Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98905 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leo Agustino
"Penelitian berlangsung mulai Juli 2002 hingga Agustus 2002 yang bertujuan untuk mempelajari perubahan pilihan partai dalam Pemilihan Umum 1999, kasus di Jawa Barat. Pemilihan Umum 1999, meskipun tidaklah sangat berbeda secara teknis pada permilihan-pemilihan umum masa Orde Baru, berlangsung dalam semangat baru akan reformasi sosial dan politik. Studi ini berupaya untuk mengungkap pertanyaan utama mengenai perubahan pilihan partai & faktor apa yang mendorong seseorang mengambil keputusan dan akhirnya mengubah pilihannya dari pilihan partai politik mereka yang sebelumnya?
Studi dibatasi atas dua variabel, variabel independent dan variabel dependent. Variabel Independent difokuskan pada: status sosial pemilih, tingkat ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian. Variabel dependent pada studi ini bersandar pada perubahan pilihan partai politik pada Pemilihan Umum 1999 (perilaku pemilih).
Penelitian ini menggunakan metoda eksplanasi dengan pendekatan studi kasus, lokasi penelitian berada di lima daerah di Jawa Barat, yakni: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, dan Desa Ereatanwetan. Sementara itu systematic random sampling digunakan untuk menentukan sampe yang berjumlah 500 responden, terdiri atas tiap lapisan di dalam masyarakat. Data dikumpulkan dari birokrat pemerintah (PNS), pensiunan militer/PNS, guru/ dosen, pelaku bisnis, mahasiswa, buruh, petani/nelayan, ibu rumah tangga, dan lainnya yang bekerja di sektor informal. Wawancara dengan pertanyaan guided interview (close-ended} digunakan sebagai teknik dalam pengumpulan data.
Hipothesis yang diusulkan dalam penelitian adalah: ada pengaruh antara variabel independent -status sosial pemilih, tingkatan ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian-dengan variabel dependent -perubahan pilihan partai politik. Hipothesis diuji dengan menggunakan tabulasi silang, chi suave, dan multipel regresi guna menjawab dan menjelaskan pertanyaan dalam identifikasi masalah.
Penelitian ini menemukan beberapa hal: pertama, variabel tingkat ketaatan beragama bukanlah faktor yang amat menentukan bagi perubahan perilaku pilihan partai pada Pemilihan Umum 1999. Kedua, status sosial dan tingkat kebebasan memilih adalah faktor-faktor yang moderat dalam perubahan perilaku pilihan partai politik masyarakat di Jawa Barat. Ketiga, identifikasi kepartaian adalah faktor yang siginifikan untuk menjelaskan perubahan pilihan partai politik masyarakat pada pemilihan umum 1999 di lima daerah penelitian. keempat, pola utama dari perilaku pemilih di Jawa Barat mencerminkan indikasi bahwa banyak orang menjatuhkan pilihannya pada partai politik tertentu karena: kelekatan kekeluargaan (yang dibangun oleh identifikasi kepartaian), pergantian rezim (Soeharto), dan juga akses informasi yang Iuas. Terakhir, studi ini juga memberi suatu gambarbn tentang potensi dari konstituen pemilih berikut juga perbedaan karakteristik responden yang memilih partai politik tertentu, seperti: PDI-P, PPP, Partai Golkar, dan PAN.

Change of Voting Behavior :
West Java Case Study at General Election 1999.
This research conducted from July 2002 till August 2002 aimed to study of political party change in general election in 1999, case in West Java. The election of 1999, though is not vastly different technically from elections in the New Order, take place within new spirit of political and social reformation. This study is attempt to explore main question of political party choice change: what are the driving factors that influences an individual's internal decision making and lead them (him/her) to change their choice from their latest political party choice?
The study limits on two types variables, independent and dependent variables. As independent variables, this study focuses on social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification. As dependent variable, this study will rely on political party change in the 1999 general election (voting behavior).
The research uses the explanation analytic method by case study approach, the research location is in five location in Jawa Barat, namely: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, and Desa Eretanwetan. Meanwhile, systematic random sampling was used in determining samples, 500 respondents, comprising of every general sphere in society. Data was collected from government bureaucrats, retired military, teacher/lecturer, businessman, students, labour, farmerslfisherman, homemakers, and others informal sector workers. Both guided interviews with close-ended questions and open interviews were used as techniques in compiling data.
The hypothesis which proposed is: there is the significant influence between the independent variable -social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification- towards the dependent variable - political party change-. The hypothesis tested using the cross tabulation, chi square, and multiple regerssion to answer and explain the question from research question.
The study results in a number of findings: firstly, it indicated variable the level of religions-beliefs (religious ties) is not a significant factor of political party change in general election 1999. Secondly, social status and the level of freedom to choose are the moderat factors of political party change in Jawa Barat. Thirdly, party identification is a significant factor to explain political party change at five research location. Fourthly, the main pattern of voting behavior of the respondents in Jawa Barat was reflected by the indication that a large number of people have mostly determined their choices of political parties, because: family ties (which build-up by party identification), the replacement of Soeharto regime, and access to political information. And, finally, this study also giving a general picture about the potential of parties constituency. There's a diverse of characterites (respondents) supporters and sympathizers of a particular political parties, like: Pal-P, PPP, Partai Golkar, and PAN.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbeda dengan masa jabatan anggota DPR AS
yang hanya dua tahun, masa jabatan anggota
DPR Australia adalah lebih lama. Namun jika
dibandingkan dengan masa jabatan anggota
DPR Indonesia yang lima tahun, masa jabatan
anggota DPR Australia yang lamanya tiga ta-
hun adalah lebih pendek. Dengan demikian apablla dibandingkan dengan Indonesia - Australia
lebih sering menyelenggarakan Pemilu. Jika da-
lam jangka waktu 30 tahun di AS berlangsung
15 kali pemilu, maka di Australia sekurang-ku
rangnya 10 kali, sedangkan di Indonesia hanya
6 kali. Berdasarkan pengalaman meninjau
pemilu di Australia pada bulan Oktober 1598
yang lalu, penulis memaparkan segi-segi Hukum
Tata Negara Pemilu 1958 di Australia.
"
Hukum dan Pembangunan Vol. 29 No. 1 Februari 1999 : 1-7, 1999
HUPE-29-1-Feb1999-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sudiyatmiko Aribowo
"Tesis ini membahas tentang sistem pemilu yang berkembang saat ini termasuk di Indonesia. Pemilu merupakan pelaksanaan kehendak rakyat sebagai perwujudan dari demokrasi. Anggota legislatif yang terpilih adalah wakil rakyat yang diharapkan dapat mengemban amanat rakyat. Indonesia pada dasarnya menganut sistem pemilu proporsional dengan daftar calon yang disusun oleh partai pada daerah dengan perwakilan jamak. Pada awalnya sistem pemilu Indonesia menerapkan daftar tertutup (proporsional tertutup) tetapi sejak diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 2008, daftar calon bersifat terbuka (proporsional terbuka) sehingga calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan menjadi calon terpilih. Penetapan calon yang terpilih ternyata tidak semudah yang dibayangkan karena terdapat sistem yang mengatur tentang penghitungan dan pembagian kursi legislatif bagi partai dan calon. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, pendekatan dilakukan dengan teori pemilu, teori aturan pemilu serta konsep tentang pemilihan sistem pemilu, perbandingan sistem pemilu, desain aturan pemilu, mekanisme pemilu, partisipasi pemilih, dan proporsionalitas. Untuk memperoleh kesimpulan dari tujuan penelitian, maka hal-hal yang disampaikan adalah meliputi sistem pemilu, perbandingan sistem penghitungan perolehan kursi DPR dalam UU pemilu, dan penerapan sistem penghitungan perolehan kursi dalam Pemilu Tahun 2009.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa sistem penghitungan perolehan kursi DPR pada Pemilu Tahun 2009 dan yang akan diterapkan dalam Pemilu Tahun 2014 ternyata sangat rumit dan tidak mudah untuk dipahami bagi penyelenggara pemilu, partai dan calon legislatif, apalagi rumusan yang dibuat oleh pembentuk UU ternyata tidak sederhana dan berbelit-belit. Akibatnya, terdapat berbagai penafsiran atas sistem penghitungan perolehan kursi DPR baik oleh KPU, partai maupun calon legislatif, sehingga pada Pemilu Tahun 2009, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan judicial review dan pengujian undang-undang yang saling bertentangan tentang sistem penghitungan perolehan kursi DPR. Kerumitan rumusan sistem penghitungan perolehan kursi DPR tersebut dapat mengakibatkan disproporsionalitas pembagian kursi DPR yang pada akhirnya banyak suara pemilih yang terbuang sia-sia.

This thesis discusses the development of electoral system developed, including in Indonesia . Election is the implementation of the will of the people as the embodiment of democracy . Legislators are representatives of the people, who are expected to carry out the mandate of the Indonesian people, basically adhere to the proportional representatives system with a list of candidates drawn up by the party in the multi member district. At first, Indonesian electoral system implements a closed list but since the enactment of Act No. 10/2008, electoral system implements an open list so that the candidate who gets the ost votes is elected . Determination of the elected candidate was not as easy as one might imagine because there is a complex system for calculation and distribution of legislative seats for parties and candidates . By using normative juridical research methods, the approach made by the theory of elections, electoral rules theory and the concept of electoral system choice, comparative electoral systems, the design of electoral rules, electoral mechanisms, voter participation, and proportionality. To obtain the conclusion of the study objectives were presented with the electoral system, the comparative of the legislative distribution seats system in the Indonesia election law, and the application of the distribution seats system in the general election at the 2009.
Based on the results of the research is that the distribution seats system at the election in 2009 and which will be implemented in the 2014 election are complicated and not easy to understand for the organizers of the election, prty and the candidates, especially the formulation made by the law maker was not a simple and complicated. As a result, there are different interpretations of distribution seats system, either by the electoral Commission, parties and candidates, so that the election of 2009, the Supreme Court and the Constitutional Court made an opposing judicial review about the distribution seats system. The complexity formula of distribution seats system could result in disproportionality distribution of legislative seats and at the end, many voters are wasted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Nasef
"Penelitian tesis ini bertujuan untuk menganalisis problematika hukum pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia dan kemudian merumuskan ulang formula pengaturan yang berbasis electoral justice system. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa problematika hukum dimaksud diantaranya berkaitan dengan miskonsepsi tentang sengketa Pemilu dan perselisihan hasil Pemilu, desain institusional bawaslu, hukum acara baik untuk penyelesaian sengketa Pemilu maupun untuk perselisihan hasil Pemilu yang tidak kompatibel dengan karakteristik Pemilu, dan ambiguitas tafsir mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilu. Problematika tersebut dalam beberapa kasus telah melahirkan dualisme putusan pengadilan yang saling bertentangan, sehingga mendistorsi prinsip negara hukum yang diamanatkan oleh konstitusi. Oleh karena itu, pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia perlu direformulasi berbasis pada prinsip-prinsip electoral justice system agar lebih memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

The research aims to analyze the problems regarding the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia. The research also aims to reformulate the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia based on electoral justice system principles. This study found that the problems are about the misconception concerning electoral dispute and election result dispute, institutional design of Bawaslu, the procedural law for the settlement of electoral disputes as well as for the election result dispute are not compatible with the characteristics of the election, and the ambiguity of constitutional court's interpretation regarding its authority in the election result dispute settlement. These problems in some cases led to the duality of conflicting court rulings, thus distorting the rule of law as mandated by the constitution. Therefore, the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia needs to be reformulated based on electoral justice system principles in order to embody legal certainty in the election process in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Puja Kesuma
"Menurut hasil data Badan Pusat Statistik bahwa presentase pemlih pemula pemilu 2014, hanya mencakup 20 persen dari seluuh pemilih. Namun, kasus mengenai pemilih pemula menjadi orientasi studi yang menarik. Hal ini disebabkan karena pengalaman dan pengetahuan yang minim tentang proses politik yang mereka miliki itu sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai sumber yang tidak resmi (kampanye hitam). Hal ini memunculkan pertanyaan penulis sejauh mana kampanye hitam mempengaruhi pemilih pemula dalam pemilu 2014. dari hasil wawancara dua informan dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber informasi mengenai kandidat yang diperoleh masih memiliki tingkat ketidakbenaran informasi yang sangat tinggi. hal ini kemudian memberikan dampak pada beralihnya pilihan terhadap kandidat, dari kandidat yang mereka pilih berdasakan hati nurani menjadi kandidat yang dikonstrusikan media.

According to the Central Bureau of Statistics, only 20 percent of voters in 2014 election are first-time voters. It is interesting to explore this case further. Due to lack of experience and knowledge of the political process, they were easily influenced by various unofficial sources (Black Campaigns). This circumtance intrigued the author to understand how Black Campaigns influenced first voters. From two interviews it can be concluded that Black Campaigns produced inaccurate information. In the end, it has an impact in voters’ decision, from choice based on heart into choice made by media construction. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidin
"Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia,
Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum hams lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuswoyo
"Studi ini secara khusus memfokuskan pada munculnya fenomena perilaku tradisional, dalam masyarakat yang sedang mengalami proses transisi demokrasi. Studi ini menjadi penting dalam rangka menjelaskan perkembangan masyarakat pemilih, yang dapat diamati dari sikap dan perilakunya terhadap sistem politik yang sedang mengalami proses transisi tersebut.
Dalam rangka memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang mengapa dan bagaimana fenomena perilaku tradisional tersebut muncul pada Pemilu 1999 yang dikenal sebagai Pemilu yang berlangsung pada era transisi demokrasi, digunakan alat analisis (tool analysis) yang dibangun dari teori-teori perilaku (behavior theory), yang dikemukakan dari para pendukung pendekatan sosiologi, psikologi, dan antropologi politik. Didukung dengan berbagai basil penelitian yang pernah dihasilkan oleh para penstudi perilaku pemilih di Indonesia Dari berbagai penjelasan teoritik yang ada, orientasi perilaku tradisional (political realignment) hanya dilihat sebagai kuatnya pengaruh nilai-nilai primordial dan ideologi. Dalam kenyataan di lapangan, orientasi perilaku tradisional pemilih pada era transisi demokrasi di pedesaan, disamping dipengaruhi oleh nilai-nilai primordialisme, ideologi, kekerabatan (kingship), juga identifikasi partai. Dengan demikian, identifikasi partai juga sangat menentukan sikap konservatif dan orientasi perilaku tradisional pemilih.
Dalam kenyataan yang lain ditemukan bahwa, fenomena orientasi tradisional yang nampak di permukaan, tidak serta merta didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang tidak rasional, sebaliknya tidak semua tindakan yang nampak rasional selalu terbebas dari ikatan-ikatan tradisionalnya.
Pada fenomena pertama dapat dilihat dari perilaku para elm. PKI mendukung PDIP, yang di permukaan nampak sebagai orientasi tradisional, karena terkait dengan hubungan politik masa lalu, bahwa kelompok abangan akan mendukung partai sekuler, tetapi ternyata di balik fenomena yang muncul dipermukaan tersebut, terdapat alasan yang cukup rasional, yaitu atas dasar pertimbangan situasi dan kondisi serta peluang untuk berperan dalam mengeliminasi sekat-sekat politik yang membatasi kebebasannya di masa datang, bukan semata-mata disiarkan atas orientasi sekuler dan pemilih abangan.
Pada fenomena kedua, dapat ditemukan dalam dukungan dan pilihan beberapa kelompok muda Islam terhadap PAN, meskipun alasannya cukup rasional, tetapi kalau dilacak lebih jauh akan nampak adanya pengaruh ikatan-ikatan primordial yang membentuk orientasi tradisionalnya, karena dukungannya terhadap PAN juga terkait dengan kedudukannnya sebagai pendukung Islam modemis.
Pada akhirnya meskipun perubahan politik telah berlangsung, tetapi dalam era transisi demokrasi, yang penuh kebebasan dan ketidakpastian tersebut, telah memperkuat sebagian besar anggota masyarakat yang memiliki afiliasi kelompok untuk mengikatkan din. pada kelompok Dalam kenyataan yang demikian, kesadaran kelompok (collective conscience) tetap kuat mempengaruhi perilaku pemilih.

This Study peculiarly focused at traditional behavioral phenomenon appear in societies which is experiencing of democratic transition process. This study becomes important in order to explain an improvement of voter's society, by perceived from its attitude and behavior toward a political system which is experiencing of transition process.
In order to obtaining the main understanding about why and how the traditional behavioral phenomenon emerge at General election 1999 known as General election that goes on democracy transition era, this study using a behavioral approach as its tools of analysis. This is a multidiscipline approach consist of sociology, psychology, and political anthropology. These studies also supported by various researches about voters behavior that have been conducted in Indonesia.
Explanation from various existed theory, the traditional behavioral orientation (political realignment) has strength and influence of values of primordial and ideology
Rural voters that have traditional behavioral orientation beside influenced by values of primordial, ideology, consanguinity (kingship), also a party identification. Thereby, party identification also determine conservative attitude and traditional behavioral orientation.
Another fact that has found a traditional orientation phenomenon look on the surface, do not at moments notice relied on irrational considerations on the contrary not all action which look rational always free from traditional confining on him.
First phenomenon can be seen from ex PM behaviors that support PDIP what on the surface looked as traditional orientation, because in the past PM as abangan will support secular Party, but behind this, it happen different but the reason of this part is also rational_ The main considerations are the condition and the opportunity could be taken to eliminate their limitation in the past to have freedom for the coming period. Secular orientation of abangan voters not solely the explanation of their behavior.
At second phenomenon, can be found at young Islamic group that choice and support PAN. Though its reason looks rational enough, but if we traced farther we will find the influence of primordial confining which forming traditional orientation on them. Their support to PAN also related to their principle as modernist Islam
In the end though political changing have taken place democracy transition era, that full of uncertainty and freedom, have strengthen most society member group affiliation to their group. Therefore, collective conscience remain to be strong factor influence voters behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabrielson Pascalino Milkyway
"Penelitian ini menganalisa mengenai proses pembiayaan politik caleg perempuan pada pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan studi literatur. Penelitian ini menggunakan kerangka pembiayaan politik dari van Biezen, sebagai teori utama, dan dilengkapi dengan konsep pembiayaan politik berbasis gender, personal vote, dan patronase. Pembiayaan politik yang tinggi di Indonesia diakibatkan perubahan sistem proposional dari tertutup (Orde Baru) menjadi terbuka (Reformasi) dan celah dalam aturan pembiayaan politik. Tingginya pembiayaan politik menyebabkan caleg perempuan terpilih banyak berasal dari kekerabatan politik. Temuan dari penelitian ini bahwa proses pembiayaan caleg perempuan dari kalangan elit dan petahana tidak menunjukan masalah. Pemasukan dana kampanye berasal dari diri sendiri. Sedangkan pengeluaran terbesar diperuntukan untuk kunjungan ke dapil dan APK. Tidak adanya pencatatan sesuai realitas di lapangan menunjukan celah dalam regulasi pembiayaan tidak hanya dalam aspek transparansi, tetapi juga dalam aspek regulasi pemasukan dan pengeluaran serta ketersediaan dana publik. Penerapan kuota gender di Indonesia yang mendorong pencalonan kandidat perempuan dengan modalitas tinggi menunjukan bahwa perlu adanya tindakan afirmasi dalam pembiayaan politik. Hal ini dikarenakan penggunaan kuota gender tidak mendorong perubahan ketidaksetaraan gender dalam struktur sosial dan ekonomi. 

This study analyzes the political financing process of female candidates in the 2019 elections. This study uses qualitative research methods by collecting data through interviews and literature studies. This study uses the political financing framework of van Biezen, as the main theory, and is complemented by the concepts of gender-based political finance, personal votes, and patronage. High political finance in Indonesia is due to a change in the proportional electoral system from closed (New Order) to open (Reformasi) and loopholes in political financing rules. The high level of political funding causes many of the elected female candidates to come from political kinship. The findings of this study that the process of financing female candidates from the elite and incumbent did not show a problem. Income from campaign funds comes from oneself. While the largest expenditure is intended for visits to electoral districts and APKs. The absence of records according to field reality shows gaps in financing regulations not only in the aspect of transparency, but also in terms of regulation of revenue and expenditure as well as the availability of public funds. The implementation of a gender quota in Indonesia that encourages the nomination of women candidates with high modality shows that there is a need for affirmations of gender-based political financing. This is because the use of gender quotas does not encourage changes in gender inequality in social and economic structures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awalia Arfan
"Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun 2013 terdapat beberapa fenomena menarik yang melatar belakangi penelitian, diantaranya kemenangan pasangan nomor urut 3 yang hanya diusung oleh satu partai politik, mengungguli perolehan suara pasangan calon yang diusung banyak partai politik, incumbent, figur/ketokohan, agama, ekonomi maupun latar belakang pendidikan pasangan calon. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis komparatif. Berdasarkan analisis perolehan suara dengan tipologi wilayah diperoleh hasil bahwa masa pemilih dari ketiga calon gubernur tersebut mempunyai mempunyai distribusi yang merata di wilayah pegunungan tinggi-dataran rendah, pesisir pedalaman, desa-kota. Sedangkan berdasarkan tipologi wilayah Eks Karesidenan calon gubernur Hadi Prabowo - Don Murdono mempunyai suara yang lebih besar di Eks Karesidenan Pekalongan, calon gubernur Bibit Waluyo - Sudijono Sastroatmodjo mempunyai massa lebih besar di Eks Karesidenan Semarang, dan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Ganjar Pranowo - Heru Sudjatmiko lebih besar di Eks Karesidenan Surakarta.

For central Java governor election in 2013 there were some interesting phenomena of the research background, including victories pair number 3 which is the only are carried by a political party, over passing of the vote the candidate who carried many political parties, the incumbent, figure/personality, religious, economic and the educational background of the candidate. The objective research is to descriptive method with comparative types. Based on the analysis of the vote by the typology of the area showed that the future voters of the three candidates for governor have had an even distribution in the high mountain region - lowland, coastal, inland, rural and urban. While based typology region governatial candidate residency Hadi Prabowo ? Don Murdono have a greater voice in ex-resicendy Pekalongan, a candidate for governor Bibit Waluyo - Sudijono Sastroatmodjo have a greater mass in ex-residency Semarang, and the candidate for governor and vice governor greater Ganjar Pronowo - Heru Sudjatmiko dashing in ex-residency Surakarta.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>