Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133740 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi DPR RI 2001,
351.722 Dim
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Suryandono
"Latar Belakang Masalah
Krisis sosial politik yang terjadi sejak tahun 1997 telah berdampak di segala sektor kehidupan. Krisis ini kemudian diikuti dengan gejolak moneter yang berkepanjangan sehingga memporak- porandakan sendi-sendi kehidupan yang dibangun selama masa Orde Baru. Pengaruh krisis yang melanda Indonesia saat ini sangat berpengaruh dalam menentukan RAPBN tahun 1999/2000. Presiden B.J. Habibie dalam pidatonya di depan Sidang Paripurna DPR tanggal 5 Januari 1999, menyebutkan bahwa RAPBN tahun 1999/2000 lebih kecil daripada RAPBN tahun 1998/1999, yaitu sebesar Rp 218,2 Trilyun, atau merosot sebesar 17,31 persen dari volume APBN tahun 1998/1999 yang sekarang sedang berjalan yakni Rp 263,9 Trilyun.
Penurunan RAPBN ini diakui Pemerintah sebagai pencerminan dari situasi dan kondisi ekonomi yang sedang prihatin untuk periode tahun 1999/2000. Perhitungan tersebut bisa terjadi karena adanya penurunan penerimaan Pemerintah RI dalam Rupiah dari bantuan luar negeri. Selain itu,juga berkenaan dengan penurunan penerimaan negara dari ekspor minyak mentah sebesar 62,2 persen, hanya 11 Dollar AS per barrel. Di samping itu juga adanya adanya pengeluaran atas subsidi BBM, dan pembayaran cicilan serta bunga utang luar negeri. Penurunan penerimaan dalam negeri bukan Migas terjadi pada penerimaan bea masuk sebesar 46,3 pesen, penerimaan PBB dan BPHTB sebesar 4,8 persen, dan penerimaan negara bukan pajak sebesar 3,2 persen. Demikian juga penerimaan negara dari bantuan luar negeri juga mengalami penurunan yaitu untuk pinjaman program sebesar 36 persen, dan untuk pinjaman proyek sebesar 26 persen.
Namun Pemerintah masih berharapkan bantuan luar negeri ini dapat dicapai sebesar 10,3 Milyar Dollar, hampir sama dengan target bantuan yang dicapai pada bantuan luar negeri tahun lalu. Peningkatan penerimaan negara terjadi di bidang Perpajakan yaitu Pajak Penghasilan sebesar 57,2 persen, PPn dan PPnBM sebesar 19,9 persen, Cukai sebesar 20,7 persen, Pajak Ekspor sebesar. 175,2 persen, dan pajak lainnya sebesar 4,5 persen.2
Usaha untuk meningkatkan Pajak Ekspor ini tidaklah mudah, karena dalam situasi gejolak moneter yang belum rnenentu seperti sekarang ini cenderung akan mendorong kenaikanbahan bakur apalagi bahan baku tersebut masih harus diimpor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Wahyu Kartiko
"Mengapa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sering ditetapkan
setelah awal tahun anggaran yang baru? Apakah karena faktor politis? Penelitian
ini ingin mengetengahkan perspektif ekonomi politik divided government sebagai
salah satu faktor penyebab buruknya kinerja penetapan APBD. Hasil Pemilu
Legislatif 2004 dan Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2005, 2006 dan
2007 menunjukkan sangat sedikit membentuk pemerintahan yang mayoritas.
Akibatnya, persaingan kepentingan antara eksekutif dan legislatif diduga
mengemuka sehingga pembahasan APBD tahun anggaran 2008 dan 2009
terancam berlarut-larut.
Dengan menggunakan model persamaan regresi logit diperoleh hasil bahwa
formasi pemerintahan berupa single minority party, minority coalition, majority
coalition, dan single majority party mempengaruhi keterlambatan penetapan
APBD sepanjang tahun 2008-2009. Semakin kuat dukungan partai eksekutif di
parlemen semakin cepat penetapan APBD-nya. Namun demikian seberapa lama
delay penetapan APBD yang terjadi tidak dipengaruhi oleh 4 formasi
pemerintahan tersebut yang ditunjukkan melalui estimasi model data panel.
Hasil ini juga menjelaskan bahwa sebelum batas waktu keterlambatan ? 1 Januari
tahun fiskal baru ? ketegangan eksekutif-legislatif dipengaruhi oleh 4 formasi
pemerintahan daerah dan besarnya total belanja APBD. Setelah pemerintahan
daerah tersebut gagal memenuhi ketepatan waktu penetapan APBD sebelum batas
waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penetapan APBD antara lain
adalah besarnya total belanja APBD, dan kepemilikan sumber daya alam.
Sedangkan besarnya nilai gaji dan tunjangan anggota DPRD ternyata
mempercepat penetapan APBD. Secara umum, hal ini selaras dengan hasil
penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa perilaku indisipliner aktor
politik anggaran seperti memaksimalkan anggaran, konflik kepentingan, dan rent
seeking atas common pool resources berupa anggaran daerah diindikasikan cukup
relevan dengan berlarutnya pembahasan APBD.

Abstract
Why is APBD (Regional Budget) often made after the beginning of the year for a
new budget? Is it because of political factor? The research would like to highlight
the economic and political perspectives of divided government as one of the
factors of the bad performance of the Regional Budget (APBD). The results of the
General Election for the Legislatives 2004 and the Direct Local Elections of the
years 2005, 2006, and 2007 show very few form the majority of the government.
Consequently, the interest competition between the executives and the legislatives
is assumed to appear so that the discussion of APBD of the years 2008 and 2009
is threatened to be delayed.
By using logit regression equation model, a result obtained shows that
government formations, such as single minority party, minority coalition, majority
coalition, and single majority party, influence the Regional Budget delay of the
year 2008-2009. The stronger the support of the executive party in the parliament,
the faster the making of the APBD is. However, the duration of the APBD delay
occuring is not influenced by the 4 government formations shown through the
panel data model estimation.
The result also explains that before the time limit of the delay ? January 1 of the
new fiscal year - the executive-legislative tense is influenced by 4 regional
government formations and the total amount of APBD expenditure. After the
region fails to fulfill the punctuation of the making of APBD before the time limit,
the factors influencing the duration of the making of APBD are, among others, the
total amount of APBD expenditure and the possession of natural resources. On
the other hand, the amount of the salary and benefits of the members of DPRD
(Regional House of Representatives) turn out to accelerate the making of APBD.
Generally, this result is suitable with the previous reseach results showing that
indiscipline behaviour of the budget political actors, such as maximazing the
budget, conflict of interest, and rent seeking on common pool resources in a form
of regional budget, is indicated to be sufficiently relevant with the APBD
discussion delay."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29328
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniar Arifianto
"Peran utama dari negara adalah penyediaan beragam barang publik (public goods) atau pelayanan kepada publik/masyarakat luas. Pertahanan dan keamanan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat dan merupakan barang publik utama yang sangat penting dalam rangka eksistensi suatu negara.
Supremasi sipil atas militer merupakan prasyarat utama dalam negara demokrasi. Adanya kendali sipil atas militer antara lain melalui kontrol/pengendalian anggaran belanja militer. Agar dapat dicapai pengendalian yang efektif diperlukan suatu sistem pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel sesuai prinsip-prinsip good governance.
Sistem penganggaran militer di Indonesia, yaitu yang berlaku pada Departemen Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (Dephan-TNI), merupakan bagian dari sistem penganggaran nasional (APBN), tetapi karena alasan sifat khas militer, yaitu sifat kerahasiaan (secrecy), mobilitas tinggi, kesatuan komando dan rantai komando, dalam tahap pelaksanaan anggarannya mempunyai sistem pengelolaan khusus yang terpisah dari sistem pelaksanaan anggaran nasional. Sistem pengelolaan anggaran belanja dan keuangan militer yang terpisah tersebut diduga cenderung tertutup dan kurang transparan. Alasan kerahasiaan (secrecy) selalu menjadi hambatan akuntabilitas dan transparansi anggaran militer.
Penelitian ini menganalisis sistem pengelolaan anggaran belanja (expenditure system) Dephan-TNI ditinjau dari aspek good governance (transparansi dan akuntabilitas publik) serta aspek pengendalian intern. Hasil penelitian terhadap implementasi sistem menunjukkan bahwa sistem pengelolaan anggaran belanja dan keuangan Dephan-TNI memitiki kelemahan inheren yang berpengaruh pada efektivitas sistem yaitu sistem otorisasi anggaran dan pendanaan yang tertalu kaku, birokratis dan tidak fleksibel; tidak adanya pemisahan tugas yang memadai sehingga melemahkan pengendalian intern; dan sistem pertanggungjawaban keuangan yang kurang transparan dan akuntabel yang berisiko menimbulkan penyimpangan (korupsi dan penyalahgunaan dana). Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan kegiatan Dephan-TNI dengan departemen/lembaga non militer. Belum adanya aturan hukum yang jelas mengenai rahasia negara menyebabkan alasan kerahasiaan selalu menjadi dalih tidak diikutinya prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Karena kelemahan tersebut perlu dilakukan perbaikan atas sistem pengelolaan anggaran belanja dan keuangan Dephan-TNI. Tidak perlu ada perlakuan khusus atas pengelolaan anggaran belanja militer (Dephan-TNI) secara menyeluruh. Perlakuan khusus harus ditetapkan secara terbatas pada hal-hal yang bersifat kontijensi dan rahasia seperti kegiatan operasi militer yang mendesak/mendadak dengan memperbaiki sistem pengendalian intern dan sistem pertanggungjawabon keuangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam rangka mewujudkan good governance dalam pengelolaan keuangan negara."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Mukhlis Affandi
"Dana Alokasi Khusus (DAK) di Indonesia adalah salah satu jenis Transfer Ke Daerah yang merupakan jenis bantuan bersyarat. Oleh karena itu pengalokasian DAK harus sesuai dengan definisi dan tujuannya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi pengalokasian DAK dengan melihat kesesuaiannya dengan definisi dan tujuan sebagaimana yang termuat dalam UU nomor 33 tahun 2004, PP nomor 55 tahun 2005 serta Perpres nomor 5 tahun 2010, serta menggali faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian. Untuk mencapai maksud tersebut, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif sederhana terhadap indikator-indikator evaluasi.
Hasil penelitian menunjukkan Pengalokasian DAK masih belum sesuai dengan definisi dan tujuannya. Hal ini ditunjukkan dengan DAK yang diberikan kepada 99,39% dari total 491 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2012, belum diprioritaskan kepada daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang rendah, terdapat ketidaksesuaian besaran alokasi DAK antara usulan alokasi yang diajukan oleh K/L dengan pagu alokasi yang ditetapkan, serta adanya perbedaan antara prioritas kebutuhan daerah menurut persepsi pemerintah daerah dengan prioritas nasional menurut persepsi K/L.

Spesific Allocation Grant (DAK) in Indonesia is one kind of transfer to region which is a specific grant. Therefore the DAK allocation must be in accordance with the definition and purpose. This study aims to evaluate the allocation of DAK in accordance with the definition and purpose as set forth in Law No. 33 of 2004, Government Regulation No. 55 of 2005 and Presidential Decree No. 5 of 2010, and to explore the factors that cause a mismatch. To this end, this study used a simple descriptive analysis of the evaluate indicators.
The results showed that DAK allocation is still not accordance with the definitions and purpose of DAK. This is indicated by DAK allocation given to 99.39 % of the total 491 districts / cities in Indonesia in 2012, not yet prioritized to districts / cities that have low financial capability, there discrepancy between the amount of DAK allocation proposal submitted by the K / L with a specified allocation, as well as the difference between the priority needs of the region as perceived by the local government with national priorities as perceived by the K / L.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T39284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Maulani
"Sejak tahun 2008, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalokasikan Dana Program Bantuan Keuangan untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Di Luar Kuota Jamkesmas. Sasaran program ini adalah masyarakat miskin yang belum tercover oleh program Jamkesmas Pusat. Namun dalam pelaksanaannya, alokasi dana yang diberikan kepada 26 kabupaten/kota di Jawa Barat masih belum mencukupi, karena alokasi dana tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Pengalokasian Anggaran Program Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Luar Kuota Jamkesmas. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan disain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahapan yaitu data primer dan sekunder. Data primer dilaksanakan melalui wawancara mendalam terhadap informan untuk menggali lebih dalam mengenai mekanisme penyusunan dan penetapan anggaran untuk program tersebut. Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen berupa data jumlah sasaran, alokasi APBD Kabupaten/kota, realisasi penyerapan anggaran tahun sebelumnya dan kapasitas fiskal di 26 kabupaten/kota dalam kurun waktu 2009-2013. Analisis dilakukan dengan menggunakan statistik regresi linear ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan Pengalokasian Anggaran Program Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Di Luar Kuota Jamkesmas adalah jumlah sasaran (masyarakat miskin di luar kuota Jamkesmas). Belum mencukupinya alokasi anggaran untuk program ini dikarenakan dalam proses penetapan anggaran dilakukan oleh eksekutif dan legislatif, dimana kebijakan anggaran didasarkan pada persepsi para pemangku kepentingan di daerah termasuk politis.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan agar melaksanakan analisis kajian PHA/DHA untuk mendapatkan data pembiayaan kesehatan yang akurat, melakukan advokasi kepada eksekutif dan legislatif dalam rangka kecukupan alokasi anggaran dan melaksanakan pengembangan pembiayaan kesehatan jaminan kesehatan yang terintegrasi dengan JKN Pusat. Kepada Pemerintah Daerah agar lebih komitmen dalam pembiayan kesehatan yang penerapannya dituangkan melalui regulasi daerah (Perda) sehingga dalam penyelenggaraan dapat lebih baik.

Since 2008, the Government of West Java Province allocates Fund Financial Assistance Program for the Poor in Health Services Outside Quota medical treatment. This program targets the poor are not covered by the program JAMKESMAS Center. But in practice, the allocation of funds given to 26 districts / cities in West Java is still not sufficient, because the allocation of funds is not in accordance with the needs on the ground.
This study aims to determine the factors associated with the allocation of Financial Assistance Program Budget West Java Provincial Government for the Poor in Health Services Outside Quota medical treatment. This study is an analytical study of the cross-sectional design. The data was collected through two stages, namely primary and secondary data. Primary data through in-depth interviews conducted against informants to dig deeper into the mechanics of preparation and adoption of the budget for the program. Secondary data was collected through document review and data of the target amount, the budget allocation district / city and the percent absorption of the previous year's budget in 26 districts / cities in the period 2009-2013. Statistical analysis was performed using multiple linear regression.
The results showed that factors related to the Financial Assistance Program Allocation Budget West Java Provincial Government for the Poor in Health Services Outside Quota JAMKESMAS is the number of targets (the poor outside quota Assurance). Not to inadequate budget allocation for this program because of the budget setting process carried out by the executive and the legislature, where budget policy was based on the perception of the stakeholders in the area including the political.
Recommended to the Department of Health to carry out the study analyzes PHA / DHA to obtain accurate health finance data, perform the executive and legislative advocacy in order to implement the allocation and adequacy of financing the development of an integrated health health insurance with JKN Center. To local governments to be more commitment in the implementation of health financing is poured through local regulations (laws) so that the organization can be better.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Hardiyanti
"Direktorat Jenderal Bina Marga merupakan unit eselon 1 yang memiliki pemotongan anggaran terbesar kedua di Kementerian PUPR pada tahun 2016. Berdasarkan Inpres tentang pemotongan anggaran, setiap organisasi harus tetap mengamankan belanja prioritas yang menjadi tanggung jawabnya. Namun, pemotongan anggaran di Ditjen Bina Marga masih dilakukan pada program prioritas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan metode pemotongan anggaran di Ditjen Bina Marga pada tahun anggaran 2016 dengan melihat lima metode yang ditetapkan oleh McTighe. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dan pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi literature.
Hasil penelitian menunjukan bahwa diantara kelima metode pemotongan anggaran yang sudah dikenal, metode pemotongan di Ditjen Bina Marga cenderung menggunakan tiga metode secara bersamaan, yaitu organizational mission, marginal investment, dan employee participation. Penggunaan tiga metode tersebut berimplikasi pada sejumlah pemotongan program prioritas dan pemeliharaan pada tahun 2016.

The Directorate General of Highways is the echelon 1 unit with the second largest budget cut in 2016. Under the Inpres on budget cuts, every organzation must keep securing the priority spending that it is responsible for. However, budget cuts in the Directorate General of Highways are still being conducted on priority programs.
Based on these problems, this study aims to describe the method of budget cuts in the Directorate General of Highways in fiscal year 2016 by looking at the five methods set by McTighe. This research uses post positivist approach and data collection is done through observation, in depth interview, and literature study.
The results show that among the five known budget cutting methods, the cutting method in Directorate General of Highways tends to use three methods simultaneously, namely organizational mission, marginal investment, and employee participation. The use of these three methods implies a number of priority and maintenance program cuts by 2016.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1977
350.702.6 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Mei Lestari
"Hak budget parlemen dalam sistem bikameral Indonesia dalam rangka mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, belum ditempatkan pada kedudukan yang tepat dan sepadan dari sudut konstitusi (Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Perubahan), sesuai dengan falsafah kedaulatan rakyat, checks and balances serta tujuan bernegara. Kedudukan Parlemen Indonesia yang terdiri dua kamar (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana DPR memiliki peran yang lebih kuat dari pada DPD, karena DPR sebagai lembaga yang membahas dan memberikan persetujuan anggaran, sedangkan DPD hanya sebagai lembaga pemberi rekomendasi, membuat tidak terjadi keseimbangan sistem bikameral Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian hukum (legal research) untuk mendapatkan deskripsi mengenai hukum yang menyangkut aktivitas pemerintahan yakni Parlemen Indonesia dalam menggunakan hak budgetnya yangdisajikan secara analitis.
Hasil penelitian menunjukkan Perubahan UUD 1945 tidak secara tepat mendudukkan hak budget parlemen. Hak budget parlemen diletakkan pada persetujuan APBN sebagai bentuk pengelolaan keuangan negara, yang seharusnya merupakan persetujuan APBN sebagai wujud kedaulatan negara. Kewenangan DPR dan DPD yang tidak seimbang dalam sistem bikameral juga menambah tidak optimal hak budget parlemen tersebut. Selain itu, diperoleh pula faktor-faktor yang menghambat hak budget parlemen dapat berjalan secara efektif mewujudkan APBN untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yaitu faktor kapasitas personal anggota parlemen, kerangka regulasi pembahasan APBN, lembaga pendukung keahlian, sistem kepartaian dan partai politik, proposal APBN dari pemerintah, partisipasi masyarakat, dan Mahkamah Konstitusi.

The parliamentary rights of budget in Indonesia bicameral of system in order to create the National Revenue and Expenditure Budget (state budget) for the prosperity of the people as much as possible, in the placed being in correct position and angle to match the constitution of Law (Article 23 Sentence 1 of the Constitution of Law 1945 revenue Change), according to the philosophy`s popular of sovereignty, checks and balances and the purpose of nationhood. The Indonesia of Parliament position consisting of two room`s (bicameral), the House of Representatives (DPR), and the House of Representative Council (DPD), which would like to the House has a stronger role`s of the DPD, because the House of Representatives as the board discusses and gives approximate agreement, whereas DPD only as the provider of the board recommendations, make unoccur balance bicameral of system of Indonesia. The method used in this thesis is a study of law (legal research) to get a description of the rule of law that concerns activity in the Indonesian Parliament to exercise the right purse presented analytically.
The results showed changes in the 1945 Constitution of law didn`t exactly sitting right parliamentary of budgeting. Right parliamentary of budget placed on the consentrations of the state of budget as a form state financial of management, which should be a state budget agreement as inherent sovereignty. The DPR and DPD authority disproportionate bicameral of system also adds to optimum not right to the parliamentary budgeting. In addition, acquired about the factors that inhibit the parliamentary budget of right can run effectively creating a state of budget for the prosperity of the people as much as possible, the members of parliament personal for capacity factor, regulatory framework discussion of the state of budgeting, agency expertise, political party system and the party system, the proposal state budgeting of government, participation of the people`s, and the Constitutional Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>