Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulaksono
"Tesis ini meneliti tentang faktor-faktor struktural yang menyebabkan kemiskinan di kalangan masyarakat nelayan di Kelurahan Kandang Kecamatan Selebar Kota Bengkulu Propinsi Bengkulu.
Propinsi Bengkulu memiliki garis pantai sepanjang ± 500 km dan memiliki potensi perikanan laut yang besar yaitu 46.145 ton/tahun (territorial 12 mil) dan yang dimanfaatkan baru 24.186, 6 ton (52,41%). Kondisi ini belum termasuk potensi lestari diperairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil) sebesar 80.072 ton/tahun, oleh karena itu tingkat kesejahteraan nelayannya relatif miskin karena belum optimalnya pemanfaatan potensi yang ada. Perhatian pemerintah terhadap kehidupan nelayan selama ini sudah ada, namun kondisi nelayan masih belum mengalami peningkatan. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui faktor-faktor struktural apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di kalangan masyarakat nelayan terutama nelayan tradisional dan nelayan buruh di Kelurahan Kandang Kecamatan Selebar Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu, kedua untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan terutama nelayan tradisional dan nelayan buruh di Kelurahan Kandang. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, observasi langsung di mana peneliti langsung berada di lapangan, mengadakan wawancara mendalam tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak sembilan orang yaitu tiga nelayan tradisional, tiga orang nelayan buruh, dua orang pemilik kapal dan satu orang Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bengkulu.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa tingkat kesejahteraan nelayan di Kelurahan Kandang Kecamatan Selebar Kota Bengkulu relatif miskin. Adapun faktor yang menjadi penyebab kemiskinan masyarakat nelayan tersebut yaitu rendahnya tingkat penghasilan nelayan, rendahnya tingkat pendidikan nelayan, rendahnya pemanfaatan teknologi, rendahnya pemilikan modal, rendahnya akses nelayan kecil dalam memasarkan hasil tangkapan, adanya sistem bagi hasil yang kurang seimbang antara pemilik kapal dengan nelayan buruh, adanya ketimpangan pendapatan antara nelayan besar dengan nelayan kecil, tidak adanya akses nelayan kepada lembaga perbankan.
Adapun saran yang disampaikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan di Kelurahan Kandang yaitu nelayan hendaknya dapat mengelola dan mengembangkan bantuan dari pemerintah dengan baik, sehingga usaha yang dilakukan pemerintah tidak mubazir begitu saja dan bantuan tersebut dapat bergulir kepada nelayan miskin lainnya. Pemerintah hendaknya dapat memberikan jaminan kepastian harga ikan dan membuka akses nelayan kecil terhadap pasar. Pemerintah hendaknya dapat membuat aturan hukum tentang sistem bagi hasil yang lebih adil antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh. Pemerintah hendaknya membuka akses nelayan miskin terhadap lembaga perbankan, agar nelayan mudah mencari pinjaman ke lembaga perbankan. Program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah terhadap nelayan hendaknya dilaksanakan dengan cara memberikan kesadaran atau penjelasan kepada nelayan bahwa mereka sendirilah yang dapat membantu dirinya keluar dari kemiskinan sehingga diperlukan motivasi dari nelayan untuk bangkit mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan regional di Kota Bengkulu.Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kemiskinan berdasarkan Headcount Index (HI) tahun 2004 pada 57 kelurahan dalam Kota Bengkulu yang diperoleh dari Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Keluarga Bengkulu,data profil kelurahan dan data data lain yang berkaitan...."
JUILABI
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Miky O. S. Natun
"Semakin banyaknya arus manusia yang mengalir ke kota-kota, di negara sedang berkembang, tidak diimbangi dengan penyediaan tanah dan rumah yang diperlukan guna menampung kaum pendatang bare di perkotaan. Hal ini telah menimbulkan berbagai masalah, salah satu yang paling memusingkan yaitu semakin merajelalanya kampung-kampung miskin dan kawasan kumuh kota.
Salah satu ciri dari kehidupan perkotaan yaitu ditemuinya komuniti nelayan perkotaan, yang pola pekerjaan dan hunian dengan memanfaatkan pantaillaut sebagai bagian dan kehidupannya. Salah satu yakni di Oesapa Kota Kupang. Dalam kehidupan nelayan diperlukan kegiatan produksi, distribusi, dan pola konsumsi guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
Faktor-faktor pemenuhan kebutuhan hidup nelayan sebagai jawaban dalam kehidupan rumah tangga, berupa; kebutuhan dasar (makan/minum dan pakaian), hiburan dan rekreasi, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, pengorganisasian, pendominasian, hubungan antar sukubangsa, perumahan dan lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa segala kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan yang terjadi di masyarakat nelayan, karena ketidakmampuan sumber daya yang dimiliki, dan manajemen keluarga nelayan dalam pengelolaan uang dari hasil penangkapan ikan. Dampak yang timbul dalam pemenuhan kebutuhan hidup yaitu mereka masih mengalami kehidupan yang serba kekurangan. Dalam menyikapi akan hal tersebut dipakai pola menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi. Dan untuk mempertahankan hidup maka langkah yang ditempuh yaitu dengan mengandalkan utang pada tetangga, juragan, palele, sesama nelayan, dan lainnya. Hal ini yang secara umum dipakai dalam kehidupan nelayan. Pengatasan kemiskinan bagi nelayan bukan hanya pada diri nelayan sendiri tetapi bagaimana peran pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya lainnya dalam melihat hal tersebut.
Bagian dari penjelasan diatas menjadi bukti-bukti yang kuat dalam penelitian masalah kehidupan rumah tangga nelayan. Sehingga dalam menyikapi masalah kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan, dalam suatu komuniti nelayan perkotaan, perlu melihat dari kondisi sosial ekonomi. Langkah tersebut menjadi jelas terintegrasi dalam pranata-pranata sosial, dan yang ada dalam kehidupan mereka.

The more increasing flow of people moving to some cities in the developing country is not counterbalanced by the provision of lands and houses required for accommodating the new immigrants moving to the cities. This condition has raised various problems, one of the most complicating is the increasing number of poor villages and illegal and slum cottages in the urban area.
One of living characteristics is the existence of urban fishermen whose working and inhabiting modes use either beach or sea as a part of their living. Taken for example is the urban fishermen community at Oesapa in the City of Kupang. Fishermen's economic activities include production, distribution and consumption systems to meet their basic requirements.
Some factors relating to the fulfillment of Iife necessities are the fulfillment of basic necessities (food/beverage and clothes), entertainment and recreation, employment, health, education, organization, domination, relationship among ethnic groups, housing and environment.
Result of research reveal that poverty, tardiness and dirtiness facing the community fishermen result from their poor human resources, and finance management. A dominant impact in view of fulfilling their basic requirements is that they still lead a poor life. Some impacts faced in the fulfillment of the life necessities is inadequacy, leading the life by obtaining the loan from middleman, palele, among fishermen, and the other associations. It is this that commonly goes on the fishermen's living. Poverty eradication server not only a concern within the fishermen but also an importan role which government and non-government organization should play.
Items of the description above serve powerful evidence in a researh into the fishermen household living. That responding poverty, tardiness and dirtinees within an urban fishermen community, one should consider their social and economic conditions. This measure is clearly incorparated in their social structure and lives.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan Bahtera Adam
"Tesis ini membahas mengenai faktor penyebab terjadinya kemiskinan nelayan pesisir di Desa Putik serta bentuk kemiskinan yang mereka alami. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui beberapa metode serta data sekunder yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan, kemiskinan nelayan pesisir disebabkan: 1) Kondisi Alam; 2) Rendahnya kualitas sumber daya manusia; 3) Pola Hidup Nelayan Pesisir; 4) Keterbatasan modal dan akses ke sumber bantuan; 5) Pemasaran hasil tangkapan. Sedangkan bentuk kemiskinan yang terjadi pada nelayan pesisir di Desa Putik yakni kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural.

This thesis analysed causal factors of the poverty in Putik village and identified the poverty type as well. The methodology is qualitative as a descriptive research using primary data that has been collected through a few techniques and supported by relevant secondary data. The research concluded that there were a few factors causing poverty as follow: 1) Natural Condition; 2) Low quality human resources; 3) The lifestyle of the coastal fishermen; 4) Limited capital and its access to the resources; 5) Marketing of the commodities. The research identified that the types of poverty in Putik village were natural, cultural and structural poverty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T38950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palmawati Tahir
"Ada dua tata hubungan yang harus dipelihara oleh umat Islam yaitu hablum minallah wa hablum minannas (Q.s. 3:1 1 2). Kedua hubungan ini harus berjalan secara serentak dan simultan. Zakat bagi orang Islam adalah untuk melaksanakan tugas ekonomi dan moral. Dalam bidang ekonomi, zakat menghindarkan penumpukan kekayaan. Dalam bidang sosial, zakat adalah pelaksanaan tanggung jawab orang kaya untuk mengurangi kemiskinan. Sedangkan dalam bidang moral zakat menunaikan harta kekayaan yang dimiliki seseorang agar kekayaan itu diridhai Tuhan. Begitu besarnya perhatian Islam terhadap fakir miskin, sehingga mereka mendapat prioritas pertama dalam pembagian zakat. Demikian juga keadaannya di Negara Republik Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah yang perlu ditangani, karena dalam pasal 34 UUD 1945 dinyatakan bahwa: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Pengelolaan zakat di Kabupaten Donggala masih banyak dilaksanakan secara insidentil, bahkan tanpa perencanaan dan pengarahan yang sungguh-sungguh yang secara tidak disadari dapat melemahkan konsepsi zakat itu sendiri, khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menemukan masalah yang dihadapi oleh pengelola zakat di Kabupaten Donggala dan menyarankan perbaikan sistem pengelolaannya; (2) meningkatkan pemahaman orang yang membayar zakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesadarannya untuk membayar zakat; (3) meningkatkan kontribusi zakat terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Donggala. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Program Kekhususan Hukum Islam yang dikembangkan di Program Pascasarjana UI. Di samping itu diharapkan pula menjadi masukan bagi pengelola zakat di Kabupaten Donggala untuk memperbaiki sistem dan mekanisme pengelolaannya terutama hubungannya dengan pengentasaan kemiskinan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, yang bertujuan menemukan hubungan antara dua gejala yang memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada di lapangan. Oleh karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah zakat dan pengentasan kemiskinan. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Kedua Yayasan Baitul Mal, Pengurus BAZIS, Remaja Masjid, Para muzakki yang telah menunaikan zakat malnya serta pimpinan lembaga/instansi Kantor.
Pembangunan Desa, BKKBN, Dinas Sosial. Mat untuk memperoleh data primer tersebut adalah wawancara dalam bentuk tidak berstruktur atau wawancara lepas, di mana pertanyaan-pertanyaan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Untuk menganalisis data, digunakan metode deskriptif analitis, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai data yang diperoleh di lapangan dengan menggunakan teori-teori. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pengelolaan zakat di Kabupaten Donggala belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga kontribusi zakat terhadap pengentasan kemiskinan masih kurang. Dengan demikian perlu adanya keterlibatan masyarakat dan Pemerintah Daerah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi'at
"Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2003-2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang dianalisis adalah 5 variabel penentu yaitu nilai PDRB ADHK 2000, upah minimum, pendidikan SD&SMP, pendidikan SMA dan jumlah pengangguran dengan menggunakan model panel data. Hasil regresi model panel memperlihatkan bahwa seluruh variabel independen secara statistik signifikan mempengaruhi kemiskinan. Variabel PDRB ADHK 2000 dan pendidikan SMA signifikan negatif sedangkan variabel upah minimum, pendidikan SD&SMP serta pengangguran signifikan positif. Dari hasil regresi pengaruh variabel PDRB ADHK 2000 sebesar -0,349896, variabel upah minimum sebesar 0,170965, variabel pendidikan SD&SMP sebesar 0,039336 dan variabel pendidikan SMA sebesar -0,852296 serta pengangguran sebesar 0,286976. Dari kelima variabel independen, variabel Pendidikan SMA paling signifikan mempengaruhi kemiskinan.
Berdasarkan hasil tersebut saran yang diusulkan adalah PDRB dan pendidikan jenjang yang lebih tinggi (SMA keatas) harus terus ditingkatkan. Untuk PDRB yang mana kenaikan nilai PDRB melambangkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sehingga hendaknya ke depan dapat dilaksanakan pembangunan yang berorientasi pada pemerataan pendapatan serta pemerataan hasil-hasil ekonomi keseluruh golongan masyarakat. Sedangkan pendidikan perlu ditingkatkan, kedepan masyarakat disetiap kabupaten/kota berpendidikan minimal tamat SMA/SMK. Dengan demikian semua mendapat pendidikan yang lebih tinggi dari pada pendidikan dasar, sehingga tingkat kemiskinan dapat diturunkan. Memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan secara merata tidak hanya terpusat di suatu daerah tetapi merata ke seluruh daerah. Kebijakan upah minimum perlu dikaji secara mendalam, meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan taraf hidup pekerja/buruh sehingga terhindar dari kemiskinan, namun pada saat upah minimum meningkat pengangguran akan meningkat, menyebabkan kemiskinan meningkat pula. Kebijakan upah minimum tersebut harus diikuti oleh kebijakan pendukung lainnya. Tingkat pengangguran perlu diturunkan sekecil mungkin melalui upaya-upaya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru atau melalui pemberdayaan masyarakat seperti kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

This study aims to analyze the factors that affect poverty in the Province of Bangka Belitung of the year 2003-2011. Factors that affect poverty determinant variables analyzed were 5 the variabel of GDP ADHK 2000, minimum wage, education SD&SMP, education SMA and unemployment using panel data models. Panel regression model showed that all the independent variables were statistically significantly affect poverty. Variable GDP ADHK 2000 and high school education significant negative while variable minimum wage, education and elementary and junior high and unemployment significantly positive. From the results of the regression variables influence GDP ADHK 2000 was -0.349896, minimum wage variable was 0.170965, the variable of primary education and junior high school variable 0.039336 and education high school -0.852296 and the unemployment rate of 0.286976. Of the five independent variables, the most significant variable high school education affecting poverty.
Based on these results the proposed suggestion is GDP and a higher level of education (high school and above) should be improved. For GDP which represents the increase in the value of GDP increase in economic growth that should be implemented in the future development of income-oriented equity and equal economic outcomes throughout the community group. While education needs to be improved, future society in every district / city minimum education completed high school / vocational school. Thus all got an education higher than elementary education, so that poverty can be reduced. Guarantee the education of the poor and improving educational facilities evenly not only concentrated in one area but evenly throughout the area. Minimum wage policy should be examined in depth, although the ultimate goal is to improve the lives of workers / laborers so avoid poverty, but at the minimum wage increases unemployment will increase, leading to increased poverty anyway. Minimum wage policy should be followed by other supporting policies. The unemployment rate needs to be reduced as small as possible through the efforts of the development of new growth centers or through community empowerment as the policies set by the central government."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T32756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henrek Lokra
"Studi-studi tentang kemiskinan sudah banyak dilakukan di Indonesia. Berbagai model dan pendekatan untuk merumuskan dan mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini tidak terhitung lagi. Namun satu hal yang patut dipertanyakan dan merupakan bagian inti pertanyaan penelitian dalam studi ini adalah: apa yang dipahami oleh masyarakat miskin sendiri tentang dirinya? Jika mereka diberi ruang untuk berbicara, apa yang akan mereka katakan tentang diri dan eksistensinya? Secara sadar maupun tidak, sebetulnya melalui studi-studi tersebut, kita telah banyak terlibat dalam mendefinisikan dan mengkonstruksikan realitas sebuah masyarakat yang kita sebut masyarakat miskin. Berbagai indikator di pakai untuk mengkategorikan masyarakat berdasarkan kepentingan sang peneliti. Di sini terjadi distorsi terhadap eksistensi masyarakat secara substansial. Pada sisi ini, dengan menggunakan logika Spivak 'can the subaltern speak',' maka jelas sekali terlihat kesenjangan dalam konstruksi berpikir kalangan peneliti dan objek yang ditelitinya yakni masyarakat miskin itu sendiri. Dengan memasukan variabel agama dalam memotret realitas kebudayaan kemiskinan pada suatu komunitas masyarkat, studi ini sebetulnya mencoba menjawab pertanyaan, pengaruh ide protestantisme Weber dalam konteks Maluku yang notabene menganut paham Calvinisme dalam ajaran kegerejaannya. Kebudayaan kemiskinan sebagai pendekatan teori akan juga dikaji dengan menperhatikan secara khusus konteks geografis masyarkat kepulauan di Tanimbar Utara yang menjadi fokus atau lokasi penelitian ini. Pendekatan teori kebudayaan kemiskinan tidak dimaksudkan untuk memperdebatkan secara sejajar teori atau pendekatan lainnya terhadap kemikinan (strukturl). Kebudayaan kemiskinan sebagaimana yang dimaksudkan Lewis adalah sebuah upaya yang lebih dari pada sekedar memperbaiki status sosial kalangan miskin. Menurut Lewis, dalam kebudayaan kemikinan justru lebih mudah membuat orang miskin menjadi tidak miskin, daripada menghapuskan kebudayaan kemiskinan dari realitas orang kaya sekalipun. Kebudayaan kemiskinan merupakan penerusan nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi di kalangan masyarkat miskin tersebut. Jika kebudayaan kemiskinan sebagai sebuah problematika sosial mesti mendapat penanganan secara serius dan sistematis, maka studi ini menganggap pentingnya posisi dan peran agama dalam mentrasformasikan sistem nilai tersebut dalam masyarakat berkebudayaan kemiskinan. Agama memiliki peran yang strategis dan fundamental dalam sebuah sistem masyarakat. Di kepulauan Tanimbar Utara, peran agama sangat menentukan berbagai hal dalam peradaban masyarakat setempat. Agama yang dimaksudkan dalam studi ini adalah Protestantisme di Maluku, yang dalam catatan sejarah masuknya bersamaan dengan misi dagang Belanda (VOC). Masuknya protestantisme di Maluku, telah merubah secara signifikan kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Sumbangan yang paling nyata dari protestantisme di Maluku adalah ekspansi keagamaan yang menyebar secara merata di seluruh negeri di Maluku tanpa terkecuali. Selain itu di bidang pendidikan, sumbangan paling besar juga diberikan oleh Belanda selama masa pendudukannya di bumi Cengkih dan Pala ini. Namun tidak dapat disangkal bahwa, dengan terbukannya fasilitas yang disediakan oleh kolonialisme Belanda, juga terjadi pergeseran yang substansial dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Maluku. Di Ambon-Lease misalnya, rasionalisme dan filsafat Barat telah mereduksi hakekat kebudayaan masyarakat setempat dengan struktur institusi 'tiga batu tungkunya' (selanjutnya disingkat TBT). Artevak-artevak kebudayaan asli masyarakat Ambon-Lease (seperti bahasa daerahnya) telah hilang tanpa bekas. Segala sesuatu yang berkaitan dengan adat kepercayaan masyarkat setempat (termasuk cara penyembahannya kepada Tuhan/Upu) yang diyakini sebagai Penguasa Langit dan Bumi, diganti dan dianggap sebagai penyembahan berhala oleh logika dan rasionalitas Barat tersebut. Di Tanimbar Utara, meskipun tidak terjadi pereduksian terhadap artevak kebudayaan masyarakat setempat, namun pemaknaan struktur TBT yang diganti dengan peran strategis dari gereja untuk kepentingan misi dagang Belanda telah mendominasi konstruk masyarakat. Kondisi ini semakin diperparah lagi jika dilihat dari fakta keterisolasian dan marginalisasi yang sudah lama menjadi realitas sosial masyarakat di kepulauan Tanimbar Utara tersebut. Konteks geografis yang lebih luas wilayah laut daripada wilayah daratnya ini, telah menjadi kondisi di mana stigma masyarakat tertinggal, menjadi fakta kehidupan mereka. Pada level kebijakan pembangunan oleh pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, sangat terasa dampak diskriminasi yang sangat kuat. Namun masyarakat itu hidup terus dan mengalami kondisi keterpurukan ini sebagai bagian dari sejarah panjang mereka. Muncul sikap apatis dan pasrah terhadap nasib, dengan sendirinya melegitimasi fakta bahwa masyarakat ini 'mapan dalam keterpurukan'. Pemaknaan kontekstual terhadap pendekatan teori kebudayaan kemiskinan (Lewis) dan The Protestant Ethic (Weber) dalam konteks dan sejarah perkembangannya tentu akan berbeda dengan konteks di mana studi ini dilakukan. Namun fakta di lapangan menunjukan bahwa kebudayaan kemiskinan justru menjadi persoalan yang serius di masyarakat. Persoalan kontekstual adalah gereja dan stakeholders lainnya dalam masyarakat tidak memiliki pengetahuan cukup tentang fenomena kebudayaan kemiskinan. Ini berakibat pada model intervensi yang sering keliru dan salah sasaran. Etika protestan sebagai 'baju hangat' dalam konteks masyarakat materialisme ini cenderung dilepaskan, dan karena itu etika protestantisme kemudian menjadi apa yang disebut Weber sebagai 'sangkar besi' peradaban masyarakat agama-agama dewasa ini.

The studies of poverty have been done by many scholars in Indonesia. Diverse theoretical perspectives and schemes to formulate and to find solutions to overcome this problem are unaccountable. Be that as it may, the intriguing questions remains: what are the perceptions of poor people about themselves? If they have been given space to speak, what are they going to say about themselves and their existence? Consciously or unconsciously, actually through these studies, we have been involved in defining and constructing realities about society of the poor. Various indicators have been used to categorize society according to the interests of researchers. On one hand, distortions of the existence of society has taken place substantially. On the other hand, by using Spivak's terms, 'can the subaltern speak', it is obvious that there are gaps in the structure of mind between researchers and the object of their study which is society of the poor themselves. By inserting religion as variable in potraying the reality of the culture of poverty in one society, this study actually addresses a specific research problem as to how Weber's Protestant Ethic's influence in the context of Moluccans who are the follower of Calvinism. The culture of poverty as a theoretical perspective will be examined by focusing specifically the context of insular society in North Tanimbar which is the focus of this study.The theoretical model of the culture of poverty in this study is not meant to discuss equally another theoretical perspectives to poverty (structural). The culture of poverty as proposed by Lewis is more than an attempt improve the social status of the poor. According to Lewis, it is easier for one to use the culture of poverty to make the poor less poor, than to eliminate the culture of poverty from the rich. The culture of poverty is the reproduction of values from one generation to another among the poor. If the culture of poverty as a social problem has to be considered seriously and sistematically, this study emphasizes the importance of the position and the role of religion in transforming these values among the poor. Religion has strategic and fundamental role in society. In North Tanimbar, the role of religion is very decisive. The religion discussed in this study is Protestantism, which came to Maluku along with the Dutch colonialism. The arrival of Protestantism in Maluku has changed significantly the social and cultural life of its people. The most important contribution of Protestantism in Maluku is the religious propagation across the region. However, it can not be denied that with the various facilities provided by the Dutch colonialism, substantial changes in the social and cultural life of Moluccans has taken place. In Ambon-Lease for example, rationalism and western philosophy have been reducing the essence of culture in local society with its 'tiga batu tungku' sructural institutions. The artefacts of the original culture of Ambon-Lease (local language, for instance) has dissapeared. All the things related to local beliefs (including the God worship/Upu) has been replaced because it is considered as idoltry by the logic and western rationality. In North tanimbar, although the reduction to the local cultural artefacts has not been occurred, the structure of 'tiga batu tungku' has been replaced by the strategic role played by the church, and it has come to dominate the structure of the people's mind. This condition actually has been worsened by the geographical situation of North Tanimbar which is structurally marginalized by the central government. The geographical context of this area has becoming their stigma as underdeveloped society. Above all, North Tanimbar has been discriminated for years in trems of central government's policy. Be that as it may, the people has been living in this situation and consider it as a part of their long history as the poor.Contextual meaning of the theoretical perspective of the culture of poverty by Lewis and the Protestant Ethic by Weber in their context and developmental history will be different with the context discussed in this study. Be that as it may, the empirical data show that the culture of poverty has become the major social problem in society. Above all, the church and the other stakeholders do not have adequate knowledge about this phenomenon. As a consequences, the mode of interventions made by government or non government organizations have often been wrong. The Protestant Ethic as 'warm cloth' in the context of materialism society tends to ignore, and because of that, the Protestant Ethic has become what Weber called 'iron cage' to the civilization of the society of religion in contemporary era."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 22750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirwan Muchtar Dwi Putra
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan di 26 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat selama periode 2008-2012. Data yang digunakan adalah data panel kabupaten/kota. Pengukuran kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Foster-Greer-Thorbecke (FGT) Poverty Index yaitu Head Count Index sebagai variabel terikat dan enam variabel bebas yang mewakili tiga karakteristik determinan kemiskinan. Dengan menggunakan model fixed effect, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persentase jalan aspal terhadap panjang jalan, rasio Sekolah Dasar, rasio Puskesmas, rasio ketergantungan, serta persentase kepala rumah tangga berumur 15 tahun keatas yang memiliki ijasah/STTB setingkat SD dan SMP, terbukti mengurangi tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel persentase penduduk miskin berumur 15 tahun keatas dengan status bekerja terbukti meningkatkan tingkat kemiskinan.

This research aims to analyze determinant factor of poverty in 26 regency/city of West Java Provinces from year 2008 until 2012. It used panel data of regency/city. In this research, poverty measurement used Foster-Greer-Thorbecke (FGT) Index of Poverty Head Count Index as the dependen variable and six independen variables representing three chracteristic determinant of poverty. By using a fixed effect model, the results showed that variables percentage of asphalt street, elementary school to population ratio, public health care to population ratio, dependency ratio, and percentage of head household aged 15 years or older who graduate form elementary and secondary school, are proven to reduce the poverty rate. While the percentage of population aged 15 years or older with status employment are proven to increase poverty rate.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri
"Keberhasilan program-program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area. Begitu pula dalam program pengentasan kemiskinan, keberhasilannya tergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik rumah tangga miskin dan bagaimana pengaruhnya terhadap kemiskinan diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui dengan lebih baik siapa si miskin yang menjadi target pengentasan program kemiskinan. Kemudian diantara sebegitu banyak permasalahan dalam kemiskinan mana yang lebih prioritas untuk diselesaikan lebih dahulu.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data Susenas kor Kota Solok tahun 2011. Data susenas kor diolah dengan menggunakan perhitungan Indeks Foster Greer Thorbecke dan analisis regresi logistik menggunakan program pengolahan data statistik berupa Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 13. Indeks Foster Greer Thorbecke digunakan untuk menentukan jumlah penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan, tingkat keparahan, dan karakteristik rumah tangga miskin di Kota Solok. Sedangkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari karakteristik rumah tangga terhadap kemiskinan digunakan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari data yang ada dapat diketahui beberapa karakteristik kemiskinan di Kota Solok secara demografi, pendidikan, ketenagakerjaan dan perumahan. Karakteristik yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan di Kota Solok adalah pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga maka resiko rumah tangga tersebut untuk menjadi miskin lebih kecil.

The success of development programs is highly dependent on the accuracy of the identification of target groups and target areas. Similarly, the poverty alleviation program, its success depends on the initial step of policy formulation, knowing what is the characteristics of poor households and how they affect poverty can be expected from this research known better who the poor are targeted poverty alleviation programs. Then among so many problems in which poverty is more priority to be solved first.
The study was conducted using data Susenas Kota Solok 2011. Data Susenas processed using Foster Greer Thorbecke index calculation and logistic regression analysis using statistical data processing program such as Statistical Product and Service Solutions (SPSS) version 13. Foster Greer Thorbecke index is used to determine the number of poor people, the depth of poverty, severity, and characteristics of the poor households in the city of Solok. Meanwhile, to see how the effects of household characteristics on poverty used logistic regression analysis.
The results showed that of the existing data can be seen some of the characteristics of poverty in the city of Solok in demography, education, employment and housing. The characteristics that most affect poverty in the City of Solok is education, where the higher the level of education of household heads, the risk of these households to become less poor."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuspradoto Budi Jati
"Kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menanggulangi kemiskinan di Indonesia bukanlah hal bare. Pada masa Orde Lama kebijakan tersebut diintegrasikan ke dalam program Penasbede. Sejak masa Orde Baru kebijakan tersebut dilaksanakan dari penjabaran Trilogi Pembangunan, GBHN, dan Repelita.
Krisis ekonomi tahun 1998 telah menyebabkan kemiskinan kembali menjadi fokus perhatian dalam perekonomian Indonesia.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah kinerja ekonomi makro regional telah berperan dalam mengurangi kemiskinan masyarakat di daerah?
Oleh karena variabel-variabel ekonomi makro regional yang mempengaruhi kemiskinan bersifat multi dimensi, maka dalam penelitian yang dilakukan variabel ekonomi dibatasi pada pertumbuhan ekonomi (perkembangan PDRB per kapita riil non-tambang dan penggalian), inflasi (Indeks Harga Konsumen), jumlah penduduk, dan pengeluaran pembangunan APBD Tingkat I per kapita di 26 propinsi.
Hasil penelitian terhadap variabel pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa di 17 (tujuh belas) propinsi variabel tersebut berpengaruh tehadap penurunan kemiskinan, sedangkan di 9 (sembilan) propinsi perkembangannya didapati tidak berpengaruh.
Inflasi (IHK) terbukti meningkatkan kemiskinan di 14 (empat belas) propinsi, sedangkan di 12 (dua belas) propinsi lainnya perkembangan inflasi tidak berpengaruh terhadap meningkatnya kemiskinan.
Perkembangan jumlah penduduk di 13 (tiga belas) propinsi telah berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan. Sementara 13 (tiga belas) propinsi lainnya perkembangannya tidak berpengaruh dalam terhadap meningkatnya kemiskinan.
Terdapat 17 (tujuh belas) propinsi dimana pengeluaran pembangunan per kapita berdampak pada penurunan kemiskinan. Sedangkan terdapat 9 (sembilan) propinsi pengeluaran pembangunannya tidak berpengaruh dalam menurunkan kemiskinan.
Sementara itu, krisis ekonomi berpengaruh terhadap meningkatnya kemiskinan di 21 (dua puluh satu) propinsi, meskipun di 5 (lima) propinsi Iainnya tidak berpengaruh."
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaI, 2006
T17133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>