Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprilita Rina Yanti Eff
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Glukokortikoid memiliki efek penting terhadap proses seluler dan metabolik yang berperan dalam respon imun dan inflamasi. Masalah utama dalam penggunaan glukokortikoid adalah dalam timbulnya efek samping yang sering terjadi pada pemberian jangka panjang dengan dosis menengah. Penggunaan liposom sebagai pembawa obat, dalam hal ini metilprednisolon palmitat (MPLP) diharapkan dapat menurunkan efek samping yang ditimbulkan. Metilprednisolon palmitat adalah senyawa yang berhasil diinkorporasi ke dalam membran liposom, membentuk L-MPLP.
Penelitian ini bertujuan: 1) menilai efek biologik L-MPLP sebagai senyawa Baru, yaitu dengan menilai secara kuantitatif kadar TNF a yang diperoleh dari kultur limpa mencit jantan galur C3H menggunakan ELISA, setelah 48 jam pemberian MPLP intravena dengan dosis 2 mg/kg BB, 8mg/kg BB dan 16 mg/kg BB dan pemberian L-MPLP ke dalam kultur secara in vitro dengan konsentrasi 5x 10"3 mM, 5 x10`2 mM dan 5 x104 mM, dibandingkan dengan kontrol metilprednisolon (MPL). 2) Mengetahui apakah MPLP atau metabolitnya akan terdistribusi di hepar dan limpa dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan MPL pada jangka waktu dan pemberian yang sama, yang diukur dengan menggunakan TLC. Perhitungan kadar diiakukan menggunakan grogram Presto Page Manager dan Adobe Photo Shop 5.0.
Hasil dan Kesimpulan : Pada kultur in vivo, L-MPLP dengan dosis 8 nag/kg BB dan 16 mg/kg BB setelah 48 jam pemberian, menyebabkan hambatan proliferasi limfosit (penekanan kadar TNF a), yang berbeda bermakna (pc-0,05) dibandingkan kontrol MPL. Sedangkan pada kultur in vitro, L-MPLP dengan konsentrasi 5 x 10-1 mM menyebabkan hambatan proliferasi limfosit (penekanan kadar TNF a) yang berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan kontrol MPL . Distribusi MPLP atau metabolitnya di hepar dan limpa, walaupun tidak bermakna secara statistik (p>0,05), tetapi menunjukkan kecenderungan terdistribusi di hepar dan limpa dengan kadar yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol MPL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T1693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Siswoyo
"Tujuan : Mengetahui manfaat pemberian suplemen kreatin 4x5 g/hari selama 5 hari berturut-turut pada olahraga angkat beban terhadap kadar asam urat darah. Tempat : Pusat Kebugaran ?Fitness One? JI. Jenderal Gatot Subroto Jakarta.
Penelitian eksperimen berpasangan dan tersamar ganda terhadap 34 siswa pria Sekolah Kesehatan TNI Angkaran Laut. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subyek penelitian berdasarkan data demografi (umur), data antropometri (berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh), analisis asupan zat gizi dengan food recall 1x24 jam, data tekanan darah dan frekuensi denyut nadi, gambaran elektrokardiogram, dan data laboratorium ( Hemoglobin, SGOT, SGPT, Ureum, kreatinin darah, kreatinin urin, asam urat darah). Data
dianalisis dan diuji dengan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon.
Hasil menunjukkan usia rata-rata 25,65 kurang lebih 3,77 tahun (kelompok kreatin) dan 26,24 kurang lebih 3,73 tahun (kelompok kontrol, IMT 23,76 kurang lebih 2,31 kg/m2 pada kelompok
kreatin, 22,88 kurang lebih 2,14 kg/m2 pada kelompok kontrol. Asupan kalori rata-rata 3017(1796-4385) Kal/hari pada kelompok kreatin dan 3080(2056-4129) Kal/hari pada kelompok kontrol, dengan proporsi energi sesuai dengan menu gizi seimbang. Asupan purin pada kelompok kreatin 285,50(86,50-598,00) mg/hari dan kelompok kontrol 297(118,75-457,00) mg/hari. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kreatin dengan kelompok kontrol dalam hal asupan energi, makronutrien, protein hewani, dan asupan purin. Fungsi sistem kardiovaskular, fungsi hati dan fungsi ginjal seluruh subyek dalam keadaan normal. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar kreatinin darah pada 2 jam pasca perlakuan antara kelompok kreatin (1,19 kurang lebih 0,09 mg/dL) dengan kelompok kontrol(1,08d kurang lebih 0,12 mg/dI,) dengan p=0,005, 24 jam pasca perlakuan pada kelompok kreatin (1,19 kurang lebih 0,11 mg/dL) dan kelompok kontrol (1,11 kurang lebih 0,15 mg/dl.) dengan p=0,04, peningkatan kadar kreatinin urin pasca perlakuan pada kelompok kreatin {457(-580-1179) mg/24jam} am kelompok kontrol 22 (-515-747) mg/24jam} dengan p=0,044, dan peningkatan kadar asam urat darah 2 jam pasca perlakuan pada kelompok kreatin {0,40(-0,40-3,40) mg/dL} dan kelompok kontrol {1,80(0,00-4,30) mg/dL) dengan p=0,024.
Kesimpulan : Suplementasi kreatin 4x5 g/hari selama 5 hari berturut-turut dapat menghambat peningkatan kadar asam urat darah pada 2jam pasca latihan angkat beban."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny Djaya
"Tujuan : untuk memperoleh data profil lipid dan kadar glukosa darah penderita SH, serta hubungannya dengan asupan makanan dan status gizi.
Tempat : RS Sumber Waras, Jakarta Barat.
Bahan dan Cara : Setelah mendapat izin dari Komite medik RS Somber Waras, maka dilakukan penelitian dengan desain cross sectional pada 140 penderita SH(100 laki-laki dan 40 perempuan) yang sesuai dengan kriteria penerimaan. Data yang dikumpulkan meliputi umur, jenis kelamin, analisis asupan makanan selama 3 hari di RS, antropometri (TLT&LLA), USG dan pemeriksaan laboratorium darah (profil lipid, kadar glukosa puasa & 2 jam PP). Uji statistik yang digunakan adalah t-test, Mann Whitney, Kolmogorov-Smimov dan uji korelasi Pearson /Spearman rank.
Hasil : Subyek penelitian berjumlah 140 orang (100 laki-laki dan 40 perempuan), 59,3 % subyek memenuhi kriteria Child C, dengan menggunakan parameter AOLA menunjukkan 70,98% subyek Child B dan 75,90% subyek Child C memiliki status gizi muscle wasting. Pada pemeriksaan profit lipid didapatkan hasil kadar kolesterol total <200mg/dL,.LDL < 130 mg/dL, HDL < 40 mg/dL dan trigliserida < 200 mg/dL pada subyek Child B dan C. Profit lipid Child C lebih rendah dari Child B ( semakin luas kerusakan jaringan hati, terdapat gangguan sintesis lipid). Tidak terdapat hubungan bermakna antara profil lipid dengan status gizi, tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan jumlah asupan makanan. Terdapat korelasi positif antara kadar trigliserida dengan jumlah asupan makanan subyek Child B dan korelasi positif antara kadar HDL dengan jumlah asupan makanan subyek Child C. Terdapat korelasi positif antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar glukosa darah 2 jam post prandial.
KES1MPULAN : Rendahnya profil lipid pada subyek Child B dan C diduga karena asupan makanan yang kurang dari kebutuhan dan status gizi muscle wasting, disamping kerusakan sel hati yang luas, menyebabkan defisiensi sejumlah enzim LCAT dan hepatic lipase. Ditemukannya peningkatan kadar glukosa darah 2 jam post prandial (>I44mg/dL) pada subyek Child B dan C.

Objective : to obtain data about the lipid profile and blood sugar level in patients with cirrhosis hepatic and its relation to the food intake and nutritional status.
Place: Sumber Waras Hospital, West Jakarta
Materials and methods: after receiving permission from the Medical committee of Sumber Waras hospital. Crosses sectional study was done with 140 cirrhosis hepatize patients (100 males and 40 females) as the subjects fulfilling the criteria set for the study. The data colleted consisted of age,sex,analysis of 3 days food consumption in the hospital, anthropometric measurements('[SF&MUAC), USG and blood laboratory examination (lipid profile, blood sugar fasting & 2 hours post prandial). The following tests were used for data analysis t -test, Mann whitney, Koimogorov-Smirnov and Pearson/Spearman rank.
The results: Of the 140 subjects 59,3% fulfilled Child C critera who, based on MAMA parameter, were classified as Child B subjects (70,98 %) and Child C subjects (75,90) with muscle wasting. The lipid profile was as follows. Total cholesterol < 200mg/dL; LDL < 130 mgldL, HDL < 40 mg/dL and triglyceride <200 mg/dL in Child B and C subjects. The lipid profile of Child C subjects was lower than Child B(in extensive liver tissue damage synthesis is disturbed). There is no significant relation between the lipid profile and nutritional status, and between nutritional status with food intake. There is positive correlation between blood triglyceride level and food intake of Child 13 subjects and between blood HDL level with food intake of Child B subjects. There was also positive con-elation between fasting blood glucose level and 2 hours post prandial blood sugar.
Conclusion: the low level of lipid profile of subject Child B and C subjects are assumed to be related insufficient food intake and muscle wasting besides extensive liver tissue damage which lead to a deficiency of a number of LCAT enzymes and hepatic lipase. The increase in the 2 hours post prandial blood glucose level (>140 mg/dL) of the Child B and C subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T1475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Anggraini
"ABSTRAK
C. Vulgaris dikenal sebagai makhluk hidup yang kaya kandungan lipid yang dapat dimanfaatkan sebagi sumber energi baru. Besarnya kandungan lipid pada C. vulgaris dipengaruhi oleh nutrien yang terdapat di dalam medium dan salah satunya adalah konsentrasi nitrogen dalam kultur media. Pada penelitian ini, akan digunakan medium Walne sebagai kultur media C. vulgaris dengan variasi konsentrasi nitrat sebesar 0,100 g/L, 0,075 g/L, dan 0,050 g/L. Setelah sampai pada masa pemanenan, dilakukan pengambilan biomassa dan dilakukan uji kandungan dan kadar kandungan essensial, lipid, protein, klorofil, serta beta karoten. Dalam konsentrasi nitrogen 0,100 g/L kepadatan sel mencapai 1,251 g/L, konsentrasi 0,075 g/L sebesar 0,642 g/L, dan konsentrasi 0,050 g/L sebesar 0,636 g/L. Adapun kandungan lipid C. vulgaris dari konsentrasi nitrat0,100 g/L sebesar 14,08%, dalam konsentrasi 0,075 g/L sebesar 46,92% dan dalam konsentrasi 0,050 g/L mencapai 68,08%.

Abstract
C. Vulgaris is known as a living creature that is rich in lipid content in which can be used as new energy sources. The amount of lipid content in C. vulgaris is affected by nutrients contained in the medium and one of them is the concentration of nitrogen in the culture media. In this study, will be used as culture Walne media as a culture media for C. vulgaris with the variation of nitrogen concentration of 0,100 g/L, 0,075 g/L, and 0,050 g/L. After arriving in the harvesting, done and done test shooting biomass content and levels of essential content, lipid, protein, chlorophyll and beta carotene. Nitrogen concentration in the 0,100 g/L, cell density reached 1,251 g/L, at concentration 0,075 g/L cell density reached 0,642 g/L, and at concentration 0,050 g/L cell density reached 0,636 g/L. The lipid content of C. vulgaris of the nitrogen concentration of 0,100 g/L at 14,08%, at concentration 0,075 g/L by 46,92% and at concentration of 0,050 g/L reached 68,08%.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43616
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adnan Afif Alaudin
"Biomachining merupakan proses alternatif dalam fabrikasi mikro yang tergolong ramah lingkungan karena menggunakan bakteri sebagai cutting tool. Proses biomachining menghasilkan kualitas permukaan yang lebih baik karena tidak menghasilkan panas pada permukaan benda kerja dan berpotensi menghasilkan produk dengan skala mikro yang lebih kompleks. Dalam penelitian ini, proses biomachining mulai dikembangkan menjadi lebih fleksibel sesuai dengan arah multi-axis. Proses biomachining bergantung pada kadar oksigen yang terkandung dalam larutan medium kultur, karena oksigen merupakan komponen utama proses metabolisme bakteri dalam melakukan material removal. Pengujian dilakukan terhadap 5 buah sampel material tembaga (Cu) yang diletakkan dengan kedalaman berbeda-beda terhadap permukaan cairan medium kultur bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans NBRC 14262. Hasil pengujian menunjukan bahwa material sampel yang ditempatkan pada kedalaman 40 mm memiliki tingkat material removal rate (MRR) 50% lebih besar dibandingkan dengan yang diletakkan pada kedalaman 120 mm.

Biomachining is an alternative process in the micro-fabrication categorized as environmental friendly because it uses bacteria as a cutting tool. Biomachining process produces a better surface quality because it does not generate heat on the surface of the workpiece that potentially developed to produce more complex microproducts. In this reasearch, biomachining process was developed to be more flexible in multi-axis direction. Biomachining process depends on the level of oxygen contained in the cultured medium, because oxygen is a main component of the metabolic processes of bacteria to conduct of material removal. The experiments were carried out on 5 pieces of material from copper (Cu) and placed in different depths to the surface of the liquid culture medium of bacteria Acidithiobacillus ferrooxidans NBRC 14262. The results showed that sample material that placed 40 mm below the top surface of media has material removal rate (MRR) 50% larger than the one placed 120 mm below."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42774
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Usman Sumo Friend
"ABSTRAK
Beberapa senyawa steroid yang aktif farmakologik memiliki atom oksigen pada atom karbon posisi sebelas (C-11}, misalnya: kortison, kartikosteron, aldosteron, prednison dan prednisolon. Untuk mendapatkan senyawa steroid yang aktif farmakologik tersebut dapat dilakukan dengan cara partial sintesis. Salah satu tahap yang diperlukan pada partialsintesis tersebut adalah melakukan reaksi hidroksilasi senyawa steroid yang ada (progesteron atau deoksikortisol) pada posisi C-11. Reaksi hidroksilasi pada posisi C-11 ini merupakan reaksi yang sulit dilakukan secara reaksi kimia biasa.. Suatu cara lain ialah melakukan reaksi dengan biotransformasi.
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari kemampuan Rhizopus stolonifer UICC 137 dan Aspergillus niger melakukan reaksi 11-hidroksilasi pada substrat progesteron. Hasil transformasi yang diharapkan adalah 1la-hidroksiprogesteron dan mempelajari kemampuan Curvularia lunata melakukan reaksi hidroksilasi pada substrat I1-deoksikortisol dan mempelajari pengembangan galur Rhizopus stolonifer UICC 137 untuk mentransformasi progesteron menjadi 1 la hidroksiprogesteron dengan teknik iradiasi sinar y CO-60. Serta mempelajari pengembangan galur Rhizopus stolonifer UICC 137 dan Rhizopus stolonifer UICC 137/nl dengan teknik kimia NTG
Pada penelitian hi, kemampuan Rhizopus stolonifer UICC I37 dan Aspergillus niger mentransformasi progesteron menjadi 1la-hidroksiprogesteron dilakukan pada media cair - standar dengan variabel: waktu/saat penambahan substrat, waktu inkubasi, tingkat keasaman (pH) media cair awal, konsentrasi substrat dan laju pengadukan. Rancangan percobaan adalah acak kelompok, kecuali untuk variabel laju pengadukan memakai Rancangan acak lengkap. Setiap percobaan dilakukan dengan tiga kali pengulangan dan data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam (ANOVA) serta analisis Duncan dengan cc = 0,01.
Kemampuan Curvularia lunata mentransformasi 11-deoksikortisol menjadi hidrokortisol dilakukan pada media cair standar dengan variabel: pengaruh waktu germinasi, pengaruh waktu inkubasi, pengaruh pH awal medium, pengaruh konsentrasi substrat dan pengaruh laju pengadukan. Rancangan percobaan adalah acak kelompok, kecuali untuk variabel laju pengadukan memakai rancangan acak lengkap. Setiap percobaan dilakukan dengan tiga kali pengulangan dan data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam (ANOVA) serta analisis Duncan dengan α = 0,05. Pada kondisi aseptik, suspensi Rhizopus stolonifer UICC 137 diradiasi dengan sinar y Co-60 dengan dosis 0,1;0,2;0,3;0,4;0,5 dan 0,6 kgy. Sel yang hidup dari koloni yang memiliki % survive terkecil, ditumbuhkan di medium PDA agar pada petridish dan selanjutnya koloni tunggalnya diambil untuk uji aktivitas biotransformasinya. Rhizopus stolonifer UICC 137 dan Rhizopus stolonifer UICC 137/n1 ditumbuhkan pada media yang mengandung NTG: 0, 6,12, 18, 24, 30 x 103 ppm. Selanjutnya dilakukan seleksi dengan menggunakan prosedur standar seperti pada mutasi iradiasi.
Rhizopus stolonifer UICC 137 dan Aspergillus niger dapat mentransformasikan progesteron menjadi 1la-hidroksiprogesteron. Kondisi optimum biotransformasi oleh Rhizopus stolonifer UICC 137 adalah: Saat penambahan substrat 14 jam setelah pertumbuhan, waktu inkubasi 8 jam, pH awal media 5, konsentrasi substrat 1 g/l, laju pengadukan 100 gojogan/menit dengan transformasi progesteron menjadi 11a-hidroksiprogesteron 54,8 %. Sedangkan kondisi optimum biotransformasi oleh Curvularia lunata adalah : Saat penambahan substrat 26 jam setelah pertumbuhan, pH awal media 6, waktu inkubasi 20 jam, konsentrasi substrat 0,6 g/L, dan laju pengadukan 100 gojogan/menit dengan transformasi 46,5 %. Jika ditinjau dari keseluruhan proses biotransformasi progesteron menjadi 1la-hidroksiprogesteron, maka biotransformasi oleh Rhizopus stolonifer UICC 137 lebih baik untuk dikembangkan Bari pads Aspergillus niger.
Kondisi optimum biotransformasi 11-doksikortisol menjadi hidroksikortison oleh Curvularia lunata adalah: waktu germinasi 36 jam, pH medium awal 6, waktu inkubasi 50 jam, konsentrasi substrat 1,5 g/L, dan laju pengadukan 120 gojogan/menit dengan transformasi 19,31 %.Mutasi dengan dosis 0,6 kgy menghasilkan % survive terkecil dan dari koloni tersebut telah diisolasi beberapa mutan : Flnl, F2n1, F3n1, F4n1, F5nI dan F6n1. Mutan Flnl, F4nI, G5n1 dan F6n1 memiliki aktivitas biotransformasi yang tidak berbeda dengan aktivitas R.stolonifer UICC 137 (inangnya). Mutan F2n1 dan F3n1 memiliki aktivitas biotransformasi progesteron menjadi 11a-hidroksiprogesteron yang lebih baik jika dibandingkan dengan inangnya, masing-masing 82% dan 71%.
Mutagenesis dengan NTG menghasilkan 30 isolat bare dan diperoleh bahwa isolat GT40, Gt15, dan Gnlt64 mentransformasi lebih baik dari Kontrol, yaitu masing-masing 273,9 %; 208,4 %; dan 341,9 %.

ABSTRACT
Several pharmacological active steroid compound have an oxygen atom attached to C-1 I, such as: cortisone, corticosterone, prednisone and prednisolone. These active compounds could be produced through a partially synthesize method. Therefore, the hydroxylation of an available steroid compound (Progesterone or 11-deoxycortisol} at C-11 is required in one of the reaction steps. The hydroxylation at C-11 could be conducted by using biotransformation, since the ordinary chemical reaction is difficult to carry out.
The aim of this study is to determine the ability of Rhizopus stolonifer UICC 137 and Aspergillus niger to transform the C-11 through the hydroxylation of progesterone and it is expected that one the reaction product is 11a-hydroxyprogesterone, and to determine the ability of Curvularia lunata to transform the C-1I through the hydroxylation of 11-deoxycortisol and to study the mutation of Rhizopus stolonifer UICC 137 by using y irradiation an chemical (NTG) method.
Biotransformation was carried out in standard liquid medium using Randomized Block Design and the interval of substrate addition, incubation time, acidity (pH), substrate concentration were varied. In case of stirring rate, the design was Completely randomized. every variation observed and conducted 3 times (triple)) and the data was analysed by using ANOVA method and Ducan analysis with α =0,01.
The experiment for Curvularia lunata based on 11-deoxycortisol tmsformation to cortisol. The biotransformation was carried out with five experiment parameters, i.e. : sporulation time, incubation time, acidity (pH), substrate concentration and stirring rate. Biotransformation was carried out on batch system in 100 mL Erlenmeyer flasks (for optimum conditions of biotransformation, 500 mL erlenmeyer flasks were used) and in standart liquid medium. For mutation studies of R. stolonifer UICC 137, under aseptic conditions, the cell suspension was irradiated with 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,4; 0,5 and 0,6 kgy of CO-60 y irradiation. The survival cells (from 0,6) were spreaded and grown on PDA plates. The colonies on plates were picked for biotransformation test. Rhizopus stolonifer UICC 137 and Rhizopus stolonifer UICC I37/n1 were grown on PDA plates contained NTG: 0; 6; 12; 18; 24 and 30 x 10' ppm. The single colonies on plates were picked and screened by using standard method.
The study indicated that Rhizopus stolonifer UICC 137 and Aspergillus niger have an ability to transform progesterone to l lct-hydroxyprogesterone. The optimum condition obtained for Rhizopus stolonifer UICC 137 are as follows: substrate addition period of 14 hours, 8 hours of incubation time, pH 5, substrate concentration of 1 gild and stirring rate of 100 strokes/minute and the yield is 54,8 %. The optimum conditions obtained for Aspergillus niger are as follows: substrate addition period of 26 hours, incubation time of 20 hours, pH 6, substrate concentration of 0,6 g/L and stirring rate of 100 strokes/minute and the yield is 46,5 %. The result shows that the biotransformation ability of Rhizopus stolonifer UICC 137 to produce 11a-hydroxyprogesterone is superior to the Aspergillus niger.
The optimum conditions for 11-deoxycortisol biotransformation were found as follows: spore germination for 36 hours, biotransformation in a liquid medium with the initial pH6, substrat concentration of 1,5 gIL, and 50 hours of incubation time at 120 stroke/minute taking. The yield of biotransformation is 19,3 1 %. Mutation of parent train Rhizopus stolonifer UICC 137 by CO-60 y irradiation produced several mutans, such as: F 1 nl, F2n1, F3nl, F4n1, F5n1 and F6n1. Mutans of Flnl, F4n1, F5n1 and F6n1 have the same activities compared to the parent strain Rhizopus stolonifer UICC 137. The biotransformation ability of mutans F2nl and F3n1 to produce 1la-hydroxyprogesterone are superior to the parent strain Rhizopus stolonifer UICC 137. NTG chemical mutagenesis produced 30 new strains and Gt40, Gt15, Gnlt64 transform progesterone higher than the parent strain (control).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Rahmawati Achyat
"Pada keadaan hipoksia sel aksn berganti metabolisme dari tipe aerob Ire tipe yang lebih anaerob, yang lebih sedikit menghasilkan energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang sama, set pada keadaan hipoksia meningkatkan konsurnsi glukosa. Penelitian ini bertuju.an untuk mengetahui gambaran adaptasi metabolisme otot pada tikus yang dibuat hipoksia dibandingkan dengan penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu bijau merupakan hewan yang bernafas dtngan paru-paru namun dapat berakti.vitas lama di bawah air laut.
Sejumiah tikus ditempatkan pada kandang hipoksia (tekanan l atm,dan kandungan o, 10%) selama I, 7 14, dan 21 hari. Pada akhir periode hipoksia setelah euthanasia. otot dianalisis untuk pengukuran konsumsi glaktivitas spesifik LDH dan etektroforesis isozim LDH. Analisis yang sarna juga di1akukan pada penyu yang ditempatkan pada kondisi nonnoksia.
Konsumsi glukosa dan aktivitas LDH meningkat sejalan dengan lamanya hipoksia pada otot tikus, sedangkan isozim LDH tidak mengalami pcrubahan po1a.; kecuali peningka:tan LDH 4 dan LDH 5. Konsumsi glukosa dan aktivitas spesifik LDH otot penyu Iebih. tinggi dibanding otot tikus dan hanya terdapat satu tipe isozim LDH yaitu LDH 4 yang merupakan isozim LDH anaerob. Hasil penelitian menunjukkan adaptasi sel otot terhadap hipoksia, dengan mengubah metabolisme aerob menjadi lebih anaerob.

During hyPOxia, there is a shift ftom aerobic to anaerobic metabolism which results in the production of less ATP. 1n order to meet the same energy needed, the hypoxic cells have to increase the glucose consumption rate. In this study, we described the muscle metabolic adaptation in globally hypoxic rats as wcU a<;. in sea turtles (Chelonia mydm), the latter animals are well known as lung breathing species which spend most of their time under sea water.
Rats were placed in a hypoxic chamber (I atrn, 0, l 0 Va! %) for I, 7, 14 and 21 days. At the end of each period, after euthanasia their muscles were analyzed for glucose metabolism rate, total specific LDH activities and LDH isozymes electrQphoresis. The same a!lalysis was made in sea turtle muscles which were placed in normal condition.
Glucose consumption rates and LDH activities increased proportionally with the duration of hypoxic state in rats, whereas for LDH isozymes. there were no any change in pattern except for LDH 4 and LDH 5, which was more prominent the course of hypoxia. On the other hand, even in normoxic condition, sea turtles muscles consumed higher amount·of glucose. showed much higher of total specific LDH activities and had only one type of LDH isoZ)'Ule, i.e. LDH 4, which is anaerobic isozyme of LDH.The results suggest that during adaptation to hypoxia, the metabolism of aerobic muscle of rat switch to more anaerobic pattern and that sea turtle was genetlcally set fur hypo-xia condition."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31649
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slaga, Thomas J.
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer , 2005
614.44 SLA dt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rianto Setiabudy
"Salah satu masalah penggunaan obat yang dihadapi dokter di klinik ialah ketidakseragaman respons yang diperlihatkan penderita terhadap pemberian Obat dengan jenis dan dosis yang sama bila diberikan pada sekelompok penderita dengan jenis dan berat penyakit yang sama biasanya hanya memberikan efek terapi pada sebagian penderita saja. Penderita lainnya mungkin tidak memperlihatkan efek sama sekali atau mengalami efek toksik.
Variasi respons ini bukan hanya terjadi antar individu, tetapi juga teujadi antar populasi dan antar etnik (Wood & Thou, 1991; Darmansjah & Muchtar, 1992). Dewasa ini diketahui bahwa salah sate faktor penting yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut di atas ialah adanya perbedaan kemampuan antar-individu dalam memetabolisme that, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan besar pads kadar 'steady state' dalam plasma antar individu (Vesell, 1977; Vesell, 1984a; Sjngvist et al., 1987).
Variasi respons obat yang besar antar-individu merupakan paduan pengaruh faktor genetik dan lingkungan (penyakit, polusi, nutrisi, dB). Menurut Vesell (1977), faktor genetik mempunyai pengaruh yang lebih besar dad faktor lingkungan. Faktor genetik ini dapat dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau banyak gen oleh gen tunggal. Bila dibuat sebaran frekuensi kecepatan metabolisme obat-obat ini dari suatu populasi, akan diperoleh cm yang khas yaitu adanya distribusi dengan dua modus (bimodal). Modus yang sate menggambarkan sebaran 'rapid acetylator' (RA) atau 'extensive metabolizer' (EM), sedangkan modus lainnya meggambarkan sebaran 'slow acetylator' (SA) aiau 'poor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D377
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>