Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Sri Alem Br.
"Kegiatan praktik tanam campuran yang dilakukan petani di Gurusinga memperlihatkan adanya pilihan jenis tanaman yang berbeda-beda di antara petani. Perbedaan pilihan itu terjadi dari satu waktu tanam ke beberapa waktu tanam berikutnya. Beberapa petani ini cenderung melakukan percampuran tanaman dalam bentuk pola tanam yang berbeda, yaitu campur-campur, tumpang tindih, tua-muda, sada-sada dan ragi-agi. Mengapa petani cenderung memilih jenis tanaman yang berbeda dari satu waktu tanam ke waktu tanam berikutnya?
Kajian ini berusaha membahas pilihan petani yang berbeda-beda atas jenis tanaman tersebut dengan menjelaskan bagaimana petani mengambil suatu keputusan untuk memilih jenis tanaman dan faktor-faktor apa yang mendasari pilihan petani tersebut. Penelitian di lapangan selama berkisar enam bulan (Juli - Desember 1999) dapat dimanfaatkan untuk mengamati dua periode waktu tanam dan panen dari satu jenis tanaman petani. Penulis menyadari bahwa dua waktu tanam yang diamati adalah merupakan periode singkat dari suatu periode panjang dalam pengalaman petani dengan beragam peristiwa khusus yang mereka alami. Namun, dari dua periode singkat ini, petani juga harus mengambil keputusan untuk memilih beberapa jenis tanaman yang harus ditanam untuk menggantikan beberapa tanaman lain yang telah siap panen.
Dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan, kajian ini sampai pada suatu pemahaman bahwa pilihan jenis tanaman yang berbeda-beda di antara beberapa petani dalam dua waktu tanam itu terkait erat dengan harapan-harapan mereka atas pilihan tersebut. Harapan-harapan tertentu akan memberikan prioritas-prioritas pada beberapa pertimbangan tertentu. Dengan harapan yang berbeda atau sama atau juga prioritas pada pertimbangan yang berbeda atau pada pertimbangan yang sama, beberapa pilihan jenis tanaman petani dapat menjadi berbeda [dan beberapa pilihan mereka juga dapat menjadi sama]. Prioritas pada beberapa pertimbangan tertentu tersebut akan diputuskan petani dengan proses evaluasi yang cenderung sama, yaitu setelah mereka mengevaluasi pengalaman dan perkembangan kondisi baru yang berhubungan dengan faktor-faktor produksi, harga, distribusi, keputusan petani lain, hubungan dengan orang lain, dan penilaian mereka atas tinggi rendahnya tingkat ketidakpastian yang mereka hadapi. Hasil evaluasi tersebut adalah keputusan 'judi' dan keputusan hati-hati.
Keputusan 'judi' yang diambil sangat singkat sebelum penanaman akan dipilih petani dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu singkat dan cenderung mengabaikan resiko kerugian 'putus modal'. Pola tanam yang cenderung dikembangkan adalah sada-sada (rotasi) atau ragi-agi (bertingkat). Keputusan hati-hati dan yang selalu mengalamai penyesuaian secara terus-menerus dengan perkembangan kondisi baru akan dipilih petani dengan harapan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang petani dan memperhitungkan resiko dan pertimbangan lainnya dengan lebih cermat. Pola tanam yang cenderung dikembangkan adalah campur-campur, tumpang tindih dan tua muda.
Dengan pertimbangan tertentu., beberapa petani akan memilih melakukan dua jenis keputusan ini secara bersamaan dalam waktu tanam yang sama atau pada waktu tanam berikutnya. Perkembangan kondisi baru yang serba tidak pasti cenderung membuat petani melakukan evaluasi dalam setiap waktu tanam untuk memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Percampuran tanaman yang 'biasa' mereka lakukan juga `ditampilkan' atas dasar evaluasi pengalaman dan perkembangan kondisi baru. Hasil penelitan ini juga menunjukkan bahwa jenis keputusan apa pun yang dipilih petani, maka pertimbangan hubungan sosial, pinjam-meminjam, dan informasi baru cenderung menentukan keputusan akhir mereka, apakah akan mengganti jenis tanaman pilihan atau hanya mengurangi banyaknya jumlah yang akan ditanam dari beberapa pilihan tanaman tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dapat merupakan hubungan dengan keluarga inti, keluarga luas, petani lain di luar lingkungan kerabat, dan dengan orang lain. Pertimbangan-pertimbangan petani ini menunjukkan bahwa keputusan-keputusan petani tidak terlepas dari lingkungan sosial dan budaya mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Charles Barita Paska
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hari Tri Budianto
"The decrease of rice-field area is one of causes of decreasing rice production in Indonesia. Physical development in many sectors has been converting rice field area into others such as industry, high ways, settlement and other agricultural areas. Because of limited possibility to extent rice field area, one of the efforts of increasing rice production is to implement intensification program.
Rice paddy intensification program relates to "green revolution". Reaching success in 1984 indicated by rice self sufficiency in the year of 1984. This modernization is considered of new rice farming technology application, which is popular by the term of Panca Usaha Tani (Pranadji, 1993). Five elements of Panca Usaha Tani are well soil preparation, prime seed, irrigation sufficient and regular, optimal application of fertilizer and pesticide.
Karawang is one regency in West Java Province that considered as one of national rice producing areas. This region is strategic, because it is relatively flat and located in the area of Jatiluhur irrigation. These are the reasons of Karawang chosen as a model of rice paddy intensification program.
The research title is "Pemodelan Indeks Tingkat Keberhasilan Intensifikasi Sawah di Kabupaten Karawang MT 1998/1999 dan MT 1999". The objective of the research is to determine successfulness index of rice paddy intensification in Karawang Regency. The index is based on qualification of existing soil quality, efforts conducted, and rice production. By comparing each index of each kecamatan, it can be seen level of successfulness of the kecamatan in implementing intensification program, and it can be identified what factors must be improved in order to increase rice production in those kecamatan.
The research questions are (1) Where is the highest and lowest of successfulness index in Karawang on growing season of the year 1998/1999 and 1999? and (2) How is the consistence of the index?
The research method employed is GIS, using overlay, classification and scoring techniques with kecamatan as analytical unit.
The results indicate that the highest indeces are in the southern part of Kabupaten Karawang, especially in the area of "excellent" and "poor" soil quality. Those are Kecamatan Cikampek and Telukjambe. The lowest indices are in the Northern and central of Karawang Regency, particularly on the "excellent" soil quality, Those are Kecamatan Tirtajaya and Rengasdengklok.
The results also indicate that the values of indices are consistence in measuring the level of successfulness in rice paddy intensification program in Karawang Regency in growing season of the year 1998/1999 and 1999.
"
Depok: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T1112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwi Indiarto
"Beras merupakan komoditas pangan pokok bagi negara-negara anggota ASEAN. Sebagai negara produsen sekaligus konsumen beras, mereka menaruh perhatian penting dalam menangani masalah perberasan di dalam negeri masing-masing. Kebijakan pengadaan pangan (beras) yang selama ini diterapkan bertujuan untuk menjamin kecukupan pasokan yang dibutuhkan bagi rakyatnya. Idealnya, mereka minimal mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri karena sangatlah mengkhawatirkan bila mengandalkan pasar beras dunia yang rentan dan tidak stabil.
Penelitian ini bertujuan untuk: (a) menentukan model estimasi produksi yang sesuai untuk tanaman padi di ASEAN; dan (b) mengidentifikasi dan mengetahui faktor-faktor yang nyata berpengaruh terhadap produksi padi di ASEAN. Penelitian ini dilakukan pada delapan negara ASEAN (Filipina, Karnboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand dan Vietnam) dengan periode pengamatan tahun 1980 sampai dengan 2002. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel output produksi, luas lahan, penggunaan pupuk urea, traktor roda dua, benih dan tenaga kerja.
Model yang digunakan untuk estimasi dalam penelitian ini adalah bentuk fungsi produksi Cobb Douglas pada komoditas padi dengan menggunakan data panel, sebagaimana yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya oleh Aryal & Aryal (2004), Bhati (1975), Kamiya (194I) dan Manurung (1996).
Hasil estimasi menunjukkan bahwa produksi padi dipengaruhi secara positif oleh input produksinya, yaitu luas lahan, penggunaan pupuk urea dan benih, traktor dan tenaga kerja. Penggunaan pupuk urea pada tanaman padi tidak terlalu signifikan yang mungkin disebabkan oleh terlalu banyak penggunaannya pada lahan olahan sehingga menurunkan kadar unsur hara dalam tanah. Nilai elastisitas terbesar terdapat pada variabel luas lahan, yang menunjukkan bahwa produksi padi cukup peka terhadap perubahan luas lahan. Disamping itu, berdasarkan jumlah nilai elastisitas output terhadap total inputnya menunjukkan bahwa produksi padi mempunyai skala hasil yang bertambah (increasing return to scale).
Dan hasil estimasi tersebut, implikasi kebijakan yang dapat disarnpaikan antara lain adalah perlunya penambahan luas lahan sawah baru guna meningkatkan produksi; meningkatkan pemanfaatan pupuk organik yang ramah lingkungan daripada pupuk anorganik untuk menjaga kestabilan unsur hara dalam tanah dan ketergantungan terhadap pupuk anorganik; serta masih dibutuhkannya intervensi pemerintah dalam memberikan subsidi input pertanian guna memicu perkembangan perekonomian di perdesaan.
Beberapa variabel input yang belum ada dalam penelitian ini seperti infrastruktur irigasi, pestisida, iklim dan teknologi pasca panen perlu ditambahkan dalam penelitian lanjutan, terrnasuk juga penggunaan series data yang lebih panjang sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang produksi padi di ASEAN."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaumil D. P. Putra
"
ABSTRAK
Pola curah hujan di Indonesia dapat dikatakan bahwa pantai barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak dari pantai timur. Saat mulai hujan bergeser dari barat ke timur. Hujan merupakan sumber ketersediaan air bagi usaha pertanian sawah sederhana. Pada gilirannya kelangsungan usaha pertanian sawah tergantung pada keberadaan hujan. Jumlah hujan tidak begitu penting, hujan rata-rata umumnya sangat banyak. Namun yang penting bagi mereka adalah kapan musim hujan tiba dan berapa 1amanyamusim hujan. Usaha untuk menentukan mulainya musim hujan di Pulau Jawa telah dilakukan oleh de Boer.
Masalah yang dibahas dalam penelitian mi adalah Kapan permulaan datangnya musim hujan di Pantai Utara Jawa antara Rembang dan Tuban?, Apakah ada perbedaan waktu petani turun ke sawah clan bagaimana hubungannya dengan pola awal musim hujan antara Rembang dan Tuban?
Wilayah penelitian adalah Kabupaten Rembang di Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Tuban di Propinsi Jawa Timur. Kriteria permulaan datangnya musim hujan menggunakan kriteria de Boer, yaitu satu bulan dibagi tiga (1,2,3) masing-masing 10 han. Data yang digunakan adalah data curah hujan tahunan untuk mengetahui fluktuasi di bulan apa awal musim hujan dan data curah hujan harian untuk mengetahui di 10 hari keberapa awal musim hujan di bulan tersebut pada tiap stasiun pengamatan hujan dari tahun 1987 - 1996. Stasiun pengamat hujan yang digunakan adalah stasiun yang masih berfungsi dan datanya dicatat secara konsisten dari tahun 1987 - 1996 oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Wilayah awal musim hujan adalah tempattempat yang mempunyai awal musim hujan yang sama. Pola awal musim hujan adalah pola yang menggambarkan wilayah awal musim hujan. Awal musim tanam padi adalah pertama kali petani turun ke sawah untuk mengolah tanah pertanian. Wilayah awal musim tanam padi adaith tempat-tempat yang mempunyai awal musim tanam padi yang sama.Pola awal musim tanam padi adalah pola yang menggambarkan wilayah awal musim tanam padi. Petani yang dimaksud dalam penelitian mi adalah orang yang mata pencahariannya bercocok ta.nam/mengusahakan tanah (Poerwadarminta, 1976). Sawah tadah hujan adalah sebidang tanah yang secara periodik atau terus menerus ditumbuhi padi dan dicirikan dengan ketergantungannya pada ketersediaan air permukaan dari hadirnya hujan sebagai sarana pertumbuhan padi.
Untuk menjawab masalah dilakukan perhitungan dengan menggunakan kritenia de Boer dan survei lapang.Adapun dan pembahasan yang telah dilakukan diperoleh ningkasan: Jumlah curah hujan rata-rata per tahun dan tahun 1987 - 1996 di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adalah berkisar antara 1200 - 2 ,000 mm. Jumlah curah hujan rata-rata pertahun tertinggi adalah pada tahun 1989 sebesar 1985 mm dan terendah pada tahun 1994 sebesar 1233 mm.
Awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adalah 6 - 15 November sebagai sepuluh hari pertama November, 16 - 25 November sebagai sepuluh hari kedua November, 26 November - 5 Desember sebagai sepuluh hari ketiga November, 6 - 15 Desember sebagai sepuluh hari pertama Desember dan 16 - 25 Desember sebagai sepuluh hari kedua Desemben. Pola awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban adaiah di sebelah timur datangnya awal musim hujan makin lambat, sebaliknya di sebelah barat datangnya awal musim hujan makin cepat.
Pola awal musim hujan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban mengikuti pola umum curah hujan di Indonesia, yaitu tempat yang terletak di sebelah barat musim hujannya datang lebih dulu dan pada tempat yang letaknya Iebih ke timur, pada pulaupulau dengan rezim barat.
Pola awal musim tanam padi di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Tuban mengikuti pola awal musim hujan di wilayah penelitian yaitu sebelah barat wilayah penelitian awal musim tanam padinya lebih dulu dibandingkan sebelah tengah maupun timur wilayah penelitian. Dapat disimpulkan bahwa semakin ke arah barat maka awal musim hujan dan awal musim tanam padi semakin awal mulainya.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Terry Rambo
"ABSTRACT
Rural Northeast Thailand has been undergoing rapid change in recent years, a process that can be referred to as an agrarian transformation. This transformation involves a major restructuring of agriculture from being subsistence oriented to market oriented. It also involves concomitant changes in all components of the agricultural system, including technology, economic orientation, social relations, and cultural values. This paper presents a review of a large volume of recent research on several key dimensions of the agrarian transformation: (1) agricultural intensification, diversification, and specialization; (2) technological change and the continuing role of traditional technology in rural life; (3) the epidemiological transition and changes in health and disease risks; and (4) social system changes, including in the nature of rural urban interactions, population structure, household composition and livelihood systems, community social organization, and cultural values and aspirations. "
Kyoto: Kyoto University, 2017
327 SEAS 6:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chai Podhisita
"ABSTRACT
Agriculture in Thailand is undergoing significant change. The present paper addresses this change from a social perspective, focusing on the role of household dynamics and expansion of the capitalist economy into rural areas. It draws upon data from different sources. Changes in household dynamics over the past decades have resulted in not only unprecedented below replacement fertility levels and small households on average but also labor and land constraints in most rural areas. In this environment, rural households are under pressure to modify their farming practices. Meanwhile, the expansion of the capitalist economy brought about by the Green Revolution and new socioeconomic policies since the early 1960s has Opened up new opportunities and choices for rural households to participate in market oriented production. It is the response of households to this environment that is leading to agricultural transformation in rural Thailand. Key aspects of agricultural change identified in this analysis include a shift from subsistence production to market oriented production; widespread agricultural mechanization and adoption of other new technologies; emergence of agribusiness and large scale commercial farming; and structural change in land use and landholding, resulting in land concentration. Changes in agriculture are likely to alter other aspects of rural life. It is, therefore, important to have a short term safety net as well as long term policy that will lead to a holistic agricultural reform. "
Kyoto: Kyoto University, 2017
327 SEAS 6:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shirai yuko
Kyoto: Kyoto University, 2017
327 SEAS 6:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Watanabe kazuo
"ABSTRACT
Rainfed paddy fields cover a large area in Northeast Thailand. Rice production there is known to be highly variable, with generally low yields. With the Thai economy developing rapidly since the 19603, an increasing number of farmers have sought employment in the non-farm sector. As a result. some worry that rice growing in this region might decline or even disappear. In reality, however, it continues to play an important role in ensuring basic food security to rural households. This study investigates technological advances in rice growing during this period of rapid economic growth in Don Daeng village using a dataset spanning approximately 50 years. The results indicate that farmers adopted small-scale agricultural machines, irrigation technologies, land consolidation, high yielding varieties, chemical fertilizers, and the direct seeding method on their own initiative. These technologies and methods contributed to increasing rice yields and stabilizing production. They also appear to have substantially improved labor productivity, allowing farmers to procure their main food supply from their paddy fields while earning an additional income from the off farm sector, which could then be reinvested in agriculture. Thus, the interaction between these sectors is currently supporting small scale rice production in peri urban villages in Northeast Thailand. "
Kyoto: Kyoto University, 2017
327 SEAS 6:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>