Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manondang
"Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Dampak langsung dari pencemaran udara, terutama yang berasal dari kualitas udara ambien akan menyebabkan penyakit gangguan saluran pernapasan. Contohmya kasus yang ada di kecamatan Muara Badak, kabupaten Kutai, Kalimantan Timur.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap penyakit saluran pernapasan pada masyarakat usia dewasa di kecamatan Muara Badak. Dilakukan survey dengan pendekatan cross-sectional di sekitar ke 3 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien, dilakukan pula pengambilan sampel secara acak dan proporsional sebanyak 120 responder.
Hasil penelitian menunjukkan kadar partikulat di lokasi penelitian adalah antara 133 µg/m³--415 µg/m3. Sedangkan batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup adalah 260 µg/m³. Secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara kadar partikulat dan faktor lama tinggal dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Akan tetapi faktor-faktor jenis pekerjaan, masa kerja, merokok, dan kondisi lingkungan hunian (kepadatan hunian, ventilasi, dan bahan bakar masak) secara statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit saluran pernapasan.

The decreasing of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such as decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community.
The direct impact of air pollution, especially which is from dust particles in the ambient air quality will cause the incidence of respiratory diseases. The example was the case in Muara Badak districts, Kutai, East Kalimantan.
The objective of this research is to determine the factors that have contribution to incidence of respiratory diseases among the old people in Muara Badak.
By conducting surveys and using a cross sectional approach, from the three air sampling sites, 120 respondents were chooser randomly and proportionally.
The Result of this research showed the concentration of dust particles was 133 µg/m3 -- 415 µg/m³. The degree of the states Minister Of The Environment is 260 µg/m3. Statistically it is obtained a significant relationship between the concentration of dust particles and the period time of living with the incidence of respiaratory diseases.
Another result of this research showed statistically that there's no significant relationship between type of work, time of work, smoking habit, the condition of the houses (overcrowded homes, ventilation, and use of cooking fuel) with the incidence of respiratory diseases."
2000
T4561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmawaddah
"Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menempati urutan sepuluh besar penyakit di Puskesmas Plus Kecamatan Sape. Petani di Kecamatan Sape selalu menanam padi setiap tahunnya, sehingga terdapat banyak penggilingan padi pada daerah tersebut. Adanya penggilingan padi berpotensi sebagai penyebab ISPA karena paparan debu gabah hasil proses penggilingan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu,karakteristik rumah, dan karakteristik tempat kerja dengan kejadian ISPA. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat. Jumlah pekerja yang mengalami ISPA adalah 52 orang (53,1%). Hasil penelitian menunjukkan variabel kelembaban rumah berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA dan merupakan variabel dominan dengan nilai p=0,01 (OR=7,00). Tidak terdapat hubungan antara karakteristik pekerja dan lingkungan tempat kerja dengan kejadian ISPA.

The incidence of Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the health problems that rank in the top ten diseases at the Puskesmas Plus, Sape District. Farmers in Sape District always plant rice every year, so there are many rice mills in the area. The presence of rice milling has the potential to cause ARI due to exposure to grain dust from the milling process. The study design used was cross-sectional to determine the relationship between individual characteristics, home characteristics, and workplace characteristics with the incidence of ARI. The used analyses are univariate, bivariate, and multivariate. The number of workers experiencing ARI is 52 people (53.1%). The results showed that the house humidity variable was significantly related to the incidence of ARI and was the dominant variable with p = 0,01 (OR = 7,00). There is no relationship between the characteristics of workers and the workplace environment with the incidence of ARI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerikco Lewiyonah
"Latar Belakangan: Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit menular penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita di dunia, khususnya di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu dari enam negara dengan kasus ISPA pada balita terbanyak di dunia dengan insiden yang cukup tinggi. Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita diantaranya yaitu faktor sosio-demografi, , faktor sosio-ekonomi, dan faktor lingkungan. DKI Jakarta memiliki beberapa permasalahan yang umum terjadi di kota besar seperti masalah Kependudukan, pekerjaan, dan polusi udara. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2019- 2020, seperti usia ibu, tingkat Pendidikan ibu, tingkat Pendidikan ayah, jumlah perokok, jumlah industri, jumlah kendaraan bermotor, dan ruang terbuka hijau (RTH) secara statistic. Metode: Penelitian ini menggunakan desai studi ekologi berdasarkan tempat yang mencakup 44 kecamatan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hasil: studi menunjukkan adanya korelasi terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Provinsi DKI Jakarta yaitu usia ibu (p = 0.011, r = 0.381), tingkat pendidikan ibu (p = 0,000, r = -0,385), jumlah perokok (p = 0.007, r = 0.422), dam ruang terbuka hijau (p = 0.048, r = 0.325). Sementara itu, untuk tingkat Pendidikan ayah, jumlah kendaraan bermotor, dan jumlah industri menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian ISPA pada balita di Provinsi DKI Jakarta.

Background: Acute Respiratory Infection (ARI) is an infectious disease the main cause of morbidity and mortality in children under five years in the world, especially in developing countries. Indonesia is one of the six countries with most cases of ARI in children under five years in the world. There are several factors related to ARI in children under five years including socio-demographic, socio-economic, and environmental factors. DKI Jakarta had several problems that are common in big cities, such as population, employment, and air pollution. Objective: In this study the factors related to the incidence of ARI among children under five years in DKI Jakarta Province in 2019 and 2020, such as maternal age, mother’s level of education, father’s level of education, total of smokers, total of industries, total of vehicle, and quantity of green open space were analysed. Methods: An ecological study design based on region that includes 44 sub-districts in DKI Jakarta Province was used in this study. Results: Statistically significant correlations between incidence of Acute Respiratory Infection (ARI) in children under five years in DKI Jakarta Province, and maternal age (p = 0,011, r = 0,381) in 2019 and 2020, mother’s level of education (p = 0,000, r = -0,385), total of smokers (p = 0,007, r = 0,422) in 2019,quantity of green open space (p = 0,048, r = 0,325) in 2019 were observed in this study. Meanwhile, in signicant correlations between father’s level ofeducation, total of vehicle, and total of industries show insignificant correlation with incidence of ARI among children under five years in DKI Jakarta Province in 2019 and 2020 were showed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Agus Budiyono
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, dan tersebar merala di seluruh daerah. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang, sedangkan di negara-negara berkembang kematian akibat TB merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). (WHO, 1997).
Pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kota Jakarta Timur telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ketahun mengalami peningkatan, Penyakit TB Paru menduduki urutan ke-tiga kelompok penyakit menular. Hal ini menunjukkan bahwa TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah Kota Jakarta Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Jakarta Timur. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain 7 kasus kontrol, Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+) dan sebagai kontrol adalah masyarakat yaitu tetangga kasus yang tidak sedang menderita TB Paru atau tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel sebanyak 88 kasus dan 88 kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah adalah umur, adanya kontak dengan sumber penular, lamanya kontak, status pengobatan sumber penular, ventilasi kamar dan cahaya matahari masuk rumah.
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), ternyata adanya sumber penular yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan kejadian TB Paru.
Dari hasil penelitian, disarankan penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan paduan OAT yang tepat dengan didampingi pengawas menelan obat, meningkatkan pelaksanaan strategi DOTS, memperluas jangkauan pelayanan, melaksanakan pemeriksaan kontak dan pengobatan pencegahan bagi balita.
Daftar pustaka : 36 (1979 - 2002)

Related Factors to Pulmonary Tuberculosis (Tb) in East Jakarta City in year 2003 The tuberculosis (TB) remains a serious public health problem in Indonesia and spread to countrywide. WHO has estimated that 9 million of new cases was occurred yearly, of which some 3 million deaths. In developing countries there are 25% deaths by tuberculosis. It is estimated 95% TB cases were occurred in developing countries, which some 75% cases preventable occurring in the 15-50 age group, the most productive segment of the population.
TB control program activities with DOTS strategy has been implemented since 1995 in East Jakarta City. Due to the increasing of case finding activities the new AFB (+) patients increased, so tuberculosis still remaining as major public health problem.
The objective of the research is to identify the related factors to pulmonary tuberculosis in East Jakarta City. The design of research is case-control. The case is the AFB (+) tuberculosis patients, while the control is the neighbor of cases as community based control, were not coughing for 3 weeks and more at the time of the interview. Total cases are 88 cases, and the control are 88 respondents.
The result of the study reveals that related factors to pulmonary tuberculosis are age, source of infection, duration of contact with source of infection, the source of infection who were not treated, room ventilation, and sunlight into the house.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with untreated source of infection is the closely related to the tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, providing early treatment with patent drugs, increasing of DOTS strategy implementation, program expanding. contact examination and treatment prevention to child.
References: 36 (1979 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvira Delviani
"ISPA merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Pada saluran pernapasan atas atau saluran pernapasan bawah. Bakteri dan virus penyebab penyakit ISPA umumnya ditransmisikan melalui udara yang tercemar.  Pada tahun 2017, penyakit ISPA di Kota Bekasi mencapai 34.573 jiwa. Pada tahun 2015-2017, penyakit ISPA menempati urutan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan spasial antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan yaitu studi ekologi dengan analisis spasial dan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan spasial antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2017, tetapi terdapat wilayah yang memiliki faktor lingkungan yang tinggi dan kasus ISPA yang rendah atau sebaliknya, sehingga jumlah faktor lingkungan dengan kasus ISPA di Kota Bekasi tidak linear sehingga hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan dalam menentukan peringatan dini (early warning) terhadap kasus ISPA di Kota Bekasi secara spasial. Dinas Kesehatan agar menjalin kerjasama lintas sektor dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Perhubungan untuk menekan angka kasus ISPA di Kota Bekasi.

ARI is a communicable disease caused by bacteria and viruses in the upper respiratory tract infection or lower respiratory tract infection. Bacteria and viruses that causes ARI are generally transmitted by polluted air. In 2017, ARI cases in Bekasi have reached 34.573 people. Between 2015-2017, ARI in Bekasi City places 1st on communicable disease. The research is aimed to spatial relationships between environmental factors and ARI cases in Bekasi City 2017. It then uses an ecological study with spatial analysis from secondary data. The results showed is a spatial relationship between environmental factors and ARI cases in Bekasi City 2017, but there are some villages that have high environmental  factors and low ARI cases. In spatially, data about environmental factors and ARI cases in Bekasi City is not linear so that it can not be used a bechmark in determine early warnings/predictions of ARI cases in Bekasi City. Dinas Kesehatan Bekasi must establish cross-sector coorperation with Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perhubungan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan and Dinas Perdagangan dan Perindustrian to reduce ARI cases in Bekasi City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareta Maria Sintorini
"Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Kegiatan industri yang diduga banyak mencemari lingkungan udara adalah industri semen, salah satunya ada di Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana hubungan kadar PM10 (Partikulat Melayang 10p m) dalam debu udara ambien sekitar pabrik semen di Kecamatan Cileungsi tersebut dengan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang ada pada penduduk sekitarnya.
Penelitian ini menggunakan rancangan "cross sectional". Pengukuran kadar PM10 udara ambien dilakukan di 4 titik arah dispersi pencemaran debu, kearah Barat sesuai arah angin dominan didaerah tersebut. Disekitar titik pengukuran udara dilakukan juga pengambilan sampel penelitian secara acak sebanyak 120 responden. Analisis statistik yang digunakan adalah regresi liner dan logistik pada paket program SPSS.
Hasil pengukuran yang diperoleh, kadar PM10 dilokasi penelitian adalah antara 93,06 -195,21 µg/m3. Sedangkan batas yang ditetapkan NAAQS di Amerika (Indonesia belum mempunyai) adalah 150 µg/m3. Tetapi kadar yang terukur tersebut sudah dalam rentang kadar rata-rata tahunan yang ditetapkan WHO untuk menaikan prevalensi penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa yaitu 150 - 225 µg/m3 TSP atau 99 - 148,5 µg/m.3 partikulat melayang 10 µm (PM10). Terdapat hubungan linier antara kadar PM10 dengan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada penduduk sekitar pabrik. Jika pajanan PK a sebesar 70 µg/m3 maka prevalensi kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang dapat diprediksi adalah 10,37%. Dari model regresi logistik didapat bahwa seseorang yang tinggal disekitar pabrik semen mempunyai kemungkinan untuk menderita gejala penyakit saluran pemapasan sebesar 66,49% dengan sudah dikontrol oleh lama tinggal, jenis pekerjaan, masa kerja, merokok dan kepadatan penghuni rumah.
Dapat disimpulkan bahwa kadar PMIa didalam debu udara ambien dapat menaikkan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada penduduk. Saran bagi pihak pencemar adalah dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas alat-alat pengendalian debu mereka, disamping peningkatan upaya pengendalian debu pada sumber pencemarnya.

The Causality Between the Particulate Matter (PM10) Content in Ambient Air-Dust and Acute Respiratory Infection Symptoms. A case Study was Conducted at Cement Factory X Located at Cileungsi-Bogor and Residents Living around itThe decrease of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such a decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community. Cement industry is thought to be one of the greatest industrial activities contributing to the environmental pollution. The study which was carried out at the industrial area of Cileungsi-Bogor, West Java, was aimed at finding out causality between the PMI0 (Particulate Matter less than 10µm) content in ambient air-dust and acute respiratory infection symptoms of people living around the factory.
The study used a cross sectional design. The measurement of the particulate matter was carried out in west as a four-dot direction of dust polluting dispersion with the dominant wind direction in the area. Sampling was carried out at random, i.e. 120 respondent living around the designated. Linier and logistic regression was applied in the statistic analysis.
The result of measurement shows that the content of PMIC was 93,06 - 195,21 pglm3, whereas the limit decided by the US NAAQS is 150 pglm3. The content measured of annually produced particulate matter by WHO is increase the prevalence of the adult pharyngeal disease. There was tinier causality between the PMIC content and the acute respiratory infection symptoms to the resident living around the factory area. If the number content indicated 70 gglm3, thus the predictable prevalence of the disease symptom is 10,37%. Seen from the logistic regression model, it was found that a person living around factory has the possibility of pharyngeal disease (66,49%). This finding was corrected for various confounding factors such as length of stay, occupation, length of occupation, smoking habit, and numbers of person staying in the house.
It was concluded that the PM10 content in the ambient air-dust could increase the acute respiratory infection symptoms of the community. It is recommended that the factory should be equipped with dust control machine, i.e. electrostatic precipitator, and that efforts of controlling the source of dust pollution, should be improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wulandari
"ABSTRAK
ISPA adalah suatu jenis penyakit yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang diakibatkan oleh adanya polusi udara dalam ruang. Belum adanya penelitian tentang kejadian ISPA dengan konsentrasi PM10 di lembaga PAUD sehingga peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan PM10 dengan ISPA di wilayah Kecamatan Citeureup.
Desain studi yang dipakai dalam penelitian ini adalah cross sectional. Lama pengukuran PM10 berkisar 60 menit, menggunakan alat Haz Dust EPAM 5000. Sampel berjumlah 121 responden dari 31 lembaga PAUD Pada lembaga PAUD dengan konsentrasi PM10 lebih dari 70 μg/m3 didapatkan 25 (65,8%) terkena ISPA, konsentrasi PM10 kurang dari 70 μg/m3 24 (28,9%) anak usia dini yang terkena ISPA. Terdapat hubungan yang bermakna antara ventilasi ruang bermain (p=0,038) dan kepadatan hunian ruang bermain (p=0,026) dengan kejadian ISPA anak usia dini. Anak usia dini yang berada dalam ruang bermain dengan konsentrasi PM10 lebih dari 70 μg/m3 berisiko untuk mendapatkan ISPA 4,72 kali lebih banyak dibandingkan dengan anak usia dini yang ada dalam ruang bermain dengan konsentrasi PM10 kurang dari 70 μg/m3.
Kesimpulan dari studi ini adalah adanya hubungan antara konsentrasi PM10 dalam ruang bermain dengan kejadian ISPA anak usia dini, yang dipengaruhi oleh ventilasi dan kepadatan hunian ruang bermain.

ABSTRACT
ARI are a group of disease that can be induce by microorganism from indoor air pollution. The lack or research that examines the concentration of PM10 on Early Childhood Education Centre is the reason for researches to conduct research on the relationship of PM10 with incidence of ARI at Citeureup subdistrict.
The design of the study is cross sectional. The length of measuring of PM10 is 60 minutes, using haz Dust EPAM 5000. Sample was 121 respondents from 31 early childhood education centre From the ECED with PM10 concentration more than 70 μg/m3, there are 25 (65,8%) children who suffered with ARI symptoms and less than 70 μg/m3 are 24 (28,9%). There is a significant relationship between playroom ventilation (p=0,038) and residential density playroom (p=0,026) with prevalence of ARI on ECED. It can be said the early childhood whom living on the playroom with PM10 concentration more than 70 μg/m3 have risk of suffered with ARI 4,72 times compare to those who live in the classroom with PM10 concentration less than 70 μg/m3.
Conclusion of the study stated that there is a relationship between PM10 concentration in the playroom and ARI incidence on early childhood, with influenced by playroom ventilation and population density in playroom.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T39268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Aisyah
"Kondisi kamar asrama pesantren dapat memicu timbulnya berbagai penyebab penyakit ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan gejala penyakit ISPA pada santri di Yayasan Tunas Mulia Bantar Gebang dan Rumah Tahfidz Siti Aminah yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini terdiri dari 90 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 64,4% santri di Yayasan Tunas Mulia dan Rumah Tahfidz Siti Aminah mengalami gejalaISPA, kepadatan hunian seluruh kamar dalam keadaan tidak memenuhi syarat, dan mayoritas santri telah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pencegahan ISPA dengan baik. Secara statistik, ditemukan adanya hubungan bermakna antara variabel tingkat kelembaban (p=0,034), olahraga teratur (p=0,0001), kebiasaan membuka jendela (p=0,002), dan kepadatan hunian (p=0,000) dengan gejala ISPA. Sedangkan pada variabel mencuci tangan dengan air dan sabun, perilaku batuk, dan luas ventilasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko gejala ISPA. Pondok pesantren dapat membuat acara penyuluhan kesehatan bagi masyarakat pesantren mengenai penyebeb, faktor risiko, gejala, dan cara mencegah terjadinya ISPA serta melakukan penataan kembali pada pembagian kamar santri agar menghindari tingginya angka kepadatan hunian dan mendorong pengembangan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

The condition of Islamic boarding school dormitories can trigger the emergence of various causes of ISPA. This study aims to analyze environmental and behavioral factors associated with symptoms of ARI in students at the Tunas Mulia Bantar Gebang Foundation and Tahfidz Siti Aminah House located in West Java Province using a cross sectional study design. The research sample consisted of 90. The results showed that as many as 64.4% of students at the Tunas Mulia Foundation and Tahfidz Siti Aminah House experienced symptoms of ARI, the occupancy density of all rooms was in a state that did not meet the requirements, and the majority of students had implemented clean and healthy living behaviors in preventing ISPA well. Statistically, a significant relationship was found between the variable humidity level (p=0.034), regular exercise (p=0.0001), the habit of opening windows (p=0.002), and occupancy density (p=0.000) with symptoms of ARI. Meanwhile, the variable washing hands with soap and water, coughing behavior, and ventilation area did not have a significant relationship with the risk of ARI symptoms. Islamic boarding schools can hold health education events for the Islamic boarding school community regarding the causes, risk factors, symptoms, and ways to prevent ISPA and rearrange the distribution of student rooms to avoid high occupancy rates and encourage the development of a Clean and Healthy Behavior program."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Setiadi
"ISPA merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan yang dapat menyerang secara akut pada bayi dan balita, Profil Provinsi Jawa Barat 2000 ISPA merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (15.24%) pada Balita (23,27%). Di Kabupaten Tasikmalaya Insiden ISPA tahun 1997(31,94%), 1998 (59,65%) dan pada tahun 1999 ( 44,48%).
Upaya penanggulangan ISPA salah satunya adalah penemuan dan penatalaksanaan penderita ISPA oleh petugas, dalam hal ini adalah bidan di desa, karena bidan di desa sudah terdistribusi sampai dengan tingkat desa. Di Kabupaten Tasikmalaya sampai dengan tahun 2000 (88%) desa sudah ditempati oleh tenaga bidan.
Cakupan bidan dalam penemuan kasus ISPA pada tahun 1999 adalah 57,3%. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2000.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional dengan populasi seluruh bidan di desa Kabupaten Tasikmalaya, pengambilan sampel dengan teknik Proportional Stratifikasi random diambil sebanyak 75 orang.
Analisis yang digunakan adalah analisis data univariat, Bivariat (Chi Square) multivariat (uji regresi logistik berganda), instrumen penelitian adalah pedoman wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 75 responden bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA mencapai target sebanyak 57.3%, sedangkan yang tidak mencapai target 42,7%.
Hasil analisis data bivariat menunjukan bahwa faktor usia, lama kerja, pengetahuan, pelatihan, sarana (timer) dan jangkauan memiliki hubungan yang sangat bermakna secara statistik terhadap kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA (p < 0.05 ), selanjutnya hasil analisis multivariat diperoleh hasil bahwa faktor jangkauan merupakan faktor yang paling besar hubungannya dengan kinerja bidan di desa dalam penemuan kasus ISPA dengan OR sebesar 9,601.
Dengan adanya penelitian ini maka perlu adanya upaya dari pihak puskesmas untuk selalu melakukan pembinaan serta meningkatkan sarana untuk kepentingan bidan, sedangkan untuk Dinas Kesehatan perlu adanya pemikiran untuk alat transportasi bagi bidan di desa sehingga dalam menjangkau kasus ISPA akan lebih cepat ditanggulangi.

Factors Related to Midwife Work Achievement at the Village in Finding ISPA Case at Regency of Tasikmalaya in 2000ISPA is one of respiratory tract diseases which can critically attack babies and children under five. At the profile of West Java province 2000, ISPA was number one causal factor on mortality of babies(15.24%) and children under five (23.27%). At Tasikmalaya the incident of ISPA in 1997 (31.94%) 1998 (59.65) and in 1999 (44.4%).
One of effect in handling ISPA is invention and taking care of ISPA patients by official, in this case is midwife of village because the midwife of village had been distributed until village level. At regency of Tasikmalaya until 2000 about 88% the village in Tasikmalaya has been occupied by midwife officials.
The midwife coverage in finding of ISPA case in 1999 was 57.3%. Therefore this research is aimed to get information about factors related to midwife work achievement at village in finding case of ISPA at regency of Tasikmalaya in 2000.
The research design used was cross sectional, the populations were all midwife at Tasikmalaya, the sampling with proportional stratification random and the number of samples was 75 respondents. The analysis used was data analysis univariate (multiple logistic regression tests) and the research instrument was interview.
The result of the research showed that from 75 respondents of midwife at the village in finding case of ISPA , who reached target were 57.3% while who did not reach target were 42.7%.The result of data analysis bivariate showed that factor of age, working duration, knowledge, training, facility and reach statistically gave significant correlation on work achievement of midwife at the village in finding ISPA case (p<0.05) and the result of multivariate analysis showed that reach factor was the biggest factor related to midwife work achievement at the village in finding care of ISPA by OR 9.601.
From this research it needs to be done the effort of public health centre to build the midwife at village and increase the facility continuingly for midwife interests, while the health department needs to consider about transportation for midwife at village, so in handling case of ISPA can be reached faster."
2001
T8426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjo Soejoso
"Kematian bayi umur kurang dari satu tahun 25,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Kematian anak Balita umur 1-4 tahun 18,2 % disebabkan infeksi saluran napas. Analisis data sekunder Pneumonia pada Balita di Kodya Jakarta Timur tahun 1994 menyimpulkan angka Case Fatality Rate sebesar 3,3 %. Sedangkan perkiraan angka kematian Pneumonia dari Depkes RI untuk Indonesia tahun 1993 sebesar 6 permil.
Berkembangnya tingkat kesakitan dan kematian dari Pneumonia bisa dilihat dari kemampuan ibu memberi perawatan penunjang yang baku, kemampuan keluarga membedakan derajat ISPA Bukan Pneumonia dan Pneumonia, membawa anak mereka lebih awal bagi pengobatan khusus ke tempat pelayanan kesehatan. Apakah Balita yang menderita Pneumonia Berat dan' dirawat di rumah sakit tidak mendapatkan penanganan baku sejak dini sebelumnya di tingkat keluarga dan masyarakat?
Jenis penelitian adalah kasus kontrol. Penelitian ini mengambil sampel 45 penderita Pneumonia Berat pada Balita berdomisili di Kodya Jakarta Timur, yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur sebagai kasus, dan 45 penderita Pneumonia yang dirawat jalan di kedua rumah sakit tersebut dan di Puskesmas, alamat Balita di kelurahan yang sama sebagai kontrol. Alpha 0,05; Power of the test 80 %; one sided test. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner mengunjungi alamat Balita. Entry data mengunakan Epi Info 6.0, analisis data menggunakan SPSS for Win.
Hasil penelitian adalah bermaknanya hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan kejadian Pneumonia Berat (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 r OR < 8,10; p 0,016). Setelah dikontrol dengan imunisasi DPT dan imunisasi Campak pada analisis multivariat, hubungan tersebut tidak bermakna dengan aOR 2,42; (95 % CI: 0,79-7,43; p 0,1237. Variabel konfounder yang dimasukkan dalam model akhir adalah imunisasi DPT dan imunisasi Campak dengan pertimbangan substantif amat diyakini dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA terhadap kejadian penyakit Pneumonia Berat; tidak ada variabel interaksi yang memenuhi syarat statistik. Pengaruh variabel utama dan kovariate secara bersama-sama adalah Logit P(x) = - 0,9697 + 0,8821tangan + 0,2256imunDPT - 1,5075imunCPK.
Gizi Balita, umur Balita, pengeluaran kepala keluarga, pendidikan responden, pemberian ASI, pemberian vitamin A, riwayat berat lahir, rumah sehat tidak terbukti dapat mengganggu hubungan penanganan ISPA di tingkat keluarga dengan perjalanan penyakit Pneumonia Berat pada Balita di Kodya Jakarta Timur, Januari 1995 - Mei 1996.
Saran operasional mengupayakan penurunan kejadian penyakit Pneumonia Berat dengan upaya supervisi pelaksanaan manajemen ISPA oleh petugas di Puskesmas secara teratur dan berkesinambungan, serentak dengan intervensi peningkatan pengetahuan ibu di masyarakat mengenal dan menanganai kasus Pneumonia dengan tepat.
Saran penelitian adalah penelitian dengan disain serupa secara incidence cases, namun klasifikasi ditetapkan peneliti, di rumah sakit yang sama, wawancara dengan responden dilakukan saat Balitanya menderita Pneumonia dan Pneumonia Berat. Pembuatan kuesioner didasarkan atas studi ethnografi terlebih dahulu di Kodya Jakarta Timur.

The infant mortality rate which is less than one year is 25,2 % caused by the respiratory tract infection. The mortality of the children of 1-4 years old 18,2 % is due to respiratory tract infection. The secondary data analysis of pneumonia in the Municipality of East Jakarta in 1994 concluded that the case fatality rate is 3.3 %. While the estimate of the pneumonia mortality rate by the Department of Health of the Republic of Indonesia in Indonesia is 0,6 % in 1993.
The development of the pneumonia morbidity and mortality can be seen from the mother ability to provide a standardized supporting maintenance, the family ability to differentiate the non pneumonia and the pneumonia of ARI, be motivated to bring their children early for treatment, especially to the health care centre. Do the children that suffered from severe pneumonia and treated in the hospital not received standardize handling early in the family and in the community?
This research is a case control. This research sampled 45 severe pneumonia patients among the children under five years old domiciled in the Municipality of East Jakarta, which are in-house nursing in the Persahabatan Public General Hospital and the Islamic Hospital of East Jakarta as the cases, and 45 pneumonia patients which are on out-going nursing in both hospitals and in the community health centre, with children address in the same village as a control. The a = 0.05; power of the test 80 %; one sided test. The data collection is by questionnaire by visiting the children address. The data entry is using Epi Info 6.0, and the data analysis is done by using the SPSS for Win soft-ware.
The research proceeding is that there is a significant relationship between the ARI handling in the family level and the incidence of severe pneumonia (cOR 2,96; 95 % CI 1,10 < OR < 8,10; p = 0.016). After controlled with the DPT and measles immunization in the multivariate analysis, the relationship is not significant with aOR 2,42; 95 % CI 0,79 < OR < 7,43; p = 0,1237. The confounder variable included in the final model is the DPT and measles immunization with a substantive consideration, is able to confound the relation-ship of ARI toward the incidence of severe pneumonia; there is no interaction variable which fulfill the statistic criteria. The main variable influence and the covariate collectively is Logit P(x) = - 0.9697 + 0.8821 family care + 0.2256 imunDPT - 1.5075 immun MSL.
The children nutrition, the children' age, expenditure of the family, respondent education, breast feeding, vitamin A supplementation, the birth weight record, healthy housing turned out can not confound the ARI handling the family level with the disease history of pneumonia in the children under five years old in the Municipality of East Jakarta, January 1995 - May 1996.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>