Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ati Waliati Sudradjat
"Penelitian, revitalisasi dan konservasi terhadap bangunan tradisional Betawi telah dilaksanakan Pemerintah DKI Jakarta dalam rangka melestarikan budaya Betawi dan meningkatkan peran pariwisata di Jakarta sebagai salah satu sumber devisa. Desa Marunda Pulo dan Karang Tengah di Rorotan merupakan kawasan Jakarta yang terjauh letaknya dari pusat kota. Desa Marunda Pulo penduduknya merupakan komunitas Betawi Pesisir yang pemukimannya terletak di tepi pantai dan dikelilingi sungai Blencong dan sungai Tiram sedangkan desa Karang Tengah di Rorotan pemukimannya terletak di tengah pesawahan yang sangat luas.
Kedua kawasan ini telah mengalami perubahan sosial budayanya sebagai akibat berkembangnya kawasan industri di sekitar pemukimannya. Walaupun modernisasi sedang dialami kedua masyarakat ini, tetapi pembangunan fisik di kawasan ini belum dirasakan hasilnya, tampak pada rumah tinggal dan kehidupan masyarakatnya.
Beberapa penduduk di kawasan ini masih memiliki rumah tradisional Betawi yang lingkungan dan rumah tradisional Betawi di sini memiliki keunikan yang belum disadari keberadaannya oleh Pemda DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada Pemda DKI Jakarta, dengan mengidentifikasi perubahan fungsi ruang pada rumah tradisional Betawi yang sangat berpengaruh kepada bentuknya, sehingga masalahnya dapat diatasi saat restorasi dan konservasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasuri Sa`at
"Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan ini adalah upaya Indonesia menjadi negara industri sebagai batu loncatan untuk menjadi negara yang maju sejajar dengan negara maju lainnya. Salah satu bentuk pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan ialah pembangunan sarana dan prasarana ekonomi berupa pembangunan gedung-gedung, kawasan industi besar maupun kecil dan pembangunan wilayah pemukiman serta perumahan baik secara mengelompok maupun yang tidak mengelompok. Peningkatan pembangunan itu bertujuan untuk kemajuan ekonomi bangsa Indonesia umumnya dan peningkatan tingkat penghasilan masyarakat khususnya. Di samping dampak positif dari pembangunan itu juga akan memberikan dampak negatif karena terjadinya peningkatan jumlah penduduk dari pemukiman, tentu membutuhkan penggunaan air yang meningkat pula. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan air tentu pengeluaran air (limbah) juga akan meningkat pula, karena semakin banyak jumlah limbah (air kotor) yang keluar dari rumah tangga maka tingkat pencemaran juga semakin tinggi apabila pengelolaan air kotor tersebut tidak sempurna?."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Barber, Charles Victor
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997
333.95 BAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siombo, Marhaeni Ria
"ABSTRAK
Pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan hidup merupakan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Sumber daya alam merupakan wujud dari keserasian ekosistem dan keserasian unsur-unsur pembentuknya yang diperlukan sebagai modal dasar pembangunan nasional yang wajib dikelola secara bijaksana, sehingga penggunaan dan pemanfaatannya dapat berlangsung secara lestari, seimbang, selaras dan serasi. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi, sehingga sumber daya alam yang menjadi tempat bergantung keberlangsungan hidup manusia tidak akan habis dan punah. Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap masalah konservasi adalah dikeluarkannya UU No.5 Tahun 1990. Salah satu konservasi daratan adalah konservasi hutan yang meliputi suaka alam, hutan wisata, hutan lindung dan Taman Nasional (Atmawidjaya, 1991:3).
Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu taman nasional yang terletak di Sulawesi Tengah, yang ditetapkan berdasarkan SK Mentan No. 429/kpts/org/7/1978 sebagai kawasan pelestarian alam eselon IV yang kemudian pada Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 di Bali, 14 Oktober 1982 ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan luas areal 229.000 ha, berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982.
Kelestarian kawasan Taman Nasional Lore Lindu makin terancam oleh perambahan yang terus meningkat dan menurunnya sumber daya alam yang dikandung serta minimnya pengembangan sarana-sarana konservasi.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi adalah pencurian rotan, penebangan kayu, perkebunan rakyat dalam kawasan terlarang, serta perburuan satwa langka.
Dalam taman nasional ini terdapat empat desa yang telah ditetapkan sebagai enclave atau daerah kantong. Mereka hidup di wilayah ini sejak berabad-abad yang lalu, sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Penduduk diperkenankan untuk memanfaatkan lahan yang ada di sekitarnya dalam batas-batas tertentu yang disebut Zona Pemanfaatan Tradisional. Keberadaan penduduk yang saat ini berjumlah lebih kurang 2756 jiwa atau terdapat sejumlah 648 KK dengan luas zona pemanfaatan tradisional yang disediakan lebih kurang 10.000 ha. Luas keempat desa tersebut 279 km2 (27.900 ha), adanya pertambahan penduduk akan mengakibatkan kawasan ini peka terhadap pelanggaran sebab jumlah penduduk akan terus bertambah. Tetapi pada sisi lain dalam kebiasaan-kebiasaan hidup mereka sehari-hari terdapat nilai-nilai yang sangat mendukung program konservasi, yang merupakan cerminan kearifan orang-orang Lindu dalam berinteraksi dengan alam. Dengan kondisi alam dan sarana transportasi yang sangat minim membuat mereka terisolasi dari wilayah lainnya. Satu-satunya sarana transportasi untuk sampai ke wilayah ini adalah dengan berkuda. Adat istiadat mereka yang masih kuat berlaku, belum banyak terpengaruh dengan budaya lain. Kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan terutama yang berkaitan dengan alam hingga kini masih ditaati.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah undang-undang yang khusus mengatur masalah konservasi sumber daya alam.
Pelaksanaan peraturan di bidang konservasi belum efektif berlaku dalam Taman Nasional Lore Lindu; prinsip dan nilai tradisional yang hidup di kalangan masyarakat Lore Lindu berpengaruh pada strategi pengelolaan taman nasional; keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu sebab potensial timbulnya berbagai pelanggaran terhadap kawasan taman nasional. Ketiga hal diatas merupakan hipotesis kerja yang mempedomani penulis dalam melakukan penelitian.
Lokasi penelitian meliputi keempat desa yang berada dalam enclave Dataran Lindu, Kec. Kulawi, Kab. Donggala.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan tentang pelaksanaan peraturan di bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem pada Taman Nasional Lore Lindu dan kebiasaan masyarakat yang masih berlaku yang erat kaitannya dengan konsep konservasi.
Untuk mendapatkan data primer digunakan pengamatan, wawancara dan partisipasi terbatas. Pengamatan diarahkan pada apakah prinsip-prinsip yang hidup dalam masyarakat pedesaan Dataran Lindu masa lalu masih ada pada saat ini dan apakah prinsip-prinsip tersebut dapat menunjang pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistem yang ada dalam taman nasional, sebagaimana dapat dilihat dalam tingkah laku serta keputusan mereka sehari-hari. Dalam wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat pada pedoman wawancara. Responden terdiri atas dua golongan yaitu masyarakat yang tinggal dalam enclave dan staf pengelola taman nasional. Dari kalangan masyarakat diambil 10% dari jumlah Kepala keluarga masing-masing desa dan anggota Lembaga Adat Dataran Lindu yang berjumlah 7 (tujuh) orang. Staf pengelola taman nasional yang diwawancarai disesuaikan dengan tugas atau jabatannya, yang terdiri atas; Kepala Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang merangkap Pemimpin Proyek Taman Nasional, staf administrasi dan Jagawana/Polisi Hutan yang berada di lokasi taman nasional. Partisipasi terbatas dilakukan dengan tinggal beberapa lamanya di desa yang menjadi fokus penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam upaya pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu; Menginventarisasi nilai-nilai tradisional yang berkaitan dengan program konservasi; Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1990 dalam upaya optimalisasi pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu.
Analisis normatif dilakukan dengan mengklasifikasi peraturan-peraturan yang terkait atas dasar kronologi kemudian dianalisis dengan mempergunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang mencakup subyek hukum, hubungan hukum, hak dan kewajiban. Dengan demikian dapat dilihat apakah peraturanperaturan tentang konservasi sudah efektif berlaku pada Taman Nasional Lore Lindu.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah masyarakat Lindu telah mempraktekkan sebagian dari prinsip-prinsip konservasi yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan adanya nilai-nilai dalam kepercayaan masyarakat Lindu yang sudah lama dikenal dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang secara tidak langsung mendukung program konservasi. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan kearifan orang Lindu dalam berhubungan dengan alam.

ABSTRACT
The national sustainable development is a development, which utilizes the natural resources in a responsible manner. Natural resources are the continuation of their constituents required as a fundamental capital for the national development, which should be operated on discretionally such that its utilization and its benefits could be continuously carried on and balanced. Therefore conservation is needed, so that the natural resources, which constitute the location on which human existence depends on, should not be used up.
One of the concerns of the Government on the issue of conservation is the law provision No.5, 1990. One of the land conservation is the forest conservation, which has conveyed of natural preservation, landscape forestry, reservatory forest and the national parks (Atmawidjaya 1991:3).
The National Park Of Lore Lindu is situated in Central Sulawesi, which was established through the Decree of the Minister of Agriculture No. 427/kpts/org/7/1978 as the zone of natural conservation classification IV which then in the third World Congress of National Parks in Bali on October 14th, 1982 was set up as a national park covering an area of 229,000 ha based on the Decree of the Minister of Agriculture No 736/Mentan/X/1982.
The Lore Lindu National Park has been increasingly threatened by the increasing deforestation and the decline of natural resources while the facilities used for conservation are absolutely limited.
In this national park there were found four villages were established as the enclaves or pocket zones. They have been living in the zones since centuries ago, prior to the establishment of these zones as a conservation area. The people have been allowed to take the advantages of the existing area surrounding properly the area called is the intensive use zone (traditional zone). The recent is population is 2758 people and/or 648 of heads of households with the traditional beneficiaries zone covering an area of 10.000 hectare of the Lindu enclave area (145.000 ha). It is potential to make this zone prone to violations due to the increasing number of the population. But on the other hand, in their customary daily living, there were found a set of values, which support the conservation program, and reflect the wisdom of local people in their interaction with the nature. The condition of nature and the minimum availability of transportation facilities, make them isolated from the other areas.
The Main transportation facility used in the intensive zone is horses. Their customary wisdom, which is strongly prevailing, is not influenced by other cultures. Indigenous knowledge that related to nature still exists.
The Act No. 5/1990 is the provision, which is, aimed at solving the problems of conservation of natural resources. The implementation of this provision has not yet been effective; there are principles and traditional values existing among the community. The limitations of facilities and planned facilities are the potential causes of the various problems relating with the zone of Lore Lindu National Park.
The three things in my hypothesis become the guideline in conducting this research.
The research location covers four villages from the enclave of Lindu, the district of Kulawi, Donggala. The type of this research is descriptive which tries to describe the implementation of provision concerning conservation of the living resources and use of the ecosystem in Lore Lindu National Park in relation with prevailing traditional customs of local community related to the concept of conservation.
To get the primary data, participant observation and limited interviews and are conducted.
The observation was conducted towards the existing values of the local community of Lindu Plateau of the past and the principles supporting the continuation of living resources and its ecosystem, as seen in their daily living. In the interviews, the questions did not have specific structure but were always focused on the interviews guidance. The respondents had consisted of two groups, i.e., the community members living in the enclave and the operational staff members of national park.
They are 10% of the population from each village and 7 members of the institute of traditional customs of Lindu Plateau. The operational staff members consist of The head of Sub Chamber of Natural Resources Conservation; administration Staff members and the Security Staff of Lore Lindu national park.
Limited participation is occasionally carried out in the villages during this research.
The objectives of the research are to find out:
a. The retarding and supporting factors in the effort of supporting the of Lore Lindu National Park management.
b. To what extent the implementation of Act No 5, 1990, is effectively implemented in the effort of optimally the management of the Lore Lindu National Park.
The data analysis is carried out qualitatively concerning the support of several theories
Explaining the correlation between the law and the principles of traditional beliefs (indigenous knowledge).
The conclusion of this research is that the Lindu community has practiced part of the conservation principles found in the jurisprudence. This matter has been attested by the existence of values in the belief of Lindu community, which have long been known and practised, in daily living and indirectly supporting the conservation program. These values have been the reflection of the wisdom of Lindu people in their inter-course with the nature.
The provision of the jurisprudence in the field of conservation has not yet been implemented optimally; several important things found in the provisions have not yet been carried out in the operation of Lore Lindu National Park. Facilities and planned facilities are very inadequate and becoming a retarding factor in operating and developing this national park. The supporting factor in operating and developing this national park is the existence of values of traditional customs of the local community, which supports the conservation program, and reflects their wisdom in their intercourse with the nature.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Madiyanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amsi Ramelan
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T6165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mariati
"Kelompok hutan Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan yang terbesar yang tersisa di Provinsi Riau. Meskipun demikian, perubahan tutupan hutan alam kelompok hutan ini sangat cepat, khususnya karena keberadaan jalan yang dibangun oleh perusahaan untuk memperpendek jarak pengangkutan hasil produksi kayu HTI ke pabrik pulp and paper. Kami menilai dampak akses jalan yang membelah kawasan hutan Tesso Nilo (377.387 hektar) dari Selatan Ke Utara (jalan HTI Baserah sepanjang 50 km) dan dari Timur ke Barat (jalan HTI Ukui sepanjang 28 km) sebagai sarana pengangkutan kayu bagi industri pulp and paper.
Analisis dilakukan melalui tumpang tindih data digital penutupan lahan hasil penafsiran citra landsat sebelum dan sesudah jalan akses HTI dibangun. Berdasarkan laju deforestasi yang terjadi antara tahun 2000 dan 2012 dilakukan proyeksi kecenderungan deforestasi Tahun 2018 dengan menggunakan perangkat lunak Idrisi dengan tool Land Change Modeler. Untuk membangun model harmonisasi ruang antara konservasi dan produksi di kawasan Hutan Tesso Nilo, dilakukan dengan menggunakan analisis spatial multi criteria menggunakan ArcGis 10.
Hasil penelitian menunjukkan periode 2000-2002 laju deforestasi ratarata tahunan mencapai 3.530 ha, dan meningkat drastis menjadi 13.903 ha tahun 2002-2007 setelah kedua jalan dibangun. Secara keseluruhan, laju deforestasi rata-rata tahunan periode 2000-2012 adalah 9,28 persen (8.156,97 ha hutan), atau penurunan perkiraan total 97.883,64 hektar selama 12 tahun. Hasil proyeksi kecenderungan deforestasi 2018 diperkirakan hutan alam Tesso Nilo hanya 28.017 ha dan non-hutan alam 335.930 ha. Hasil skoring dan pembobotan untuk pilihan skenario optimum produksi dan konservasi menjadi pilihan model harmonisasi ruang antara konservasi dan produksi di kelompok hutan Tesso Nilo. Model ini dapat menjamin keberadaan kawasan konservasi di masa mendatang, menjadikan distribusi satwa liar di konsesi HTI menjadi koridor satwaliar yang dilindungi.

Tesso Nilo forest block is one of the largest forest block remaining in the Riau Province. However, the forest changes rapidly, especially when roads were developed by company crisscrossing and transecting the area. This study is to reassess the impact of the access road development in terms of spatial differentiations. The roads crisscrossed Tesso Nilo forest area (377,387 hectares) from the South to the North (Baserah of HTI road along 50 km), and transects from East to West (Ukui of HTI road along 28 km) play very important function for a company to transport forest products of pulp and paper company.
The study applies over-laying techniques of digital data for land cover landsat image in various periods, and interpretates before and after the road built. Based on the rate of deforestation between 2000 and 2012, deforestation trends model 2018 using the Idrisi software tool Land Change Modeler were carried out. To build the spatial harmonization model between conservation and production in Tesso Nilo forest areas, the study applied used a spatial multi criteria analysis using ArcGIS 10.
The results showed that the average rate of annual deforestation period 2000-2002 reached to 3,530 ha, and increased dramatically after the second road was built to 13,903 ha for 2002-2007. Overall, the rate of deforestation annual average between 2000-2012 period is 9.28 percent (8,156.97 ha), or a reduction in the estimated total of 97,883.64 ha for 12 years. From our modeling study it shows that deforestation trends in 2018 is estimated that the remain of natural forests of Tesso Nilo area will be only 28,017 ha while non forested area increase to 335,930 ha. Using score and weight values of optimum production and conservation scenario to spatial harmonization model between conservation and production in Tesso Nilo Forest Block to ensure the existence of protected areas, wildlife corridors were proposed which connected Timber Plantation Forest concessions to the natural forest blocks and national park.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Dwi Saiverda
"Penelitian ini menggambarkan kondisi penurunan fungsi Situ Ria Rio di Jakarta Timur. Situ Ria Rio sebagai salah satu bagian aset perkotaan yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan air resapan sebagai area tangkapan air (catchment area), telah berubah dengan makin berkurang luasannya. Penurunan fungsi tersebut yaitu pendangkalan situ akibat digunakannya situ sebagai tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah industri dan rumah tangga serta adanya pemukiman liar di sebagian bantaran situ. Faktor aksesibilitas dan neighborhood juga menyebabkan kawasan ini mempunyai land value yang tinggi, sehingga dikhawatirkan untuk kepentingan aktivitas perkotaan akan mendesak lahan situ yang diperuntukkan fungsi kepentingan konservasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik penduduk sekitar dengan fungsi Situ Ria Rio Jakarta Timur dan untuk mengkaji pengaruh unsur lokasi terhadap fungsi Situ Ria Rio Jakarta Timur. Penelitian ini untuk menguji hipotesis adanya pengaruh penduduk sekitar dan unsur lokasi terhadap fungsi situ. Penekanan metode pengumpulan data melalui wawancara, penyebaran angket (kuesioner) dan observasi langsung. Jumlah responden sebanyak 167 orang yang tersebar di RW 15 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.
Dari analisis data, wawancara, dan pengamatan di lokasi penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi fungsi Situ Ria Rio saat ini dipengaruhi oleh karakteristik pendidikan penduduknya yang sebagian besar rendah, kepadatan penduduk setempat yang tinggi dan tidak tersedianya prasarana dan sarana sanitasi lingkungan yang sesuai untuk suatu Situ. Adapun saran penelitian ini adalah: (1) Perlu strategi khusus untuk menangani permukiman liar di sekitar Situ, dan dampaknya terhadap keberlanjutan fungsi Situ; (2) Perlu adanya pengembangan program sosialisasi manfaat dan fungsi situ; (3) Perlu adanya pendidikan kesadaran menjaga situ bagi para pemukim; serta (4) Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap fungsi Situ yang dikaitkan dengan unsur-unsur lingkungan fisik (ketinggian, lereng, struktur geologi, run off dan lain-lain), yang pada penelitian ini tidak dianalisis.

This research describes Lake Ria Rio roles degradation in East Jakarta. As city assets, Lake Ria Rio, cannot optimally role as a catchments area and reservoir. It caused of the impact of the mis-use of lake as a trash exile, industry waste, domestic waste, and slummy area. Neighborhood and accessibility factors also attribute this region with high economic land value that will lead to land transformation The objectives of this research are to analyze the relationship between neighborhood characteristics with Lake Ria Rio roles and to study the influence of location aspect against Lake Ria Rio roles.
This research is to examine hypothesis of location aspect and neighborhood influence to the Lake Ria Rio roles. The methods of collecting data are by interview, questioners and observation. There are 167 respondents spread in RW 15 Kayu Putih Sub district, District Pulo Gadung in East Jakarta. Based on data analysis, interview and observation in research object, can be concluded that lower education, highly density community and inavailability of suitable sanitation infrastructure attach to the Lake, nowadays influence the Lake Ria Rio roles. The research suggestion i.e: (1) Design treatment strategy to manage slummy area with land public illegal occupancy and also the impact to the sustainability role of lake. (2) Design socialization program to give information about the benefit and role of lake for the people. (3) Design awareness education to maintain the lake. (4) To follow up the research which more focus to the physically aspect of lake such as height, slope, geology structure, run off, etc., which is not analyzed in this research."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>