Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandipinta
"Keberhasilan penanggulangan penyakit menular seksual (PMS) tidak hanya tergantung pada mutu pelayanan, tetapi juga tergantung pada faktor manusianya terutama perilaku pencegahan dan perilaku pencarian pengobatan. Salah satu faktor yang panting diperhatikan adalah perilaku pencarian pengobatan, karena kegiatan penanggulangan PMS terutama adalah penemuan penderita secara dini dan segera diobati. Hal ini disebabkan karena PMS dapat bersifat merusak kesehatan dan dapat berakibat fatal serta komplikasi. Selain itu PMS mempermudah penularan virus HIV dari seorang ke orang lain. Sebaliknya infeksi HIV menyebabkan seseorang lebih mudah` terserang PMS dan lebih sukar diobati.
Dari beberapa hasil survei menunjukkan bahwa banyak penderita PMS yang tidak mencari pengobatan sehingga meinungkinkan terjadinya penularan kepada orang lain atau kepada pasangan mereka. Selain itu penderita yang tidak berobat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus HIV. Penderita PMS yang mencari pengobatan sendiri memungkinkan terjadinya resistensi penyakit tersebut terhadap obat antibiotik yang digunakan secara tidak teratur, atau obat yang digunakan hanya antiseptik dan jamu diragukan kesembuhannya.
Tujuan penelitian untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada penderita PMS di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan jenis desain potong lintang (cross sectional), dengan sampel adalah sebagian dari pria/klien yang menderita penyakit menular seksual dalam 1 (sate) tahun. terakhir yang berkunjung ke lokalisasi/tempat prostitusi yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu.
Dari basil penelitian diperoleh bahwa dari 384 responden yang pernah mengalami PMS dalam 1 (satu) tabu' terakhir sewaktu dilaksanakan penelitian, sebanyak 22 responden (5,7%) tidak mencari pengobatan dan 362 responden (94,3%) mencari pengobatan. Dari 362 responden tersebut pengobatan pertama yang dilakukannya adalah dengan melakukan pengobatan sendiri 121 responden (33,4%) dan yang ke pelayanan kesehatan 241 responden (66,6%).
Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang tidak mencari pengobatan dan yang mencari pengobatan adalah variabel persepsi sakit (OR 14,40; 95%CI 3,77-55,01) dan biaya pengobatan (OR 19,71; 95% CI 6,17-62,95). Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang mengobati sendiri dan yang ke pelayananan kesehatan adalah variabel-variabel status perkawinan (OR 2,27; 95 CI 1,11-4,64), persepsi sakit (OR 6,24; 95% CI 3,30 - 11,79), dan anjuran berobat (OR 2,11 ; 95% CI 1,30 -3,41).
Disarankan untuk meningkatkan pengetahuan penderita PMS dengan memberikan penyuluhan, terutama dalam meningkatkan pemahaman bahwa pengobatan dengan antiseptik dan jamu bukanlah obat yang tepat untuk pengobatan PMS. Selain itu perlu ditingkatkan penyuluhan tentang bahaya PMS dan upaya-upaya pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko penularan PMS. Melalui upaya pencegahan seperti menggunakan kondom, diharapkan dapat mengurangi biaya pengobatan.

Related Factors to Health Seeking Behavior on Sexual Transmitted Disease Clients That Visited to Prostitution Area in Indramayu District in Year 2000The successful prevention of sexual transmitted disease (STD) does not only depend on quality of services but also depends an human factors in particular health seeking behavior and prevention. One of the most important factors is health seeking behavior, because the most important STD prevention activity is to find patients and to cure them immediately. This is because STD could damage person health and could be fatal and complicated. Beside that, STD facilitate HIV including complication and fatal outcome. In contrary, HIV infection easily contracted to infected STD but difficult to cure.
Several surveys, show that many STD patients do not seek for treatment, and will infect to other person including their spouses. Beside that, untreated STD patients will increase the number of HIV cases. Patients who is seek self treatment will cause resistance STD drugs due to irregular intake. The patients only use antiseptic drugs and traditional medicine of which the efficacy is questionable.
The objective of this research is to analysis related factors to health seeking behavior in STD patients in Indramayu District. This research is based on cross sectional design method of patients with sexual transmitted disease that visited existing prostitution area in Indramayu District during one year.
In the study was found that 384 respondents has suffered from STD during the year 362 respondents (94.3%) did seek treatment and 22 did not (5.7%). 121 respondents (33.4%) preferred self-treatment initially and, 241 respondents (66.6%) went to health facilities.
Factors that significantly influence health seeking behavior (treatment or non treatment) are disease perception variable (OR 14.40; 95%CI 3.77-55.01) and treatment cost (OR 19.81; 95%CI 6.17-62.95). Related factors influencing the choice between and seeking treatment at health facilities are marital status variables (OR 2.27; 95%CI 1.11-4.64), disease perception (OR 6.24; 95%CI 3.30-11.79), and advice by others to take treatment (OR 2.11; 95%CI 1.30-3.41).
In conclusion, it is recommended to increase knowledge to STD patients by giving health education in particular to increase their understanding that antiseptic treatment and traditional medicine is not an appropriate method for STD treatment. Beside that it is necessary to increase knowledge on dangers of STD and intensify efforts to decrease the risk of STD infection (by condom use). These efforts will lower treatment costs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Virta Gayatri
"Waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi tertular IMS di mana profesi waria merupakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya gka IMS. Anal merupakan media bagi waria dalam memberikan pelayanan seksual kepada pemakai waria.
Keberhasilan penanggulangan IMS tidak banya bergantung pada mutu pelayanan yang diterima tetapi juga bergantung Kepada perilaku perilaku pencegahan dan pencarian pengobatan. Oleh karena itu, kegiatan pencegahan dan penanggulangan IMS lebih dititikberatkan pada penemuan penderita secara dini dan-segera diobati.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran perilaku waria dalam pencarian pengobatan yang biasa mejeng atau melakukan transaksi seksual di Gelanggang Olahiaga Remaja Kota Bekasi. Penelitian didesain sebagai penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan grounded research theory."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20968
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Fachlaeli
"Prevalensi IMS tinggi pada WPSL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsistensi penggunaan kondom pada satu bulan terakhir dengan kejadian Infeksi Menular seksual pada wanita penjaja seks langsung (WPSL). Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data hasil Survey Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2011. Populasi adalah wanita penjaja seks langsung (WPSL) di Provinsi Jawa Barat. Jumlah sampel adalah 500 responden. Hasil penelitian prevalensi IMS pada WPSL 21%, sebagian besar WPSL tidak konsisten menggunakan kondom 76 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak bermakna antara konsistensi penggunaan kondom dengan kejadian IMS OR 1.14 (95%CI 0.66;2.3). Peningkatan konsistensi penggunaan kondom dan peningkatan peluang menggunakan kondom.

STDs prevalence is high in the WPSL. This study aims to determine the relationship the consistency of condom use in the last month with the incidence of sexually transmitted infections in female sex workers directly (WPSL). This study uses crosssectional study design. Data is collected secondary data results of Integrated Biological and Behavioral Survey in 2011. Population is female direct sex workers (WPSL) in West Java province. Number of sample is 500 respondents. The study found that the prevalence of sexually transmitted infections in female sex workers directly (WPSL) by 21% most of the WPSL is inconsistent use of condoms 76%. The results of bivariate analysis showed that there was no significant relationship between the consistency of condom use with the incidence of STI OR 1:14 (95% CI 0.66; 2.3). Increase particularly the consistent use of condoms and increased opportunities to use condoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30753
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Dewi Pusparini
"[Penelitian ini membahas tentang modal sosial apa saja yang dimiliki LSM Bandungwangi sekaligus melihat bagaimana peran modal sosial tersebut dalam upaya pencegahaan penularan HIV AIDS yang dilakukan di kalangan PSP. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Bandungwangi sebagai sebuah LSM memiliki modal sosial berupa jaringan sosial yang menciptakan ikatan sosial antara Bandungwangi dengan PSP lembaga donor pemerintah. LSM lain dan antar Staf dalam Bandungwangi sendiri Ikatan sosial ini nyatanya membangun nilai dan norma bersama mengenai kebiasaan sehari hari nilai bekerja sebagai PSP dan kelebihan Bandungwangi dalam menjangkau komunitas PSP. Nilai dan norma bersama ini yang kemudian membangun kepercayaan antar aktor. Bentuk modal sosial seperti ini menandakan bahwa bonding dan bridging Bandungwangi kepada aktor aktor tersebut berhasil dibangun. Penelitian ini juga menemukan bahwa kelemahan modal sosial Bandungwangi terletak pada jaringannya dengan LSM lain yang kurang dimaksimalkan. Masing masing bentuk modal sosial yang dimiliki LSM Bandungwangi juga terbukti berperan dalam membangun komunikasi kordinasi meningkatkan reputasi hingga menciptakan tindakan kolektif upaya pencegahan penularan HIV AIDS pada tataran partisipasi kegiatan. Penelitian ini mengisi kekosongan pembahasan mengenai modal sosial LSM dalam upaya pencegahan penularan HIV AIDS di kalangan PSP yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus pada LSM Bandungwangi. Terdapat 12 informan dalam penelitian ini yang dipilih secara purposive.

This study discusses about what kind of social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers. This study also looking for how social capital influence of preventing the contagious of HIV AIDS. The finding shows that Bandungwangi as an NGO has social capital there are social network who created social tie among Bandungwangi sex workers funding organizations government another NGOs and Stafs in Bandungwangi who was sex workers. This social tie builds the collective values and norms about daily habits work rsquo s point of view as sex workers. Collective values and norms build the trust between the actors This kind of social capital mark that Bandungwangi's bonding and bridging to another actors perfectly build. The finding also shows that the weakness of Bandungwangi's social capital is social network with other NGO. Each of these forms Bandungwangi's social capital also proved instrumental in building communication coordination improved reputation and creating collective action to participation activities of preventing the contagious of HIV AIDS. This study fills a void a discusiion about social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers that has never been done before. This study using qualitative approach with study case strategy in Bandungwangi NGO in East Jakarta. Consist of twelfth participants they were selected by purposive sampling.;This study discusses about what kind of social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers This study also looking for how social capital influence of preventing the contagious of HIV AIDS The finding shows that Bandungwangi as an NGO has social capital there are social network who created social tie among Bandungwangi sex workers funding organizations government another NGOs and Stafs in Bandungwangi who was sex workers This social tie builds the collective values and norms about daily habits work rsquo s point of view as sex workers Collective values and norms build the trust between the actors This kind of social capital mark that Bandungwangi rsquo s bonding and bridging to another actors perfectly build The finding also shows that the weakness of Bandungwangi rsquo s social capital is social network with other NGO Each of these forms Bandungwangi rsquo s social capital also proved instrumental in building communication coordination improved reputation and creating collective action to participation activities of preventing the contagious of HIV AIDS This study fills a void a discusiion about social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers that has never been done before This study using qualitative approach with study case strategy in Bandungwangi NGO in East Jakarta Consist of twelfth participants they were selected by purposive sampling;This study discusses about what kind of social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers This study also looking for how social capital influence of preventing the contagious of HIV AIDS The finding shows that Bandungwangi as an NGO has social capital there are social network who created social tie among Bandungwangi sex workers funding organizations government another NGOs and Stafs in Bandungwangi who was sex workers This social tie builds the collective values and norms about daily habits work rsquo s point of view as sex workers Collective values and norms build the trust between the actors This kind of social capital mark that Bandungwangi rsquo s bonding and bridging to another actors perfectly build The finding also shows that the weakness of Bandungwangi rsquo s social capital is social network with other NGO Each of these forms Bandungwangi rsquo s social capital also proved instrumental in building communication coordination improved reputation and creating collective action to participation activities of preventing the contagious of HIV AIDS This study fills a void a discusiion about social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers that has never been done before This study using qualitative approach with study case strategy in Bandungwangi NGO in East Jakarta Consist of twelfth participants they were selected by purposive sampling, This study discusses about what kind of social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers This study also looking for how social capital influence of preventing the contagious of HIV AIDS The finding shows that Bandungwangi as an NGO has social capital there are social network who created social tie among Bandungwangi sex workers funding organizations government another NGOs and Stafs in Bandungwangi who was sex workers This social tie builds the collective values and norms about daily habits work rsquo s point of view as sex workers Collective values and norms build the trust between the actors This kind of social capital mark that Bandungwangi rsquo s bonding and bridging to another actors perfectly build The finding also shows that the weakness of Bandungwangi rsquo s social capital is social network with other NGO Each of these forms Bandungwangi rsquo s social capital also proved instrumental in building communication coordination improved reputation and creating collective action to participation activities of preventing the contagious of HIV AIDS This study fills a void a discusiion about social capital NGO in preventing the contagious of HIV AIDS by women sex workers that has never been done before This study using qualitative approach with study case strategy in Bandungwangi NGO in East Jakarta Consist of twelfth participants they were selected by purposive sampling]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Kurnia Sari
"Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terkait reproduksi yang sangat berbahaya, menular dan menyebar luas secara global di berbagai Negara. IMS memiliki dampak yang sangat buruk bagi kesehatan baik pada wanita hamil dan janin maupun wanita yang tidak hamil. Oleh sebab itu pencarian pengobatan yang benar diperlukan guna meminimalkan resiko penularan ibu ke bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor yang berhubungan dengan pencarian pengobatan infeksi menular seksual pada wanita usia subur 15 - 49 tahun di Indonesia berdasarkan data SDKI tahun 2017. Analisis dilakukan secara univariat dan diuji dengan chi square dan regresi logistik ganda dengan jumlah sampel 1963 responden. Hasil dari analisa Proporsi Pencarian Pengobatan IMS pada WUS di Indonesia masih rendah yaitu 30,4 %. Faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobtan IMS di Indonesia hanya pendidikan. Saran bagi pemerintah meningkatkan kebijakan mengenai pengetahuan IMS sesuai tingkat pendidikan.

Sexually transmitted infections (STIs) are one of the public health problems related to reproduction that is very dangerous, contagious and widespread globally in various countries. STI has a very bad impact on health both in pregnant women and fetuses and women who are not pregnant. Therefore the search for the right treatment is needed to minimize the risk of mother to baby transmission. This study aims to determine the description of factors associated with seeking treatment for sexually transmitted infections in women of childbearing age 15 - 49 years in Indonesia based on the 2017 IDHS data. The analysis was conducted univariately and tested with chi square and multiple logistic regression with a sample of 1963 respondents. The results of the analysis of the proportion of seeking treatment for STIs among female sex workers in Indonesia are still low 30.4%. The only factor related to the seeking behavior for STI treatment in Indonesia is education. Suggestions for the government to improve policies regarding STI knowledge according to education level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesparia Magi Awang
"Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999 di dunia terdapat 350 juta kasus baru seperti Sifilis, Gonore, Infeksi Chlamyda dan trikomoniasis. Sementara angka IMS di Indonesia sulit diketahui dengan pasti karena terbatasnya informasi yang ada. IMS diketahui dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi HIV dan juga menyebabkan morbiditas yang tinggi. IMS banyak menyerang golongan masyarakat yang mempunyai perilaku seksual dengan banyak mitra seperti pekerja seks komersial dan diantaranya adalah waria.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta timur dengan mengambil lokasi di Kebon Singkong, Velbak dan Pejagalan pada bulan Juni - Agustus 2002. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam atau indeph interview. Jumlah informan sebanyak 12 orang, sedangkan informan kunci sebanyak 6 orang yang terdiri dari pemilik warung, pemilik toko obat dan petugas kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku waria dalam mencari pengobatan pada saat menderita IMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan pada umumnya rendah terutama yang menyangkut penularan, pencegahan, jenis-jenis, gejala serta penyebabnya. Sikap yang ditunjukkan informan adalah negatif untuk penggunaan kondom, dan bersikap positif untuk mengobati sendiri dengan antibiotik yang tidak rasional, minum obat anti biotik secara teratur dan mencari pertolongan kesehatan kepada petugas kesehatan. Sumber utama informasi IMS dan HIV/AIDS adalah petugas kesehatan dan teman. Informan menganggap bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan terhadap IMS dan juga mereka menganggap bahwa IMS adalah penyakit yang berbahaya. Kecuali biaya, maka waktu, jarak, perilaku petugas tidak menjadi hambatan informan dalam mencari pengobatan. Upaya mencari pengobatan IMS yang dilakukan dalam empat tahap yaitu mengobati dengan obat tradisional, minum obat-obatan antibiotik dengan dosis yang tidak rasional. Jika belum sembuh upaya lain yang ditempuh adalah mencari bantuan tenaga kesehatan modern baik yang swasta, pemerintah dan jika tidak ada perubahan akan kembali ke pengobatan tradisional.
Beberapa saran yang dianjurkan penulis adalah perlunya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, pelatihan untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, perlunya pengembangan prorotipe media yang spesifik waria (transvestisme), membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi secara terpadu dengan dana yang memadai, menyediakan kondom gratis dalam jangka waktu tertentu.

The Attitude of Transvestites in Seeking Medication for Sexually Transmitted Infections in East Jakarta in 2002Sexually Transmitted Infections such as HIV/AIDS infections constitute the world's health problem including Indonesia. Based on WHO's estimation of 1999 there are currently 350 millions cases of syphilis, gonorrhea, Chlamydia and Trikomoniasis infections. The figures of Sexually Transmitted Infections in Indonesia are not definitely known due to limited available information. Sexually Transmitted Infections can increase sensitivity to HIV infection and also raise morbidity rate. Sexually Transmitted Infections mostly affect certain type of community who have frequent sexual relation with commercial sex workers including transvestites.
The research was carried out in three districts in Jakarta namely Kebon Kacang, Velbak and Pejagalan in June-August 2002. Qualitative approach was implemented in data collecting process through in-depth interview. The number of informants was 12 with six key informants consisting of food stall owners, drugstore keepers, and health officer.
The research was aimed at obtaining information on transvestite's attitude in seeking medication when suffering from Sexually Transmitted Infections.
The result of the research revealed a low level of knowledge on the part of the informants regarding transmission, prevention, types, symptoms and cause of disease.
The informants showed negative attitude towards the use of condoms, positive attitude for self-medication by using irrational antibiotic, regular antibiotic take in and seeking medical help from physicians. The main resource of information for Sexually Transmitted Infections and H1V/AIDS was health officers and friends. The informants viewed that they were vulnerable to Sexually Transmitted Infections and that Sexually Transmitted Infections were dangerous. The use of condoms as a means to prevent Sexually Transmitted Infections was relatively rare. Factor hindering the informants in utilizing health services among others was cost and factor encouraging them to use health services was peer group and counseling by health officers exposed by media. Attempt to seek medication were divide into stages namely medication with traditional medicine, taking antibiotic with irrational dose, seeking medical help from modem state or private physicians and traditional medication.
The writer emphasizes the need of counseling to enhance knowledge on Sexually Transmitted Infections, training to generate and boost positive behavior and attitude in seeking medication from health services, the necessity to develop specific media for transvestites, planning, implementation, integrated monitoring and evaluation with sufficient fund, providing free condoms within a certain period of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romauli
"Infeksi Menular Seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Sifilis merupakan salah satu IMS yang beberapa tahun terakhir meningkat termasuk Indonesia khususnya pada kelompok berisiko. Sifilis juga merupakan faktor risiko infeksi HIV, demikian pula sebaliknya. Supir truk antar kota merupakan populasi jembatan tansmisi sifilis dari resiko tinggi ke populasi umum. Penyakit ini sering tanpa gejala sehingga tidak disadari penderita padahal dapat menyebabkan penyakit yang serius seperti kerusakan jantung, otak bahkan kematian. Selain itu dapat ditularkan dari ibu kepada bayi yang kemudian dapat menyebabkan prematur, kecacatan dan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi sifilis pada supir truk antar kota di 4 kabupaten/kota yaitu Deli Serdang, Lampung Selatan, Batang dan Denpasar. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini menggunakan data STBP 2011 dengan jumlah responden 1492 orang. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi sifilis 5,8%.
Hasil multivariat menunjukkan umur ≥ 35 tahun dan usia pertama kali berhubungan seks < 18 tahun berhubungan bermakna dengan infeksi sifilis dengan POR secara berurutan 2,63 dan 1,79. Setelah dilakukan pemodelan dengan regresi logistik, variabel yang menjadi prediktor infeksi sifilis pada supir truk antar kota adalah variabel umur ≥ 35 tahun, usia pertama kali melakukan hubungan seks (< 18 tahun) dan status HIV.

Sexually transmitted infections (STIs) are very common and still a public health problem worldwide. Syphilis is an STI caused by Treponema pallidum, which can be transmitted through sexual contact or from mother to child during pregnancy. Many studies have been revealed that syphilis promotes the transmission of HIV and both infections can stimulate and interact with each other. Recently there have been epidemics of syphilis in certain countries of the world especially in high risk groups. Long-distance truck drivers is a bridge transmission of syphilis from high risk to general population. Often the infected person does not realize that he has been infected and only can be detected by serological tests. If left untreated, may caused complications such cardiovascular and neurological. During pregnancy, syphilis may contribute to stillbirth, preterm delivery, and early fetal death.
The objective of this study was to indentify factors associated with syphilis infection among long-distance truck drivers in 4 municipalities (Deli Serdang, Lampung Selatan, Batang and Denpasar). This study disign is a cross sectional study using IBBS 2011 data with 1492 participants. The prevalence of syphilis was 5,8%.
In multivariate analysis, syphilis infection was associated with older age (≥ 35 years old) and age at first sex (< 18 years old) with POR respectively 2,63 and 1,79. After modelling with logistic regression, fit model of syphilis predictors include older age (≥ 35 years old), age at first sex (< 18 years old) dan HIV infection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
612. 6 Dai p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Reza Yuridian Purwoko
"Sebagai kelompok yang mempunyai risiko tinggi tertular IMS, PSK pria nontransgender belum banyak diteliti. Di Indonesia baru tercatat satu penelitian di bidang sosiobudaya mengenai kelompok tersebut yang dilakukan di Yogyakarta dan belum ada satu pun penelitian di bidang kesehatan. Penelitian kesehatan Iebih banyak ditujukan pada PSK wanita, PSK pria transgender, atau ketompok MSM.
Diduga PSK pria di kota besar, khususnya Jakarta telah meningkat pasat sesuai perkembangan waktu, keterbukaan seksual, dan faktor ekonomi, namun hingga saat inl belum terdapat data penelitian mengenai faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain. Juga belum diketahui data prevalensi penyakit IMS pada kelompok tersebut.
Karena belum terdapat data, dan berdasarkan penelitian mengenai PSK pria nontransgender di negara lain, serta belum ada program intervensi terhadap kelompok PSK pria nontransgender di Jakarta, maka ditegakkan dugaan bahwa prevalensi IMS pada kelompok tersebut masih tinggi, pengetahuan PSK pria nontransgender terhadap IMS yang masih rendah, sikap mereka yang kurang mempedulikan pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut, serta perilaku mereka yang cenderung berisiko tinggi tertular 1MS.
Pengukuran prevalensi memerlukan sumber dana, tenaga, dan waktu yang cukup besar, sehingga pada penelitian ini dibatasi pada tiga penyakit IMS yang menjadi prioritas pemberantasan penyakit menutar di Indonesia, yaitu gonore, sifilis, dan infeksi HIV/ AIDS. Proporsi kepositivan pemeriksaan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV/ AIDS, dilakukan untuk mendapatkan perkiraan prevalensi penyakit tersebut pada PSK pria nontransgender di Jakarta.
Pertanyaan penelitian
? Bagaimana identitas atau faktor sosiodemografis PSK pria nontransgender, mencakup usia, pendidikan, pendapatan atau status ekonomi, dan pekerjaan lain.
? Berapa proporsi kepositivan kultur gonore, serologis sifilis, dan serologis infeksi HIV pada PSK pria nontransgender.
? Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku PSK pria nontransgender terhadap IMS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>