Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berger, Jhon Lis
"Penelitian tentang Dampak Pembangunan Jalan Lintas Kalimantan merupakan studi kasus pada desa-desa ruas jalan antara Palangkaraya dan Kuala Kapuas ini, mengambil lokasi di Kabupaten Kapuas yang merupakan salah satu dari 5 (lima) Kabupaten dan 1 (satu) Kota pada Propinsi Kalimantan Tengah.
Pembangunan Jalan Lintas Kalimantan merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk lebih memperlancar arus barang dan jasa serta mempercepat mobilitas manusia keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah, serta mempercepat sasaran pembangunan lainnya, menghubungkan pusat-pusat produksi, pemasaran dan jalan yang mendorong sektor strategis lainnya seperti transmigrasi, pertanian, perkebunan, perindustrian, pertambangan dan sektor lainnya. Namun disadari juga setelah sekian lama pernbangunannya telah membawa dampak berupa perubahan sosial.
Pembangunan Prasarana Jalan Pada umumnya menimbulkan dampak berupa perubahan lingkungan. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana masyarakat pedesaan bereaksi terhadap perubahan lingkungan mereka. Terutama pada pola pemukiman penduduk desa, mobilitas yang terjadi di kalangan penduduk setempat, serta interaksi yang terjadi antara kelompok-kelompok masyarakat di pedesaan dengan masyarakat kota lainnya serta pola pemilikan dan pemanfaatan lahan penduduk desa pada ruas Jalan Lintas Kalimantan.
Penelitian ini mencoba mendiskripsikan bentuk perubahan yang terjadi terutama pada sikap dan perilaku masyarakat desa pada pola pemukiman penduduk, pola mobilitas penduduk, pola interaksi masyarakat desa dan kota, serta pemilikan dan pemanfaatan lahan penduduk, dimana ada motif dan rangsangan yang mendorong masyarakat desa untuk bereaksi dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan telah terjadi suatu hubungan timbal balik yang dinamis antara pembangunan jalan tersebut dan perubahan pada penduduk setempat dalam usaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di sekitar mereka.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dimana metode ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan mengadakan wawancara tidak terstruktur dan mendalam untuk memperoleh data-data mengenai perubahan yang terjadi sebagai dampak Pembangunan Jalan lintas Kalimantan terutama pada pola pemukiman, mobilitas penduduk, interaksi penduduk, dan pemilikan serta pemanfaatan lahan penduduk, sehingga diperoleh gambaran tentang Dampak Pembangunan Jalan lintas Kalimantan Terhadap Perubahan Perilaku Masyarakat di lokasi penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukan perubahan perilaku masyarakat desa pada pola pemukiman, mobilitas penduduk, interaksi penduduk, serta pemanfaatan dan pemilikan lahan ,merupakan perwujudan tindakan mayarakat desa yang didasarkan pada sikap yang dimiliki serta dirangsang oleh motif tertentu dan dipengaruhi oleh pembangunan Jalan Lintas Kalimantan yang memberikan kemudahan akses bagi penduduk dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini masyarakat desa melihat adanya selective (daya pilih/ pilihan) pada penggunaan transportasi darat yang mudah dan murah serta bentuk-bentuk perolehan akses bagi jalan lainnya yang merangsang masyarakat desa untuk menentukan pilihan yang berhubungan erat dengan motif-motif dan sikap-sikap masyarakat desa itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Pahlefi
"Harus kita akui bahwa paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan melalui peningkatan ekonomi telah memberikan berbagai kemajuan, namun dibalik keberhasilan itu pembangunan tersebut telah membawa berbagai dampak yang negatif. Momentum pembangunan dicapai dengan pengorbanan (at the expense of) deteriosasi ekologis, penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial dan dependensi.
Nampak dengan jelas bahwa pembangunan yang hanya berorientasi pada upaya mengejar pertumbuhan yang sering disebut dengan pembangunan konvensional dilakukan semata-mata untuk kepentingan manusia, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia tanpa memperhatikan masalah lingkungan. Dengan demikian pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang didalamnya memuat keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan faktor penting dalam menunjang lajunya pembangunan, diarahkan untuk mengatasi dampak negatif dari pola pembangunan dengan pendekatan pertumbuhan (pola konvensional).
Demikian halnya dengan pembangunan waduk PLTA Koto Panjang di Kabupaten Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatera Barat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan sumber energi listrik, tanpa disadari telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan masyarakat yang berada di sekitar waduk. Oleh karena itu masalah yang diteliti dalarn penulisan tesis ini adalah apa dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan waduk PLTA Koto Panjang terhadap kehidupan masyarakat di sekitar waduk khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian.
Penelitian ini didasarkan pada beberapa kasus yang terjadi di beberapa daerah, seperti di Kedung Ombo. Dimana di daerah tersebut telah dibangun waduk/bendungan yang akhirnya telah menimbulkan dampak terhadap masyarakat yang berada di sekitar waduk. Dampak yang ditimbulkan antara lain hilangnya mata pencaharian, hilangnya tempat tinggal, hilangnya fasilitas kesehatan dan pendidikan, terganggunya pola kekerabatan, perubahan sistem nilai dan perubahan budaya. Pembangunan waduk PLTA Koto Panjang diyakini juga telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar waduk khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian.
Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dampak pembangunan waduk PLTA Kota Panjang terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat khususnya dilihat dari perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar waduk dan juga mengkaji jenis-jenis mata pencaharian yang muncul setelah pembangunan waduk PLTA Koto Panjang serta mendeskripsikan/menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi akibat perubahan mata pencaharian sebagai dampak dari pembangunan waduk PLTA Kota Panjang.
Hasil penelitian menunjukkan pertama, telah terjadi perubahan jenis-jenis mata pencaharian masyarakat setelah pembangunan waduk PLTA Kota Panjang. Yang dulunya sebelum pembangunan waduk mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah petani karet, setelah pembangunan waduk mata pencaharian mereka terjadi perubahan, diantaranya adalah peternak ikan, tukang ojek, pedagang, tukang bangunan dan penjahit pakaian. Kedua, telah terjadi beberapa perubahan akibat perubahan mata pencaharian masyarakat, diantaranya adalah perubahan keterampilan, perubahan wawasan bisnis dan keterlibatan wanita, perubahan penghasilan dan pola konsumsi serta perubahan kebiasaan hidup.
Dengan demikian pembangunan waduk PLTA Koto Panjang telah menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, hal ini ditunjukkan dari perubahan jenis-jenis mata pencaharian dan perubahan-perubahan akibat perubahan mata pencaharian, diantaranya perubahan keterampilan, perubahan wawasan bisnis dan keterlibatan wanita, perubahan penghasilan dan pola konsumsi serta perubahan kebiasaan hidup.
Oleh karena itu diperlukan program dari pemerintah daerah untuk membantu masyarakat yang terkena dampak pembangunan waduk PLTA Koto Panjang. Program-program tersebut dapat berupa pemberian penyuluhan di bidang perikanan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan masyarakat, pemberian bantuan modal bagi pedagang yang kekurangan modal usaha, pemberian sembako bagi yang berpenghasilan rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesy Haryati
"Kota Depok dengan penduduk berjumlah 1335.734 jiwa, dan akan bertambah di kemudian hari, menuntut Pemerintah Kota Depok untuk meningkatkan sarana dan prasarana, khususnya perhubungan karena Kota Depok terdiri dari tiga pusat kegiatan yaitu sepanjang Jalan Raya Bogor, Jalan Raya Margonda dan Jalan Raya Cinere. Qleh karena itu Pemda Kota Depok mempunyai program untuk dapat melaksanakan proyek pembangunan jalan yang dapat menghubungkan tiga tempat pusat pertumbuhan utama ini.
Proyek pelaksanaan pembangunan Jalan Tahap I yaitu Pembangunan Jalan Ruas Cimanggis (Jl. Raya Bogor) -- Jl. Margonda Raya. Pembangunan ini menghabiskan dana Rp. 84.735.273.093,- yang bersumber dari APBN Rp. 44.886.568.181,- dan Pemerintah Daerah Rp. 39.848.704.912,-. Studi Amdal Pembangunan Jalan Margonda Raya - Cimanggis dan Bangunan Bawah Jembatan Kota Depok. Hal pokok yang adalah bahwa adanya Perubahan sosial terhadap penduduk di sekitar jalan tersebut.
Penelitian bertujuan untuk (1) Menjelaskan Perubahan Sosial yang terjadi pada masyarakat Rw. 03 Kelurahan Kemirimuka yang berada di sekitar jalan (2) Menghasilkan suatu konsep Pembangunan Sosial untuk masyarakat di sekitar jalan yang mengalami perubahan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Faktor yang menyebabkan Perubahan Sosial adalah Perubahan Lingkungan Fisik, Perubahan Penduduk, Kontak langsung, Struktur Sosial, Sikap dan Nilai-nilai dan kebutuhan yang dianggap perlu (2) Faktor Lingkungan Fisik yaitu Pembangunan Jalan dan Kontak langsung dengan Penduduk Pendatang berpengaruh dalam Perubahan Sosial Masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan di Rw. 03 Kelurahan Kemirimuka Kecamatan Beji. Jumlah Sampel ditentukan sebanyak 30 orang dari total populasi 205 KK (KK yang tinggal di Rw. 03) Teknik Penarikan sampel dilakukan dengan metode Acak sistematik. Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kuantitatif yang juga digabungkan dengan penjelsan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan deskriptif analisis.
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah: (1) Lingkungan Fisik (2) Perubahan penduduk (3) Kontak Langsung (4) Struktur Sosial (4) Sikap dan nilai-nilai (5) Kebutuhan yang dianggap perlu.
Hasil penelitian ini menunjukkan Adanya Jalan Ir. Juanda, menyebabkan masyarakat mengalami perubahan, Hasil Penelitian Probabilitas 0,00. Berarti ada berpengaruh terhadap dibangunnya jalan akses menuju Jalan Ir. Juanda karena untuk mempermudah akses menuju pusat kegiatan yang berada di Jalan Margonda Raya (perdagangan, pendidikan dan jasa) dan Jalan Raya Bogor (industri dan perdagangan). Adanya penduduk pendatang serta terjadi kontak langsung. Hasil Penelitian Probabilitas 0,000 - 0,001. berarti adanya pengaruh Kontak langsung terhadap perubahan, terutama dalam hubungan dengan masyarakat pendatang, cepatnya adaptasi yang berlangsung, hal ini didukung dengan berbaurnya tempat tinggal masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat dialek bahasa, kegiatan sukarela.
Untuk itu dilakukan upaya berikut: Peningkatan Pengembangan Lokal, Meningkatkan pendidikan publik yang layak dan berkualitas mampu menciptakan rasa kebersamaan dan kemandirian, Konservasi sumber daya dengan Penggunaan lahan campuran, Perencanaan strategi dibuat dengan partisipasi masyarakat, Menyusun Rencana Umum Pembangunan Sosial Budaya, Konsep Kota yang berkelanjutan, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebutuhan dan hak mereka berpartisipasi, Peningkatan pemberdayaan berbasis budaya lokal dan kemandirian masyarakat, Peningkatan Modal Sosial, Pemerintah Daerah harus mempunyai kajian yang mendalam tentang semua kegiatan yang akan dilaksanakan, menekankan makna pentingnya dimensi keagamaan dalam praktek perubahan sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Skera
"Pokok masalah yang dikaji dalam tesis ini adalah struktur sosial dan beberapa perubahan sosial pada masyarakat Wini yang bermukim di desa Humusu C, Perwakilan Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pertimbangan yang mendasari kajian ini ialah sebagai berikut.
Pertama, masyarakat Wini bukan penghuni asli daerah Wini dan sekitarnya. Mereka adalah pendatang dari Ambenu bekas wilayah jajahan Portugis yang terdesak ke Wini karena pergolakan di Ambenu. Asal usul dan latar belakang budayanya juga berbeda. Ada dua kelompok besar yaitu kelompok orang Timor Dawan yang bermukim di Ambenu dan kelompok orang "Kase Metan" atau orang asing berkulit hitam, selain itu ada sekelompok kecil pendatang dari pulau-pulau lain.
Kedua, deskripsi dan kajian tentang struktur sosial masyarakat Wini akan mengungkapkan bagaimana jaringan hubungan antar kelompok sosial yang heterogen tersebut. Kajian ini juga akan membahas norma-norma, nilai, adat kebiasaan, agama dan kepercayaan yang merupakan mekanisme kompleks yang mempertahankan struktur sosial yang ada.
Ketiga, walaupun masyarakat Wini mengaku sebagai petani tetapi hidupnya lebih tergantung dari pertukaran barang dan jasa, maka deskripsi struktur sosial akan dititik beratkan pada bahasan tentang beberapa jenis sumber pendapatan dan bagaimana peran serta status masing-masing dalam jaringan hubungan pertukaran barang dan jasa.
Keempat, diversifikasi mata pencaharian masyarakat sebagai salah satu fenomena perubahan sosial pada gilirannya menyebabkan terjadinya perkembangan ekonomi. Sejauhmana dampak perkembangan ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan, dan apakah ada perubahan di bidang tehnologi, pertanian dan ekologi, merupakan aspek penting yang mendasari kajian ini.
Dalam mendeskripsikan dan mengkaji masalah ini digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural fungsional dan perubahan sosial. Sedangkan metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif berupa penggambaran (desecription) untuk mendapat gambaran selengkap mungkin tentang jaringan hubungan sosial yang ada dan beberapa aspek yang terkait serta perubahan sosial yang dialami. Karena penelitian ini menyangkut juga masa lalu, maka pendekatan sejarah dan perbandingan juga digunakan. Sedangkan untuk mengumpulkan data dipakai metode wawancara dan pengamatan terlibat.
Kajian antropologis tentang struktur sosial masyarakat yang bermukim di daerah yang pernah dijajah oleh Portugis seperti Wini dan Naemuti, di Timor bagian Barat, belum banyak dilakukan. Dengan demikian tulisan ini dari segi teoritis merupakan karya ilmiah dasar dalam meneliti dan mengkaji lebih lanjut mengenai berbagai dimensi struktur sosial dan perubahan sosial orang Timor. Dari segi praktis, kajian ini bermanfaat untuk mengetahui latar belakang kehidupan sosial ekonomi orang Wini yang bermukim di tepi pantai, terutama untuk melihat sejauhmana masyarakat yang hidup di dua lingkungan alam yang potensial ini dapat memanfaatkan lingkungan tersebut secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.
Akhirnya dari hasil penelitian diketahui bahwa struktur sosial masyarakat Wini lebih bertumpu pada jaringan hubungan antar person dan antar kelompok yang terpelihara oleh pertukaran atau peredaran barang dan jasa, karena adanya beragam aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Demikian juga diketahui bahwa ada hubungan erat antara perubahan sosial dan perkembangan ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria I. Hidayatun
"ABSTRAK
Manusia sebagai mahluk hidup harus memenuhi berbagai kebutuhan pokok agar dapat melakukan segala kegiatan kehidupannya dengan baik, aman dan tenang, sehingga ia dapat menemukan dan merasakan suasana hidup yang seimbang. Kebutuhan pokok manusia tersebut yakni: tempat tinggal, makan dan minum serta kebutuhan-kebutuhan primer lainnya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dapat menunjang dan mendukung kegiatannya. Disamping itu ada kebutuhan-kebutuhan sekundair lainnya yang bersifat integratif, misalnya berkesenian, berkeadilan, bermoral, berprestasi dan lain sebagainya, sehingga ia dapat mempertahankan hidupnya lebih lama. Ini berarti pula bahwa manusia dapat mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya, karena dia dapat melakukan kegiatan-kegiatannya.
Filsuf Yunani Aristoteles (Bertens, 1992: 166) mengatakan bahwa manusia adalah noon politicon, yang dapat diartikan sebagai mahluk sosial yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya (hidup dalam polis). Dalam bergaul manusia menginginkan suasana yang aman, tenteram, nyaman dan bebas,sehingga ia dapat berkarya dan bekerja untuk mengabdikan dirinya bagi kepentingan sesamanya. Selanjutnya untuk dapat memenuhi kebutuhannya sebagai: mahluk sosial, dan mendukung kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang dapat mendukung kehidupannya. Oleh karena itu manusia bertindak secara adaptif terhadap lingkungan fisik dan sekaligus lingkungan sosialnya.
Lingkungan fisik di sini meliputi dan berarti sebagai lingkungan alam dan lingkungan buatan atau binaan. Lingkungan alam diartikan sebagai lingkungan yang ada disekitarnya yang bersifat alamiah. Sedangkan lingkungan buatan dapat diartikan sebagai lingkungan yang dibuat oleh manusia yakni sebagai papan atau tempat. Dengan papan atau tempat tersebut tentunya manusia dapat memenuhi kebutuhan di atas. Oleh karena itu kadang-kadang atau bahkan sering papan atau tempat oleh sebagian besar manusia diartikan sebagai bangunan atau lebih disempitkan lagi sebagai rumah tinggal.
Dengan demikian, rumah tinggal sebagai perwujudan budaya mempunyai arti serta makna tidak hanya merupakan tindakan adaptif terhadap lingkungan fisik, akan tetapi juga merupakan tindakan adaptif terhadap lingkungan secara sosial dan bahkan kultural. Sebagaimana yang tercermin dalam pernyataan Piddington (1950. dalam Suparlan, 1986:9) dan Maslow (Goble, 1987:69-93 dan Maslow, 1984) bahwa manusia untuk dapat melangsungkan kehidupannya dan untuk dapat hidup lebih baik lagi yaitu dapat mengaktualisasikan dirinya, maka harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya terlebih dahulu.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu: (i) kebutuhan primer, yang kemunculannya bersumber pada aspek-aspek biologi/organisme tubuh manusia; (ii) kebutuhan sosial atau kebutuhan sekunder, yang terwujud sebagai hasil akibat dari usaha-usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tergolong sebagai kebutuhan primer, yang harus dipenuhinya dengan cara melibatkan orang/sejumlah orang lain; (iii) kebutuhan integratif, yang munculnya dan terpencar dari hakekat manusia sebagai mahluk pemikir dan bermoral."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashudi
"Penelitian ini mengkaji tentang perubahan sosial akibat pembangunan perkebunan sawit di Desa Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat, yaitu bagaimana perubahan yang terjadi, dan bagaimana masyarakat merespon perubahan tersebut.
Kerangka konsep yang digunakan adalah pembangunan dan perubahan sosial. Pembangunan bukanlah istilah yang netral. Antara para perencana pembangunan dan masyarakat lokal mempunyai persepsi yang berbeda. Pada proses pembangunan perkebunan sawit, terdapat sebagian masyarakat yang mendukung, dan sebagian lainnya menolak program tersebut. Konsep perubahan sosial dalam penelitian ini mengacu pada konsep perubahan sosial menurut Soemardjan (1981) dan Cohen (1983). Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sosia!, pola tingkah laku antara kelompok dalam masyarakat, dan organisasi sosial masyarakat. Penyebab terjadinya perubahan sosial adalah adanya kontak antara masyarakat lokal dengan pihak luar yang memperkenalkan sesuatu yang baru, yang mana terdapat proses dinamis dari perubahan tersebut.
Indikator yang digunakan untuk melihat perubahan sosial dalam penelitian ini adalah: pertama, mata pencaharian hidup masyarakat, yaitu perubahan sistem mata pencaharian hidup masyarakat dari pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan ketersediaan surnberdaya alam, menjadi buruh di perusahaan perkebunan sawit. Kedua, pengusaan lahan, yaitu perubahan dari pola penguasaan lahan komunal merijadi individual dan komersial. Ketiga, kepemimpinan lokal dan organisasi sosial, yaitu perubahan dari dari kepemimpinan kepala desa yang mewakili pemerintahan pusat menjadi kepemimpinan yang berperan ganda, yaitu mewakili pemerintahan pusat, dan mewakili masyarakat ketika berhubungan dengan perusahan perkebunan sawit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 21478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat lain di Indonesia, pemahaman mengenai aspek sosial dan budaya masyarakat Timor-Timur dapat dikatakan masih belum memadai karena keterbatasan data etnografis yang tersedia hingga sekarang. Ditinjau dari perspektif disiplin ilmu antropologi, masyarakat Timor Timur terdiri dari sejumlah kelompok etnik yang berarti pula memiliki keragaman kebudayaan. Penelitian-penelitian antropologis maupun kajian-kajian mendalam mengenai keanekaragaman kebudayaan masyarakat Timor Timur, dalam kenyataannya belum banyak dilakukan oleh para ahli ilmu sosial khususnya ahli antropologi Indonesia sejak proses integrasi tahun 1976. Masyarakat dan kebudayaan orang Dawan adalah salah satu diantaranya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami secara mendalam kebudayaan orang Kemak yang menjadi salah satu segmen masyarakat Timor Timur. Pemahaman tersebut dilakukan melalui proses identifikasi aspek sosial dan budaya kelompok etnik tersebut, dalam bentuk sejumlah data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian antropologis. Deskripsi etnografis ini mencakup sistem mata pencaharian/kehidupan ekonomi, organisasi sosial, sistem kekerabatan, kependudukan dan sistem sosial serta sistem religi. Data etnografis akan dijadikan data dasar untuk merumuskan strategi intervensi bagi program-program pembangunan, dalam hasil penelitian Tahap II.
Data kualitatif yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini bersumber dari sejumlah informan dan informan kunci (key informant), yang terdiri dari tokoh masyarakat/ tokoh adat / tokoh keagamaan, para warga masyarakat, maupun mereka yang dikategorikan sebagai pemimpin formal yaitu aparat Pemda setempat serta aparat Pemerintah lainnya yang berdinas dalam Kabupaten Ambeno. Selain itu data etnografis juga diperoleh berdasarkan hasil observasi selama kegiatan penelitian berlangsung, balk yang terlibat (participation observation) maupun tak terlibat atau pengamatan sambil lalu dalam berbagai aspek kehidupan.
Timor-Timur merupakan suatu wilayah dengan luas kurang lebih 14.609 KM2 yang terdiri atas berbagai macam kelompok etnis, dengan berbagai budaya dan bahasa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga kadang kadang mereka tidak saling memahami antara satu suku dengan suku lainnya. Oleh karena itu Timor-Timur terdapat 16 bahasa bagi penutur monolingual dan masing-masing bahasa merupakan jenis bahasa yang saling tidak terpahami (mutually unintelligible). Karena keenambelas bahasa itu merupakan rumpun bahasa daerah yang masih memiliki dialek dan subdialek, Dialek yang keseluruhannya berjumlah 36 bahasa. Jumlah bahasa dalam, hal ini kurang lebih sama banyaknya dengan jumlah kelompok etnis. Keanekaragaman tersebut merupakan ciri sosial dan budaya serta heterogenitas etnis di Timor-Timur.
Dalam kenyataannya, perbedaan sejarah bahasa, kelompok etnis dan budaya seperti di atas, menunjukkan bahwa terdapat kelompok etnis, bahasa dan budaya suku bangsa tertentu di Timor-Timur hampir punah. Sedangkan suku bangsa lainnya terus berkembang dengan pesat. Hal ini antara lain, ditentukan oleh perkembangan masyarakat pemakai dan/ pemilik bahasa, etnis dan budaya. Adanya migrasi masuk maupun migrasi keluar sangat besar pengaruhnya, maupun kurang adanya perhatian terhadap kelompok etnis.
Setiap golongan sosial di Timor-Timur yang menggunakan bahasa yang sama dapat dikatakan sebagai satu suku bangsa. Penggunaan bahasa yang sama ini merupakan salah satu aspek pembeda budaya di Timor-Timur. Kesamaan ini terwujud berdasarkan kesamaan simbol-simbol, kosakata, aturan-aturan, cara melakukan suatu serimoni ritual dan sebagainya yang digunakan bersama-sama oleh anggota masyarakat. Suku bangsa Kemak tersebar di wilayah Kabupaten Ermera, Kabupaten Ainaro, Kabupaten Bobonaro dan Kabupaten Suai itu sendiri. Selain itu suku bangsa Kemak terdapat pula di Kabupaten Belu NTT (Atambua).
Walaupun wilayah persebaran kelompok etnis budaya dan bahasa Kemak tersebar di lima kabupaten (NTT dan Timor-Timur seperti di atas, tetapi terdapat keunikan antara sub-sub kelompok etnisnya, seperti Kemak Leosibe (Maliana), Kemak Cailaco (di Kec. Cailaco secara keseluruhan), Kemak Balobo (di Balibo), Kemak Atabai (di Atabai), Kemak Atsabe, Obulo (di Atsabe - Ermera), Kemak Marobo (di Bobonaro), Kemak Hauba (di Bobonaro), Kemak Uskai, Daru (di Ainaro) dan Kemak Mape Zumalain (di Zumalain - Suai Kovalima). Walaupun secara umum, kebudayaan Kemak adalah sama, tetapi masing-masing sub kelompok etnik ini mempunyai keunikan tersendiri. Kenyataan sosial dan budaya seperti tersebut di atas dapat dijadikan acuan untuk menyusun rencana maupun tahapan-tahapan pelaksanaan program pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan strategi intervensi program-program pembangunan itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Choesnah Idarti
"Kota dan masalah perkotaan merupakan obyek penelitian yang dinamis. Ini disebabkan masalah-masalah perkotaan dan pemecahan-pemecahan yang diajukan sebagai jawabannya akan terus berubah dan berkembang. Mengingat kota-kota adalah tempat-tempat dengan sekumpulan orang yang tinggal di dalamnya tidak seragam, maka masalah yang timbul di satu kota tidak akan sama pemecahannya dengan.pemecahan masalah yang serupa di kota yang lain.
Beberapa pusat kota di sekitar Jakarta saat ini mengalami perkembangan fisik dan sosial yang berlangsung dengan cepat. Perubahan ini merupakan akibat timbulnya masalah-masalah perkotaan yang semakin beragam. Penelitian ini tidak akan membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut, namun mengenai dampak yang timbul akibat perubahan fisik kota terhadap pola ruang sosial kota. Sebagai batasan masalah, penulis mengamati fenomena koridor sirkulasi kota yang terjadi akibat perubahan infrastruktur, yaitu jalan melalui tinjauan ruang kota.
Obyek pengamatan berada di Kotamadya Depok yaitu koridor jalan Margonda Raya. Alasan pemilihan lokasi berdasarkan konteks lingkungan yang potensial. Kotamadya Depok adalah wilayah penyangga Jakarta yang masyarakatnya merupakan komunitas yang unik, yaitu penduduk asal dan penduduk pendatang. Penduduk asal memiliki karakter unik akibat kebudayaan yang terbentuk melalui proses yang panjang2, sedangkan penduduk pendatang hadir karena daya tarik Depok sebagai kota tempat tinggal cukup besar. Selain itu, hadirnya institusi pendidikan tinggi turut memberikan karakter tersendiri pada kotamadya Depok. Jalan Margonda Raya dipilih berdasarkan posisinya yaitu koridor penerima arus mobilitas dari ibu kota negara, Jakarta. Karena itu, pola ruang sosial pada koridor jalan Margonda Raya signifikan karena akibat posisinya sebagai gerbang mobilitas penduduk yang bertinggal di Kotamadya Depok."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
LP 1999 36
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Nurbaeti Amien
"Kebijakan pembangunan perumahan di Kota dan Kabupaten Bandung ditetapkan untuk memenuhi laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan PAD. Namun kebijakan yang dicanangkan Iebih ditekankan pada upaya pengadaan atau pasokan rumah (housing supply) dan kurang disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan tuntutan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan sosial dan kultural (socio-cultural demand) yang mengandung aspek kualitas lingkungan yang manusiawi baik bagi pengguna maupun bagi masyarakat di sekitarnya.
Berbagai permasalahan sosial yang terjadi pada kegiatan pembangunan perumahan adalah : a) terjadinya proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis masyarakat petani karena beralih ke sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan, b) terjadinya segregasi permukiman, yaitu komunitas lokal dan penghuni perumahan terpisah (segregated) oleh pagar pembatas yang dikonsepkan para pengembang dan perilaku eksklusif penghuni perumahan c) terjadinya perubahan nilai dan norma masyarakat yang disebabkan oleh berbagai kegiatan wisata yang ditawarkan para pengembang untuk menarik konsumen dalam management estate-nya.
Atas dasar kondisi di atas, maka penelitian ini bertujuan: a) mendeskripsikan sampai sejauh mana kegiatan pembangunan perumahan dan wisata berpotensi menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang bertempat tinggal disekitamya, b) mendeskripsikan dan menguji keeratan hubungan antara variabel-variabel sosial ekonomi dan sosial budaya yang dijadikan indikator dampak sosial dalam penelitian ini, dan c) menyusun rekomendasi pengelolaan Iingkungan sosial yang efektif rneminimalkan dampak negatif dari kegiatan perumahan dan wisata di desa Cihideung.
Metode studi yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode deskriptif dan eksplanatori atau verifikatif. Janis penelitian yang digunakan adalah korelasional untuk melihat keeratan hubungan antara variabel-variahel kegiatan pembangunan perumahan dan wisata dengan variabel-variabel sosial ekonomi dan budaya. Berdasarkan hasil pengujian normalitas data, diperoleh hasil data penelitian tidak berdistribusi normal, sehingga data dianalisa dengan metode statistik nonparametrik yaitu Korelasi Rank Spearman.
Hasil analisis dampak pembangunan perumahan dan wisata terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat desa Cihideung menunjukan : a) Kegiatan pembangunan perumahan dan wisata tidak terintegrasi dengan kondisi social kultural masyarakat, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial balk primer maupun sekunder. Darnpak primer adalah terbatasnya lahan pertanian, pagar pembatas yang terlalu tinggi dan keragaman aktifitas wisata yang negatif. Terbatasnya lahan menimbulkan dampak lanjutan terhadap sumber air penduduk dan peluang kerja dan usaha. Keberadaan pagar pembatas telah menimbulkan dampak lanjutan berupa terspasialnya wilayah permukiman penduduk menjadi wilayah yang memiliki status ekonomi tinggi dan status ekonomi rendah. Aktifitas wisata telah menimbulkan dampak terhadap nilai, norma dan gangguan keamanan b) Analisis korelasi menunjukan perubahan pemilikan lahan tidak memiliki hubungan langsung dengan tingkat mobilitas mata pencahaarian tetapi memiliki hubungan positif dengan perubahan tingkat pendapatan, disatu sisi tingkat perubahan pendapatan memiiiki hubungan dengan tingkat mobilitas mata pencahariaan. Keragaman aktifitas perumahan memiliki hubungan dengan tingkat penilaian masyarakat terhadap aktifitas perumahan.
Kegiatan pembangunan perumahan yang tidak terintegrasi merupakan dimensi kekuasaan distributif yang dijalankan pare pengembang karena lemahnya kontrol Pemda Kabupaten Bandung terhadap kegiatan perumahan dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan. Dibutuhkan strategi pembangunan perumahan dan wisata yang berbasis pada terbatasnya sumber daya alam dan budaya lokal secara berkelanjutan yang dijalankan secara kolektif oleh stakeholders. Model yang disarankan adalah pembentukan Forum Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Desa Cihideung oleh stakeholders guna membahas berbagal persoalan seputar pembangunan perumahan dan wisata dan pengelolaan dampak negatifnya.
Kegiatan pembangunan yang tidak terintegrasi membutuhkan penanganan di tingkat kebijakan. Forum menyusun Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial Bidang Perumahan dan Wisata yang lebih lanjut dibahas bersama-sama DPRD dalam penyusunan Peraturan Daerah Pembangunan Perumahan dan Wisata.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Wibowo
"ABSTRAK
Studi ini merupakan studi tentang kondisi dan situasi di pedesaan Cina yang berubah
total sejak Mao bersama dengan PKC mengambil alih kekuasaan di Cina pada tahun
1949. Namun sebenarnya perubahan sudah terjadi jauh sebelum tahun 1949, yaitu ketika
PKC mulai berdiri pada tahun 1921 dan sejak saat itu konsep-konsep pembangunan
masyarakat sosialis mulai diperkenalkan dan dipraktekkan. Selama sepuluh tahun sejak
tahun 1949 hingga tahun 1959, perubahan tidak hanya terjadi pada tataran sistem politik
dan pemerintahan, namun yang lebih penting lagi adalah perubahan pada sistem sosial
yaitu dengan berubahnya institusi-institusi sosial serta perubahan struktur sosial dan
peran sosial dengan berubahnya mekanisme dalam masyarakat.

Dalam studi ini, untuk menggambarkan terjadinya perubahan sosial sebagai dampak
dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh PKC dimana kebijakan tersebut berakar
dari pikiran-pikiran Mao, digunakan teori sosial Talcott Parsons. Teori sosial Parsons
dalam bukunya The Social System (1951) pada intinya menyebutkan bahwa sistem sosial
sangat bergantung pada sistem budaya. Jika sistem budaya berubah, maka perubahan juga
akan terjadi pada sistem sosial. Perubahan sistem sosial baru akan terjadi jika terjadi
perubahan dalam sistem budaya. Dalam konteks ini maka yang terjadi di pedesaan Cina
pada kurun waktu tersebut adalah sebuah perubahan sosial yang mengikuti perubahan
budaya setelah masuknya paham Mantisme-Leninisme yang menggantikan sistem
budaya Konfusianis. Proses perubahan itu sendiri akan dijelaskan dengan menggunakan
beberapa teori antara lain adalah teori modernisasi dari David Apter, Giddens yang
menekankan aspek kehidupan sosial sebagai suatu episode yang berarti memiliki awal
dan akhir yang dapat dikenali serta Piotr Sztompka dengan Fungsionalisme
Strukturalnya, sementara untuk menjelaskan bentuk-bentuk aksi yang terjadi digunakan
teori Collective Actionnya Charles Tilly.

Ada beberapa tahap terjadinya perubahan sosial di pedesaan Cina dalam kurun waktu
antara tahun 1949 sampai tahun 1959. Mao memulai rekayasa sosialnya dengan
mengadakan Gerakan Land Reform pada tahun 1950, Ialu Kolektivisasi serta mencapai
puncaknya pada pembentukan Komune Rakyat pada tahun 1958. Dalam periode inilah
terjadi perubahan sosial yang begitu besar. Masyarakat Cina tradisional yang dengan teori
Apter (1967) dapat di lihat sebagai masyarakat yang memiliki tiga tipe sfratifikasi yaitu
menyangkut kasta, kelas dan status, melalui organisasi Komune Rakyat telah menjadi
sebuah rnasyarakat yang harus hidup bersama secara komunal dalam struktur dan fungsi
yang baru."
2006
D651
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>