Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138222 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hidayat Hasrimy
"Gerakan Jumat Bersih merupakan upaya untuk mewujudkan perilaku kehidupan sehat melalui pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan jamban keluarga dan sarana air bersih yang diikuti penggunaannya secara umum serta penerapan kebiasaan hidup bersih sesuai nilai agama dan budaya sehat. Gerakan Jum'at Bersih (GJB ) telah dicanangkan secara Nasional pada tahun 1994, berbagai upaya telah dilakukan untuk mensukseskan GJB yang keseluruhannya memerlukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Wadah untuk melaksanakan kerjasama lintas sektoral adalah Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal ) GJB, yang berada mulai tingkat Pusat sampai dengan tingkat Kecamatan. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan GJB adalah percepatan pembangunan jamban dan air bersih kurang memenuhi harapan. Hal ini dapat dilihat sejak tahun 1994 cakupan jamban 39% dan air bersih 60% sampai dengan tahun 1997. Sedangkan menurut Deklarasi KTT Anak ( 1990 ) diharapkan tahun 2000 "Semua keluarga dapat menikmati jamban dan air bersih". Apabila dianalisa penyebabnya menurut hasil pertemuan Nasional Koordinasi dan evaluasi GJB tahun 1997, salah satunya adalah kualitas perencanaan Tim Pokjanal GJB yang masih rendah. Kualitas perencanaan GJB pada sebagian besar Tim Pokjal GM Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara selama ini termasuk dalam katagori kurang baik, karena sering kali rencana yang dihasilkan bersifat operasional dengan proses pentahapan kerja yang kurang jelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komponen faktor input ( pengetahuan, struktur organisasi, informasi, anggaran ), faktor proses koordinasi, metoda dan faktor eksternal ( bimbingan teknis, supervisi Tim Pokjal GJB Kabupaten ) terhadap kualitas perencanaan yang dihasilkan oleh Tim Pokjal GJB Kecamatan. Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode Diskusi Kelompok Terarah ( DKT) dan wawancara mendalam. Metode ini digunakan untuk menggali faktor-faktor yang terdapat dalam komponen input, proses dan eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas perencanaan Tim Pokjanal GJB Kecamatan. Sedangkan data dokumen dilakukan untuk melengkapi data hasil DKT dan wawancara mendalam. Responden penelitian adalah anggota Tim Pokjanal GJB Kecamatan dari 9 Kecamatan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel mempunyai hubungan dengan kualitas perencanaan.

The clean Friday Movement is made in order to repairing and maintaining of privy and facility for clean water that is followed up to utilizing in a manner the general public with application clean live appropriate value of religious and heartily culture which has been propagandized by Clean Friday Movement (CMF) as a Manner National in 1994. Any effort has done for succeeding the CFM that its whole required by corporate between pass program and sectors. Team Work Operation of CFM is made as coordinating institution to bring corporation to pass sectors that is exist from district to sub district. The problem that faced in CFM implementation is less satisfactory of privy development and clean water. It can be seen since 1994 that the privy is 39% and clean water is 60%. Until 1997 the privy supply just achieves 56% (sassiness 1997) and the clean water supply is 76% (BPS 1997). Accounting to KU Child's Declarations (1990) "all family are expected can enjoy the privy and clean water in 2000". If the caused is analyzed, the National conference of coordination and evaluation reported that the quality planning of Team Work Operational of Clean Friday Movement (GM) is still low. The quality of CFM's planning on Sub - District CFM's Team Work Operational at District of Autonomous Region II Aceh Tenggara was classified unsatisfied, since the result of planning was frequently un operation with unclearly working stage process.
This research is aimed to find out a correlation between input factor component (knowledge, structure of organization, information, and cost), process factor (coordination, method) and external factor (technical guidance, Team Work Operational supervision of District CFM) into quality planning that is resulted by Sub - District CFM Team Work Operational. The research used the qualitative research. Data is obtained from Focus Group discussion (FGD) and depth interview method. This method is. used for delving the factor that can be found from input, process and external component, which can influence the quality planning of Team Work Operational of Sub - District's Clean Friday Movement Whereas the document decipherment is done for completing data from FGD's result and dept and interview. The research?s respondents are members of Sub - District's Clean Friday Movement of Team Work Operational that taken from 9 of existing Sub - district. The result of research indicates that the whole variables have to do with quality - planning."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Benhard Nataniel
"Timbal (Pb) merupakan logam berat dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,2. Timbal bersumber dari alam, industri, serta transportasi. Timbal dari industri berasal dari industri baterai, industri kimia, industri bahan bakar, dan industri peleburan aki bekas serta dari transportasi berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor. Sumber-sumber logam timbal ini dapat menyebabkan pajanan timbal ke dalam lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan (Risk Quotient) akibat pajanan timbal pada masyarakat lingkungan di sekitar Kawasan Industri Manis, Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli tahun 2019 menggunakan metode penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Metode penelitian ini untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia. Nilai RQ dinyatakan berisiko jika RQ>1. Nilai pengukuran timbal (Pb) didapat dari dua titik sampling uji udara ambien di sekitar Kawasan Industri Manis yaitu 1,58 μg/Nm3 pada titik 1 dan 0,23 μg/Nm3 pada titik 2. Nilai rata-rata pengukuran timbal (Pb) dari kedua titik adalah 0,905 μg/Nm3. Hasil pengukuran tersebut masih dibawah Baku Mutu Udara Ambien yang ditetapkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999. Nilai jumlah asupan pada penelitian ini dihitung secara real time dan life span. Nilai jumlah asupan pajanan timbal (Pb) dengan durasi pajanan real time yaitu 2,2038x10-4 mg/kg/hari. Sedangkan nilai jumlah asupan dengan durasi pajanan life span adalah 2,8746x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung dengan membandingkan antara nilai asupan (intake) dengan nilai default RfC. Nilai RfC didapatkan dari IRIS US-EPA yaitu 4,93x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung berdasarkan beberapa durasi pajanan mencakup real time dan life span (1, 10, 23, 30, 60, dan 100 tahun). Nilai tingkat risiko (RQ) akibat pajanan timbal (Pb) yang didapatkan adalah 0,0388; 0,194; 0,447; 0,583; 1,166; dan 1,943.

Lead (Pb) is a heavy metal with an atomic number of 82 and an atomic mass of 207.2. Lead is sourced from nature, industry, and transportation. Lead from industry comes from the battery industry, chemical industry, fuel industry, and used battery smelting industries as well as from transportation derived from motor vehicle fuel. These sources of lead metal can cause lead exposure into the environment resulting in air pollution. This study aims to determine the level of health risk (Risk Quotient) due to lead exposure to the neighborhood community of Manis Industrial Zone, Banten. This research was conducted in April-July 2019 using the method of research Environmental Health Risk Analysis (ARKL). This research method is to calculate or predict risks to human health. RQ value is stated as risk if RQ >1. The measurement value of lead (Pb) was obtained from two ambient air tes sampling points around the Manis Industrial Zone was 1.58 μg/Nm3 at the first point and 0.23 μg/Nm3 at the second point. The average value of lead (Pb) measurement from both points is 0.905 μg/Nm3. The results of these measurements are still below the Ambient Air Quality Standard according to PP No. 41 Tahun 1999. The amount of intake in this study is calculated in real time and life span. The value of lead (Pb) exposure intake with real time exposure duration was 2.2038 x10-4 mg/kg/day. While the value of the amount of intake with the duration of life span exposure is 2.8746x10-4 mg/kg/day. The value of the risk level is calculated by comparing the value of the intake with the default value of the RfC. The RfC value was obtained from IRIS US-EPA which was 4.93x10-4 mg/kg/day. Risk level values are calculated based on several exposures including real time and life span (1, 10, 23, 30, 60, and 100 years). The value of risk level (RQ) due to lea exposure (Pb) obtained is 0.0388; 0.194; 0.447; 0,583; 1,166; and 1,943."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Retno Utami
"Pembangunan di bidang kesehatan terlihat belum merupakan prioritas utama dalam pembangunan daerah Kabupaten Batanghari, hal ini dapat diketahui dari rendahnya alokasi pembiayaan bidang kesehatan dalam APBD Kabupaten Batanghari Tahun 2006 sebesar 6,50 % dan 08111111 2007 sebesar 6,22 % dari total APBD, dan mempakan urutan ke lima dalam alokasi anggaran sedangkan dalam dokumen perencanaan prioritas nomor dua dalam pcmbangunan daerah. Hal ini menunjukkan masih klmmgnya kesadaran para (aktor/Stakeholders) yang terlibat dalam penentuan alokasi anggaran kesehatan akan pentingnya ani pembangunan bidang kesehatan sedangkan masalah-masalah kesehatan di Kabupaten Batanghari masih sangat kompleks terlihat dari rcndahnya indikator derajat kesehatan masyarakat.
Tujuan dalam penclitian ini adalah diketahuinya tahapan proses penyusunan anggaran pembangunan bidang kcsehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi menetapkan alokasi anggazan bidang kesehatan yang bersumber dari APBD Kabupaten Batanghari. Pcnclitian dilakukan dengan menggunakan desain peneljtian kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan atau menguraikan tahapan proses penyusunan anggaran pembangunan bidang kesehatan dalam APBD dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari hasil penelitian dikeiahui bahwa proscs pcnyusunan dan penetnpan APBD di Kabupaten Batanghari, proses perencanaan yang bersifat politik, teknokratik dan top-down lebih besar pcngamhnya dibanding proses partisipaiif dan bottom-up. Faktor-faktor aktor yang mempengaruhi adalah peran, komitmen, kekuatan/kekuasaan dan kepentingan. Tugas pokok dan iimgsi para aktor dalam proscs penyusunan anggaran ini kemudian rncrupakan dasar untuk mengetahui kekuatan dan kekuasaan dai alctor dalam mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran kesehatan. Para aktor yang terlibat ini kcmudian dikelompokkan menjadi 3 kriteria, yakni sebagai penanggung jawab/ketua, sebagai anggota nm yang menglcoordinasikan, merumuskan dan mengevaluasi usulan kegiatan/program serta sebagai penyuslm perencanaan dan menyampaikan usulan rencana.
Komitmen para aktor yang terlibat dalam proses pcnyusunan anggaran terhadap sektor masih rendah. Pam aktor memiliki kepentingan dalam pembangunan kesehatan karena pembangunan kesehatan mcmiliki kerterkaitan yang erat dimana keberhasilan pcmbangzman keschatan adalnh juga merupakan keberhasilan program pembangunan lainnya.
Diharapkan nantinya dalam pelaksanaan proses penyusunan anggaran pembangunan kesehatan oleh dinas kesehatan selalu memperhaiikan kaidah-kaidah penyusunan perencanaan yang baik, perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas para petugas perencanaan. Mengingat besarnya pengaruh para aktor dalam menentukan kebij akan alokasi biaya pembangunan kesehatan dalam APBD, malca perlu dilakukan advokasi secara intensif dan berkelanjutan kepada para aktor serta melakukan koordinasi yang baik dengan unit instansi yang terkait.
Mengingat APBD adalah mempakan penjabamn dari upaya-upaya program pembangunan yang sasarannya adalah kesejahteraan rakyat, untuk ilu dalam penyusunan anggaran agar selalu melibatkan unsur dad masyarakat. Pembangunan kcschatan adalah hak azasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa, untuk itu diharapkan Pemerintah Daerah memberi porsi yang lebih besar untuk pendanaan bidang kesehatan dalam APBD.

Development in the health field seems not to be the tirst priority in Batanghari Regency Development. It can be seen from the low budget allocation for the health field in Regional Budget of Batanghari Regency in 2006 6,50%, 2007 6,22% of Regional Budget. This is an indicator of low awareness of stakeholders on the importance of health sector, whereas health problems in Batanghari Regency are still complicated because of low quality of health service.
The objective of this research is to know the process stages of making planning and development budgeting in the health field and any factor that influence stakeholders to decide budget allocation for health tield in Regional Budget of Batanghari Regency. This research uses qualitative method design. This method objective is to describe or to explain the process stages of making planning and development budgeting in the health field in Regional Budget of Batanghari Regency and any influencing factors.
In this research found that the process stages of making planning and development budgeting in the health field in Regional Budget of Batanghari Regency do not yet meet standardized rules. Stakeholders who involved in making planning and development budgeting in the health in Regional Budget of Batanghari Regency are still dominated by the government (local government). The main task of tirnction of stakeholders in making and development budgeting in the health field can be classiiied into three groups.
The understanding about health of stakeholders who involved in making planning and budgeting is still general; stakeholders in the health field because health development has interweave relation, that is the success of health field is the success of other fields as well; most of the stakeholders point of view in the health field are neutral. They said that health building is the priority, but in other side, they said that other fields out of health field also became the priority.
Hopefully, in the coming future in making planning and development budgeting in the health field always consider standardized rules, quality and quantity improvement of planning makers, supporting of fund, facility, and means to support planning implementation. Because of the strong influence of stakeholders in deciding budget allocation for health development in Regional Budget, intensive and survival advocate is quite necessary for stakeholders and good coordination with other related institutions.
Regional Budgets is the breakdown of development planning and social welfare is the target. For that reason, in making planning and budgeting should involve society. Health development is as human rights and investment for the success of development. Thus, local govemment should allocation more budget for the health in Regional Budget.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34408
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Benhard Nataniel
"

Timbal (Pb) merupakan logam berat dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,2. Timbal bersumber dari alam, industri, serta transportasi. Timbal dari industri berasal dari industri baterai, industri kimia, industri bahan bakar, dan industri peleburan aki bekas serta dari transportasi berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor. Sumber-sumber logam timbal ini dapat menyebabkan pajanan timbal ke dalam lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan (Risk Quotient) akibat pajanan timbal pada masyarakat lingkungan di sekitar Kawasan Industri Manis, Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan April–Juli tahun 2019 menggunakan metode penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Metode penelitian ini untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia. Nilai RQ dinyatakan berisiko jika RQ>1.

Nilai pengukuran timbal (Pb) didapat dari dua titik sampling uji udara ambien di sekitar Kawasan Industri Manis yaitu 1,58 μg/Nm3 pada titik 1 dan 0,23 μg/Nm3 pada titik 2. Nilai rata-rata pengukuran timbal (Pb) dari kedua titik adalah 0,905 μg/Nm3. Hasil pengukuran tersebut masih dibawah Baku Mutu Udara Ambien yang ditetapkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999. Nilai jumlah asupan pada penelitian ini dihitung secara real time dan life span. Nilai jumlah asupan pajanan timbal (Pb) dengan durasi pajanan real time yaitu 2,2038x10-4 mg/kg/hari. Sedangkan nilai jumlah asupan dengan durasi pajanan life span adalah 2,8746x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung dengan membandingkan antara nilai asupan (intake) dengan nilai default RfC. Nilai RfC didapatkan dari IRIS US-EPA yaitu 4,93x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung berdasarkan beberapa durasi pajanan mencakup real time dan life span (1, 10, 23, 30, 60, dan 100 tahun). Nilai tingkat risiko (RQ) akibat pajanan timbal (Pb) yang didapatkan adalah 0,0388; 0,194; 0,447; 0,583; 1,166; dan 1,943.

Kata kunci: Timbal (Pb), Masyarakat, Baku Mutu Udara Ambien, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)


Lead (Pb) is a heavy metal with an atomic number of 82 and an atomic mass of 207.2. Lead is sourced from nature, industry, and transportation. Lead from industry comes from the battery industry, chemical industry, fuel industry, and used battery smelting industries as well as from transportation derived from motor vehicle fuel. These sources of lead metal can cause lead exposure into the environment resulting in air pollution. This study aims to determine the level of health risk (Risk Quotient) due to lead exposure to the neighborhood community of Manis Industrial Zone, Banten. This research was conducted in April–July 2019 using the method of research Environmental Health Risk Analysis (ARKL). This research method is to calculate or predict risks to human health. RQ value is stated as risk if RQ >1.

The measurement value of lead (Pb) was obtained from two ambient air test sampling points around the Manis Industrial Zone was 1.58 μg/Nm3 at the first point and 0.23 μg/Nm3 at the second point. The average value of lead (Pb) measurement from both points is 0.905 μg/Nm3. The results of these measurements are still below the Ambient Air Quality Standard according to PP No. 41 Tahun 1999. The amount of intake in this study is calculated in real time and life span. The value of lead (Pb) exposure intake with real time exposure duration was 2.2038 x10-4 mg/kg/day. While the value of the amount of intake with the duration of life span exposure is 2.8746x10-4 mg/kg/day. The value of the risk level is calculated by comparing the value of the intake with the default value of the RfC. The RfC value was obtained from IRIS US-EPA which was 4.93x10-4 mg/kg/day. Risk level values are calculated based on several exposures including real time and life span (1, 10, 23, 30, 60, and 100 years). The value of risk level (RQ) due to lead exposure (Pb) obtained is 0.0388; 0.194; 0.447; 0,583; 1,166; and 1,943.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gelora Jelang Takbira Mulia
"Tesis ini membahas hubungan antara pajanan polusi udara yakni particulate matter (PM)2,5 dan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kelas terhadap gangguan fungsi paru pada siswa tiga sekolah dasar yang ada di Jakarta Barat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang berdesain cross-sectional, dengan variabel lainnya yakni umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, status gizi, kepadatan siswa, ventilasi, suhu dan kelembaban ruang kelas. Metode penelitian menggunakan alat ukur Haz-Dust EPAM 5000 untuk pengukuran PM2,5, MAS 100 NT untuk pengukuran total koloni bakteri, dan spirometri untuk pengukuran fungsi paru, serta kuesioner untuk pengukuran variabel lainnya. Hasil penelitian yakni ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 terhadap gangguan fungsi paru namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah koloni bakteri udara dalam ruang dengan gangguan fungsi paru. Berdasarkan hasil dari penelitian menyarankan kepada sekolah agar dapat memperbaiki kualitas kesehatan siswa dengan cara memantau dan mengimplementasikan gerakan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah, kemudian diharapkan agar program sekolah sehat dapat ditingkatkan dengan memberikan promosi kesehatan kepada siswa di lingkungan sekolah, dapat bekerja sama dengan badan lingkungan hidup terkait pengendalian pencemaran udara di sekolah dengan cara melakukan pengukuran polusi udara di sekolah untuk mengetahui tingkat risiko dari pajanan yang dihasilkan di area sekolah.

This study discusses the relationship between exposure about (particulate matter) PM2,5 and the number of airborne bacterial colonies in classrooms to lung function disorders in students in three elementary schools in West Jakarta. This research is quantitative cross-sectional design, with other variables like age, gender, physical activity, nutritional status, student density, ventilation, temperature and humidity of the classroom. Measurement of PM2,5 using Haz-Dust EPAM 5000, measurement of total colony bacteria using MAS 100 NT and lung function with spirometry, and also questionnaires. The results of the study were that there was a significant relationship between PM2.5 concentration and lung function disorders but no significant association was found between the number of airborne bacterial colonies in classroom and lung function disorders. Based on the results of the study suggest suggest that schools can improve the quality of students health by monitoring and implementing healthy clean behavioral movements in schools, healthy school programs can be improved by providing health promotion to students in the school environment, can work with environmental agencies related to control air pollution in schools to determine the level of risk of exposure generated in the school area."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marhamah Dwi Anjani
"Air tanah berperan penting sebagai sumber pemenuhan air bersih dan air minum sehari-hari di Kota Depok. Air tanah dianggap memiliki kualitas alami yang baik, namun tidak berarti semua air tanah berkualitas baik. Besi dan mangan merupakan logam esensial dan juga toksik yang sering ditemukan pada air tanah. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) yang bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko pajanan besi dan mangan pada air tanah sebagai air minum. Pengumpulan data konsentrasi besi dan mangan didapatkan dari data hasil survei kualitas air tanah oleh BPP PDAM Tirta Asasta Kota Depok tahun 2018 sebanyak 63 sampel. Data lainnya, antropometri, laju aktivitas, dan pola konsumsi air minum didapatkan dari wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran berat badan secara langsung di rumah 63 responden. Hasil analisis konsentrasi besi dan mangan menunjukkan hanya terdapat 18 sampel yang melebihi baku mutu konsentrasi mangan menurut Permenkes 492/2010. Jumlah estimasi asupan besi dan mangan masing-masing 5,02059 x 10-4 mg/kg/hari dan 5,52265 x 10-3 mg/kg/hari. Sedangkan RQ non karsinogenik besi dan mangan masing-masing 0,00072 dan 0,03945 yang menunjukkan bahwa tidak berisiko atau aman. Hasil analisa lebih lanjut menemukan bahwa asupan harian besi dan mangan menurut umur dan jenis kelamin dikategorikan defisiensi (Asupan besi dan mangan

Groundwater plays an important role as a source of fulfillment of daily clean water and drinking water in Depok City. Groundwater is considered to have good natural qualities, but that does not mean that all groundwater is good quality. Iron and manganese are essential but also toxic metals that are often found in groundwater. This study uses the Environmental Health Risk Assessment (EHRA) method which aims to estimate the level of iron and manganese risk exposure in groundwater as drinking water. Data collection of iron and manganese concentration was obtained from groundwater quality survey results by BPP PDAM Tirta Asasta Depok City in 2018 as many as 63 samples. Other data, anthropometry, activity rates, and drinking water consumption rates were obtained from interviews using questionnaires and measurement of body weight directly in the homes of 63 respondents. The result of the analysis of iron and manganese concentration showed that there were 18 samples that exceeded the standar quality of manganese according to Permenkes 492/2010. The estimated amount of iron and manganese intake is 5,02059 x 10-4 mg/kg/day and 5.52265 x 10-3 mg/kg/day, respectively. Whereas non-carcinogenic RQ of iron and manganese were 0,00072 and 0,03945 respectively which indicated that they were safe. Further analysis found that daily intake of iron and manganese according to age and sex categorized as deficiency (intake of iron and manganese "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Dhiwa Hidayat
"Pajanan agen kimia yang digunakan dalam proses produksi berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan bagi para pekerja yang berinteraksi dengan agen-agen kimia yang salah satunya adalah cat. Berdasarkan data hasil penelitian di Padang, Sumatera Barat diketahui terdapat cemaran logam berat Kadmium (Cd) di udara bengkel yang melakukan proses pengecatan. Sementara itu, hasil penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan lain di Semarang dan Palembang, diketahui terdapat Sebagian populasi pekerja bengkel yang melakukan proses pengecatan dikategorikan berisiko (RQ>1) terhadap pajanan logam berat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan non-karsinogenik dan karsinogenik pada populasi pekerja bengkel produksi perusahaan X dari proses pengecatan yang dilakukan di bengkel produksi perusahaan tersebut. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan pendekatan desktop study. Nilai konsentrasi yang digunakan dalam analisis risiko kesehatan lingkungan ini didasarkan pada hasil penelitian di bengkel yang melakukan proses pengecatan di Padang, Sumatera Barat. Hasil Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang dilakukan kepada 25 responden pekerja bengkel produksi perusahaan X menunjukkan tidak terdapat adanya risiko kesehatan baik secara non-karsinognik (RQ<1) maupun karsinogenik (ECR<0,0001), juga secara berkelompok maupun secara individu masing-masing pekerja bengkel produksi. Meskipun tidak ditemukan adanya tingkat risiko kesehatan yang berisiko, pekerja tetap dianjurkan untuk tetap menggunakan APD untuk mencegah risiko lain yang tidak dihitung dalam penelitian ARKL ini.

Exposure to chemical hazard used in production activity has posed some health risks to workers working with chemical such as paint. previous study conducted in painting workshop in Padang has found that contamination of Cadmium heavy metal are present  on the workshop air. Environmental health risk assessment study conducted in Painting workshops in Semarang and Palembang shows that some of the workers of the painting workshop were categorized at risks of health problems posed by the exposure of Cadmium from painting process (RQ>1). This research aims to assess both non-carcinogenic and carcinogenic environmental health risk levels of the workers of X Company from Cadmium exposure from painting processes of production activity. This research was done with Environmental Health Risk Assessment method with desktop study approach. Concentration value used in this research was based on previous findings of Cadmium pollution in painting workshop air in Padang. The result shows that health risks of both non-carcinogenic and carcinogenic were categorized as “not at risk” for the workers of production workshop of X Company (RQ<1, ECR<0,0001). Even though the workers of X company with certain anthropometric and activity value were not at risk of health problem from the exposure of cadmium at the levels used in this research, workers still needs to use PPE to protect themselves from another hazard that was not included in this research."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Rihadatul Aisy
"Pajanan kebisingan pada pekerja merupakan faktor risiko pekerjaan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja. PT. X merupakan industri komponen otomotif yang memiliki sumber kebisingan yang berasal dari proses produksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan non-auditory pada pekerja di PT. X, Cikarang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross-sectional, dengan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 48 pekerja. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode proportionate stratified random sampling. Data intensitas kebisingan diperoleh dari Dokumen UKL-UPL Bulan Desember 2019 PT. X, sedangkan data karakteristik, perilaku, dan gangguan non-auditory pada pekerja diperoleh dari hasil kuesioner. Variabel independen dalam penelitian ini adalah intensitas kebisingan di area produksi, variabel dependen adalah keluhan gangguan non-auditory, dengan karakteristik dan perilaku individu sebagai variabel confounding. Intensitas kebisingan PT. X berada di bawah NAB. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24 pekerja (50%) mengalami keluhan gangguan non-auditory. Analisis bivariat menggunakan chi-square menunjukkan intensitas kebisingan memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan non-auditory (p value=0,019). Selain itu, variabel usia (p value=0,039), penggunaan APD (p value=0,042), dan hobi terkait bising (p value=0,021) memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan non-auditory, sedangkan variabel jenis kelamin (p value=0,182) dan masa kerja (p value=0,562) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan non-auditory pada pekerja di area mixing, preparation, dan with metal PT. X. Temuan pada penelitian ini menjadi acuan untuk meningkatkan pengendalian dan penanganan kebisingan dengan melakukan pengukuran kebisingan secara rutin, melakukan monitoring kesehatan pekerja baik auditory maupun non-auditory, dan penggunaan APD untuk pekerja yang terpajan kebisingan.

Noise exposure is an occupational risk factor that can affect the health and safety of workers. PT. X is an automotive component industry that has a noise sources from the production process. The purpose of this study was to determine the relationship between the intensity of noise exposure and non-auditory effects in workers at PT. X, Cikarang, West Java. This study used a quantitative approach and a cross-sectional study design, with a total sample of 48 workers. Sampling was done by using proportionate stratified random sampling method. Noise intensity data were collected from Environment Permit (UKL-UPL) document in December 2019 PT. X, while the data on characteristics, behavior, and non-auditory effects in workers were collected from the questionnaire. The independent variable in this study is the intensity of noise exposure, the dependent variable is non-auditory effects, with individual characteristics and behavior as confounding variables. The noise intensity of PT. X is under the noise TLV. The results showed that 24 workers (50%) experienced complaints of non-auditory effects. Bivariate analysis using chi-square shows that the intensity of noise exposure has a significant relationship with non-auditory effects (p value = 0.019). In addition, the variable age (p value = 0.039), use of PPE (p value = 0.042), and noise-related hobbies (p value = 0.021) had a significant relationship with non-auditory effects, while the gender variable (p value = 0.182) and length of work (p value = 0.562) did not have a significant relationship with non-auditory effects in workers in the areas of mixing, preparation, and with metal PT. X. The findings in this study serve as a reference for improving noise control and handling by measuring noise regularly, monitoring the health of both auditory and non-auditory workers, and using PPE for workers exposed to noise."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Tri Sulistyowati
"Pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan yang terus meningkat memerlukan antisipasi pemenuhan berbagai kebutuhan, yang salah satunya adalah permintaan daya listrik yang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, pemerintah melalui PT PLN (persero) melaksanakan program interkoneksi kelistrikan. Penyaluran tenaga listrik dari pembangkit ke tempat lain yang jaraknya jauh dilakukan melalui saluran transmisi tegangan tinggi, yaitu Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Di Pulau Jawa, SUTET yang beroperasi bertegangan 500 kV (PLN, 2003). Walaupun teknologi pembangunan pembangkit tenaga listrik beserta sistem transmisinya telah diupayakan dengan teknologi yang lebih canggih, efektif, tepat guna dan aman, namun kendala yang dihadapi tetap ada, salah satunya adalah semakin sulitnya menempatkan saluran transmisi bertegangan tinggi yang bebas dari permukiman. Radiasi yang dihasilkan oleh arus bolak balik (Alternating Current) pada saluran transmisi tegangan tinggi tergolong radiasi nan-pengion dan di dalam spektrum gelombang elektromagnetik berada pada frekuensi yang sangat rendah (di bawah 300 Hertz), yaitu gelombang elektromagnetik ELF (Extreemely Low Frequency) yang ditengarai dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap kesehatan manusia (Shimitzu, 1995). Gangguan kesehatan dapat terjadi karena pengaruh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan faktor lingkungan. Pengaruh terbesar dari faktor lingkungan adalah lingkungan fisik, antara lain medan elektromagnetik. Potensi gangguan kesehatan akibat pajanan medan elektromagnetik SUTET 500 kV antara lain pada sistem biologis, psikologis, sosial budaya dan hipersensitivitas. Manifestasi hipersensitivitas dikenal dengan istilah hipersensitivitas-elektromagnetik (Anonb; IRPA, 1990).
Hipersensivitas elektromagnetik merupakan problem kesehatan masyarakat yang semakin berkembang akibat pembebanan lingkungan oleh medan elektromagnetik (Riedlinger, cited Januari 2005). Tanda dan gejala hipersensitivitas elektromagnetik antara lain sakit kepala (headache), pening (dizziness), gangguan tidur (sleep disturbances), keletihan menahun (chronic fatique syndrome), jantung berdebar-debar (cardiac palpitations), rasa mual dan gangguan pencernaan (nausea and digestive problems) yang tidak jelas penyebabnya, gangguan konsentrasi (difficulty in concentrating), telinga berdengung (tinnitiss), muka terbakar (facial burning) serta kulit meruam (rashes), kejang otot (muscle spasme), kebingungan (confussion), dan gangguan kejiwaan berupa depresi (Rea, 1991; Grant, 1995; Bergdahl,1995).
Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui kuat medan elektromagnetik di Iingkungan tempat tinggal penduduk di sekitar jaringan transmisi SUTET 500 kV (2) mengetahui adanya hubungan medan elektromagnetik jaringan transmisi SUTET 500 kV dengan gangguan kesehatan penduduk yang bertempat tinggal di bawah jaringan transmisi SUTET 500 kV berupa hipersensitivitas elektromagnetik (3) mengetahui adanya pengaruh keberadaan jaringan transmisi SUTET 500 kV terhadap Iingkungan sosial penduduk di sekitar jaringan transmisi SUTET 500 kV.
Penelitian ini adalah studi epidemiologi analitik observasional cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Lokasi penelitian adalah permukiman yang dilalui jaringan transmisi SUTET 500 kV Gresik - Paiton di kabupaten Sidoarjo, provinsi Jawa Timur yaitu di kecamatan Tulangan (desa Kajeksan dan desa Kepunten) dan di kecamatan Wonoayu (desa Wonokalang). Subyek dalam penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok terpajan dan kelompok kontrol. Total sampel adalah 133 responden (65 responden kelompok terpajan dan 67 responden kelompok kontrol).
Hasil penelitian: kuat medan listrik maupun medan magnet di daerah yang terpajan jaringan transmisi SUTET 500 kV adalah masih di bawah standar WHO (5 kV/m untuk medan listrik dan 80 A/m untuk medan magnet), yaitu kuat medan listrik rata-rata di luar rumah adalah 88,10 V/m, sedangkan kuat medan listrik rata-rata di dalam rumah adalah 12,96 V/m. Kuat medan magnet rata-rata di dalam rumah 304,60 mA/m, dan kuat medan magnet rata-rata di luar rumah sebesar 292,33 mA/m. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh pajanan medan elektromagnetik SUTET 500 kV dengan risiko terjadinya hipersensitivitas elektromagnetik. Besar risiko terjadinya hipersensitivitas elektromagnetik pada penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV Iebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV, yaitu:
(a) Besar risiko menderita sakit kepala 5,89 kali lebih besar
(b) Risiko terjadinya gangguan tidur adalah 4,27 kali lebih besar
(c) Risiko untuk menderita mual 4,40 kali lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak tinggal di bawah jaringan transmisi SUTET 500 kV.
Ditinjau dari sisi sosial masyarakat ternyata tidak tampak adanya perubahan pola yang berarti. Masyarakat masih mempertahankan sistem nilai dan perilaku sosial yang sama sebelum kehadiran jaringan transmisi SUTET 500 kV.

The ever increasing growth in population, economy and development require the constant fulfilling of demands, one of which is the increasing demand for electricity. To meet the demand for electricity, the Government through PT PLN (persero) has embarked on an electric power interconnection program. The distribution of electric power from the power plants to distant areas is conducted through high voltage power transmission lines (SUTET) and extra high voltage power transmission lines (SUTET), which on Java island operate at 500 kV (PLN, 2003). Although generating and distributing electric power and its transmission system have been conducted using sophisticated technology, higher efficiency, effectiveness and safety, problems remain unsolved, one of which is the difficulty of finding suitable unpopulated locations for the high voltage transmission lines. The resulting radiation from the alternating current in the PLN transmission lines is a non-ionic type radiation which in the electromagnetic waves spectrum has a very low frequency reading - below 300 Hertz - termed as the ELF (Extremely Low Frequency) electromagnetic waves, and considered as having the capability of inflicting various averse effects on human health (Shimitzu, 1995).
Health disorders can be caused by factors of heredity, health service, habits and environment. The most prominent effect is from the environment factor, including physical environment, for instance electromagnetic fields. Health disorders caused by exposure to electromagnetic SUTET 500 kV is found among others in the biological, psychological, socio culture and hypersensitivity. Manifestation of hypersensitivity is known under the term of electromagnetic hypersensitivity (Anonb; IRPA, 1990).
Electromagnetic hypersensitivity has become an increasingly growing community health problem, due to the added burden of electromagnetic fields on the environment (Riedliriger, cited January 2005). Indications and symptoms pointing to the presence of electromagnetic hypersensitivity are among others headaches, dizziness, sleep disturbances, chronic fatigue syndrome, cardiac palpitations, nausea and digestive problems with unknown causes, concentration difficulty, tinnitus, facial burning, rashes, muscle spasm, confusion, and mental disorder in the form of depression (Rea, 1991; Grant, 1995; Bergdahl, 1995).
The primary objectives of this research are (1) to determine the strength of electromagnetic fields at inhabited areas located near SUTET 500 kV transmission lines (2) to determine the correlation between SUTET 500 kV electromagnetic transmission lines and health disorders caused by electromagnetic hypersensitivity among people living under the transmission lines (3) to determine the effect of SUTET 500 kV transmission lines on the social environment of the population around the transmission lines.
The survey research was an analytic observation epidemiological study of cross sectional using quantitative and qualitative approach. The survey was conducted at an inhabited location traversed by a SUTET 500 kV Gresik - Paiton transmission lines in Sidoarjo Regency, East Java, i.e. in Tulangan Subregency (Kajeksan and Kepunten villages), and in Wonoayu Subregency (Wonokalang village). The subjects of this survey were divided into two groups, an exposed group and a control group. The total sample in the survey comprises 133 respondents (66 respondents in the exposed group, and 67 respondents in the control group). It was found that the strength of the electrical field as well as the magnetic field at the areas exposed by SUTET 500 kV was far below WHO acceptable standards (5 kVJm for electrical field and 80 AJm for magnetic field). The average strength of electrical field outside the houses or dwellings was 88,10 Wm, while inside the houses the average strength was 12,96 Wm. The average strength of the magnetic field inside the houses was 304,60 mAJm, and the average strength of the magnetic field outside the houses was 293,33 mA/m. The result also indicated that SUTET 500 kV electromagnetic field had affected the people with the risk of electromagnetic hypersensitivity. The extent of electromagnetic hypersensitivity risk to the people living directly under the SUTET 500 kV lines was greater compared to those not living under the SUTET 500 kV lines viz.
a) The risk level of suffering headaches was 5,89 times more
b) The risk level of acquiring sleep disorders was 4,27 times greater
c) The risk of acquiring nausea was 4,40 times more compared to those living in the control area, namely the people not living directly under the transmission lines.
From the view of community's social values, no substantial pattern changes were observed in the community's values and social behaviour from those they had before the presence of SUTET 500 kV transmission lines.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aral, Mustafa M.
New York, NY: Springer , 2010
363.739 025 ARA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>