Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Cahaya Sumirat
"Penulisan ini ditujukan untuk mengkaji mengenai upaya negosiasi yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi Uni Eropa (UE) yang mengajukan prakarsa chairperson's statement mengenai situasi HAM Timor Timur (Timtim) dalam Sidang Komisi HAM (KHAM) PBB ke-58 tahun 2002 yang berlangsung di Jenewa. Prakarsa tersebut telah diajukan oleh UE sejak tahun-tahun sebelumnya karena pada dasarnya UE selalu bersikap kritis terhadap penanganan isu-isu yang terkait dengan HAM oleh Pemerintah Indonesia (Pemri) terutama isu pelanggaran HAM di Timtim.
Kerangka pemikiran yang diajukan adalah mengenai digunakannya taktik counter proposal dan timing untuk mendudukkan posisi kedua pihak agar berada pada posisi yang sama sebelum memasuki substansi negosiasi. Hal ini dilakukan setelah pihak pertama (UE) telah mengajukan proposal dan berupaya menekan pihak kedua (Indonesia) agar segera memberikan tanggapan dan berupaya mendorong untuk memasuki proses negosiasi. Dalam konteks ini, proses negosiasi tidak langsung antara kedua pihak lebih memakan waktu lama dibandingkan dengan negosiasi formalnya. Penelitian tesis ini adalah penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif sedangkan teknik pengumpulan data adalah studi pustaka dan wawancara.
Pada akhir penelitian diperoleh kesimpulan bahwa politik negosiasi yang dilakukan Pemri pada akhirnya berhasil mengubah posisi UE untuk mengurangi jumlah paragraf dalam draft awal chairperson's statement yang semula lima paragraf rujukan mengenai Indonesia menjadi dua. Dari dua paragraf ini pun pada dasarnya tidak terdapat hal-hal yang dapat dianggap sebagai tekanan keras terhadap Pemri. Rumusan akhir dalam chairperson's statement bersifat lunak kepada Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Beginda Anwar Teguh
"Tesis ini membahas krisis global HIV/AIDS dan upaya penanggulangannya melalui penerapan deklarasi komitinen di seluruh negara di dunia. Topik ini berkaitan dengan agenda dan hubungan internasional antara organisasi internasional dengan negara serta pihak-piliak lain yang ada kaitannya dengan penanggulangan HIV/AIDS di dalaln civil society, seperti organisasi masyarakat, jaringan orang dengan HIV/ADS dan lembaga penelitian. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana kerjasama UNAIDS dan Indonesia dalam menindakianjuti Deklarasi Komitmen Sidang Umum PBB tentang HIV/AIDS antara tahun 2001-2003: perkembangannya, penerapannya dan kendalanya.
Dalam penelitian ini kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori transnational relations untuk membahas arah komitmen kebijakan,, strategi dan program aksi kerjasama UNAIDS dan Indonesia.
Kesimpulan yang diperoleh adalah:
Adanya ketidakseriusan Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan dan merespon komitmen yang dibuat dan dituangkan dalam Deklarasi Komitmen Majelis Umum PBB untuk HIV/AIDS tahun 2001 ke dalam kebijakan-kebijakan politik, hukum, sosiai dan aksi-aksi yang nyata untuk penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Selain itu, upaya Pemerintah Indonesia dan UNAIDS saat ini masih belum melibatkan pihak swasta terutama kalangan bisnis. Kendala lainnya adalah: Luasnya wilayah Indonesia menyulitkan upaya penyebaran informasi. Tidak adanya koordinasi, standard baku serta pengawasan dan evaluasi yang tidak optimal. Minimnya pendanaan, minimnya kuaiitas sumber daya manusia yang dapat mempersiapkan dan memfasilitasi lembaga donor atau dana global untuk HIVIAIDS,t idak adanya koordinasi pemberian bantuan oleh UNAIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwu, Stephanus Waraney
"Sebagai sebuah organisasi kerjasama regional di Asia Tenggara yang berdiri sejak tahun 1967, ASEAN telah membuktikan dirinya menjadi sebuah organisasi yang kuat dan solid, berkembang dari awalnya 5 negara, kini menjadi 10 negara. Kekuatan ini terletak pada adanya keinginan ASEAN untuk mengembangkan diri dalam suatu kerjasama bersama yang dilandasi prinsip saling membangun satu dengan lainnya.
Setelah Perang Dingin berakhir berbagai negara di dunia termasuk juga di ASEAN dituntut untuk lebih memahami berbagai isu global baru yang berkembang antara lain gender, penjualan anak di bawah umur, narkotika, terorisme, trans national crime, serta isu-isu lainnya.
Salah satu isu penting adalah Hak Azasi Manusia (HAM). Dunia sedang mengalami sebuah masa dimana HAM merupakan salah satu indikator penting dalam mengembangkan kerjasama internasional. Fenomena yang terjadi adalah apabila ada negara yang dianggap melanggar HAM, maka dunia internasional atas nama kemanusiaan, dapat mengambil berbagai tindakan, baik secara langsung, misalnya pengiriman pasukan perdamaian ; ataupun tidak langsung, misalnya lewat kritik-kritik dan tekanan atau kecaman dari negara lain terhadap negara yang dianggap melakukan pelanggaran HAM.
ASEAN juga mengalami hal yang sama. Disatu sisi, konflik yang terjadi di dalam negara anggota ASEAN adalah masalah dalam negeri, sehingga sangat tidak tepat apabila ada pihak luar yang ikut campur. Tapi mengingat korban yang jatuh kebanyakan masyarakat yang tidak berdosa (sipil) dan hak-hak sipil mereka terkekang, maka sudah selayaknya ASEAN melakukan sebuah tindakan yang tepat, tanpa ada satu pihak yang merasa dirugikan haknya.
Untuk itulah, thesis ini mencoba melihat sejauh mana HAM berpengaruh di ASEAN. Kunun waktu yang diangkat adalah tahun 1997-2000, dimana pada waktu tersebut terjadi sebuah krisis ekonomi di Asia yang menyebabkan berbagai perubahan, antara lain ekonomi, sosial-budaya, termasuk politik di banyak negara di ASEAN. Salah satu akibat perubahan itu adalah timbulnya berbagai pelanggaran HAM di banyak negara anggota ASEAN tersebut.
Dalam thesis ini dipaparkan pula berbagai bentuk kerjasama (multi track diplomacy) yang berkaitan dengan HAM, antara lain jalur government to government (G to G), misal lewat KIT di ASEAN ; dan government to non-government, antara lain Working Group on ASEAN Human Rights Mechanism. Pandangan para ahli atau pakar juga dimasukkan sebagai bentuk concern mereka terhadap pengembangan kerjasama dalam bidang HAM di ASEAN.
Tindakan yang selanjutnya dapat diambil oleh ASEAN haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip kerjasama (cooperation) yang mencerminkan kehendak bersama ASEAN, dan negara-negara anggotanya untuk menghormati prinsip-prinsip universal Hak Azasi Manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Dastanta
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T 26252
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hidayat
"Paling tidak ada dua alasan yang menyebabkan belum diterimanya Turki sebagai anggota Uni Eropa menjadi fenomena yang menarik untuk diamati. Pertama, upaya-upaya yang dilakukan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa telah memakan waktu lama, yaitu sejak tahun 1963 sampai sekarang. Kedua, bagi negara-negara anggota Uni Eropa keinginan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa tersebut merupakan hal yang kontroversial dan selalu menjadi ajang perdebatan yang seru pada sidang-sidang Dewan Eropa. Sampai saat ini perdebatan mengenai masalah tersebut masih terus berlangsung dengan melibatkan berbagai kalangan. Sedangkan Turki sendiri masih terus melakukan berbagai upaya untuk dapat diterima sebagai anggota Uni Eropa. Karena itulah penulis tertarik untuk menulis tesis tentang prospek keanggotaan Turki dalam Uni Eropa.
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tujuan berikut: pertama, untuk mengetahui persyaratan yang ditetapkan oleh Uni Eropa yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang berminat menjadi anggota; kedua, untuk mengetahui bagaimana kondisi domestik Turki dibandingkan dengan persyaratan tersebut, dan ketiga, yang terpenting, adalah untuk mengetahui bagaimana prospek keanggotaan Turki dalam Uni Eropa. Untuk itu, penelitian akan mengacu pada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh negara calon anggota Uni Eropa yang tercantum dalam Kriteria Kopenhagen. Penelitian juga akan dilandaskan pada aspek politik dari teori-teori tentang integrasi Eropa dari Bella Balassa dan Jozsef Bognar.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Pertama, penulis akan menjelaskan syarat-syarat dalam Kriteria Kopenhagen, khususnya aspek politik, yang harus dipenuhi negara calon anggota. Kemudian akan dibahas kondisi domestik Turki dengan menggunakan sudut pandang aspek politik dan Kriteria Kopenhagen tersebut. Pada bagian akhir akan dianalisis bagaimana hasil perbandingan antara kondisi domestik Turki dengan aspek politik dari Kriteria Kopenhagen. Berdasarkan analisis tersebut akan dikemukakan prospek keanggotaan Turki dalam Uni Eropa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa kondisi domestik Turki yang kurang sesuai dengan aspek politik dari Kriteria Kopenhagen. Pertama, adanya masalah dalam hal penghormatan terhadap HAM dan perlindungan terhadap minoritas. Misalnya, Cara penanganan pemerintah Turki terhadap pemberontakan suku Kurdi di Turki Tenggara yang oleh Uni Eropa dianggap kurang sesuai dengan prinsip tersebut. Kedua, adalah masalah Syprus. Melihat kompleksitas masalah yang ada, maka akan sulit bagi Turki untuk menyelesaikan masalah Syprus dalam waktu dekat dengan memuaskan semua pihak yang terlibat. Selama masalah Syprus belum selesai, hal itu akan berpengaruh negatif terhadap prospek keanggotaan Turki dalam Uni Eropa. Selain itu, secara teoritis terdapat perbedaan yang jauh antara karakteristik dasar sistem politik Turki dengan karakteristik dasar negaranegara Uni Eropa. Jika secara teoritis tujuan akhir dari integrasi Eropa adalah integrasi politik, maka dalam jangka panjang keingirian Turki untuk dapat berintegrasi dengan Uni Eropa merupakan hal yang sulit untuk direalisasikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T2324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Apriyono
"Reunifikasi Jerman yang menandai berakhirnya era Perang Dingin yang memisahkan Eropa ke dalam blok Barat dengan blok Timur, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan dalam struktur dunia internasional terutama di kawasan Eropa. Tidak lama kemudian diikuti dengan pecahnya Uni Soviet dan berimbas dengan jatuhnya rezim Komunis di negara - negara Eropa Tengah dan Timur, maka sistem sosialis komunis yang selama ini dianut mulai ditinggalkan oleh negara - negara di kawasan itu. Negara - negara yang secara geografis terletak di Eropa Tengah dan Timur mulai beralih menuju sistem demokrasi Barat dan ekonomi pasar. Akibatnya proses transformasi di kawasan tersebut mulai gencar dilakukan dengan intensif. Di Polandia, proses transformasi dengan cepat dan disertai adanya perubahan mendasar sistem ekonomi Polandia, yang mana sistem ekonomi terpusat diganti sistem ekonomi pasar. Adanya perubahan radikal itu mempunyai pengaruh terhadap perekonomian Polandia yang secara perlahan namun pasti tumbuh dan berkembang.
Jerman merupakan negara besar di Eropa serta menjadi salah satu pendiri Uni Eropa dan berbatasan langsung dengan Polandia di wilayah Eropa bagian Tengah memandang perlu untuk memberikan bantuan di segala bidang termasuk ekonomi kepada Polandia agar dapat berhasil dalam rangka melaksanakan proses transformasinya. Bantuan Jerman diperlukan dan berguna tidak hanya pada proses transformasi saja melainkan untuk membantu Polandia dalam memenuhi kriteria - kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Eropa untuk menjadi anggota Uni Eropa. Jerman sangat berkepentingan akan keberhasilan Polandia dalam usaha - usaha itu dikarenakan hubungannya dengan Polandia mempunyai keterkaitan erat dengan sejarah masa lalunya.
Kebijakan luar negeri yang digariskan oleh Jerman sangat mendukung diberikannya bantuan terhadap Polandia baik moril maupun materil untuk mendukung segala upaya Polandia agar dapat menjadi anggota penuh Uni Eropa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutuhatunewa, Spica Alphanya
"Dalam kurun waktu 1998-1999 Australia menunjukkan perubahan sikap politik (terlihat dalam pelaksanaan politik luar negeri dan sikap aktor/elit politiknya) yang cukup drastis ke sisi negatif kepada Indonesia terkait dengan masalah Timor Timur sampai membuat hubungan kedua negara turun pada titik yang terendah untuk masa lebih dari sepuluh tahun terakhir. Perubahan dalam politik luar negeri Australia yang awalnya sangat bersahabat, dapat dikatakan dimulai ketika terjadi pergeseran dalam kebijakan luar negeri Australia yang lebih memprioritaskan hubungan dengan Amerika Serikat daripada negara-negara tetangganya di Asia termasuk Indonesia, seperti yang terlihat dari Buku Putih Kebijakan Luar Negeri dan Perdagangan Australia tahun 1997.
Ketika isu hak asasi manusia (HAM) mulai menjadi topik utama hubungan internasional bahkan pandangan integratif yaitu pandangan yang menyetujui keterkaitan HAM dengan berbagai bidang lainnya lebih mendominasi dunia, dibandingkan dengan pandangan fragmentatif, publik Australia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang demokratis juga makin meningkat kepeduliannya terhadap isu HAM. Dengan letak geografis yang sangat berdekatan, Indonesia dan Timor Timur kemudian menjadi sorotan bagi kampanye HAM Australia.
Perubahan kebijakan luar negeri Australia sebagai suatu entitas terhadap Indonesia dapat dilihat dari perubahan politik luar negeri Australia baik dari kebijakannya (policy) sendiri maupun pernyataan politik aktor-aktornya. Aktor/elit politik yang paling menentukan adalah Perdana Menteri Australia. Secara pribadi, Perdana Menteri Australia John Howard mempunyai kepentingan untuk mengakomodir tuntutan domestik yang diwarnai isu HAM ini terkait dengan ambisinya menjadikan Australia sebagai deputi Amerika Serikat di Asia Pasifik. Alasan pribadi lainnya adalah untuk menaikkan popularitasnya agar dalam referendum Republik Australia (dilaksanakan tanggal 6 November 1999), pandangannya yang monarkis dapat lebih diperhatikan publik dan Australia tetap menjadi bagian dari Kerajaan Inggris."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meita Istianda
"Perubahan drastis yang dialami masyarakat dunia sebagai dampak dari berakhirnya perang dingin telah melahirkan inisiatif-inisiatif baru dalam mengupayakan sebuah tatanan dunia yang damai. Masyarakat Eropa merupakan salah satunya. Mereka merintis usaha tersebut melalui integrasi, tidak hanya di bidang ekonomi tetapi mencakup politik dan urusan dalam negeri, dalam rangka memperkuat kerjasama di antara mereka, melalui Perjanjian Maastricht.
Salah satu pilar dari Perjanjian Maastricht, Common Foreign Security Policy (CFSP) dijadikan pijakan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Mekanisme dalam menjalankan CFSP untuk meraih cita-cita Uni Eropa memasukan unsur HAM dan demokratisasi sebagai prioritas utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam menata hubungan dengan negara lain.
Hubungan Uni Eropa terhadap Indonesia pun tidak lepas dari prinsip-prinsip tersebut. Padahal di antara keduanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap HAM Uni Eropa memandang HAM dari sudut hak-hak sipil dan politik, sedangkan Indonesia memandang dari sudut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Di tengah-tengah kontroversi tersebut, kesalingtergantungan antara Uni Eropa dan Indonesia semakin menguat, dipicu oleh membaiknya situasi perekonomian di Asia Pasifik pada dekade 1990-an.
Tesis ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana upaya kedua negara dalam mengelola hubungannya berdasarkan prinsip-prinsip mereka yang berbeda, dan ingin melihat apakah isu yang semakin mengglobal sejak Deklarasi Vienna dan Program Aksi ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia, memiliki peranan sebagai penengah dalam mengimbangi perbedaan pemahaman terhadap HAM apakah isu tersebut berimplikasi terhadap perekonomian kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Indradjaja
"Adanya pendapat yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tidak berperan dalam proses pembuatan politik luar negeri, menjadi latar belakang dipilihnya topik ini. Pertanyaannya adalah apakah benar bahwa DPR RI tidak ada peran ? Kalau benar, mengapa demikian ? Kalau ada, bagaimana peran DPR RI tersebut ? Jawaban-jawaban atas pertanyaan itu merupakan hal-hal yang dikaji dalam tesis ini.
Sesuai dengan definisi politik luar negeri, yaitu tindakan-tindakan suata negara terhadap lingkungan luar dan kondisi-kondisi yang melingkupi pembuatan tindakan tersebut, make dipilihlah 2 (dua) kasus. Kasus itu adalah Normalisasi Hubungan Diplomatik Indonesia Republik Rakyat Cina dan kasus Penyelesaian Masalah Timor Timur di For a Intemasional Pasca Peristiwa Dili 1991.
Untuk memahami peran DPR RI tersebut, maka digunakan beberapa kerangka pemikiran. Partama, adalah tentang model hubungan legislatif dan eksekutif dalam suatu sistem politik dalam kaitan dengan pembuatan politik luar negeri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kenneth N, Waltz. Kedua, adalah konsep-konsep tentang fungsi dan hak-hak lembaga legislatif secara umum dan DPR RI secara khusus.
Hasil temuan tesis ini menunjukkan bahwa politik luar negeri (kasus Normalisasi Hubungan Diplomatik Indonesia Republik Rakyat Cina dan kasus Penyelesaian Masalah Timor Timur di For a Internasional Pasca Peristiwa Dili 1991) sebagai output bukanlah berbentuk peraturan setingkat Undang-Undang (W). Konsekuensi logisnya adalah fungsi pembuatan W yang dimiliki DPR RI tidak digunakan. Yang digunakan oleh DPR RI adalah fungsi kontrol saja. Fungsi kontrol inipun digunakan secara terbatas oleh DPR RI, yang ditunjukkan oleh digunakannya wewenang bertanya di dalam Komisi saja. Selain itu penggunaan fungsi kontrol ditunjukkan juga oleh adanya berbagai masukan dan saran yang diberikan Komisi I DPR RI kepada Menteri Luar Negeri Republik Indonesia.
Tesis ini juga menemukan kenyataan bahwa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia adalah pelaksana politik luar negeri Indonesia). Demikian halnya dalam kasus Penyelesaian Masalah Timor Timm- pasca Peristiwa Dili 1991. Kebijakan Penyelesaian Masalah Timor Timur tersebut tidak pernah dibahas oleh pemerintah secara serius di dalam rapat-rapat dengan DPR RI (Komisi I). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Presiden Republik Indonesia (Jenderal purnawirawan Suharto) adalah tokoh yang menentukan dan mendominasi pembuatan politik luar negeri Indonesia (dua kasus) tersebut. Salah satu sebab dominannya Presiden RI tersebut karena pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 belum dijelaskan dalam peraturan perundangan yang lebih operasional. Ketiadaan perturan perundangan yang lebih opersional tersebut menyebabkan kedudukan DPR dalam pembuatan politik luar negeri RI menjadi tidak terlalu jelas. Akibatnya DPR RI tidak berdaya, ketika lembaga tersebut diabai.kan oleh eksekutif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>