Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bandjarnahor, South Mardongan
"Industri pertambangan batubara yang melakukan kegiatan pengolahan dan pencucian batubara cenderung menggunakan rawa sebagai tempat pembuangan limbah batubara yang berasal dari proses pencuciannya. Walaupun di dalam dokumen AMDAL diharuskan melakukan pengelolaan limbah dengan membuat kolam pengendap secara berseri sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan pengendapannya dilakukan secara periodik.
Batubara hasil penambangan (Run of Mine) dari tambang sebelum dipasarkan terlebih dahulu diproses di Instalasi Pengolahan dan Pencucian. Di Instalasi dilakukan proses pengecilan ukuran (antara 0,125 mm s.d. 50 mm) dan selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan air supaya partikel pengotornya lepas dari batubara. Partikel-pertikel halus tersebut terdiri dari batubara berukuran < 0,125 mm, batuan lempung, batuan lanau, batuan pasiran dan batuan lainnya yang disebut limbah batubara, dibuang ke Rawa Beloro yang berada di sekitar lnstalasi Pengolahan dan Pencucian.
Tujuan penelitian ini adalah a) Mengetahui parameter kualitas air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam Rawa Beloro; b) Mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi di Rawa Beloro akibat pembuangan limbah batubara; c) Mengetahui penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem perairan Rawa Beloro; d) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap struktur komunitas pada perairan Rawa Beloro; e) Mengetahui pengaruh limbah batubara terhadap degradasilsuksesi rawa. Penelitian secara ilmiah untuk mengetahui hal.tersebut di atas belum pernah dilakukan, untuk itu perlu dilakukan penelitian. Setelah diketahuinya pengaruh pembuangan limbah batubara ke dalam rawa maka basil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan peraturan atau kebijakan pemerintah di bidang industri pertambangan batubara.
Penekananan pada hipotesis ini bahwa limbah batubara akan mempengaruhi beberapa aspek: a) Parameter fisika (kecerahan, suhu, kecerahan dan padatan tersuspensi) dan kimia (Fe dan pH) dapat menurunkan kualitas perairan akibat pembuangan limbah batubara; b) Rawa Beloro dikategorikan tercemar jika parameter fisika dan kimia perairan melebihi standar Indeks Mutu Kualitas Air (U. S. STORET EPA); c) Dalam penentuan kualitas perairan beberapa parameter fisika dan kimia penyebab utama dapat berkorelasi negatif dengan parameter pendukung lainnya; d) Pembuangan limbah batubara memberi darnpak pada kualitas biota perairan; e) Pembuangan limbah batubara secara terns menerus dapat mengakibatkan suksesi rawa menjadi darat.
Penelitian dilakukan secara survey lapangan dan pengambilan sampel dari Rawa Beloro yang merupakan rawa yang terganggu lingkungannya akibat pembuangan limbah batubara (10 titik stasiun) dan perairan Rawa Ngandang sebagai rawa yang tidak terganggu akibat pembuangan limbah batubara yang merupakan mewakili rona awal (6 titik stasiun).
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengambilan sampel dari lapangan yang kemudian dianalisis di laboratorium: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Samarinda (analisis kualitas air), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sedimea) dan Laboratorium 1PB Bogor (plankton dan benthos). Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, perusahaan, Pemda setempat, dsb. Untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan Rawa Beloro dan Rawa Ngandang mengacu pada Indek Mutu Kualitas Air menurut U. S. STORET-EPA dan PP No. 82 Tabun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air . Untuk mengetahui parameter utama dari kualitas perairan yang mengganggu ekosistem Rawa Beloro dengan cara Analisis Komponen Utama (PCA) serta untuk mengetahui kelompok dari masing-masing stasiun yang mempunyai karakteristik sama atau mendekati digunakan cara Uji Koresponden Analisis. Parameter air yang dianalisis adalah kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi (TSS), suhu, pH, oksigen terlarut (DO), CO2 terlarut, bahan organik (BOD dan COD), nutrient (NO2, N03 , NH3 dan P04), sulfat (S042-), besi (Fe) dan logam berat (Cd dan Zn).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa a) Parameter air yang tercemar akibat pembuangan limbah batubara ke dalam rawa yaitu kecerahan, suhu, kekeruhan, Fe, padatan tersuspensi (TSS) dan derajat keasaman (pH). b) Kualitas air Rawa Beloro sangat buruk dengan skor -45 c) Penyebab utama degradasi Rawa Beloro adalah TSS, kadar Fe, kekeruhan dan pH.yang berkorelasi negatif dengan suhu dan kecerahan. d) Kegiatan pembuangan limbah batubara mengakibatkan kualitas biota perairan (fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos) sangat rendah. e) Rawa Beloro akan berubah menjadi daratan dalam waktu 15 tahun lagi (2016) akibat dibuangnya limbah batubara sebanyak 140,000 ton/tahun dengan laju sedimentasi 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/tahun.
Dalam rangka mempertahankan fungsi Rawa Beloro (Rawa R1 dan Rawa R2) sebagai rawa disarankan agar Rawa Belor (R2) direhabilitasi dan ditingkatkan fungsinya sebagai indikator kualitas air limbah batubara dengan cara limbah batubara yang mengendap di Rawa Rl supaya dikeruk dan diiimbun ke bekas tambang. Selanjutnya air yang keluar dari Rawa Rl ke Rawa R2 terlebih dahulu diolah sebingga parameter kualitas air yang masuk ke Rawa R2 memenuhi kualitas air untuk perikanan sesuai dengan Baku Mutu Limbah kelas EI dari (PP No. 82 Tahun 2001). Pada rawa R2 dapat ditanami tanaman air dan di budidayakan ikan rawa. Limbah batubara yang terdiri dari batubara halus dan material yang terendap di Rawa Beloro (R1) supaya dikeruk secara berkala dan dtimbun ke bekas tambang serta batubaranya dimanfaatkan sebagai bahan briket karena jumlah batubara yang dibuang ke Rawa Beloro setiap tahunnya sebanyak 70.000 ton.

Coal mining industries which include processing and washing activities tend to use swamp as place for dumping waste in the process. Although in EIA document the project is obligated to perform management of waste by making a series of precipitation pond with certain capacity and its dredging conducted periodically.
Coal product of mining (Run of Mine Coal) prior to be marketed should be processed first in the processing and washing plant. In washing plant performed granulation (between 0,125 mm to 50 mm) and then will be processed in the washing plant by using water in order that dirt particles detached from the coal sized < 0,125 mm, clay, silt stone, sand stone and other kind of rock called waste, dumping to Rawa Beloro which is located surround of washing plant.
The purposes of this research are (a) to measure water quality parameter which is polluted caused by dumping waste at Rawa Beloro; (b) to measure pollution grade at Rawa Beloro caused by dumping waste; (c) to determine what is the main factor for ecosystem degradation at Rawa Beloro; (d) to determine what is the impact of dumping waste disposal on communities structure at Rawa Beloro; (e) to determine what is the impact of dumping waste on degradation of swamp. Scientific research of the above items has never been conducted yet, therefore it is necessary to be performed. By knowing the impact of dumping waste disposal into the swamp as key point of this research and so far could be used as regulation making material or government policies in coal mining industry.
The stressing of this hypothesis that dumping waste will impact some aspects as follows: (a) A physic parameters (transparent, temperature, turbidity and total suspension solid) and chemistry parameters (Fe and pH) can decrease water quality caused by dumping waste disposal; (b) swamp quality of Rawa Beloro could be categorized polluted when physics and chemist parameters on swamp is higher than Water Quality Index based on U. S. STORET EPA; (c) in determining water quality some physics and chemistry parameter as the main factor can also correlated into negative impact with its support parameter; (d) dumping waste can also impact the quality of swamp biota; (e) sustainable of dumping waste will cause swamp succession become land. Research is conducted by field surveying and sampling from Rawa Beloro where its environment disturbed by dumping waste (10 station coordinates) and Rawa Ngandang as the undisturbed swamp which represent initial color (6 station coordinates).
The data from this research included primary and secondary data. Primary data obtained from field sampling which then analyzed in the Laboratory of Industry research and development Bureau of Samarinda (water quality analysis), PT. Geoservices (Ltd) Bandung (sediment) and Laboratory of IPB Bogor (plankton and benthos). Secondary data obtained from library study, company, local government, etc. To determine the grade of swamp polluted at Rawa Beloro and Rawa Ngandang, applied on Water Quality Index by U. S. STORET EPA and Government Regulation No. 8212001 concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. To determine dominant parameter of swamp quality which is impact the ecosystem of Rawa Beloro is by done Principal Component Analysis (PCA) and so far to know group of each station which has the same characteristic or approximately is done by using Correspondent Assessment Analysis. Water parameters which is to be analyzed are the transparent and turbidity, suspension solid (TSS), temperature, pH, diluted oxygen (DO), diluted CO2, organic material (BOD and COD), nutrient (NO2, NO3, NH3, and PO4), sulfate (SO42'), iron (Fe) and heavy metal (Cd and Zn).
Based on this research conclusion that: (a) polluted water parameters caused by dumping waste into swamp as follows: temperature, transparent, turbidity, total suspension solid (TSS), Fe and pH; (b) the water quality at Rawa Beloro is very polluted and the score is -45; (c) the main factor of Rawa Beloro' degradation are total suspended solid (TSS), Fe, turbidity negative correlation to temperature and transparent; (d) dumping waste disposal activity causes the quality of swamp biota (phytoplankton, zooplankton and makrozoobenthos) is very low; (e) the swamp of Rawa Beloro will change to be land within 14 years causing by dumping waste of capacity 140.000 ton annually with the grade of sediment 4,6 x 10‾4 m3/m2/hari atau 0,1656 m3/m2/year.
In order to maintain the function of Rawa Beloro (Swamp R1 and Swamp R2) as swamp it is suggested that Rawa Beloro (R2) should be rehabilitated and increased its function as waste water quality indicator by dredging the waste in Swamp R1 and piled to the ex-mined area. And then the outlet of Swamp (R1) to Swamp (R2) firstly processed so that water quality parameter incoming to swamp (R2) (inlet), meet water quality to fishery in accordance with Standard III class of Government Regulation No. 821200I concerning Water Quality Management and Water Pollution Control. In Swamp R2 could be planted with water plant and bred swamp fish. The waste contains of fine coal and material precipitated in Rawa Seloro (R1) should be dredged periodically, dumping into ex-mined area and fine coal of approximately 70.000 ton per year can be used as coal briquette material.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanna Evasari
"ABSTRAK
PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk. menerapkan sistem lahan basah buatan untuk
mengolah limbah cair yang dihasilkannya, akan tetapi belum adanya evaluasi
lebih lanjut mengenai kinerja sistem dalam mereduksi pencemar serta penelitian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mendesain lahan basah
sehingga penelitian ini dilakukan. Penelitian dilaksanakan dengan menganalisis
karakteristik influen dan efluen pada KPL Stockpile I, KPL Tupak, dan Wetland
MTBU, mengevaluasi serta memvalidasi kinerja lahan basah buatan berdasarkan
kajian teori, dan mengoptimalkan desain lahan basah buatan. Hasil penelitan
menunjukkan pada KPL Stockpile I reduksi TSS, Fe, dan Mn masing-masing
mencapai 70%; 62%; dan 96%. Pada KPL Tupak reduksi TSS, Fe, dan Mn
masing-masing mencapai 56%; 99%; dan 60%. Pada Wetland MTBU reduksi
TSS, Fe, dan Mn masing-masing mencapai 67%; 83%; dan 36%. KPL Stockpile I,
KPL Tupak, dan Wetland MTBU tidak memenuhi kriteria lahan basah buatan
baik dari segi kedalaman, laju pembebanan hidrolik, maupun waktu tinggal. Akan
tetapi hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang baik dari ketiga sistem lahan
basah, karena mikroorganisme yang terdapat dalam tanah humus dan pupuk
bokashi serta pemilihan jenis tanaman memegang peranan penting dalam sistem
lahan basah buatan. Hal lainnya adalah kesesuaian beban yang diterima sistem
lahan basah buatan. Usulan desain menggunakan tanaman Vetiveria zizaniodes,
Salvinia molesta, Eichornia crassipes, Typha latifolia, dan Nymphaea sp.
digunakan di KPL Stockpile I dengan efektivitas sistem dalam mereduksi TS, Fe,
dan Mn masing-masing dapat mencapai 98%, 81%, dan 97%.

ABSTRACT
PT Bukit Asam (PERSERO) Tbk. has applied constructed Wetland system for
treating wastewater produced, however, the absence of further evaluation of the
performance of the system in reducing pollution as well as research on the factors
that influence the design of Wetlands that research was conducted. The research
was conducted by analyzing the characteristics of the influent and effluent at KPL
Stockpile I, KPL Tupak, and Wetland MTBU, evaluating and validating the
performance of constructed Wetlands based on the study of theory, and
optimizing the design of constructed Wetlands. Results showed TSS, Fe, and Mn
reduction in KPL Stokcpile I respectively reached 70%, 32%, and 96 %. TSS, Fe,
and Mn reduction in KPL Tupak respectively reached 56%, 99%, and 60 %. TSS,
Fe, and Mn reduction in Wetland MTBU respectively reached 67%, 83%, and
36%. KPL Stockpile I, KPL Tupak, and Wetland MTBU do not meet the criteria
for constructed Wetland in terms of depth, hydraulic loading rate, and detention
time. However, the results showed a good effectiveness of the three Wetland
systems, because the microorganisms contained in the humus soil and bokashi
fertilizer, and plant selection play important roles in constructed Wetland system.
Other thing is the suitability of the loading received. Proposed design using
Vetiveria zizaniodes, Salvinia molesta, Eichornia crassipes, Typha latifolia, dan
Nymphaea sp. used in KPL Stockpile I with the system’s effectiveness in reducing
TSS, Fe, and Mn respectively to reach 98%, 81%, and 97%."
2013
T38416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Muhammad Yosalvina Yovani
"Di Kalimantan Selatan diperkirakan deposit batu bara yang tersimpan di dalam tanah daerah ini berkisar 4,7 milyar ton. Semakin tingginya permintaan batu bara ternyata tidak dapat dicukupi oleh penawaran atau supply dari pengusahaan pertambangan yang ada (legal). Disisi lain untuk mendapatkan izin pengusahaan pertambangan ini sangat sulit. Selain birokrasinya yang berbelit-belit yang memakan waktu berbulan-bulan, pengusaha juga harus mengeluarkan "uang pelicin" yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini membuat pengusaha daerah "enggan" untuk mengurus izin tersebut. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha tanpa memiliki izin, sehingga saat ini dikenallah istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batu bara.
Akibatnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian ini meningkat pesat, namun tidak memberikan kontribusi atau pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain sistem penambangan yang mereka jalankan cenderung tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kemudian salah satu hal yang membuat masalah PETI ini semakin pelik adalah, ada diantara pengusaha yang membuka usaha tambangnya di daerah konsesi perusahaan lain (PT. Arutmin). Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil penelitian dalam kerangka penanggulangan masalah PETI batu bara ini. Penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian, yang pertama yaitu analisis Analitical Hierarcy Process (AHP). Dari kuesioner yang dibagikan kepada Pemda dan PT. Arutmin, hasil analisis dengan menggunakan alat ini ditemukan aktor atau pelaku yang dianggap paling berkompeten dalam menanggulangi masalah PETI ini adalah Pemerintah Daerah (yang lebih difokuskan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru). Dengan kepentingan yang diutamakan adalah masalah kelestarian lingkungan. Sedangkan kebijakan yang diambil adalah Kebijakan Kemudahan Perizinan dan Relokasi PETI batu bara. Kemudian untuk mendapatkan suatu strategi yang lebih terfokus dan mengena pada sasaran, peneliti menggunakan alat analisis Managemen Strategis (SWOT). Sehingga diharapkan dengan menganalisa faktor Internal dan Eksternal dari stake holder utamanya yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, akan dihasilkan suatu rumusan strategi yang efektif, komprehensif dan tepat sasaran.
Dari hasil analisis ini dirumuskan strategi yang dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada strategi jangka pendek, ditemukan strategi S - O, dengan skor 265, 484. Sedangkan untuk jangka panjang ditemukan strategi W-0 dengan skor nilai 240, 631. Diperlukan suatu kesamaan visi kedua belah pihak (Pemda dan Pengusaha PETI) agar tercipta suatu tujuan yang sama-sama berusaha untuk memajukan daerah.
Hantaman krisis yang berkepanjangan seharusnya makin membuat kita bersatu dan bahu-membahu untuk bekerja sama menggerakkan roda perekonomian bangsa. Apabila kita lihat dan kaji lebih mendalam, pada dasarnya PETI adalah merupakan bangsa Indonesia, saudara kita sendiri, juga perlu dipertimbangkan peralatan yang mereka gunakan sudah cukup bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu pada dasarnya keberadaan pengusaha PETI ini merupakan "aset daerah" yang perlu diarahkan sehingga dapat membantu memberi pemasukan keuangan kepada daerah dalam kerangka melaksanakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya dan Kabupaten Kotabaru pada khususnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sara Yuniandari
"Pertambahan jumlah penduduk Indonesia berbanding lurus dengan kebutuhan manusia yang berakibat pada kenaikan jumlah industri yang menghasilkan limbah padat. Limbah padat industri dapat dimanfaatkan sebagai Alternative Fuel and Raw Material (AFR) untuk industri semen. Penelitian dilakukan dengan metode perancangan yang bertujuan untuk merancang platform pengolahan limbah padat industri menjadi AFR dengan pengolahan yang tepat dan estimasi biaya yang sesuai. Jenis limbah yang digunakan dalam perancangan adalah Bottom Ash & Fly Ash, Contaminated Goods, Oil Sludge, Waste Paint, dan WWT Sludge. Limbah yang digunakan harus memenuhi kriteria limbah yang dapat diterima menjadi AFR. Beberapa kriteria tersebut antara lain nilai kalor, kadar air, kadar sulfur, kadar klorin, dan kadar merkuri. Untuk memenuhi kriteria tersebut dilakukan pengolahan dengan cara pencacahan dan pencampuran limbah dengan efisiensi pengolahan 95%. Kebutuhan AFR yang dibutuhkan oleh PT. ITP Tbk adalah sebesar 300 ton/ hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka dilakukan pengolahan yang terbagi menjadi 2 shift, dengan waktu operasional setiap shiftnya adalah 7 jam. Dengan kapasitas pengolahan limbah sebesar 13 ton/ jam, maka dalam 1 hari pengolahan tersebut dilakukan sebanyak 28 batch/ hari. Apabila kapasitas pengolahan limbah sebesar 9 ton/ jam, maka dalam 1 hari pengolahan tersebut dilakukan sebanyak 26 batch/ hari. Mesin pengolahan yang digunakan adalah primary shredder dan secondary shredder. Alat pendukung lainnya yang digunakan antara lain forklift dengan kapasitas 8 ton, wheel loader dengan kapasitas 9 ton, belt conveyor, dan hopper. Untuk perhitungan estimasi biaya yang dilakukan dalam perancangan platform pengolahan limbah menjadi AFR dengan kapasitas pengolahan 13 ton/ jam terdiri dari biaya investasi sebesar Rp. 46.929.923.400,00,- biaya tenaga kerja sebesar Rp. 8.536.916.760,00,- biaya operasional sebesar Rp. 5.517.993.520,- dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 738.759.020,-. Apabila kapasitas pengolahan 9 ton/ jam maka biaya investasi sebesar Rp. 46.283.048.900,00,- biaya tenaga kerja sebesar Rp. 9.136.916.760,00,- biaya operasional sebesar Rp. 6.278.356.720,- dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 665.830.556,-.

Indonesia's population growth is diectly proportional to human needs which results in an increase in the number of industries that produce solid waste. Industrial solid waste can be used as Alternative Fuel and Raw Material (AFR) for the cement industry. The study was conducted with a design method that aims to design an industrial solid waste treatment platform into AFR with appropriate processing and appropriate cost estimates. The types of waste used in the design are Bottom ash & fly ash, contaminated goods, sludge oil, waste paint, and WWT sludge. The waste used must meet the acceptance criteria that can be used as AFR. Some of these criteria include heating balue, water content, sulfur content, chlorine levels, and mercury levels. To fulfill the criteria, processing is carried out by shredding and mixing waste with a processing efficiency of 95%. AFR needs needed by PT. ITP Tbk is 300 tons/ day. To meet these needs, the processing is divided into 2 shift, with the operational time of each shift being 7 hours. With a waste treatment capacity of 13 tons/ hour, 28 batches/ day will be processed in 1 day. The processing machine used is the primary shredder and secondary shredder. Other supporting tools used include 8 tons of forklift, 9 tons of wheel loaders, conveyor belts, and hoppers. For the calculation of the estimated cost carried out in the design of a waste processing platform to become an AFR with a processing capacity of 13 tons/ hour an investment cost of Rp. 46.929.923.400,00,- labor costs of Rp. 8.536.916.760,00,- operational costs of Rp. 5.517.993.520,- and maintenance costs of Rp. 738.759.020,-. If the processing capacity is 9 tons/hour, the investment cost is Rp. 46.283.048.900,00,- labor costs of Rp. 9.136.916.760,00,- operational costs of Rp. 6.278.356.720,- and maintenance costs of Rp. 665.830.556,-."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ineke Mayliana
"Penelitian ini membahas mengenai beberapa permasalahan, seperti pembahasan tentang implikasi dari konsistensi pelaksanaan peraturan serta ketentuan yang berlaku disktor pertambangan terhadap perlindungan investor dalam hal pemberian izin. Kemudian persoalan tentang efisiensi dalam proses penyelesaian sengketa izin usaha wilayah pertambangan. Serta pihak yang berhak atas kuasa pertambangan di konawe Utara berdasarkan fakta hukum dan rasionlitas para majelis Hakim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa masalah konsistensi peraturan terhadap pemberian izin pertambangan belum tercapai, sehingga harus ada sosialisasi peraturan di tingkat pemerintah daerah dan koordinasi yang kuat antara pihak yang terkait, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Kemudian, proses penyelesaian sengketa yang ditempuh tidak efisien bagi investor, sehingga dianjurkan adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan agar lebih efektif dari segi waktu dan biayas. Berdasarkan fakta hukum dan rasionalitas para hakim, maka jelas pihak yang berhak atas kuasa pertambangan tersebut adalah PT. DIPM karena telah sesuai dengan prosedur yang ada.

This research discusses about several issues, such as a discussion of the implications of the consistent implementation of the rules and regulations of the mining sector in terms of investor protection licensing. Then the question of the efficiency of the dispute resolution process mining license area. As well as the party entitled to Mining in Northern Konawe based on legal facts and rationality of the Panel of Judges. This research is normative.
The results of this study is that the problem of consistency rules for granting mining licenses have not been achieved, so there should be laws and regulations at the local level and strong coordination between the parties involved, both at central and regional levels. Then, the dispute resolution process adopted inefficient for investors, so it is recommended a special agency to resolve the problem of mining to be more effective in terms of time and cost. Based on the legal facts and rationality of the judges, it is clear that the parties are entitled to power mining is PT.DIPM due in accordance with established procedures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia
"ABSTRAK
Pertambahan jumlah penduduk Indonesia berbanding lurus dengan kebutuhan manusia yang akan berakibat pada kenaikan jumlah industri yang menghasilkan limbah padat. Limbah padat industri dapat dimanfaatkan menjadi Alternative Fuel and Raw Material (AFR) dalam proses pembuatan semen. Limbah padat industri tersebut harus diolah agar memenuhi acceptance criteria AFR untuk industri semen sehingga dibutuhkan platform sebagai tempat pengumpul dan pengolah limbah industri. Penelitian ini bertujuan untuk merancang pengumpulan limbah padat industri dari waste generator ke platform dan pengangkutan AFR dari platform ke PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) Tbk serta menghitung estimasi biaya yang dibutuhkan dalam perancangan. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif metode historis ini didasarkan pada rutinitas pengumpulan limbah padat industri berdasarkan data sekunder kedatangan limbah 1 Januari-8 Juni 2018 dari PT ITP Tbk. Jenis limbah yang digunakan pada perancangan ini adalah bottom ash & fly ash, contaminated goods, oil sludge, waste paint, dan WWT sludge yang berasal dari industri di wilayah Jabotabek dan Karawang. Perancangan pengumpulan limbah padat industri dilakukan untuk memenuhi kebutuhan AFR PT ITP Tbk sebesar 300 ton/hari dengan kebutuhan alat angkut berupa 12 unit wing box truck 18 ton. Sedangkan kebutuhan alat angkut dalam perancangan pengangkutan AFR ke industri semen berupa 2 unit dump truck 30 ton atau 3 unit dump truck 18 ton. Pada perancangan ini juga dibutuhkan 1 unit forklift 3 ton, wheel loader, jembatan timbang 60 ton, serta timbangan digital 5 ton. Estimasi biaya perancangan opsi pertama menggunakan dump truck 30 ton adalah biaya investasi sebesar Rp 10.559.969.000, biaya tenaga kerja sebesar Rp 1.354.000.000/tahun, dan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar Rp 2.188.057.600/tahun. Sedangkan estimasi biaya perancangan opsi kedua menggunakan dump truck 18 ton adalah biaya investasi sebesar Rp 11.099.289.000, biaya tenaga kerja sebesar Rp 1.450.000.000/tahun, dan biaya operasi dan pemeliharaan sebesar Rp 2.215.494.000/tahun.

ABSTRACT
Indonesias population growth is directly proportional to human needs which result in an increase in the number of industries that produce solid waste. Industrial solid waste can be used as Alternative Fuel and Raw Material (AFR) for cement manufacturing process. Industrial solid waste must be processed to fulfill the AFR acceptance criteria for cement industry so the platform is needed as a place for collecting and processing industrial waste. This study aims to design the collection of industrial solid waste from the waste generator to platform and transportation of AFR from platform to PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) Tbk and calculate the estimated cost of the design. This study with the quantitative approach of historical method is based on the routine of industrial solid waste collection based on secondary data about waste arrival 1 January 2018-8 June 2018 from PT ITP Tbk. The types of waste that used in this design are bottom ash & fly ash, contaminated goods, oil sludge, waste paint, and WWT sludge from industries in Jabotabek and Karawang regions. The design of industrial solid waste collection is carried out to fulfill PT ITP Tbk's AFR needs of 300 tons/day with transportation equipment needs are 12 units of 18 tons wing box truck. Transportation equipment needs for the design of AFR transportation to the cement industry are 2 units of 30 tons dump truck or 3 units of 18 tons dump truck. In this design also need 1 unit of 3 tons forklift, wheel loader, 60 tons weighbridge, and 5 tons digital scales. The estimated cost for first option design with 30 tons dump trucks are Rp 10.559.969.000,- for investment cost, Rp 1.354.000.000,-/year for labor cost, and Rp 2.188.057.600/year for operating and maintenance cost. The estimated cost for second option design with 18 tons dump trucks are Rp 11.099.289.000,- for investment cost, Rp 1.450.000.000/year for labor cost, and Rp 2.215.494.000,-/year for operating and maintenance cost.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Tenri Sompa
"ABSTRAK
Kegiatan investasi pertambangan batubara di Kabupaten Tanah Bumbu
ternyata tidak hanya bersifat ekonomi-bisnis melainkan juga mengandung
dimensi-dimensi politik dan memberi pengaruh tersendiri terhadap dinamika
kekuasaan di arena politik lokal. Kenyataan itulah yang melatarbelakangi studi
ini.Tiga pertanyaan utama yang dijawab dan dibahas dalam studi ini. Pertama,
bagaimana pola hubungan pemerintah daerah dengan pengusaha tambang
batubara serta dampak hubungan tersebut terhadap kebijakan investasi tambang
batubara di Kabupaten Tanah Bumbu? Kedua, bagaimana peran politik pengusaha
tambang batubara dalam proses pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tanah
Bumbu? Ketiga, bagaimana dinamika konflik berbasis tambang batubara antara
masyarakat lokal dan pelaku usaha serta bagaimana peran pemerintah daerah di
dalamnya?
Di tataran teoretik, studi ini menggunakan teori oligarki dari Osterman
sebagai acuan utama. Selain itu juga menggunakan teori negara Marxis dari
Mandel dan Althusser, teori desentralisasi dan politik lokal dari Smith dan Stoker,
dan teori konflik dari Rozen, sebagai acuan pendukung.Pada tataran metodologis,
studi ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Temuan pokok studi ini menunjukkan bahwa hubungan pengusaha
tambang dengan penguasa lokal dan pejabat-pejabat birokrasi berlangsung dekat
karena antarpihak meskipun berbeda kepentingan namun mampu mempertemukan
kepentingan tersebut dan sama-sama mengambil keuntungan. Pengusaha tambang
mendapatkan kemudahan-kemudahan serta keuntungan ekonomi, sedangkan
pengusasa lokal dan pejabat birokrasi mendapatkan keuntungan politik dan
ekonomi sekaligus.
Hubungan antara pengusaha tambang dengan penguasa lokal terlihat
sangat jelas pada saat pemilihan kepala daerah. Dalam sejarah pemilihan kepala
daerah langsung di Kabupaten Tanah Bumbu selama ini, pasangan kandidat yang
memenangkan kontestasi selalu saja yang mendapat dukungan penuh dari para
pengusaha tambang. Pengusaha tambang yang cukup berpengaruh dalam setiap
momen pemilihan kepala daerah langsung serta dalam dinamika politik lokal
Kabupaten Tanah Bumbu merupakan para pengusaha lokal.
Teori-teori yang digunakan dalam studi ini, baik teori utama maupun teori
pendukung, sangat membantu dalam memberikan penjelasan terhadap temuantemuan
penelitian, serta dalam membentuk kerangka berpikir ketika membangun
interpretasi-interpretasi. Memang, satu teori tidak secara utuh bisa menjadi
sandara penjelasan, dan karena itu dilengkapi dengan teori-teori yang lain

ABSTRACT
This research is based on the activity of coal mining investment in Tanah Bumbu District
that is not merely for economic and business purposes, butalso contains the dimensions of
politics which affect the power dynamics in the local politics. Three major questions are
answered and discussed by this study. First, what is the relationship pattern between the local
government and the coal mining businessmen and how does it affect the policies of coal mining
investment in Tanah Bumbu? Second, what is the political role of the coal mining businessmen
in the local elections? Third, how is the coal mine-based conflict between the local communities
and the coal mining businessmen, and what is the government?s role in it?
In a theoretical level, this study uses Osterman?s theory of oligarchy as the main theory.
In addition, Mandel?s and Althusser?s theory of Marxist states, Smith?s and Stoker?s
decentralization theory and local politics theory, and Rozen?s conflict theory are used as its
supporting theories. Furthermore, this study uses a qualitative approach.
The principal finding of this study shows that the close relationship between the coal
mining businessmen and the local authorities as well as the bureaucratic officers is the result of
each party?s interest. Although they have different interests, they managed to combine it and
benefit from it. The coal mining businessmen are guaranteed facilities and economic benefits,
while the local authorities and bureaucratic officers gains political and economic benefits.
The relationship between the coal mining businessmen and the local authorities can be
seen clearly during the local elections. Throughout the years, the winning candidates of the
Tanah Bumbu local elections are those who gain the support of the coal mining businessmen.
Therefore, it is evident that the coal mining businessmen have influence over the local elections
and over the dynamics of the local politics in Tanah Bumbu.
Both the main and supporting theories used in this study are helpful in giving a clear
explanation of the research findings and in forming a framework while constructing the
interpretations. In order to give a thorough explanation, several theories are needed"
2016
D1706
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanu Sudjojo
"Saat ini industri pertambangan di Indonesia telah berkembang dengan pesat, balk dari segi jumlah investasi dan produksinya. Perkembangan ini disatu sisi merefleksikan semakin besarnya manfaat ekonomi industri pertambangan bagi pemerintah pusat maupun daerah. Disisi lain, keadaan ini meningkatkan resiko kerusakan lingkungan hidup karena dampak lingkungan hidup melekat dalam setiap kegiatan industri pertambangan.
Dampak industri pertambangan terhadap lingkungan hidup mencakup dampak terhadap lingkungan flsik/alamiah maupun lingkungan sosial. Dampak pada lingkungan sosial acapkali bersifat negatif bagi masyarakat lokal. Sekarang ink untuk mengatasi dampak-dampak sosial tersebut, perusahaan pertambangan menaruh perhatian Iebih besar pada upaya pengelolaan lingkungan sosial melalui pendekatan community development.
Namun beberapa penelitian menunjukkan community development yang dilakukan perusahaan pertambangan masih kurang memadai, karena cenderung reaktif, bersifat jangka pendek dan ditekankan pada program-program fisik. Sedangkan program yang bersifat non fisik, kuhususnya pengembangan kapasitas masyarakat kurang mendapat perhatian. Padahal pengembangan kapasitas masyarakat adalah faktor yang sangat panting untuk mempersiapkan masyarakat menuju ke arah yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Disisi lain, karakter utama dari industri pertambangan adalah sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable industry, sehingga industri tersebut hanya bersifat sementara. Jika ketergantungan masyarakat lokal pada perusahaan masih sangat besar, pada saat aktivitas industri pertambangan berakhir, maka pembangunan masyarakat lingkar tambang akan mengalami proses deindustrialisasi yang ditandai dengan berhentinya seluruh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Mengacu dari penjelasan-penjelasan diatas, tesis ini akan mencoba membahas upaya pengelolaan lingkungan sosial dalam meningkatkan kapasitas masyarakat lingkar tambang melalui community development yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
Tujuan Penelitian ini adalah: pertama, mendeskripsikan pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Deskripsi mengenai hal tersebut ditekankan corporate social responsibility perusahaan dan community development yang dijalankan oleh perusahaan pertambangan. Kedua, mendeskripsikan dampak atau implikasi pengelolaan lingkungan sosial yang pada kapasitas masyarakat Iokal. Ketiga, Memberikan penilaian mengenai peningkatan kapasitas masyarakat lokal dikaitkan dengan kesiapan mereka untuk membangun secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan hipotesis kerja penelitian ini adalah: pertama, Pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan dalam derajat tertentu ditentukan oleh corporate social responsibility perusahaan dan community development yang dilakukan perusahaan pertambangan. Kedua, pengelolaan lingkungan sosial yang selama ini dilakukan oleh perusahaan pertambangan, dalam derajat tertentu dapat meningkatan kapasitas masyarakat lokal.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian studi kasus dan dengan menggunakan metode pengumpulan data pengamatan, wawancara mendalam dan penggunaan dokumen. Studi kasus dilakukan d PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), sebuah perusahaan pertambangan multinasional yang sedang mengusahakan penambangan bijih tembanga di Batu Hijau, kabupaten Subawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan bahwa perhatian PTNNT pada upaya pengelolaan Iingkungan sosial masyarakat lingkar tambang cukup besar. Hal ini terlihat dari komitmen dan kebijakan Social Lisence To Operate (SLTO) dan Corporate Social Responsibility PTNNT yang memandang penting kedudukan masyarakat lingkar tambang dalam kegiatan perusahaan. Selain itu, dari penelitian ini diperoleh temuan bahwa mekanisme pengelolaan lingkungan sosial PTNNT telah berjalan secara sistematis, berdasarkan konsep dan strategi community development yang cukup jelas, melalui perencanaan jangka panjang dan secara relatif telah melibatan partisipasi masyarakat serta dukungan sumberdaya yang cukup besar dari perusahaan, balk dukungan dalam bentuk organisasi maupun dana atau anggaran. Dalam community developmen nya, PTNNT tidak saja melakukan pembangunan fisik namun juga pembangunan non fisisk, atau pembangunan kapasitas. Cakupan program pengelolaan lingkungan sosial PTNNT juga sangat luas, meliputi program pengembangan infrastruktur fisik, kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian dan pengembangan usaha (bisnis) lokal.
Walaupun demikian, konsep pengembangan kapasitas dalam community development cenderung dipersepsikan secara terbatas, pelibatan partisipasi masyarakat lingkar tambang pada program tahunan community development cenderung masih rendah dan pengelolaan lingkungan sosial cenderung dilakukan secara sektoral oleh masing-masing divisi dan program yang terdapat dalam Seksi Community Development PTNNT.
Bertolak dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengelolaan sosial yang dilakukan PTNNT telah mampu meningkatkan kapasitas di tingkat individu. berupa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan peningkatan kapasitas di tingkat organisasi dan komunitas rnasih kurang terlihat.
Berdasarkan hasil tersebut maka, hingga saat penelitian ini dilakukan, peningkatan kapasitas yang terjadi pada masyarakat lingkar tambang dinilai masih belum cukup untuk mempersiapkan masyarakat lingkar tambang untuk membangun secara mandiri dan berkelanjutan. Akan tetapi, upaya pengelolaan lingkungan sosial yang dilakukan oleh Seksi Community Development PTNNT dalam jangka panjang cukup menjanjikan bag peningkatkan kapasitas masyarakat lingkar tambang, bila: a) PTNNT memperluas konsep pengembangan kapasitasnya, b) PTNNT mempertimbangkan program-program yang berkaitan dengan pembentukan, penguatan visi dan kemampuan untuk memerintah serta program-program yang berkaitan dengan peningkatan dan perluasan keterlibatan anggota dalam komunitas, dan c) PT. NNT meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar divisi dan program yang terdapat di dalam Seksi Community Development PT. NNT ataupun antar Community Organizer ketika merealisasikan program-program community development.

Indonesian mining industry today is growing at a fast pace, both in terms of investments and production. Such progress on the one hand reflects increasing economic benefits generated by the industry for central and local governments; on the other hand, it poses greater risks to the environment because the environmental impact is inherent in every mining activity.
The mining industry affects both the physical/natural and social environments. It is local people that suffer the mostly negative impacts of mining activities on the social environment. In order to deal with these social impacts, mining companies give greater attention to social environment management efforts through a community development approach.
A number of researches, however, show that community development programs run by mining companies are considered not satisfactory as they tend to be reactive, short-term and physical programs. Non-physical programs, e.g. one that develops the community's capacities, are not given proper attention despite the fact that community capacity development is an important factor in preparing people to lead a more independent and sustained life.
Mining is a non renewable industry, and it is only temporary. If local people are highly dependent on mining companies, no more mining activities will result in de-industrialization, marked by stoppages of all social and economic activities of the local communities.
Referring to the above statements, this thesis discusses social environment management applied by mining companies to build the capacities of local communities through their community development programs.
This research used a case study method as well as data collection, observations, in-depth interviews and documents. The company studied in the research was PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), a multi-national company mining copper ores in Batu Hijau in the regency of West Sumbawa, West Nusa Tenggara.
Research results show that PTNNT is highly concerned about social environment management as seen from its commitment to and policy on social environment management that respects the community living around the mining areas. Social Lisence To Operate and Corporate Social Responsibility are the basis on which the company makes its commitment and policy. PT NNT has been managing the social environment systematically, with sufficiently clear community development concept and strategy, long-term planning, community engagement and adequate organizational support and funds. The concept of community development applied by the company does not only address physical development but the capacity building of the community as well. The company's social environment management has an extremely wide coverage: infrastructure development, community health care as well as educational, agricultural and local business developments.
It can be concluded that the social environment management programs run by PTNNT are capable of building the capacities of the communities living around mines. However, in the case of, the company focused its social environment management on building the capacity of the community at individual level by promoting the knowledge and skills of community members, leaving their capacities at organizational and community levels not sufficiently attended to. By the time this research was on-going, the company had not been able to make appropriate capacity building efforts to prepare people living around mining areas to carry on with independent and sustainable development.
However, social environment management efforts taken by the Community Development Division of PT NNT are highly promising in the long run for building the capacities of people living around mining areas provided that the company a) develops a better capacity-building concept; b) considers to implement programs related to the establishing and strengthening of a proper vision and instructing capabilities as well as programs concerned with improving the involvement of community members; and c) enhances coordination and communication between sections within the Community Development Section or between Community Organizer to get its community development programs on track.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 17565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Chandra Nurani
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak Pertambangan terhadap pemenuhan kewajiban pajak penghasilan badan perusahaan batubara yang menggunakan kontrak Ijin Usaha Pertambangan dengan konsep pengawasan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara mendalam dan studi pustaka. Kesimpulan (1) adanya indikasi tingkat kepatuhan Wajib Pajak Ijin Usaha Pertambangan Batubara yang masih rendah (2) pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan batubara perlu ditingkatkan.

The purpose of this research to determine the suitability of monitoring activities conducted by the Directorate General of Taxes on corporate income tax obligation of coal companies are using contract mining business license with the procedure of control concepts. The method used is qualitative. Data collection techniques performed using in-depth interview and literature study. Conclusions (1) There is an indication of the level of taxpayer compliance Coal Mining Contract Holder is still under the target (2) Monitoring conducted by the Directorate General of Tax on coal companies need to be improved."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S43918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunika Permatasari
"ABSTRAK
Perkembangan industri tambang saat ini, mendorong perusahaan untuk
melakukan peningkatan kinerja yang kompetitif dan manajemen strategi yang
baik. Strategi diturunkan dari visi dan misi akan menghasilkan indikator kinerja
yang bersifat kuantitatif sebagai alat ukur perusahaan untuk menilai kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Diperlukan adanya penilaian bobot terhadap KPI
yang selaras dengan strategi perusahaan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process. Didapatkan indikator kinerja prioritas yang memiliki nilai bobot tertinggi
adalah ?Sustainability Growth Rate? sebesar 18,5% (0,185). KPI ?Sustainability
Growth Rate? ini menjadi penting bagi perusahaan dalam mewujudkan strategi
perusahaan. Hasil bobot ini diharapkan dapat menggambarkan arah dan tujuan
perusahaan sesuai dengan tema strategi tahunan perusahaan.

Abstract
Development of the mining industry today, encourages companies to increase
competitive performance and a good management strategy. Strategy derived from
vision and mission will generate quantitative performance indicators as a
measurement tool to assess the overall corporate performance. Required the
assessment of the weight of the KPI is aligned with corporate strategy using the
method of Analytic Hierarchy Process. Obtained priority performance indicators
that have the highest weight value is "Sustainability Growth Rate" of 18.5%
(0.185). KPI "Sustainability Growth Rate" is important for the company in
realizing the company's strategy. The results of this weight is expected to describe
the direction of the company in accordance with the theme of the company's
annual strategy."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>