Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Arif Amien
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oteh nyamuk Aedes Aegypti merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang. Vaksin dan obat untuk mencegah penyakit DBD belum ada, Cara tepat untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti adalah dengan memberantas jentik di tempat berkembang biaknya. Selama ini ada kecenderungan bahwa masyarakat hanya mengharapkah bantuan dan menuntut pemerintah untuk melakukan pemberantasan penyakit DBD di lingkungan pemukiman mereka. Selain itu masih ada anggapan pada masyarakat bahwa kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah. Padahal Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan pentingnya partisipasi masyarakat datam pembangunan kesehatan, namun sampai saat ini penyakit-penyakit menular yang berbasiskan kesehatan Iingkungan cenderung semakin tinggi, sehingga dapat diasumsikan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan masih rendah.
Atas dasar hal itulah penelitian ini dilakukan, dengan tujuan ingin mengetahui faktor-faktor atau variabel apa raja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, dan faktor apa yang paling dominan. Dalam beberapa literatur diungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang, yaitu usia, lama menetap, pendidikan, pekerjaan, penghasilan (Angell, 1958; Ross & Lappin, 1967; Oscar Lewis, 1973; Andersen, 1995), intensitas informasi (Tjokroamidjojo, 1974; Depari, 1978) dan pengetahuan (Ross, 1970; Bambergers & Shams, 1989). Ketujuh faktor tersebut berhubungan secara positif terhadap partisipasi, artinya semakin tinggi faktor-faktor pengaruh tersebut, maka akan semakin tinggi pula partisipasi seseorang.
Pengumpulan data dilakukan melalui survai dengan teknik wawancara berstruktur, sampel penelitian adalah para ibu (istri) yang ditarik secara sistematis berdasarkan kerangka sampel yang telah dibuat sebelumnya, sedangkan analisis data menggunakan perhitungan regresi berganda logistik, dimaksudkan untuk memprediksi besamya peluang (probabilita) pengaruh ketujuh faktor diatas terhadap partisipasi.
Temuan penelitian menunjukkan hanya dua dari tujuh variabel yang signifikan, yaitu variabel pekerjaan dan intensitas informasi. Para ibu yang bekerja pada sektor formal berpeluang untuk berpartisipasi 4,1 kali dibandingkan para ibu yang bekerja pada sektor non formal, sedangkan para ibu yang intensitas informasinya banyak berpeluang untuk berpartisipasi 1,4 kali dibandingkan para ibu yang intensitas informasinya sedikit. Rekomendasi yang diusulkan adalah peningkatan pemahaman masyarakat melalui program peningkatan kualitas materi informasi, program penyediaan sarana informasi yang memadai, serta program penyusunan metode penyampaian informasi sesuai kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Anwar Musadad
"Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Sejak 1968, DBD cenderung meningkat baik daerah yang terjangkit maupun insidensnya, sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk.
DKI Jakarta merupakan daerah yang mempunyai insidens DBD tertinggi di Indonesia. Sedangkan wilayah Kotamadya Jakarta Timur termasuk wilayah yang rawan penyakit DBD, dimana menurut data tahun 1993 dan 1994 wilayah Jakarta Timur merupakan wilayah yang jumlah kasus DBD-nya tertinggi di DKI Jakarta. Hasil analisis data sekunder selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka insidens kasar DBD berkisar antara 29,3-73,0 per 100.000 penduduk dengan tingkat kematian antara 0,29%-1,90%. Walaupun demikian angka insidens DBD di wilayah Jakarta Timur bervariasi, di beberapa wilayah (kelurahan) diketahui angka insidensnya rendah dan di sebagian kelurahan lainnya angka insidens DBD-nya tetap tinggi walaupun sudah dilakukan berbagai upaya pemberantasan.
Belum diketahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan insidens DBD di tingkat kelurahan. Untuk itu dirasakan perlu dilakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan insidens DBD di tingkat kelurahan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum, angka bebas jentik, dan program pemberantasan DBD dengan insidens DBD di tingkat kelurahan.
Penelitian kroseksional ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Sebagai unit analisis adalah wilayah kelurahan, yang jumlah seluruhnya 65 kelurahan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan lingkungan dan wawancara terhadap lurah, kepala puskesmas, dan masyarakat. Khusus untuk pengambilan angka bebas jentik dilakukan pengamatan ke rumah-rumah, masing-masing 100 rumah di setiap kelurahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka insidens rata-rata kelurahan adalah 37 per 100.000 penduduk dan angka bebas jentik 89%. Diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum dan angka bebas jentik dengan angka insiden DBD, serta faktor penyuluhan DBD dan peran serta masyarakat dalam PSN berhubungan dengan angka bebas jentik. Secara bersama-sama, faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum, dan angka bebas jentik dapat menerangkan 24,2% terhadap variasi perubahan angka insidens DBD di tingkat kelurahan.
Penelitian ini menyarankan agar dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit DBD memperhatikan aspek kepadatan penduduk dan keberadaan fasilitas umum sebagai salah satu aspek dalam mewaspadai terjadinya wabah DBD, disarnping peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan program.

The Factors which are Related with the Incidence of Dengue Haemorrhagic Fever at the Village Level of East JakartaThe Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is still a serious health problem, especially in large cities such as Jakarta. Since 1968, DHF tends to increase in both the epidemic area and in the incidence area, in line with the increase in transportation and population density.
Jakarta is belongs the highest DHF incidence in Indonesia, While East Jakarta municipality included the region which is susceptible to the DHF case in Jakarta. The results of secondary data analysis for the fast 5 years indicate that the rough DHF incidence rate range from 29.3 to 73.0 per 100,000 population with the CFR of 0.29% to 1.90%. However, the DI-1F incidence rate in East Jakarta varied, in the some villages the incidence rate is low and in some other the DHF incidence rate remain high even though various eradication efforts have been done.
The factors which are related with the DHF incidence are not known at the village level. Therefore, a further research is needed regarding the factors which are related with the DHF incidence rate at the village level.
The purpose of the research is to study the relationship of factors such as population density, avilability of public places, A. aegypti index, and the DHF eradication program with DHF incidence at the village level.
The cross sectional study is done in East Jakarta municipality. The unit of analysis are the villages, the number of which is 65. The data collection was done by observation of the environment and interviews were conducted with the head of villages, head of health centers, and community. Especially for the A. aegypti index it was done by observation to people's houses, 100 houses in each village.
The results of the study indicate that the average incidence rate of the village is 37 per 100,000 population and the A. aegypti larval free rate (1-house index) is 89%. The findings indicate that there is a significant relationship between population density factor, the availability of public places and A. aegypti index with the incidence of the DHF, and health education factor and the community participation in the reduction of breeding containers related with A. aegypti index. Collectively, the population density factor, the availability of the public places, and the A. aegypti index are able to explain 24.2% of the variation of the DHF incidence rate of the village level.
The research suggest that the implementation of the DHF eradication program should consider the population density and the availability of the public places as one aspect of prevention of the epidemie of DHF, in addition to increase the coverage and quality of the program services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debbie Valonda S.
"Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan dibentuknya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang bertugas melakukan pemeriksaan jentik secara berkala, sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kelurahan Pejaten Timur Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan metode pendekatan cross sectional dan melibatkan 131 Jumantik sebagai responden. Metode analis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tingkat pendidikan (p = 0,026), tingkat pengetahuan (p = 0,023) dan kegiatan pelaksanaan PSN (p = 0,001) berhubungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Kesimpulan dari penelitian ini terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ABJ di Kelurahan Pejaten Timur yaitu tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan kegiatan pelaksanaan PSN, meskipun perlu adanya penelitian lebih lanjut.
Efforts made by the Government of Jakarta in disease control Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the establishment of larva monitoring (Jumantik) assigned to conduct periodic checks larva, which is expected to reduce the incidence of dengue cases. This study aims to determine the factors that affect Figures Non Larva (ABJ) in Sub Pejatentimur District of Pasar Minggu, South Jakarta Administration City with cross sectional method and involves 131 Jumantik as respondents. Method of data analysts using univariate and bivariate analyzes. The results showed that the factor of the level of education (p = 0.026), the level of knowledge (p = 0.023) and the activities of the implementation of PSN (p = 0.001) associated with figure Non Larva (ABJ). The conclusion of this study, there are three variables that influence in Sub Pejatentimur ABJ is the level of education, level of knowledge and implementation activities PSN, although the need for further research."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S58996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Junghans
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan di beberapa negara yang terletak di daerah tropis maupun subtropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. Dalam program pemberantasan penyakit DBD faktor iklim belum banyak mendapat perhatian, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan belum optimal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor iklim dan kejadian DBD. Faktor iklim yang diteliti meliputi curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, suhu, kecepatan angin, dan pencahayaan matahari.
Penelitian ini merupakan studi ekologi/studi korelasi populasi dengan menggunakan data sekunder selama 5 tahun (1998-2002) Data jumlah kasus DBD per minggu diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan data faktor-faktor iklim diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jakarta. Data iklim harian selanjutnya dikonversi menjadi data per minggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara curah hujan, kelembaban dan jumlah kasus DBD, hubungan yang sedang antara jumlah hari hujan, suhu, pencahayaan matahari dan jumlah kasus DBD, serta hubungan yang tidak bermakna antara kecepatan angin dan jumlah kasus DBD. Bentuk hubungan antara curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, kecepatan angin, penyinaran matahari dan jumlah kasus DBD adalah cubic, sedangkan bentuk hubungan antara kelembaban dan jumlah kasus DBD adalah quadratic.

Relationship between Climate and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in East Jakarta 1998-2002Dengue hemorrhagic fever (DHF) is epidemic disease in Indonesia and some countries in tropical, subtropical and temperate areas of the world. The increasing of DHF cases is caused many factors, and one of them is climate factor. This factor does not get much interested in DHF controlling programs yet, so that the intervention strategy is not optimum.
The research is conducted in East Jakarta, to know whether climate factors are related to DHF cases. The climate factor in the study is rainfall, rain days, humidity, temperature, wind velocity, and sun shine.
This study is an ecological study using secondary data for 5 years (1998-2002). The weekly DHF cases data come from East Jakarta Health Services, and the daily climate data come from Jakarta meteorological station, conversed to weekly data for 5 years in 1998 to 2002.
The study shows that there are a significant relationship between DHF cases and rainfall, rain days, relative humidity, temperature, and sunshine. There is not significant relationship between DHF cases and wind velocity. The model of relationship between climate factors and cases are cubic, except the relationship between humidity and cases is quadratic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa Niken Lestari
"ABSTRACT
DKI Jakarta merupakan daerah endemis DBD, di mana Jakarta Timur selalu menjadi kota dengan jumlah kasus tertinggi setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persebaran insidens DBD berdasarkan orang, tempat, waktu, dankorelasi antara faktor lingkungan seperti karakteristik lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan praktik pengendalian vektor dengan Insidens DBD di Jakarta Timur tahun 2012-2016. Data yang digunakan adalah data sekunder, total populasi penelitian dengan unit analisis tingkat kecamatan agregat . Desain penelitian studi kuantitatif observational ekologi. Rata-rata Insidens DBD tahun 2012-2016 tersebar lebih tinggi pada laki-laki, tertinggi di Kecamatan Pulogadung, memuncak pada bulan Maret-April setiap tahunnya, dan terjadi KLB pada tahun 2016. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan Insidens DBD adalah kelembaban udara, jumlah hari hujan, dan cakupan Jumantik melapor. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan penyusunan program pengendalian DBD untuk mencegah potensi wabah, dan menjadi studi pembuka untuk analisis tingkat individu.

ABSTRACT
DKI Jakarta is a DHF endemic area, where East Jakarta has always been the city with the highest number of cases each year. This study aims to identify the DHF Incidence distribution by person, place, time, and correlation between environmental factors such as physical environment, social environment, and vector control practices with DHF incidence in East Jakarta 2012 2016. The data used are secondary data, total study population with district analysis unit aggregate . The study design is quantitative observational study of ecology. The mean of DHF prevalence in 2012 2016 is higher in males, the highest in Pulogadung district, peaking in April March in every year, and outbreak was occurred in 2016. The variables which have a significant association with DHF prevalence are air humidity, number of rainy days, and coverage of Jumantik who reports. This study is expected to become a reference for the preparation of DHF control programs to prevent potential outbreaks, and to be an opening study for individual level analysis."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bareh Catur Astuti
"Kesiapsiagaan masyarakat diperlukan dalam menghadapi kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terus meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan keluarga menghadapi kejadian demam berdarah. Penelitian deskriptif ini telah dilakukan selama bulan Maret-Juni 2016 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional dimana pengumpulan data telah dilakukan melalui metode cluster sampling menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian kepada 109 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi kejadian DBD adalah sangat siap; pengetahuan keluarga (90.5%), sikap keluarga (80.8%), kemampuan sistem peringatan dini (81.8%), respon tanggap darurat keluarga (85.1%) dan mobilisasi sumber daya keluarga (89.4%). Kesimpulan penelitian ini adalah kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kejadian DBD adalah sangat siap. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi indikator bagi petugas kesehatan terutama perawat kesehatan masyarakat dalam mengevaluasi kesiapsiagaan keluarga terhadap DBD.
Community preparedness was needed to face dengue incidence that straightly increase. This study aims to describe the family preparedness to face dengue fever incident among March-June 2016. This research was conducted using descriptive study with cross-sectional design and data collected using cluster sampling method with questionnaire as instrument to 109 respondents. The results show that the family was very prepared for dengue incident; family knowledge (90.5%), family attitudes (80.8%), ability of early warnings system (81.8%), family emergency response (85.1%) and family resource of mobilization (89.4%). Conclusion of this study explain that the preparedness of community was very prepared to dealing with dengue fever incidence. Result of this study expected to be an indicator for Primary Health Care nurse to evaluate the family preparedness toward dengue fever."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S65171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muyono
"Penyakit menular yang dibawa oleh vektor yang masih menjadi masalah hingga saat ini adalah penyakit Daman Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sejak ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta penyakit ini cenderung menyebar luas sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Sumatera Selatan selama 5 tahun yaitu 1998 - 2002 tercatat rata rata jumlah kasus DBD 1.583 kasus (IR = 66,3/100.000 penduduk) dan CFR 2%, sedangkan Kota Palembang pada kurun waktu yang sama menunjukkan angka kejadian berfluktuasi, tahun 1998 (3022 kasus, CFR 2,94%), lalu tahun 1999 menjadi 1330 kasus (CFR : 2,25%), dan hingga akhir tahun 2002 tercatat sebanyak 1074 kasus (CFR : 1,67%).
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kejadian penyakit DBD, Angka Babas Jentik (ABJ) dan hubungan antara iklim yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian penyakit DBD dan ABJ serta hubungan ABJ dengan kejadian penyakit DBD di Kota Palembang Tahun 1998 - 2002.
Desain penelitian menggunakan studi ekologi time trend dengan memanfaatkan data sekunder yang dikumpulkan dari laporan bulanan Subdin P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Stasiun Klimatologi Kenten Palembang serta menggunakan analisis rata-rata hitung (mean) dan analisis Korelasi Pearson diperoleh hasil sebagai berikut:
Kejadian DBD tertinggi tahun 1998 (3.022 kasus, IR = 2216,41100.000 penduduk dan CFR = 2,94%) dan terendah tahun 2001 (816 kasus, IR = 54,91100.000 penduduk serta CFR terendah tahun 2000 yaitu 1,14%). Sedangkan rata-rata ABJ selama 5 tahun sebesar 83,68%, angka tertinggi tahun 1999 (88,0%) dan terendah tahun 2002 (78%). Gambaran iklim: Curah hujan : rata-rata (227,23 mm), tertinggi Maret (367,16 mm) dan terendah Agustus (88,86 mm); Hari hujan : rata-rata (16,2 hari), tertinggi Desember (22,8 hari) dan terendah Agustus (9,4 hari); Suhu : rata-rata (26,9°C), tertinggi Mei (27,6°C) dan terendah Januari (26,06°C); Kelembaban: rata-rata (84,3%), tertinggi Januari (87,4%) dan terendah September (79,2%); Kecepatan angin: rata rata (3,06 knot), tertinggi September (3,8 knot) dan terendah April (2,03 knot).
Hubungan antara iklim dengan kejadian penyakit DBD diperoleh hasil sebagai berikut: Curah hujan: data tahun 2001, ada hubungan bermakna antara curah hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Hari hujan: data tahun 1999, 2002 dan 2002, ada hubungan bermakna antara hari hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Suhu udara: data tahun 2002, ada hubungan bermakna antara suhu udara dengan DBD, arah negatif dan tingkat hubungan kuat; Kelembaban udara: data tahun 2001 dan 2002, ada hubungan bermakna antara kelembaban udara dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Kecepatan angin: data tahun 1999, ada hubungan bermakna antara kecepatan angin dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat. Sedangkan hubungan antara iklim dengan Angka Bebas Jentik dan hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian penyakit DBD tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan.
Untuk mengantisipasi kejadian DBD dimasa mendatang perlu dilakukan pencegahan dengan jalan: mengaktifkan pokja DBD, upaya menggerakkan masyarakat melakukan PSN-DBD, pembagian abate dan ikan predator; peningkatan promosi penanggulangan DBD melalui media massa/elektronik; peningkatan survailence aktif ke rumah sakit minimal seminggu 2 kali dan survailence vektor; serta perlu ditingkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait seperti badan meteorologi dan geofisika, dinas pendidikan, Pemda dan Tim Penggerak PKK.

Contagion disease brought by vector which still become problem till now days is Dengue Disease (DBD), cause by dengue virus which contagious through mosquito vector of Aides aegypli. Since found in Indonesia in the year 1968 in Surabaya and Jakarta this disease tend to widely disseminate in line with the increase of mobility and density.
In South Sumatra during 5 year that is 1998 - 2002 noted an average rate cases of DBD L583 cases (IR = 66,3/100.000 residents) and CFR 2%, while Palembang at the same time show event fluctuation number, year 1998 (3022 cases, CFR 2,94%), then year 1999 becoming 1330 cases (CFR : 2,25%), and till the end of year 2002 noted as much 1074 cases (CFR : 1,67%).
This research aim is to know prescription of DBD disease occurrence, Free Number Larva (ABJ) and relation between climate which covers rainfall, rain day, temperature, dampness and speed of wind with DBD disease occurrence and ABJ also relation ABJ with DBD disease occurrence in Palembang Year 1998 - 2001.
Research design use study of ecology time trend by using secondary data collected from monthly report of Subdin P2P of Palembang City Health Service and Kenten Palembang Climatology Station and also use analysis of mean calculation and Pearson Correlation analysis obtained by following result:
Highest DBD occurrence in year 1998 (3.022 cases, IR = 2216,41100.000 resident and CFR = 2,94%) and lowest in year 2001 (816 cases, IR = 54,9/100.000 resident also lowest CFR in year 2000 is 1,14%). While ABJ mean during 5 year equal to 83,68%, highest number in year 1999 (88,0%) and lowest in year 2002 (78%). Climate Description: Rainfall: mean (227,23 mm), highest in March (367,16 mm) and lowest in August (88,86 mm); Rain day: mean (16,2 day), highest in December (22,8 day) and lowest in August (9,4 day); Temperature: mean (26,9oC), highest in May (27,6oC) and lowest in January (26,06oC); Dampness: mean (84,3%), highest in January (87,4%) and lowest in September (79,2%); Wind speed: mean (3,06 knot), highest in September (3,8 knot) and lowest in April (2,03 knot).
Relation between climate and DBD disease occurrence obtained following result: Rainfall: year 2001 data, there are meaningful relation between rainfall by DBD, positive direction and strong relation level; Rainy day: data of year 1999, 2002 and 2002, there is a meaningful relation between rainy day with DBD, positive direction and strong relation level; Air temperature: data of year 2002, there is a meaningful relation between air temperature with DBD, negative direction and strong relation level; Air dampness: data of year 2001 and 2002, there is a meaningful relation between air dampness by DBD, positive direction and strong relation level; Wind speed: year data 1999, there is a meaningful relation between wind speed by DBD, positive direction strong relation level. While relation between climate with Free Number of Jentik and relation between Free Number of Jentik (ABJ) with DBD disease occurrence is not found a significant relation.
To anticipate DBD occurrence in the next period require prevention by: activating pokja DBD, spraying before infection season, strive to make society do PSN, allotting abate and fish predator; improvement of DBD prevention promotion through mass medialelectronic; improve active surveillance to hospital minimally 2 times in one week; and need to improve cooperation pass program and pass sectored with related institution like geophysics and meteorology, education, Local Government and PICK Activator Team.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Paripurna Harimuda S.
"ABSTRAK
Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) dan Kelompok Kerja (Pokja) Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikotamadya Jakarta Pusat, Nomor 178 tahun 1994, tanggal 18 Oktober 1994. Secara operasional hal tersebut dilakukan dalam bentuk gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh unit-unit terkait secara lintas sektor. Pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD kurun waktu lima tahun, belum berpengaruh pada tingkat peran serta masyarakat dalam melakukan PSN.
Untuk itu, perlu dikaji pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD di Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian dilakukan di Kotamadya Jakarta Pusat. Subyek penelitian adalah Pokjanal dan Pokja DBD (Pokjanal DBD tingkat kotamadya, Pokjanal DBD kecamatan dan Pokja DBD kelurahan). Pada penelitian ini, dilakukan 1 FGD untuk Pokjanal DBD Tingkat Kotamadya dengan informan 10 orang sesuai stuktur dan fungsi Pokjanal DBD Kotamadya Jakarta Pusat pada SK. Untuk tingkat Kecamatan dilakukan 1 FGD dengan informan 10 peserta dari 8 Kecamatan. Sedangkan untuk tingkat Kelurahan dilaksanakan 1 FGD dengan 18 informan dari 44 kelurahan. Informan pada penelitian ini adalah seluruh anggota dinas / instansi / organisasi yang tergabung dalam wadah Pokjanal dan Pokja DBD di Kotamadya Jakarta Pusat dan wadah tersebut sebagai unit analisis. Metode penggalian informasi yang digunakan adalah Focused Group Discussion (FGD) dan Indepth interview. Disamping menggunakan kedua metode tersebut, masih dilakukan suatu upaya cross check melalui penelusuran data sekunder.
Hasil penelitian diperoleh bahwa ternyata Pokjanal dan Pokja DBD tidak berfungsi. SK sebagai landasan formal dalam melaksanakannya tidak tersosialisasi. Bahkan seorang pejabat pemerintah mengatakan ketidaktahuannya mengenai tercantum namanya dalam keanggotaan Pokjanal tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan apabila koordinasi antar sektor tidak berjalan dengan baik secara fungsional dan struktural. Dari kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada koordinasi lintas sektor dalam Pokjanal dan Pokja DBD, maka peran serta masyarakat pun juga tidak ada dalam melakukan PSN sebagai bentuk kegiatan praktis dari Pokjanal dan Pokja DBD, sehingga ABJ pun tidak mencapai target.
Berdasarkan hal diatas disarankan agar: peran serta RT/RW lebih ditingkatkan, menunjuk koordinator dasawisma, ditiadakan penyemprotan dan penyuluhan secara intensif.

ABSTRACT
The Study on the Implementation of Pokjanal and Pokja on Dengue Fever (DBD) In the Movement to Eliminate Dengue Fever Mosquito Nests (PSN DBD) In Central Jakarta Municipality in 1999The Operational Work Group (Pokjanal) and Work Group (Pokja) on dengue fever were formed under the Letter of Decision of the Mayor of Central Jakarta, no. 178 of 1994 dated 18 October 1994. Operationally, the job is done in the form of elimination of mosquito nests (PSN) carried out by related units, cross-sector wise. The coordination of Pokjanal and Pokja DBD within a period of 5 years has not been influenced yet on public participation in carrying out PSN.
Therefore, it is necessary to study the results of Pokjanal and Pokja DBD coordination in Central Jakarta. The study used the descriptive qualitative design, and the location of the study is Central Jakarta Municipality. The subject of the study is Pokjanal and Pokja DBD (municipal Pokjanal, sub-district Pokjanal DBD and village, Pokja DBD). In this study, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter of Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, 1 FGD was carried out with 18 informants from 44 kelurahan. The informants in this study were all members of the offices/organizations in Pokjanal and Pokja DBD of Central Jakarta and both units as analysis units. The method of obtaining information used was FGD and In-depth Interview. Besides using both methods, efforts were still made to make cross checks by tracing secondary data.
The finding indicates that Pokjanal and Pokja DBD are not functioning. The Letter of Decision as a formal basis in the implementation has not been socialized. Even a government official stated that he did not know that his name was included in the memberships of Pokjanal. So it is not surprising lithe inter-sectoral coordination has not been working well, functionally and structural. Based on this fact, it may be concluded that there has been no inter-sectoral coordination in Pokjanal and Pokja DBD. That's why members of the public have particularly carried out activity of Pokjanal and Pokja DBD.
Based on the above, it is recommended: The participation of RT/RW to be increased, to appoint a coordination of dasawisma, stop spraying and intensive extension.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>