Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78289 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Uki Suharsi
"Kebijakan Australia yang menolak masuknya Kapal Motor Tampa berbendera Norwegia yang membawa ratusan orang yang terdampar di perairan dekat wilayah Australia pada tahun 2001 telah menimbulkan berbagai kritikan dari dalam dan luar negeri. Peristiwa yang lebih dikenal dengan "Kasus Tampa" tersebut telah menimbulkan kritik dari dalam negeri maupun dari dunia internasional mengenai kebijakan Australia yang dianggap telah mengabaikan aspek kemanusiaan. Kasus tersebut menarik untuk dikaji, terutama untuk melihat adanya hubungan antara kebijakan Australia mengenai migrasi ilegal pada masa pemerintahan PM. John Howard pada tahun 1996-2001, dengan tekanan internasional dan tekanan domestik. Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan pluralisme, khususnya untuk menjelaskan hubungan antara tekanan internasional dan tekanan domestik dengan kebijakan luar negeri Australia dalam masalah imigran gelap. Kebijakan Australia mengenai migrasi ilegal merupakan kebijakan yang ditujukan kepada negara asal dan negara transit imigran gelap. Selain itu kebijakan tersebut merupakan respon terhadap kecenderungan masuknya imigran gelap ke Australia yang memanfaatkan kebijakan Australia mengenai pemberian suaka politik.
Teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tekanan internasional dan tekanan domestik terhadap kebijakan luar negeri suatu negara adalah teori Howard H. Lemtner mengenai foreign and domestic determinants on foreign policy. Tekanan masyarakat merupakan salah satu faktor domestik panting, yang dalam konsep domestic determinants dari Howard K. Lemtner dapat dikategorikan sebagai unstable determinant dari suatu kebijakan luar negeri. Dalam kategori ini, maka peranan faktor domestik tersebut hanya bersifat sementara, berlaku pada situasi dan kondisi tertentu, dan didukung oleh faktor eksternal yang sejalan. Faktor eksternal yang turut mendukung pengaruh tekanan domestik tersebut adalah adanya tekanan masyarakat internasional yang kuat pada saat yang bersamaan, yang menuduh Australia telah melanggar tanggung jawab internasional sesuai dengan Konvensi mengenai pengungsi. Kemampuan Howard memanfaatkan momentum pemilihan umum telah memberikan kontribusi bagi terbentuknya kebijakan Australia mengenai migrasi ilegal. Perubahan kebijakan Australia mengenai migrasi ilegal pada masa pemerintahan Howard mempunyai kaitan dengan tekanan internasional dan tekanan publik Australia terhadap pemerintab. Dengan mengambil kebijakan yang tegas dalam mencegah dan menghalau imigran gelap, maka Howard mempunyai peluang untuk meningkatkan kredibilitasnya sebagai figur pemimpin yang mampu melindungi kepentingan nasional dan kedaulatan Australia, sehingga mendorong Howard dalam memenangkan pemilihan umum 2001."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumila Addina
"Bagi Pemerintah Australia yang selama ini sangat bersahabat dengan Indonesia dan mendukung posisi Indonesia, kemenangan pro kemerdekaan dalam jajak pendapat 30 Agustus 1999 dengan perolehan 78,5 persen dan 21,5 persen untuk pro integrasi, merupakan awal dari era baru hubungan Australia, Indonesia dan Timor Timur Merdeka.
Pada 27 Januari 1999, kembali dunia dikejutkan oleh pernyataan Presiden Habibie menawarkan kepada rakyat Timor Timur untuk memilih status otonomi luas atau menolak yang berkonsekuensi berpisah dengan negara kesatuan Republik Indonesia. Yang menarik, menurut Menteri Luar Negeri Ali Alatas, keputusan tersebut diambil berawal dari disposisi Presiden Habibie, menyusul surat dari Perdana Menteri Australia John Howard. Dalam suratnya PM Australia itu mengusulkan agar pemerintah Indonesia memberikan kepada rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib sendiri. Antara "perubahan bersejarah" Pemerintah Australia terhadap masalah Timor Timur, dengan "perubahan bersejarah" Pemerintah Indonesia menyelesaikan * masalah Timor Timur sangat berdekatan waktunya.
Kepentingan Australia dalam penyelesaian masalah Timor Timur merupakan bentuk implementasi dari kepentingan nasional. Menggunakan teori Howard Lentner mengenai politik luar negeri dan teori kepentingan nasional thesis ini akan berusaha untuk dapat memberikan jawaban hal-hal yang mendcrong pemerintahan Australia dan keterkaitan faktor-faktor lainnya (eksternat dan internal) dalam proses jajak pendapat di Timor Timur serta mengetahui kepentingan Pemerintah Australia dalam proses jajak pendapat di Timor Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah desknptif analisis melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Hasilnya adalah keterlibatan Australia dalam penyelesaian masalah Timor Timur dilandasi oleh kepentingan nasionalnya, sehingga terjadi perubahan kebijakan politik luar negerinya. Hal tersebut sebagai upaya Australia dalam beradaptasi terhadap perubahan di tingkat domestik dan intemasional yang kemudian disesuaikan dengan batas-batas yang masih dapat diterima oleh bangsa itu sendiri demi kelangsungan hidup bangsa."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuconsina, Muahammad Zein
"Tesis ini menganalisa tentang ?Permasalahan Arus Migrasi Ilegal sebagai Ancaman Keamanan Amerika Serikat pada masa Pemerintahan George Walker Bush jr? Runtuhnya tembok Berlin menandai sebuah perubahan besar-besaran dalam studi keamanan yang selama perang dingin didominasi oleh studi keamanan konvensional yang melihat ancaman hanya datang dari sektor militer dan politik. Berakhirnya perang dingin menandai kemunculan isu-isu baru seperti migrasi illegal dan terorisme yang akhirnya bagi beberapa negara menjadi permasalahan kemanan baru. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis dengan menggunakan teori sekuritisasi yang dikembangkan oleh Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap De Wilde dari Copenhagen School.

This thesis analyzes the "problem of illegal migration flows as a Security Threat to the reign of George Walker Bush Jr in the United States? The fall of the Berlin Wall marked a massive change in security studies during the Cold War that was dominated by conventional security studies which looked at threats only come from the military and political sector. The end of Cold War marked the emergence of new issues such as illegal migration and terrorism which become new security problems for some countries. This thesis uses qualitative research methods with analytical descriptive design. This thesis uses the theory of securitization which is developed by Barry Buzan, Ole Waever and Jaap De Wilde from the Copenhagen School."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27983
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Tirsannya Rickmansyah
"Australia menjadi salah satu negara dengan kebijakan yang keras terhadap para imigran gelap dan pencari suaka setelah terjadi peningkatan pada kelompok imigran yang berdatangan setiap tahunnya. Kedatangan Pencari Suaka dianggap menjadi ancaman bagi negara Australia. Sehingga adanya kehadiran imigran menjadi isu politik yang diciptakan oleh Calon Perdana Menteri yang mencalonkan dirinya dalam Pemilihan. Terpilihnya John Howard, dengan Ideologi Nasionalisme, membuat sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan warga Australia dari tindak kriminal. Kebijakan Pacific Solution yang dikeluarkan oleh John Howard adalah upaya Pemerintah Australia dengan mendistribusikan pencari suaka ke negara-negara Pasifik seperti Nauru dan Manus. Hal tersebut menarik, sebab di satu sisi Australia yang meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 dan Teks Protokol 1967, namun membentuk kebijakan publik yang membenturkan hak pencari suaka di negaranya. Penelitian ini menggunakan metode penulisan kualitatif dengan kerangka teoritis yang digunakan dalam membantu menjawab permasalahan penelitian, teori tersebut antara lain Policy Cycle dengan tahapannya: Agenda Setting, Policy Formulation and Decision Making, Implementation, Evaluation and Termination dan Kepentingan Nasional. Fokus utama yang dilihat dalam penulisan penelitian ini adalah kepentingan keamanan nasional Australia dan proses pembentukan kebijakan Pacific Solution. Kerangka teori yang dibahas pada penelitian ini yakni tahapan Formulasi Kebijakan guna mempelajari, memahami, dan menganalisa formulasi Kebijakan Pacific Solution. Penelitian ini akan menjelaskan faktor - faktor terhadap formulasi kebijakan Pacific Solution. Bahwasanya kebijakan tersebut mendapat dukungan penuh baik dari pemerintahan maupun masyarakat.

Australia is a country with strict policies against illegal immigrants and asylum seekers after the increasing amount of immigrant groups every year. The Asylum Seeker arrival is considered as a thread to the Australian State. That is why the immigrants arrival has become a political issue created by the Prime Minister Candidates who have nominated themselves in the elections. The elected John Howard, with his Nationalism Ideology, created a policy that aimed to be a safeguard towards Australia 39;s security and welfare from the criminal acts. The Pacific Solution Policy issued by John Howard has become an effort by the Australian Government to divert the immigration flow of asylum seekers by accommodating asylum seekers in Pacific Countries, such as Nauru and Manus. This is interesting, because in the other hand Australia ratified the 1951 Geneva Convention and the 1967 Protocol Text, but they made the public policy that against the asylum seekers rsquo; right. The method used in this research is qualitative research approach and data collecting technique and using theoretical framework that is used to answer the research problems is the Policy Cycle Theory, with the following stages: Agenda Setting, Policy Formulation and Decision Making, Implementation, Evaluation and Termination and National Interest with using qualitative methods. The main focus of this research is the importance of Australia 39;s national security and the policy-making process of Pacific Solution Policy. The Conceptual Framework discussed in this research is the Policy Formulation Stage to learn, to understand, and to analyze the formulation of the Pacific Solution Policy. This research will explain the policy formulation factors in the Pacific Solution Policy. That the policy is fully supported by government and society."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Rahmadani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S8119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Carlos Margondo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Amalia
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai unsur rasisme dalam kebijakan imigrasi Australia. Muncul hipotesa bahwa kebijakan imigrasi yang dikeluarkan pemerintah Australia di tahun 1996 hingga 2007 dipengaruhi oleh unsur rasisme dari beberapa pihak. Di tahun 1996, muncul seorang politikus wanita Australia bernama Pauline Hanson, ia merupakan senator yang menyuarakan rasisme dan ingin kebangkitan White Australia Policy. Ia kemudian mendirikan partai bernama One Nation Party yang juga menyuarakan rasisme dalam kebijakan partainya. Pada masa itu Australia yang berada dibawah kepemimpinan Perdana Menteri John Howard turut menyebabkan nama John Howard dituduh sebagai politikus yang rasis karena kebijakan imigrasi yang dikeluarkan merupakan tanggung jawabnya. Penulisan skripsi ini menggunakan empat tahap metode sejarah untuk membuktikan bahwa terdapat unsur rasisme dalam kebijakan imigrasi Australia selama tahun 1996 hingga 2007 yang berasal dari pengaruh One Nation Party dan John Howard.

ABSTRACT
This Essay discusses about racism in the Australian Imigration Policy. There is a hypothesis that imigration policy issued by the Australian Government in 1996 to 2007 was influenced by racism from several parties. In 1996, an Australian female politician named Pauline Hanson as a senator, she have voiced racism and wanted the resurrection of the White Australia Policy. She then founded a party called One Nation Party which also voiced racism in their policy. At that time Australia was under the leadership of Prime Minister John Howard, this led John Howard accused of being a racist politician because the immigration policy that has been issued was his responsibility. This essay use four stages of historical method to prove that there is an element of racism in Australian Immigration Policy applied from 1996 to 2007 as a result ofOne Nation Party rsquo s influence and John Howard rsquo s policies. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Razita Inayah Kiasatina
"Kehadiran imigran dimulai pada pasca Perang Dunia II karena Prancis sedang mengalami pertumbuhan ekonomi sehingga merekrut banyak tenaga kerja asing. Mulai tahun 1940an, jumlah imigran terus meningkat dan kebanyakan dari mereka berasal dari negara Magribi dan eropa selatan. Masalah imigran baru disadari oleh Prancis pada tahun 1980an, pada saat itu François Mitterrand dipilih sebagai Presiden Sosialis yang memerintah Prancis untuk pertama kalinya selama dua periode, karena sebelumnya Prancis dipimpin oleh pemerintah kanan yang cenderung konservatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui dampak kebijakan migrasi pemerintahan François Mitterrand serta usaha pemerintah Mitterrand dalam proses integrasi imigran di Prancis. Melalui pemaparan tersebut, terlihat bahwa pemerintahan sosialis cenderung menoleransi imigran dibanding pemerintah kanan yang bertindak lebih tegas. Penelitian ini membuktikan bahwa pada masa pemerintahan François Mitterrand, imigran semakin sulit dikontrol sehingga proses integrasi antara kedua pihak sulit dilakukan. Sikap tokoh sosialis justru meningkatkan jumlah imigran ilegal yang masuk ke Prancis, sehingga memicu masalah sosial di Prancis yang terlihat melalui aspek ekonomi, pendidikan dan budaya. Dalam aspek ekonomi, banyak imigran Magribi yang memiliki pendidikan rendah sehingga meningkatkan jumlah pengangguran di Prancis dan dalam aspek budaya terdapat masalah diskriminasi dan islamofobia.

The presence of immigrants began after World War II when economic growth in France was increasing and need to recruit many foreign workers. Early 1940s, the number of immigrants continued to grow and many of them came from Magribi countries and southern Europe. The immigrants problem was recognised by France in the 1980s, when François Mitterrand was elected as the first Socialist President in France who lead for two periods, France was previously led by a right-wing government who is more conservatives. This research used a qualitative method which aims to find out the impact of the migration policy and the governments`s efforts to integrate immigrants in France. This research showed that socialist governments tend to tolerate immigrants compared to the right-wing government which acts more decisively. This research proves that during the reign of François Mitterrand, the
number of immigrants was increasing and difficult to control which made the integration between the two parties was difficult. The socialist politics figures who is actually responsible for the increasing number of illegal immigrants who enter France and later triggering social problems in France that were seen through economic, educational and cultural aspects. In the economic aspect, many Magribi immigrants who have low quality of education which increase the number of unemployed in France and in the cultural aspect there are problems like
discrimination and Islamophobia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nunun Qomarul
"Tesis ini membahas pelanggaran HAM yang terjadi di Australia yang telah menelan korban jiwa dan kerugian moril yang tidak sedikit jumlahnya. Tragedi kemanusiaan ini diawali dari mulai terbentulmya negara Australia itu sendiri, terlebih dengan adanya kebijakan Australia dengan menerbitkan dan memberlakukan Mandatory Sentencing Law yang berujung pada upaya ethnic cleansing dan genocide terhadap etnis Aborigin.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran HAM di Australia terhadap etnis Aborigin dengan data-data yang diperoleh yang menggambarkan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan HAM.
Masalah yang terjadi di Australia ini menjadi perhatian dunia Internasional dengan diperintahkannya penyelidikan oleh Komisi HAM PBB Berta banyaknya temuan-temuan oleh Amnesty Intemasional , Laporan dari United State, maupun Lembaga-Lembaga HAM lainnya.
Untuk itu diperlukan campur tangan pihak lain, untuk menyelesaikan pelanggaranpelanggaran HAM yang terjadi di Australia dalam hal ini PBB.
Campur tangan ini dibenarkan berdasarkan konsep Cosmopolitan Perspective yang membenarkan adanya campur tangan atau intervensi oleh negara lain atau lembaga lain terhadap suatu negara yang melakukan pelanggaran HAM di negaranya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dionnisius Elvan Swasono
"Israel pada masa pemerintahan Yitzhak Rabin yang kedua (1992-1995) cukup menarik untuk diamati karena selama tiga tahun masa pemerintahan tersebut Israel banyak mengeluarkan kebijakan yang cukup kondusif bagi perdamaian di Timur Tengah. Salah satu kebijakan Israel tersebut adalah kesediaannya mengadakan perundingan damai secara Iangsung dengan PLO, organisasi yang selama ini dipandangnya sebagai organisasi teroris. Perundingan ini menghasilkan Declaration of Principles (DoP) yang ditandatangani di Washington DC, AS pada ianggal 13 September 1993, Masyarakat dunia berharap DoP dapat menjadi latigkah awal bagi peayelesatan konflik Israel-Palestina secara menyeluruh. Poin penting dari DoP adalah kesediaan Israel memberi otonomi kepada Otoritas Palestina di Jalur Gaza dan kota Jericho. Otonomi ini juga akan diberlakukan di wilayah-wilayah Tepi Barat lainnya. Berdasarkan pada teori kebijakan luar negeri yang mengatakan bahwa faktor pemimpin sangat berperan dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri (foreign policy decision making), maka permasalahan utama yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor infernal dan ekstemal apa saja yang telah mendorong Yitzhak Rabin sehingga pada masa pemerintahannya yang kedua dia banyak mengeluarkan kebijakan yang cukup kondusif bagi perdamaian di Timur Tengah khususnya dalam konteks penyelesaian konflik Israel-Palestina. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis case studies. Paradigma penelitian ini adalah konstruktivisme. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi. Data-data tersebut kemudian dianalisa dengan metode hermeneutic interpretative. Dalam penelitian studi hubungan intemasional dikenal tiga tingkatan analisa yaitu reduksionis, korelasionis, dan induksionis. Dalam penelitian ini, tingkat analisa yang dipakai adalah tingkat analisa reduksionis. Dan data-data yang ada, dapat diketahui bahwa terdapat empat faktor penting yang mendorong Yitzhak Rabin memberikan konsesi otonomi kepada pihak Palestina yang merupakan bagian dari kebijakan pro perdamaiannya, yaitu: faktor prinsip tanah untuk perdamaian (land for peace); faktor adanya keiiiginan untuk menjaga kernumian Israel sebagai negara Yahudi yang demokratis; faktor keamanan; dan dukungan publik Israel."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>