Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Hernowo
"Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta yang merupakan daerah rawan banjir angka kesakitan dan kematiannya mengalami peningkatan yaitu dari Januari sampai dengan akhir Mei terjadi sebanyak 144 kasus leptospirosis dengan jumlah kematian sebanyak 21 orang. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira yang menyerang hewan dan manusia. Bakteri Leptospira masuk dalam tubuh melalui selaput lendir, luka lecet, maupun melalui pori-pori kulit , kemudian akan menjalar melalui peredaran darah ke berbagai bagian tubuh. Peningkatan kejadian leptospirosis ini timbul bersamaan dengan terjadinya banjir di DKI Jakarta. Kejadian leptospirosis dipengaruhi oleh beberapa faktor kesehatan seperti kebersihan perorangan dan faktor perubahan lingkungan karena banjir.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan faktor kebersihan perorangan dengan kejadian sakit Leptospirosis pada kejadian luar biasa leptospirosis di DKI Jakarta. Disamping itu jugs menilai hubungan variabel covarial terhadap kejadian Leptospirosis. Rancangan penelitian ini adalah rancangan kasus kontrol dengan pengolahan data menggunakan analisis regresi logistik multivariate.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebersihan perorangan (Nilai p = 0,01, OR=4,62) mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian leptospirosis. Variabel covariat seperti jenis kelamin, pekerjaan/profesi, penangkapan tikus, perubahan lingkungan akibat banjir dan pemeliharaan ternak secara statistik tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian leptospirosis. Sedangkan varibel covariat lainnya seperti kelompok umur, dan pemakaian sepatu bot dan sarung tangan perubahan lingkungan secara statistik mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian leptospirosis. Setelah dilakukan uji interaksi dan confounding pada analisis multivariat ternyata tidak ada satu pun variabel covariat yang mengganggu terhadap hubungan variabel kebersihan perorangan dengan kejadian leptospirosis.
Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilakukan program penyuluhan kepada masyarakat tentang peranan kebersihan perorangan terhadap kejadian leptospirosis begitu juga kepada pekerja/profesi yang berisiko agar melindungi dirinya dengan memakai sepatu bot dan sarung tangan pada saat kontak dengan genangan air atau lumpur diwaktu bekerja.

The Relationship of Personal Hygiene and Leptospirosis outbreak in Jakarta, 2002Jakarta is one of place have flood potential, the morbidity and mortality rates were increased, from January until the end of May there were 444 cases of Leptospirosis, with the number of death were 21 people. This disease is caused by infection of Leptospira bacteria that attacked animal and human being. The Leptospira bacteria entering body through mucous membrane, scratch injure or skin pores, and then spread through blood circulation to other parts of the body. Increase of Leptospirosis case was occurred together with the flood in Jakarta The Leptospirosis is influenced by some health factors, such as personal health and the changes of environment due to flood
The objective of this study is to assess the relationship of personal hygiene factor and the Leptospirosis regarding of Leptospirosis outbreak in Jakarta. Besides, it is also to 'assess the relationship covariant variable to the occurring disease of Leptospirosis. The study design used control cases; the data is processed by regression logistic multivariate.
The result of study showed that personal hygiene (p value = 0.01, OR = 4,62) has significant relationship to the occurring of Leptospirosis. The covariant variable such as sex, profession, mouse catching, environmental changing and animal care statistically is not having significant relationship to Leptospirosis disease. While other covariant variable, such as age group, the using of boot shoes and glove, and environmental changing statistically has significant relationship to Leptospirosis.
After conducting interaction test and confounding on multivariate analysis, the fact is not any covariant variable that disturbing to the relationship of personal health variable and Leptospirosis. Based on this study, it is recommended to do a program on education to the community on the role of personal health to Leptospirosis disease. It is also recommended to the worker or professions who have a risk to Leptospirosis to prevent themselves by using boot shoes and glove during contact with stagnant water or mud while they are working.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T2730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Ramadhan
"Kabupaten Kulonprogo adalah salah satu daerah dengan masalah leptospirosis penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi spesies hewan dan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui reservoir dan distribusi kasus leptospirosis pasca-kejadian luar biasa di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan adalah inkriminasi bakteri Leptospira sp. pada tikus dan penegakan diagnosis pada manusia dengan rapid test dan MAT. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dengan melakukan screening di Rumah Sakit dan Puskesmas. Penelitian observasional ini menggunakan rancangan studi cross sectional dengan metode analisis data secara distribusi frekuensi dalam bentuk gambar, grafik, dan tabel.
Penelitian menemukan jumlah penderita leptospirosis di Kabupaten Kulonprogo tahun 2011 adalah 273 kasus dengan angka fatalitas 6,59%. Kasus leptospirosis paling banyak terjadi di Kecamatan Nanggulan (20,5%), pada laki-laki (76,6%) dan kelompok umur 40 - 60 tahun (43,2%). Uji serologi (MAT) penderita suspek leptospirosis menemukan 41(22,5%) penderita positif mengandung bakteri Leptospira sp. Serovar yang paling banyak ditemukan adalah Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc dengan titer 1 : 40 ~ 1 : 1.600. Spesies tikus yang menjadi reservoir Leptospira sp. yang ditemukan meliputi Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus, Mus musculus, N fluvescens, juga ditemukan insektivora jenis Suncus murinus. Trap success ditemukan sekitar 6,9% di luar rumah dan sekitar 5,5% di dalam rumah.

Kulonprogo regency is one region with leptopsirosis problem. This study aims to determine the reservoir and the case distribution of leptospirosis outbreaks in the Kulonprogo regency post. The method used is inkriminasi Leptospira sp. bacteria in mice and human with rapid test and MAT diagnosis. Leptospirosis case data taken from secondary data and primary data by conducting screening at the hospital and puskesmas. Observational research using cross-sectional study design. Data analyzing was performed
using frequency distribution with pictures, graphics and tables.
The results showed leptospirosis cases in the Kulonprogo regency in 2011 as much 273 cases with CFR 6.59%. The biggest number of distribution of leptospirosis cases were in District Nanggulan (20.5%), in men (76.6%), and 40 - 60 years age group (43.2%). Serological test (MAT) patients with suspected leptospirosis from 182 serum showed that 41 (22.5%) patients leptospires bacteria positive. Serovar most commonly found in patients with leptospirosis is Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc with a titer of 1: 40 ~ 1: 1600. Species of mice that become Leptospira sp. reservoir found were Rattus tanezumi, Tiomanicus rattus, Mus musculus, N fluvescens, insectivores Suncus murinus type was also found. Trap success by 6.9% outside home and 5.5% in house."
Banjarnegara: Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Berbasis Binatang Banjarnegara, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiari
"Salah satu penyakit yang tampak menonjol dan muncul belakangan adalah leptospirosis karena cukup menggemparkan dengan ditemukarmya cukup banyak penderita yang meninggal. Penyakit ini disebarkan oleh tikus yaitu melalui urine yang dikeluarkan tikus. Dalam kondisi banjir, tikus-tikus mencari habitat baru dengan cara 'ikut mengungsi' bersama-sama dengan penduduk. Tikus-tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis (yaitu bakteri Leptospirae} akan menularkari bibit penyakit kepada manusia.
Penelitian dilakukan menggunakan metode eksplorasi wilayah persebaran kasus leptospirosis dengan menggunakan pendekatan analisis spasial yang mencakup pola spasial untuk menggam barkan sebaran kasus leptospirosis menurut tempat yang disajikan dalam peta. Dan juga proses spasial untuk menggambarkan variabel serta hubungan antar variabel dengan uji statistik menggunakan kai kuadrat dan korelasi.
Hasil penelitian didapatkan angka kesakitan leptospirosis di Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 adalah 1,9 per !00.000 penduduk, dengan angka kematian (CFR) 5,71%. Dari hasil uji kai kuadrat didapatkan nilai OR=5,238 (95% CI:2,14l-12,817) artinya pada kelurahan yang mengalami banjir mempunyai peluang untuk terkena kasus leptospirosis. Dari sebaran kasus yang terlihat pada peta ditemukan wilayah kotamadya Jakarta Barat dari 56 kelurahan yang ada sebanyak 32 kelurahan terkena kasus leptopsirosis (57,1%), dan 50 wilayah kelurahan terkena banjir (89,3%). Berdasarkan uji korelasi dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara ketinggian air tergenang lama air genangan, kerapatan jaringan sungai dan kerapatan perrnukiman di Provinsi DKI Jakarta dengan terjadinya kasus leptospirosis.
Adanya kecenderungan kasus leptospirosis tinggi pada suatu wilayah yang terkena banjir. Untuk mencegah wabah leptospirosis perlu kewaspadaan dini baik pada pengelola program mapun pada masyarakat umurn dengan penyuluhan melalui media serta pengetahuan tentang akibat banjir dan penyakit yang mungkin ditimbulkan sehingga angka kesakitan leptospirosis dapat ditekan.

One of the disease seem so important recently is leptospiroses since quite a number of patience died.. This disease.is caused by mouse through its urine. In a flood condition mice are seeking a new habitat by "migration" following the inhabitant. Mice carrying leptospiroses disease (Leptospirae bactery) will spread the diseases to human.
Examination which is carried out using the spreading area of leptospiroses cases. It used an special analysis approach which show the leptospiroses case of spreading out according to local case as shown in the map. The special process to inform the variables and the interconnection of variables using statistical examination of kai square and correlation.
The examination result of leptospiroses in DKI Province of the year 2007 is 1,9 per 100.000 inhabitants, with a dying rate (CFR) of 5.71%. From the kai square it is found an OR=5,238 (95% CI : 2,141 - 12,807) this means that a sub district which is flooded will leave to get leptospiroses case. From the spreading case, which is shown on the map of West Jakarta District of 56 existing sub district of32 sub district is caused by leptospiroses (57,1%) and 50 sub district is flooded (89,3%). Based on correlation examination, can be shown that there is a meaningful correlation between the water height, duration of flood, density of networks and density of population in DKI Province with the case ofleptospiroses.
The existence of high leptospiroses case in a flooded area In order to prevent laptospiroses used an early warning to the common society by advocation through media and also knowledge on the result of flooded and disease which may arise in order to step down the leptospiroses.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Ariani
"Leptospirosis termasuk dalam zoonosis, penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Leptopira. Leptospirosis merupakan penyakit yang sering tidak terlaporkan atau misdiagnosis hal ini karena gejala awal leptospirosis merupakan gejala penyakit demam akut lainnya ( dengue, malaria, flu like syndrome). Terjadinya kasus leptopsirosis terkait erat dengan rantai penularan, dan rantai penularan leptospirosis terkait dengan banyak faktor. Pekerjaan dan keberadaan tikus adalah faktor risiko Leptospirosis. Banten yang merupakan daerah endemis Leptospirosis, terpilih untuk menjadi lokasi surveilans Sentinel Leptospirosis, tepatnya berlokasi di Kab, Tangerang dan Kab. Serang. Publikasi mengenai hubungan faktor risiko masih jarang ditemui, begitu juga penelitian tentang Leptospirosis lebih banyak di lakukan di Jawa Tengah atau DI Yogyakarta. Penelitian ini menggunaan desain potong lintang. Hasil penelitian ini Tidak terbukti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian leptospirosis pada suspek leptospirosis di 2 kabupaten lokasi Surveilan Sentinel Leptospirosis di Provinsi Banten tahun 2017 – 2019, Hubungan keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis menunjukkan hubungan yang bermakna, keberadaan tikus dan aktivitas disungai/kolam/saluran air secara bersama memberikan hubungan antagonis sehingga membuat risiko saat kedua variabel ini ada bersama sama lebih kecil dibandingkan risiko dari masing masing variabel.

Leptospirosis is a zoonosis, an infectious disease caused by the Leptospira bacteria. Leptospirosis is often underreported or misdiagnosed because the initial symptoms of leptospirosis are symptoms of other acute febrile diseases (dengue, malaria, flu-like syndrome). The occurrence of leptospirosis cases is closely related to the chain of transmission, and the chain of leptospirosis transmission is related to many factors. Occupation and the presence of rats are risk factors for leptospirosis. Banten is an endemic area of Leptospirosis, was chosen to be the location for Sentinel Leptospirosis surveillance, precisely located in Kab, Tangerang, and Kab. Serang. Publications on the relationship of risk factors are still limited, and research about leptospirosis is mostly done in Central Java or DI Yogyakarta. This study used a cross-sectional design. The results of this study did not show that there was a significant relationship between work and the incidence of leptospirosis in leptospirosis suspects in 2 districts where Leptospirosis Sentinel Surveillance was located in Banten Province in 2017 - 2019.
The relationship between the presence of rats and the incidence of leptospirosis showed a significant relationship, the presence of rats and activity in rivers/ponds/ drains together to provide an antagonistic relationship thus making the risk when these two variables are together smaller than the risk of each variable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Natalia
"Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) kejadian leptospirosis sebagian besar terjadi
pada negara beriklim tropis dan subtropis yang mengalami curah hujan tinggi, hal ini
menjadikan leptospirosis endemis di Kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu dari 11 Provinsi endemis leptospirosis di
Indonesia yang menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selama 10 tahun
terakhir telah melaporkan angka leptospirosis dan angka CFR yang fluktuatif. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor perilaku pejamu dan lingkungan yang dapat
menyebabkan kejadian leptospirosis pada kasus suspek leptospirosis di Provinsi DKI
Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan menggunakkan
Data Surveilans Sentinel Leptospirosis 2017-2019 sebanyak 984 responden, meskipun
sampel yang digunakkan hanya sebesar 434. Analisis yang digunakkan pada penelitian
ini adalah analisis univariat dan bivariat yang menggunakkan uji statistik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi leptospirosis pada kasus suspek leptospirosis di
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017-2019 besesar 10,4%. Uji statistik yang memiliki
hubungan signifikan dengan kejadian leptospirosis antara lain adalah adanya luka terbuka
(PR = 5,287; 95% CI 1,854 – 15,076), tempat penampungan sampah (PR = 0,371 ; 95%
CI 0,195 – 0,706), dan keberadaan tikus (PR = 0,372 ; 95% CI 0,165 – 0,838). Kesimpulan
penelitian ini adalah terdapat hubungan antara adanya luka terbuka, tempat penampungan
sampah, dan keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis pada kasus suspek
leptospirosis di Provinsi DKI Jakarta menggunakkan Data Surveilans Sentinel
Leptospirosis 2017-2019

The World Health Organization (WHO) declared that most cases of leptospirosis occur
in tropical and subtropical countries that experience high rainfall. Thus makes
leptospirosis endemic in the Southeast Asian Region, including Indonesia. DKI Jakarta is
one of the 11 leptospirosis endemic provinces in Indonesia which according to the
Ministry of Health of the Republic of Indonesia for the last 10 years has reported
fluctuating leptospirosis rates and CFR rates. This study aims to determine the behavioral
factors of the host and the environment that can cause leptospirosis in suspected and
confirmated cases of leptospirosis in DKI Jakarta. This study used a cross-sectional study
design using the Leptospirosis's Sentinel Surveillance 2017-2019 with their 984
respondents, although the sample used was only 434. The analysis used in this study was
univariate and bivariate analysis using the chi square statistical test. The results showed
that the prevalence of leptospirosis in suspected and confirmated cases of leptospirosis in
DKI Jakarta Province in 2017-2019 was 10.4%. Statistical tests showed significant
relationship between the incidence of leptospirosis and some variables, namely the
presence of open wounds (PR = 5.287; 95% CI 1.854 – 15.076), trash containers (PR =
0.371 ; 95% CI 0.195 – 0.706), and the presence of rats (PR = 0.372 ; 95% CI 0.165 –
0.838). The conclusion of this study is that there is a relationship between the presence of
open wounds, trash containers, and the presence of rats with the incidence of leptospirosis
in suspected cases of leptospirosis in DKI Jakarta Province using Leptospirosis's Sentinel
Surveillance 2017-2019
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, R. Vensya
"Penyakit difteri sudah jarang di temukan di Indonesia. Sebagaimana terlihat dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 dan 1992 sebagai penyebab kesakitan dan kematian pada bayi/balita menduduki peringkat 5 (9,4 %) dan 6 (3,3 %) di Jawa - Bali serta tahun 1995 peringkat ke 7 (2,1 %), namun dalam kurun waktu Oktober tahun 2000 sampai dengan Juli tahun 2001 penyakit ini menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) pada beberapa Desa dan Kecamatan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Dari data-data yang ada bahwa program imunisasi DPT di tempat KLB terjadi, berjalan dengan lancar bahkan Desa tersebut sudah mencapai status Universal Child Immunization (UCI). Sejalan dengan kontradiksi tersebut penulis terdorong untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian difteri selain faktor imunisasi.
Dari beberapa faktor tersebut penulis memfokuskan pada faktor kepadatan serumah karena cara penularan penyakit ini adalah dengan kontak langsung, kontak tidak langsung melalui benda, tangan, makanan dan minuman yang terkontaminasi. Disamping cara penularannya faktor-faktor lain tersebut juga berkorelasi positif terhadap hubungan kepadatan serumah dengan kejadian difteri. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 186 orang dengan jumlah kasus 93 orang dan kontrol 93 orang.
Hasil dari penelitian ini didapat bahwa faktor kepadatan serumah berhubungan dengan kejadian difteri dan faktor yang berpengaruh terhadap hubungan tersebut adalah faktor kepadatan human kamar tidur, sumber pengeluaran, faktor pengeluaran keluarga, faktor status imunisasi dan faktor status gizi.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur untuk tetap mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi secara terus menerus khususnya DPTIDT dan merata di semua Desa khususnya yang padat penghuninya. Alga disarankan kepada Puskesmas ditempat yang penduduknya padat untuk mengaktifkan pemberian makanan tambahan melalui Posyandu, upaya perbaikan gizi keluarga di Kecamatan dan melalui program pemberian makanan tambahan di sekolah. Kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur disarankan untuk mengalokasikan dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk pembangunan perumahan khususnya penduduk yang padat penghuninya.
Daftar bacaan : 45 (1964 - 2041)

Relation between Crowded in House and Difteri on Outbreak Difteri in Cianjur District West Java year 2000 - 2001Difteri has been rarely found in Indonesia. As shown on the Survey result of household health (SKRT) in year 1986 and 1992, the disease are causes the death for baby and pre school, and having its ranks of 5`h (9,4 %) and 6`s (3,3 %) in Java - Bali also in the year of 1995 is the 7' ranks (2,1 %) out of Java - Bali. While in October 2000 until July 2001 there is created an out break affect in several Village and Sub District in Cianjur District West Java.
From the existing datas, program of DPTlDT Immunization in out break place had happened is good and that Villages have get Universal Child Immunization (UCI) status. According to this contradictif the writer motivated to take the research about risk factor to relation with difteri occurred that difteri beside the immunization factors. From several factors, here with the Writer focus on crowded in house due to this disease is contamination of direct contact, contamination of indirect contact trough the body, arms, food and drinks.
Besides the contamination, other factors are also correlation positive towards the crowded in house with difteri occurred. Total samples in these examination are 186 poeples with 93 person case group and 93 person control groups.
Result of this research founded that crowded in house factors related with the difteri disease and another risk factor affected to that relation is : crowded in bedroom, contamination facts, family expenses, immunization status and nutrition status.
Based on the result of this research, the writer suggested to the Govennent in Cianjur expected to alocated compensation load of oil and gas priority to do the Program Pengembangan Kecamatan (PPK) in the matter of houses construction especially in the crowded area. To Department of Health in Cianjur District to keep continiuosly the immunization of DPTIDT in all Villages which having a high population. Also suggested to Public Health Centre to increase service give meal supplement in Integreted Health Post (Posyandu) and by Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) programme at Sub District and by Pemberian Makanan Tambahan di Sekolah (PMTS) programme. It is also recommended to another researcher to investigate the relation crowded in house and difteri occurred by applying cohort design, it is expected that all information found in the research may help the stakeholders to implement the policies related to the recovery of difteri disease.
Bibliography 45 (1964 - 2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8383
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Tree Kencana
"Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi corynebacteritum diphteriae merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai negara maupun belahan dunia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 telah terjadi KLB difteri di 20 propinsi dan 95 kabupaten / kota di Indonesia, termasuk Propinsi Banten dan salah satunya adalah di Kabupaten Serang. Di kabupaten Serang Status imunisasi dan statu gizi masyarakat masih menjadi masalah kesehatan, Cakupan imunisasi yang masih rendah di beberapa Desa dalam kecamatan dan status gizi buruk masih ditemukan, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status imunisasi dan status gizi dengan kejadian difter! pada KLB di kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2017-2018. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dimana variabel penelitiannya adalah status imunisasi dan status gizi serta variabel kovariat yaitu lingkungan fisik tempat tinggal, pengetahuan dan riwayat bepergian. Berdasarkan hasil penelitian secara multivariat dengan menggunakan regresi logistik di dapatkan hasil bahwa status imunisasi mempunyai OR : 3,777 95% CI = 1.48 -9.60 P Value 0.005 sedangkan Status Gizi memiliki OR : 1,23 90% CI = 0.44 — 3,41 P Value 0,680 setelah dikontrol dengan Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Riwayat Bepergian, lingkungan fisik Rumah, pencahayaan alami, Kelembaban dan kepadatan Hunian.

Background: Diphtheria as a one of the most contagious diseases that can be prevented by immunization (VPD) is still a serious health problem because it often causes outbreak in various countries including Indonesia. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, during 2017 there have been diphtheria outbreaks in 20 provinces and 95 regency/cities including Serang Regency.This study aims to determine the relationship between immunization and nutritional status with the diphtheria outbreaks in Serang Regency of Banten Province in 2017-2018.
Methods: This study was an analytic study using case control design with 172 respondents consisting of 43 cases and 129 controls. Logistic regression analysis was performed to obtain an estimate of the relationship between immunization and nutritional status with diphtheria after controlled covariate variables.
Result: Proportion of immunization and good nutrition in the case is lower than in control. Immunization and nutrition in both cases were 51.2% and 76.7% while in controls were 77.5% and 81.4%. The association (OR) between immunization status and diphtheria was 3.78 (95% CI: 1.48-9.60) after controlling to age, room density and natural house lighting while the association (OR) between nutritional status and diphtheria was 1.23 (95% CI: 0.44-3.41) after controlling to age, knowledge, humidity, and immunization status.
Conclusions: The proportion of immunization in diphtheria cases is still low. Nonimmunization status are at risk for diphtheria 3.78 times. The Health Office is expected to conduct routine monitoring and evaluation of basic immunization programs, especially in areas with low coverage and provide information to the community about diphtheria, including factors such as immunization, nutrition, and the physical environment of the house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusli
"Penyakit difteri merupakan penyakit menular bersifat akut yang disebabkan bakteni (corynebacterium diphteriae). Kejadian difteri di Kabupaten Cianjur dilaporkan mulai tahun 1997-2000 bertumut-turut yaitu sebesar 0,32; 0,58; 0,52; 3,6 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2001 (sampai dengan bulan Juni) telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri semua kelompok umur sebanyak 141 kasus, dan meninggal 26 kasus atau afiack rate (AR) = 4,9% dan _ case fatality rate (CFR = 18,4%). Kelompok umur yang diteliti yaitu umur bawah 10 tahun sebanyak 109 kasus (77,3%) dengan AR = 8.9% dan CFR = 19,3%) KLB tersebut terjadi di Desa Padaluyu Puskesmas Cugenang, Desa Lembahsari Puskesmas Cikalongkulon, dan di Desa Bojongkasih Puskesmas Kadupandak, sedangkankan cakupan imunisasi difien di ketiga daerah KLB tersebut mencapai cakupan diatas target (80%). Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan penelitian mencan penyebab kejadian Juar biasa (KLB) tersebut.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan status imunisasi difteri dengan kejadian difteri pada KLB difteri tersebut. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah anak umur dibawah 10 tahun yang di diagnosis oleh petugas kesehatan sebagai kasus difteri yang tercatat pada register rawat jalan/rawat inap puskesmas atau rumah sakit. Jumlah kasus yang dapat diidentifikasi dan register tersebut sebanyak 84 orang. Kontrol adalah anak umur bawah 10 tahun bukan kasus difteri sebanyak 252 orang berasal dari desa KLB yang diambil secara acak untuk diikutsertakan dalam penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan ibu anak pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol menggunakan kuesioner untuk mengukur status imunisasi difteri, pengetahuan ibu, sikap ibu dan melakukan pengukuran status gizi anak, kepadatan hunian. Analisis data mulai dari analisis bivariat, analisis stratifikasi, dan analisis multivariat (regresi logistik ganda) dengan menggunakan alat bantu komputer program SPSS versi 10.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan status imunisasi difteri dengan kejadian difteri pada KLB difteri (p < 0,05) dengan nilai OR sebesar 2,74 (CI 95%; 1,47—5,12) setelah dikontrol oleh pengetahuan ibu. Variabel covariat pengetahuan ibu merupakan confounding terhadap hubungan status imunisasi difteri dengan kejadian difteri tersebut dengan nilai OR sebesar 2,72 (CI 95%; 1,55—4,76). Status gizi anak variabel berpengaruh terhadap kejadian difteri anak pada KLB difteri, secara statistik bermakna (p<0,05), Status gizi anak tersebut merupakan variabel independen terhadap kejadian difteri anak pada KLB difteri karena terbukti tidak terjadi interaksi dengan variabel utama (hasi) uji interaksi) begitu pula bukan merupakan faktor confounding (hasil uji confounding) dengan nilai OR sebesar 2,17 (95% CT, 1,26—3,75).
Saran-saran yang dianjurkan kepada Puskesmas Cugenang, Cikalongkulon, dan Kadupandak Kabupaten Cianjur yaitu agar masyarakat (bu) yang mempunyai bayi diberikan pelayanan imunisasi difteri secara lengkap tiga dosis, dan diberikan penyuluhan secara rutin melalui kelompok dasa wisma atau kelompok pengajian agar pengetahuannya meningkat antara lain tentang: manfaat imnunisasi difteri, tanda/gejala difteri, bahaya difteri, dan cara penularan difteri, Saran untuk masyarakat agar meningkatkan status gizi dengan cara mengkomsumsi makan bergizi atau menanam sediaan pangan sumber zat gizi pada pekarangan halaman rumah, sedangkan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur yaitu mempnioritaskan kepiatan termasuk pengganggaran di daerah KLB antara lain yaitu Program Imunisasi DPT, Program Perbaikan Gizi, Program Penyuluhan Kesehatan.

Diphthena is an acute communicable disease caused by bacteria (Corynebacterium diphteriac). The reported diphtheria. incidences (per 100,000 populations) in District of Cianjur, from 1997 to 2000, were 0.32, 0.58, 0.52, and 3.6. Up to June 2001, there was an outbreak of 141 diphtheria cases (aftack rate = 4.9%), Among all cases, 26 were died (case fafality rate = 18.4%). Among 141 cases, about 109 cases (77.3%) were children under 10 year olds that became our study population. The corresponding affack rate (AR) and cuse fatality rate (CFR) in our study population were 8.9% and 19.3%. The outbreak was occurred in Padaluyu village (served by Cugenang community health center), Lembahsari village (served by Cikalongkulon community health center} and Bojonpkasth village (served by Kadupandak community health center), wherein the immunization coverage in those 3 villages had surpassed the target proportion (1.¢. 80%). It was then thought to be necessary to invesligate what the reason of the outbreak was.
The objective of this case-control study was to know the relationship between anti-diphtheria immunization status and diphtheria occurrence, during an outbreak of diphtheria in that areas. Cases were under-10 children diagnosed by health providers as diphtheria cases recorded in community health center and hospital registries, Number of cases identified from those registries was 84. Controls were 252 under-10 children uninfected by diphtheria and sampled randomly from the villages of outbreak.
Data was collected by interviewing the mothers of cases and controls. Using questionnaires, the (anti-diphtheria) immunization status, mother’s knowledge and attitude, child nutritional status and house density were measured. The bivariate analysis, stratification analysis and multivariate analysis were all done using computer statistical package SPSS version 10.
The result showed that after adjustment of mother’s knowledge, there was a statistically significant association between immunization status and diphthena (OR=2.74; CI 95%: 1.47—5.!2; p < 0.05). Variable of mother’s knowledge was a confounder. Child nutritional status was also a risk factor associated significantly with child diphthena (p < 0.05). No interaction between variables was found in this study.
It is recommended that the Cugenang, Cikalongkulon, and Kadupandak community health centers should provide the complete 3 dose anti-diphtheria immunization service and conduct routine education program to the communities conceming benefit of immunization, diphtheria symptoms and signs, seriousness and the mode of transmission of the disease. The communities are also advised to increase their nutritional status through consuming healthy meal or planting food sources in their back yard. For Health District Office of Cianjur, it is supgested to pnontize quality improvement in DPT immunization program, nutrition improvement program, and health education program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T6405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mari Okatini
"Jakarta adalah salah satu kota terbesar di Indonesia dimana hampir setiap tahunnya dilanda banjir. Banjir yang terjadi tentunyan membawa dampak yang sangat merugikan bagi semua aspek kehidupan manusia yang salah satunya adalah timbulnya berbagai macam penyakit pasca banjir. Perubahan lingkungan akibat banjir akan mengakibatkan penyebaran leptospirosis (penyakit kencing tikus), hal ini diakibatkan karena urine hewan yang terinfeksi kuman leptospira akan terbawa oleh genangan air dan mencemari lingkungan rumah. Masalah leptospirosis yang terjadi di DKI Jakarta selalu terjadi pada wilayah yang sama yang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang buruk, perilaku yang buruk atau pengaruh karateristik individu. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan faktor lingkungan dan karakteristik individu terhadap kejadian leptospirosis di Jakarta tahun 2003-2005. Studi ini menggunakan rancangan Kasus Kontrol. Data pada penelitian ini berasal dari data sekunder yang diperoleh dari Bagian Program Pendidikan dan Latihan R.S.U.D. Tarakan Jakarta dan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang telah dikembangkan. Subyek berjumlah 190 orang, dimana responden yang positif leptospira sebagai kelompok kasus dan reponden yang negatif leptospira sebagai kontrol, dengan perbandingan 1:1. Pada analisis bivariabel terdapat hubungan bermakna antara faktor lingkungan: Keadaan dan penataan rumah (OR= 3.96), SPAL ( OR= 1,98), dan karakteristik individu: Tingkat Sosial Ekonomi (OR= 1,93), Pengetahuan (OR= 17,6) dan Pendidikan (OR= 2,41) berhubungan dengan kejadian leptospirosis di Jakarta pada tahun 2003-2005. Pada analisis multivariabel terdapat 4 (empat) faktor dominan yang mempengaruhi kejadian leptospirosis adalah pendidikan (OR=3.7), pengetahuan (OR=33.1), sarana air bersih (OR=4.5), dan komponen penataan rumah (OR=8.2).

The Impact of Environmental Factor and Individual Characteristic on Leptospirosis Outbrreak in Jakarta, 2003-2005. Jakarta is one of the largest Cities in Indonesia where almost every year get flooding. Of course, flooding brings very bad impact for all human life aspect, which one is the incidence of various post-flood diseases. Environment changes caused by flood will increase the spreading of leptospirosis (rat urine disease). This is happen because of animal urine infected by leptospira germs are carryout by water pond and contaminate house environment. Leptospirosis problem in DKI Jakarta was always occurred in same area caused by bad environment factors, bad behavior, or individual characteristic influence. The research objective was to find out the impact of environment factor and individual characteristic on leptospirosis cases in Jakarta year 2003-2005. The study designed was case control study. Data are base on secondary data from Training and Education Division of Tarakan District Hospital, Jakarta and also with developed questioner for data collection. Subject cases were 190 people, whereas positive leptospirosis as cases group and negative leptospirosis respondent as control group, with 1:1 comparison. There ware significant relationship between environmental condition: house condition and settlement (OR=3,96), SPAL (OR=1,98), and characteristic individual: social economy condition (OR=1,93), knowledge (OR=17,6), and education (OR= 2,41). Multi variable analysis conclude that there are four dominant factors that affect leptospirosis which are environmental factors such as water supply (OR=4.5), house component and settlement (OR=8.2), individual characteristic: such as education (OR=3.7), knowledge (OR=33.1) related with leptospirosis cases in Jakarta year 2003-2005."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marsiana Indah Kusumawati Pareira
"Virus hepatitis E (HEV- Hepatitis E Virus) adalah nama yang diberikan kepada virus atau kelompok serologis virus yang belum lama ini ditemukan dan telah terbukti sebagai penyebab kasus-kasus hepatitis Non-A Non-B yang penularannya melalui air (Water borne NANBH) dan telah dilaporkan sejak tahun 1987, penyakit ini sering menimbulkan kejadian luar biasa di wilayah dengan sanitasi yang amat buruk, pada penduduk dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan menyerang orang-orang berusia muda sampai usia menengah.
Infeksi hepatitis E Virus pertaMakali dilaporkan dari suatu wabah di India pada tahun 1955, sampai saat ini wabah serupa banyak terjadi di Asia, Afrika Utara, Timur Tengab, Eropah Timur, Amerika Serikat dan sebagian Rusia.
Di Indonesia untuk pertama kali dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis di Kabupaten Sintang propinsi Kalimantan Barat pada tahun 1987, kemudian pada tahun 1991 terjadi lagi KLB di kabupaten yang lama tetapi di desa yang lain.
Awal tahun 1998 (Januari), dilaporkan telah terjadi KLB hepatitis di beberapa tempat seperti di Bogor dan Jawa Timur . Di Bondowoso kasusnya cukup mencolok, sejak Januari sampai dengan April tahun 1998 dilaporkan jumlah kasus yang dilaporkan sebesar 723. Untuk memastikan telah terjadi KLB hepatitis di Kabupaten Bondowoso diperlukan suatu penelitian yang mendalam sehingga dapat diketahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya KLB hepatitis.
Penelitian ini ingin melihat gambaran epidemiologi pada waktu KLB hepatitis dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya sakit HEV seperti sumber air minum, kebiasaan minum air tidak dimasak, air untuk mencuci alat makan, tempat buang air besar, air untuk mandi, jenis kelamin dan umur.
Jenis desain penelitian ini adalah kasus kontrol, kasus adalah penderita dengan gejala klinis positif dengan IgG anti HEV positif sedangkan kontrol adalah tetangga terdekat yang tidak sakit dengan IgG anti HEV negatif. Besar sampel untuk kasus dan kontrol masingmasing 257. Populasi penelitian di desa Bendoarum, Pecalongan, Tegaljati dan Kerang. Data dikumpulkan oleh tim investigasi pada saat terjadinya KLB hepatitis. Kemudian diolah dan dianalisis menggunakan piranti lunak program EPI INFO versi 6.0 dan program STATA versi 3.1.
Dari gambaran epidemiologi terlihat bahwa telah terjadi KLB hepatitis dengan tipe hepatitis E virus (REV), sifat KLB tidak sama (CFR< 1%). Jumlah desa yang terkena 8 desa yaitu Bendoarum, Pecalongan, Tegaljati, Kerang, Sekarsarilor, Gununganyar, Lombok Wetan dan Jurang Sapi. AR tertinggi di desa Bendoarum (3,9%) dan Pecalongan (3,3%). AR tertinggi pada kelompok umur dewasa muda/usia produktif (63,2%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di desa penelitian mayoritas petani dengan tingkat pendidikan masih rendah (SD). Dari analisis bivariat terlihat gambaran tentang besarnya risiko dari beberapa faktor yang berhubungan bermakna dengan terjadinya HEV yaitu sumber air minum, kebiasaan minum air tidak dimasak, air untuk mencuci alat makan/dapur, tempat buang air besar, air untuk mandi dan umur. Sedangkan jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.
Hasil akhir penelitian menunjukkan faktor risiko yang paling dominan berhubungan erat dengan terjadinya sakit HEV adalah kebiasaan minum air tidak dimasak, tempat buang air besar, air untuk mencuci alat makanidapur, kelompok umur 5 -18 tahun dan kelompok umur 19-45 tahun. Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan program penyehatan air dan penyehatan lingkungan dalam upaya menurunkan angka kesakitan hepatitis E.

Risk Factors Related to the Hepatitis E Virus Outbreak in Bondowoso District, East Java Province, 1998Hepatitis E Virus (REV), was recently found in 1987 it had been reported that the virus may cause several cases of water-borne diseases, particularly it was known Non-A Non-B Hepatitis (NANBH). The disease is frequently result to NANBH outbreak, especially in any area with very poor sanitation, low social and economic status, teenagers and young adult group.
The first outbreak of HEV infection was reported in India in 1955, up to now the similar outbreak also occurs in Asia countries, North Africa, Middle East, East Europe, USA and some regions of Russian.
In Indonesia, the first outbreak was reported at Sintang District, West Kalimantan in 1987 and it was recognized as NANBH. In 1991 , in the similar district (at different village) was also reported the same outbreak and it was diagnosed as HEV infection.
Seven years later (January 1998), it was reported the similar outbreak at several areas in West Java (Bogor) and East Java province. Bondowoso District had extremely increased at 723 cases of hepatitis incidence from January to April 1998 and it was reported as the hepatitis outbreak. To assess and find out any risk-factors dealing with the hepatitis outbreak in Bondowoso, it is necessary to conduct a research in-depth on such a disease.
This research aims to obtain an epidemiological description on hepatitis outbreak and the factors associated with the occurrence of REV. Design study was a case-control, which the case was defined as a patient with positive clinical symptoms of IgG anti-REV positive, whereas the control was defined close-neighbour with IgG anti-HEV negative. Number of cases and controls are respectively 257 persons. The research was conducted at Bendoarum, Pecalongan, Tegaljati and Kerang villages where was considered as study areas due to the four village with highest incidence. The data collected has been done during the hepatitis outbreak.
The study shows that the HEY outbreak with moderate severance (CFR < 1 %) has already occurred in 8 villages, including Bendoarum, Pecalongan, Tegaljati, Kerang, Sekarsarilor, Gununganyar, Lombok Wetan and Jurang Sapi. The highest Attack Rate (AR) occurs at Bendoarum (3,9 %) and Pecalongan (3,3 %), particularly at young adult group/productive age (63,2 %).
It also shows that the most of community members at such villages are farmers with low education status (primary school). The bi-variant statistic analysis indicates the presence of significant correlation between the REV incidence and the magnitude of risk-factors influencing the incidence, such as potable water sources, the habit of drinking raw water, water supply for showering and washing household utensils, latrine and age factor. However, there is no significant correlation for gender factor.
As the result the study shows that the most dominant risk-factor of the HEV incidence is the habit of drinking raw water, latrine, water supply for washing kitchen/cooking utensils, and the age group of 5 - 18 years and 19-45 years. Eventually it is expected that the above results could be used as constructive inputs and consideration in determining water sanitation end environmental health policy, particularly in the efforts of decreasing the REV incidence."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>