Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahadatun D.
"Tesis ini membahas mengenai pengaruh tekanan internasional terhadap kebijakan Indonesia dalam rangka penghormatan Hak Asasi Manusia yang terjadi selama periode Mei 1997-Desember 2000 di tiga wilayah konflik bersenjata, yaitu Timor-Timur, Aceh, dan Irian Jaya. Pada periode ini Indonesia mengalami tiga masa pemerintahan (Soeharto, BJ Habibie, dan Abdurrahman Wahid) yang memiliki kebijakan dan pendekatan yang berbeda terhadap masalah HAM. Kebijakan Indonesia di bidang HAM mengalami perubahan yang signifikan pada tiap pergantian pemerintahan. Perubahan tersebut terjadi akibat tekanan internasional yang begitu besar atas pelanggaran HAM yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Timor-Timur, Aceh, dan Irian Jaya.
Dengan munculnya berbagai pelanggaran HAM di Indonesia tersebut, masyarakat internasional tidak tinggai diam. Didorong oleh kepentingan masing-masing, terlepas apakah kepentingan itu murni untuk kemanusiaan atau bersifat politis, berbagai negara dan organisasi internasional dan transnasional menekan Pemerintah RI dengan berbagai cara, baik yang bersifat persuasif maupun koersif, untuk meningkatkan penghormatan di bidang HAM serta menindak pelanggaran HAM yang terjadi.
Untuk menganalisa permasalahan ini penulis menggunakan model lingkungan (environmental model) yang dikemukakan antara lain oleh Papadakis, Starr, dan Sprouts. Model ini mengedepankan konsep negara sebagai suatu entitas dalam sebuah lingkungan. Lingkungan tersebut menentukan pilihan tindakan yang akan diambil oleh negara tersebut, serta bagaimana tindakan nyata yang diambil oleh negara tersebut untuk menanggapi lingkungannya, dengan memperhatikan berbagai faktor. Menurut Papadakis dan Starr, lingkungan terdiri dari beberapa tingkatan, salah satunya adalah International System. Pemikiran ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Kegley dan Wittkopf, yang antara lain menyatakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi kebijakan suatu negara, yang salah satunya adalah faktor the external (global) source category. Pengaruh faktor international system atau the external (global) source category inilah yang kemudian digunakan oleh penulis untuk menganalisa perubahan kebijakan Indonesia di bidang HAM. Sedangkan untuk menganalisa bentuk-bentuk tekanan internasional terhadap Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat, teori yang dikemukakan oleh Holsti dapat dijadikan sebagai acuan. Dalam hal ini, bentuk-bentuk tekanan yang menonjol yang dapat diidentifikasi adalah tindakan persuasi, ancaman hukuman, dan pelaksanaan hukuman tanpa kekerasan.
Hasil dari penulisan adalah bahwa kebijakan Indonesia dalam rangka penghormatan terhadap HAM di Timor-Timur, Aceh, dan Irian Jaya dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat."
2001
T7045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baehr, Peter R.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
341.481 BAE rt (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Baehr, Peter R.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
323.4 BAE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Ferdinand
"Penelitian ini berfokus pada analisis kebijakan luar negeri dan keamanan bersama Uni Eropa (Common Foreign and security Policy ) pada tahun 1997-1999. Secara lebih spesifik membahas respons entitas Uni Eropa (UE) terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal maupun internalnya, dengan menggunakan pendekatan sistem kebijakan luar negeri dan model constraints and opportunities.
Variabel independen dalam penelitian ini berasal dari lingkungan eksternal UE, yaitu_ kebijakan burden sharing AS ke UE, dan dari lingkungan internal UE adalah politik identitas Eropa. Keterhubungan logis antarvariabel diperlihatkan melalui pengaruh pemunculan serangkaian peluang dan hambatan yang berasal dari kedua variabel independen, terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, kebijakan burden sharing AS-UE dan politik identitas Eropa diduga mempengaruhi pemunculan serangkaian peluang dan hambatan terhadap peningkatan peran internasional LTE pada tahun 1997-1999.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa peluang bagi peningkatan peran internasional UE muncul dari adanya interaksi antara kebijakan burden sharing AS-UE yang berjalan selaras dengan fenomena politik identitas UE, dan sama-sama dilandasi oleh pengembangan nilai-nilai peradaban Barat. Kedekatan secara kultural antara kedua entitas tersebut dalam peradaban Barat memungkinkan keduanya melakukan kerjasama yang cukup dalam, hingga hal ini merupakan peluang bagi UE untuk meningkatkan peran internasionalnya.
Di sisi lainnya, hambatan bagi peningkatan peran internasional UE disebabkan karena dari lingkungan eksternal UE terjadi kompetisi antara AS dan LIE, yang mana hal ini juga inheren dalam suatu kerjasama. Dari sisi internal UE, politik identitas UE dapat menjelaskan bagaimana UE sebagai bagian dari peradaban Barat harus berbenturan dengan persoalan identitas kultural.
Peluang dan hambatan di atas kemudian menyebabkan UE pada tahun 1997 harus melakukan reformasi institusional agar CFSP dapat diterapkan secara lebih efektif, dan dengan demikian akan dapat meningkatkan pula peran internasional UE. Perjanjian Amsterdam, menyepakati ditingkatkannya sarana untuk mencapai tujuan berupa peningkatan peran intemasional UE sebagai kolaborator kawasan, kepemimpinan, sekutu, dan promoter of security, mediator, dan independen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: P3DI Setjen DPR RI, 2013
327.1 NAI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku May Rudy
Bandung: Angkasa, 1993
327 TEU t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Santoso
"Memasuki dekade 1990-an, isu republik kembali muncul dalam wacana masyarakat Australia. Pada tahun 1993, jajak pendapat menunjukkan adanya peningkatan secara berarti terhadap dukungan untuk menjadikan Australia sebagai sebuah republik.
Ada faktor-faktor tertentu yang mendorong peningkatan dukungan ini. Faktor-faktor tersebut datang dari dalam negeri Australia sendiri (internal) maupun dari luar Australia (eksternal). Sejauh mana faktor itu berpengaruh dalam peningkatan dukungan terhadap republik pada tahun 1993, adalah permasalahan pokok yang diangkat dalam tesis ini.
Peningkatan dukungan terhadap republik di tahun 1993 itu, tidak bisa hanya dipandang sebagai sekedar angka statistik belaka. Sesungguhnya fenomenon itu menggambrakan terjadinya sebuah proses dalam tubuh masyarakat Australia. Dukungan yang meningkat terhadap republik menunjukkan adanya pergeseran dalam budaya politik. Dukungan ini juga menunjukkan adanya pengerasan dalam jati diri (identitas) Australia sebagai sebuah bangsa, sehingga di sana ada pula proses nation building. Dengan demikian dukungan terhadap republik merupakan juga upaya membangun sebuah struktur dan peran politik baru. Dalam kalimat yang lebih singkat dukungan ini menggambarkan sebuah proses pembangunan politik.
Tidak seperti yang dibayangkan, persoalan dukungan itu tidak melulu akibat adanya dorongan dari dalam negeri Australia. Fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa pengaruh internasional memainkan peran pula pada gagasan membentuk republik, utamanya di dekade 1990-an, setelah perang dingin berakhir.
Untuk membahas persoalan tersebut, tesis ini menggunakan teori-teori pembangunan politik dari Lucian Pye, Gabriel Almond, Bingham Powell, serta Walker Connor. Juga dicoba gunakan teori citra dari Kenneth E. Boulding untuk menganalisa konteks hubungan intemasional dalam masalah republik ini.
Metode penelitian yang dipergunakan adatah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu republik memang merupakan bagian dari pembangunan politik Australia yang terns berjalan. Proses menuju republik terus bergulir dan belum menunjukkan kepastian. Meskipun begitu, diterima atau ditolaknya republik sebagai pranata baru Australia tetap menunjukkan sebuah proses perubahan dalam negara itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meita Istianda
"Perubahan drastis yang dialami masyarakat dunia sebagai dampak dari berakhirnya perang dingin telah melahirkan inisiatif-inisiatif baru dalam mengupayakan sebuah tatanan dunia yang damai. Masyarakat Eropa merupakan salah satunya. Mereka merintis usaha tersebut melalui integrasi, tidak hanya di bidang ekonomi tetapi mencakup politik dan urusan dalam negeri, dalam rangka memperkuat kerjasama di antara mereka, melalui Perjanjian Maastricht.
Salah satu pilar dari Perjanjian Maastricht, Common Foreign Security Policy (CFSP) dijadikan pijakan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Mekanisme dalam menjalankan CFSP untuk meraih cita-cita Uni Eropa memasukan unsur HAM dan demokratisasi sebagai prioritas utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam menata hubungan dengan negara lain.
Hubungan Uni Eropa terhadap Indonesia pun tidak lepas dari prinsip-prinsip tersebut. Padahal di antara keduanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap HAM Uni Eropa memandang HAM dari sudut hak-hak sipil dan politik, sedangkan Indonesia memandang dari sudut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Di tengah-tengah kontroversi tersebut, kesalingtergantungan antara Uni Eropa dan Indonesia semakin menguat, dipicu oleh membaiknya situasi perekonomian di Asia Pasifik pada dekade 1990-an.
Tesis ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana upaya kedua negara dalam mengelola hubungannya berdasarkan prinsip-prinsip mereka yang berbeda, dan ingin melihat apakah isu yang semakin mengglobal sejak Deklarasi Vienna dan Program Aksi ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia, memiliki peranan sebagai penengah dalam mengimbangi perbedaan pemahaman terhadap HAM apakah isu tersebut berimplikasi terhadap perekonomian kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Penelitian ini memfokuskan perhatian terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani permasalahan dengan Pemerintah Timor Leste, yaitu di bidang batas negara di darat, batas negara di laut, pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia dan aset RI di Timor Leste.
Ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan apabila kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut tepat, antara lain di bidang sosial politik, bidang ekonomi dan bidang pertahanan keamanan/Hankam, ketepatan pengambilan kebijakan tergantung kepada pendekatan yang digunakan,
Dalam tata kehidupan antar bangsa dikenal beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah antara dua negara, yaitu pendekatan diplomatik, pendekatan mediasi/mengundang pihak ke 3 dan melalui Mahkamah Internasional.
Untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk diselesaikan dengan pemerintah Timor Leste serta prioritas keuntungan di bidang apa yang diharapkan akan diperoleh, juga untuk menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia, diadakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksplanasi yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan studi kepustakaan, peninjauan lapangan dan wawancara. Kuesioner diberikan kepada 10 orang responden yang dianggap sebagai ekspert di bidang perbatasan darat, perbatasan laut, pengungsi dan aset negara. Data yang diperoleh selanjutnya dinalisa dengan metode Analytical Hierarchy Process (ANP) yaitu suatu teknik pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbatasan darat perlu mendapatkan prioritas utama untuk diselesaikan dengan persentase sebesar 42 %, berikutnya adalah perbatasan laut, 27 %, masalah pengungsi 19 % dan aset negara 12 %. Adapun keuntungan yang paling utama untuk didapatkan adalah dibidang sosial politik 43%, bidang ekonomi 30% dan bidang hankam 27%. Untuk menyelesaikan masalah serta mendapatkan keuntungan yang diharapkan pendekatan yang harus diprioritaskan adalah pendekatan diplomatik/perundingan 62 %, pendekatan mediasi 27 % dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional 11 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah dengan Timor Leste selama ini yaitu dengan mneyelesaikan masalah perbatasan darat, pengungsi dan asset negara secara paralel tidak sesuai dengan pendapat para ekspert yang menghendaki masalah perbatasan darat diselesaikan terlebih dahu.lu, Sedangkan pendekatan yang diterapkan pemerintah yaitu pendekatan diplomatik sesuai dengan pendapat para ahli, keuntungan yang diharapkan diperoleh, yaitu dibidang sosial politik diharapkan bisa didapatkan wiring dengan proses penyelesaian semua permasalahan.

This Research is focused on The Indonesian Governmental Policy in handling some problems on Democratic Republic of Timor Leste, which covers land border, sea border, and refugee of Timor Leste in Indonesia and Indonesia's asset in Timor Leste.
If Indonesian Government can define the accurate policy to solve the problem, there will be some benefits in different fields such as in the social/political, economical and security and defense field. The accurate policy must come from the accurate approach, such as diplomatic or mediation, or bringing up the problem to the International Court of Justice (ICJ).
This research used quantitative descriptive type. This type determined which problem should be put into first priority to be solved, what benefits should be primarily obtained and also which approaches should be application firstly by the Indonesian Government. Using questionnaire as the core important instrument with bibliography, interview and field observation as well collected the data. The questionnaires were given to 10 (ten) persons known as the expert in the related field. Hereinafter the quantitative data obtained is to be compiled with the descriptive analysis technique by using Analytical Hierarchy Process (AHP), a decision-making technique based on the priority scale.
The result of the research indicates that land border has become a primarily priority to be solved with percentage of 42 %, followed by sea border with percentage of 27 %, refugee 19 % and the last Indonesia's asset with 12 %. The benefit that could be gained is in social/political field as a primarily priority, with percentage of 43 %, economical field 30 %, and the last is the security and defense field with 27 %. To solve the problems and gain some benefits, the Indonesian Government should implement diplomatic approach primarily, with percentage of 62 %, and then mediation approach 27 % and the last, bringing up the problems to the ICJ 11 %.
Thereby it can be concluded that the Indonesian Governmental Policy to solve the problems with the Timor Leste in terms of the land border, refugee and asset parallel nowadays is not suitable as the experts indicated that the land border as a primarily priority to be solved. Meanwhile, diplomatically approach implemented by Indonesian Government is suitable with the experts' opinions and the benefit in social/political field could be obtained in a line with the problems solving process.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniasari Novita Dewi
"Perdebatan dalam politik Amerika mengenai peran kelompok kepentingan dalam sebuah masyarakat yang demokratis sangat menarik untuk dicermati. Apakah kebijakan Presiden atau keputusan yang diambil oleh Konggres yang tidak popular di mata publik Amerika dapat dikatakan sebagai suatu keputusan yang demokratis? Tesis ini akan meneliti mengenai peran "China Lobby" sebagai sebuah kelompok kepentingan, dalam upayanya untuk mempengaruhi eksekutif, legislatif dan juga publik Amerika Serikat untuk kepentingan status MFN Cina.
Dalam menganalisis masalah, tesis ini akan lebih memfokuskan pada upaya-upaya dan teknik-teknik yang digunakan oleh "China Lobby" untuk mencapai tujuannya. Dan dibahas pula tindakan-tindakan yang diambil oleh "Anti China Lobby" untuk meng"counter" upaya "China Lobby".
Interaksi yang terjadi antara "China Lobby", "Anti China Lobby", Presiden, dan juga Konggres menggambarkan sebuah kehidupan politik yang dinamis dalam masyarakat Amerika yang tatanan kelembagaannya telah tertata secara kokoh dan mengakar.

The debate in American politics about the role of interest groups in the democratic society is a very interesting subject to be explore. Would the unpopular policies of either the President or Congress be deemed as undemocratic policies? This thesis will analyze the role of China Lobby-as an interest group-in their effort to influence the executive branches, the legislative branches and also American public for the sake of China MFN status.
In the research, this thesis will focus on the efforts and techniques used by the China Lobby to fulfill their interest. This thesis will also discuss the actions taken by Anti China Lobby to counter the China Lobby efforts.
The interaction between the China Lobby, the Anti China Lobby, the President and Congress describes the dynamic political life of American society whose institutional structure are rooted and tenacious.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T12060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>