukan perubahan ketentuan dalam Undangundang Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur mengenai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean untuk dimanfaatkan di luar daerah pabean (ekspor Jasa Kena Pajak) sehingga sesuai dengan konsep teori Pajak Pertambahan Nilai.

The Indonesian VAT Prevailing Law follows a Destination Principle in imposing Value Added Tax. Under this Destination Principle, VAT is imposed on goods and services consumed in the taxing jurisdiction, regardless of where they are produce. VAT is imposed on imports for consumption in the state, and VAT is rebated on exports to be consumed elsewhere. Fiscal frontiers must be maintained to ensure that exports are fully rebated for the VAT paid in the exporter's domestic market and where the VAT rates appropriate to the importer's home market can be applied.
Based on The Destination Principle, VAT is not imposed on goods consumed outside the taxing jurisdiction (Exports of goods). This Exception of VAT Levy, done with Zero Rate Method. Zero Rate means that the trader is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT, On the other hand, a trader liable to the zero rate is liable to an actual rate of VAT, with just happens to be zero; therefore, such a zero-rated trader is wholly a part of the VAT system and makes a full return for VAT in the normal way. However, when this trader applies the tax rate to his sales, it ends up as a zero VAT liability but from this he can deduct the entire VAT liability on his inputs, generating a repayment of tax from the government. In this way, the zero-rated trader reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys the good free of VAT. Different matter with VAT levy on exports of services. Indonesian VAT Laws imposed on every transfer of taxable services in taxing jurisdiction with rate of 10%, regardless of where they are consumes. Therefore, 10% VAT is imposed on export of taxable services.
Analysis that has been done based on study of literature books and interview, conclude that 10% VAT levy on export of taxable services is not appropriate with Theory of VAT, among other things, Destination Principle, Neutrality Theory and VAT is not a cost-price factor Theory. According to this principle and the theory, VAT should not impose on services that consumed outside the taxing jurisdiction (Export of services).
Exception of VAT levy on export of services can use exemption or zero rate. According to VAT Theory and method used in countries that used VAT System, the method should be used is zero rate. Using Zero Rate means that the exporter of services is fully compensated for any VAT he pays on inputs and, therefore, genuinely is exempt from VAT. The exporter of services can reclaims all the VAT on his inputs and bears no tax on his outputs, and the purchaser of such a trader's sales buys services free of VAT. Using zero rate in export of services will increase price competitiveness of service products that exported by Indonesian producer. Further, this matter will create the conducive condition for business of services in Indonesia.
Based on analysis of the case in this examination, conclude that imposing Value Added Tax on export of services according to the prevailing law is not appropriate with theory of VAT. Further, suggested that the government should amendment prevailing law in particular that regulate about imposing Value Added Tax on export of services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Arsita
"Skripsi ini membahas tentang rencana perubahan kebijakan batas omset PKP Rp600.000.000,- terhadap UKM, latar belakang, potensi penerimaan negara dan hambatan dari perubahan kebijakan batas omset pertahun menjadi PKP bagi UKM yang dibuat oleh pemerintah. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang perubahan batas omset PKP adalah untuk menyederhanakan pemajakan PPN pada UKM, untuk menyesuaikan dengan laju inflasi dan untuk menggairahkan perekonomian Negara. Jumlah penerimaan negara tergantung pada perubahan naik atau turunnya batas omset PKP. Sebagai pemegang otoritas perpajakan, pemerintah sebaiknya melakukan penelitian tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sehingga dapat menetapkan ketentuan kebijakan batasan minimal jumlah peredaran bruto (threshold) secara ideal untuk Pengusaha Kecil dan Menyederhanakan administrasi pajak pada UKM.

This thesis discusses about Changes Threshold Turnover IDR 600.000.000 to Small and Medium Enterprise, background, potential revenues and the resistance of the Changes Taxable Threshold to VAT enterprises for Small and Medium Enterprise are set by the government. This study is descriptive qualitative research. The results of this study indicate that the background of the Changes Taxable Threshold limit is to simplify the VAT taxation on SMEs, to adapt to the rate of inflation and to stimulate the state's economy. Total state revenue depends on changes increase or decrease the turnover limit VAT enterprises. As the holder of the tax authorities, the government should conduct research on the Small and Medium Enterprises (SMEs) in order to set a minimum limit of the policy provisions on gross amount (threshold) is ideal for Small and simplify tax administration on SMEs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Timbul
"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), semua barang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenakan PPN, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan perpajakan. Dengan pengenaan PPN tersebut, berbagai kalangan terutama yang berhubungan dengan barang-barang hasil pertanian menyatakan keberatannya dan menolak, karena ditengarai akan meningkatkan harga jual barang-barang hasil pertanian, serta menurunkan daya saing di pasar internasional (ekspor). Tertarik akan pendapat yang menolak tersebut, penyusun mencoba untuk mengetahui secara mendalam mengenai 2 (dua) masalah pokok yang mengemuka, yaitu (1) pengaruh pengenaan PPN terhadap pembentukan harga jual produk pertanian, dan (2) pengaruh pengenaan PPN atas produk pertanian terhadap daya saing dipasaran ekspor.
Untuk mendalami masalah pokok tersebut penyusun melakukan penelitian terhadap 117 perusahaan yang bergerak di bidang produksi maupun perdagangan barang-barang hasil pertanian, yaitu dengan cara mengajukan kuesioner. Juga terhadap Direktorat Jenderal Pajak untuk mengetahui peraturan dan kebijakan yang berhubungan dengan pengenaan PPN atas barang-barang hasil pertanian.
Dari analisis, kajian dan pembahasan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa (1) faktor utama yang mempengaruhi harga jual barang-barang hasil pertanian adalah kualitas barang. Dengan demikian pengenaan PPN atas barang-barang hasil pertanian tidak serta merta menaikkan harga jual sebesar tarif PPN 10%, melainkan apabila seluruh pengusaha sepanjang jalur distribusi sebagai PKP, kenaikan harga yang dibayar oleh konsumen dibawah 10% karena adanya mekanisme pengkreditan PM terhadap PK. Kemudian (2) pengaruh pengenaan PPN terhadap daya saing juga kurang signifikan. Dari data yang diperoleh ditunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi daya saing di pasar internasional adalah kualitas barang hasil pertanian itu sendiri, bukan harga. Bahkan dengan mekaniame PPN, Pajak Masukan yang dikenakan atas pengusaha dapat diminta kembali (restitusi), sehingga dapat menambah cash flow perusahaan.
Untuk itu penyusun menyarankan (1) agar para pengusaha yang belum terdaftar sebagai PKP segera mcnjadi PKP. (2) agar pemerintah selalu melakukan sosialisasi atas peraturan-peraturan PPN, termasuk mekanisme serta keuntungan yang diperoleh para pengusaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantoruan, Juwita Rahma Sari
"Penelitian ini membahas mengenai dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa outsourcing di Indonesia. Kebijakan tersebut secara khusus tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Jasa Tenaga Kerja Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai khususnya pada pasal 4. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan alasan dari pemerintah menetapkan adanya dua dasar pengenaan pajak, bagaimana kebijakan ini ditinjau dari asas kepastian hukum (certainty), serta apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan ini di lapangan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa Outsourcing yaitu atas penggantian dan nilai lain, memiliki alasan dan dasar pemikiran tersendiri yang didukung oleh teori dan konsep yang sesuai. Kebijakan yang diatur pada PMK Nomor 83/03/2012 ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian akan kekuatan hukum pelaksanaan pemungutan PPN atas Jasa Outsourcing meskipun adanya dua dasar pengenaan pajak ini dinilai tidak sesuai dengan konsep aturan,dimana dalam satu aturan tidak diperbolehkan ada yang bersifat fakultatif. Dalam pelaksanaanya kebijakan ini memiliki hambatan terutama terkait sosialisasi kebijakan tersebut.

This research is about Tax Base of Value Added Tax on Outsourcing services in Indonesia The policy is specifically stated in the Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Jasa Tenaga Kerja Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai in particular on Article 4. This research is to explain about the reason the government established the two tax bases, how this policy in terms of the principle of legal certainty and what are the obstacles in the implementation of this policy.
This is a descriptive research with qualitative approach. Results of this study concluded that the basic policy of imposition of Value Added Tax on Outsourcing services is the subtitution and other value has its own reasons and rationale that is supported by appropriate theories and concepts. Policies that set the PMK 83/03/2012 Number is issued to provide legal certainty to force the implementation of the collection of VAT on Services Outsourcing although the two tax bases is not assessed in accordance with the concept of the rule, which is not allowed under the existing rules are voluntary. In the implementation of this policy has barriers mainly related to the policy of socialization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46637
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Joko Trianto
"Pada kenyataannya di Indonesia terdapat suatu sengketa pajak yang terjadi sehubungan dengan pemajakan atas kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan. Adapun hal yang menjadi sengketa adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan repossessed assets.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sengketa yang terjadi dilatari oleh perbedaan dasar pemikiran. Menurut perusahaan pembiayaan, seharusnya penjualan repossessed assets yang terjadi, tidak terutang PPN, karena tidak terjadi penyerahan dan bukan dilakukan dalam lingkup usahanya. Sementara itu, pihak otoritas perpajakan di Indonesia berkeyakinan bahwa atas kegiatan tersebut di atas terutang PPN.
Dasar pemikiran pemeriksa pajak adalah kebalikan dari pendapat perusahaan pembiayaan. Dengan mengacu pada sengketa di atas, maka analisis berikutnya adalah bertujuan untuk menguji karakteristik kegiatan penjualan repossessed assets berdasarkan konsep taxable supplies dan menguji business activity dari kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penjualan repossessed assets memenuhi unsur-unsur dalam teori Value Added Tax (VAT), sehingga dapat diperlakukan sebagai obyek pemajakan. Namun karakteristik penjualan repossessed assets itu sendiri bersifat sulit untuk dipajaki atau dikenal dengan istilah hard to tax yang dapat saja dipertimbangkan untuk dikecualikan dari obyek pemajakan. Selain itu menimbulkan ketidakadilan jika terdapat perbedaan perlakuan perpajakan atas transaksi yang sama dilakukan oleh bentuk usaha yang lain.
Apabila ketentuan perpajakan yang ada tidak dibuat secara tegas dan komprehensif, maka akan menimbulkan ambiguitas interpretasi dari pihak-pihak yang bersengketa. Pada akhirnya akan berakibat meningkatkan cost of taxation bagi Wajib Pajak dan pemerintah, juga berdampak pada industri lain yang terkait, misalnya industri kendaraan bermotor. Penelitian ini mengusulkan suatu solusi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang terjadi. Alternatif yang diusulkan mengacu pada teori presumptive tax, untuk menetukan "dasar pengenaan pajak" yang dapat diterapkan secara adil dan memenuhi konsep "revenue productivity".
Hasil penelitian ini mengusulkan suatu "tax base" berupa "nilai lain". Dengan keterbatasan yang ada, peneliti berharap agar alternatif ini dapat menjadi solusi bagi sengketa yang terjadi. Dengandemikian, dapat mendorong perkembangan industri pembiayaan dan industri lain yang terkait.

As the matter of fact, dispute lies in Indonesia in accordance with tax treatment on business activity conducted by financing company, which is Value Added Tax (VAT) imposition on sales of repossessed assets.
The analysis output shows that the dispute is caused by different mindset. According to Financing Company, sales on repossessed asset are not the object of VAT as there is no transfer of ownership and not being done under its business scope. Plus, the tax imposition does not fulfill fairness because there is different treatment applied for similar business activity by different form of entity. On the other hand, tax authority in Indonesia believes that it is object of VAT.
The basic principle of tax auditor is on the contrary of Financing Company"s. Thus, the next analysis is to examine characteristic of repossessed assets sales based on taxable supplies concept and to examine business activity conducted by Financing Company.
Analysis results fulfillment of aspect on VAT theory by repossessed assets, so that it can be treated as tax object. But the characteristic of repossessed assets sales itself is hard to tax, which is possible to considerably be exceptional from object of tax. Aside from that, it creates unfairness since different treatment applied for similar transaction hold by different form of business entity.
Clear tax regulation is required to avoid ambiguity of interpretation from conflicted parties which leads to cost of taxation increase for Tax Payer and Government. Also it may impact other related industry, e.g. vehicles industry. The observation proposes a solution as an alternative to overcome dispute. Proposed alternative is based on presumptive tax theory, to determine "tax base" which may ensure fairness and obey the concept of "revenue productivity".
The output of this thesis proposes a "tax base" in a form of "other value". The writer expects the alternative will become solution for dispute appeared and stimulate the development of Financing Industry and other related industry."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amalia
"Implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao berpengaruh terhadap keberlangsungan operasional industri kakao. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist, jenis penelitian deskriptif, dengan tujuan menganalisis proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi. Hasil penelitian dari ketiga faktor menunjukan bahwa implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao memiliki beberapa permasalahan yaitu luasnya wilayah indonesia, kurangnya sumber daya manusia, dan mengganggu ekonomi industri. Selain itu, dalam proses implementasi memunculkan output kebijakan baru, kepatuhan Pengusaha Kena Pajak menimbulkan penerimaan pajak, dan terganggunya cashflow industri kakao.

The implementation of Value Added Tax policy for the supplies of cocoa gives impact to the operational activities in that current industry. This research conducted by post positivist approach with descriptive purpose, it is to analyze the implementation process and factors that influance the implementation. The result of this are among the three factors shows the policy impelementation has some problems, there are the wide of area, lack of human resource, and distract economy condition of the industry. Besides, in implementation process issued new policy output, voluntary compliance of taxable person increases tax revenue and disruption of the cocoa industry's cash flow."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Nurbaini
"Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tesis ini membahas mengenai bagaimana pemahaman Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah tentang kriteria, mekanisme dan aturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Kota Depok dan bagaimana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kota Depok secara yuridis yang didukung oleh data-data yang berasal dari beberapa narasumber yang terkait langsung dalam Pajak Pertambahan Nilai ini. Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara (interview). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemungutan dan pengenaan PPN bagi jasa Notaris/PPAT juga merupakan kontribusi yang pasti akan mendorong penerimaan pajak bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Depok, tetapi belum banyak Notaris/PPAT yang paham terhadap mekanisme, aturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Notaris di Kota Depok.

Tax is one of the main source for the implementation and improvement of development that aims to improve the prosperity and walfare of the society. This thesis explores how an understanding of the Notary/Land Deed Official on criteria, mechanisms and rules of VAT collection in Depok and how the imposition of Value Added Tax on Services Notary/Land Deed Official VAT purposes in Depok in juridical supported by data derived from several sources are related directly to the Value Added Tax. According to the data source as described above, in this study the data was done by literature study and interviews. These results indicate that the collection and imposition of VAT for the services of a Notary/Land Deed Official also a contribution that will certainly encourage tax revenue for the Tax Office in Depok, just a few of the notary who knows and understand the mechanisms, rules on Notary Services Value Added Tax."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumangger, Lewi Evander Christ
"Batubara adalah komoditas yang krusial dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia. Statusnya sebagai Barang Tidak Kena Pajak berubah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sehingga menghapus batubara dari daftar barang tidak kena PPN. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ini yang sudah berlangsung 2 tahun. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi Kebijakan PPN atas penyerahan batubara berdasarkan teori evaluasi kebijakan Dunn. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga dimensi yang terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu perataan, responsivitas, dan ketepatan. Dimensi yang tidak terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu efektivitas dan efisiensi. Kebijakan PPN atas penyerahan batubara perlu diperbaiki agar bisa mencapai tujuan awal kebijakan ini bisa tercapai. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan batubara untuk mengamandemen kontrak yang berlaku agar otomatis mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan matang untuk mempersiapkan potensi restitusi di masa depan.

Coal is a crucial commodity in meeting Indonesia's energy needs. Its status as Non-Taxable Goods has changed since the promulgation of Law Number 11 Year 2020 of Cipta Kerja, thereby removing coal from the list of non-VAT subject goods. The purpose of this study is to evaluate the implementation of this policy which has been going on for 2 years. The research was carried out using a qualitative approach with a descriptive research type where data collection was carried out by in-depth interviews and literature studies. The focus of this research is to evaluate the VAT policy on coal delivery based on Dunn's policy evaluation theory. The results of the study show that there are three dimensions that are fulfilled in the VAT policy on coal delivery, namely equity, responsiveness, and accuracy. The dimensions that are not fulfilled in the VAT policy on the delivery of coal are effectiveness and efficiency. The VAT policy on the delivery of coal needs to be improved in order to achieve the initial objectives of this policy. The way that can be done is by negotiating between the government and coal companies to amend the applicable contract so that it automatically complies with statutory provisions. In addition, careful planning is necessary to prepare for potential restitution in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hilman
"Penyerahan koin emas dinar merupakan penyerahan yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk menganalisa penghitungan PPN terhutang berdasarkan DPP Nilai Lain (Presumptive tax). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan apakah penyerahan atas komoditas investasi berupa koin emas dinar telah sesuai dengan teori Pajak Pertambahan Nilai khusunya asas netralitas, serta untuk menggambarkan aspek pajak Pertambahan Nilai atas transaksi koin emas dinar di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perlakuan PPN atas koin emas dinar telah sesuai dengan asas netralitas fiskal. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di level produksi, distributor memiliki perbedaan. Prinsip ease of administration terlihat dari tingkat distributor yang dapat menggunakan DPP Nilai lain sebagai metode penghitungan Pajaknya. Sedangkan di tingkat produsen, dengan dikeluarkannya PMK 38 tahun 2013 tidak mengubah metode pengkreditan PPN perusahaan. Di level konsumen, isu yang berkembang adalah adanya beban deductable atas gross income yang dapat diakui tiap tahunnya jika konsumen berinvestasi koin emas dinar.

The delivery of the gold dinar coin is outstanding delivery of Value Added Tax. A qualitative approach is intended to analyze the calculation of VAT payable by the DPP Other Value (Presumptive tax). This study aimed to describe whether the delivery of the commodity investment in gold dinar coins in accordance with the theory especially VAT neutrality principle, as well as to describe aspects of value added tax on transactions of gold dinar coins in Indonesia. This research is a descriptive study with data collection techniques such as in-depth interviews and literature studies. Results of this study concluded that the treatment of VAT on gold dinar coins in accordance with the principle of fiscal neutrality. Value Added Tax at the production level, the distributor has a difference. Principles of ease of administration that can be seen from the level distributors can use DPP as a method of calculating Value Tax. While at the producer level, with the release of FMD 38 in 2013 did not change the company's method of crediting of VAT. On the consumer level, a growing issue is a deductable expense on gross income to be recognized each year if consumers invest in gold dinar coins."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>