Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tutut Wulansari
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S6708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayudi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abas
"Kabupaten Sambas merupakan daerah multietnis yang sangat rawan dengan konflik kekerasan horizontal. Konflik antar Dayak-Melayu dan Madura tahun 1999 merupakan fakta sosial yang memperlihatkan semakin rentannya hubungan sosial antar penduduk di daerah itu. Konflik dengan kekerasan, apapun latarbelakangnya akan berdampak terhadap terganggunya hubungan sosial antar masyarakat yang pada gilirannya akan menghambat fungsi sosial masyarakat. Karena itu penelitian ini berusaha untuk memahami latar belakang dan dampak sosial konflik etnik di kabupaten Sambas tahun 1999 tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menempatkan informan sebagai sumber data primer dan dokumen sebagai sumber data sekunder. Informasi dijaring melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang kemudian data tersebut ditranskrip dan dilakukan kategorisasi sesuai dengan pembabakannya yang kemudian dilakukan analisis dan interpretasi terhadap berbagai sumber informasi tersebut. Dalam upaya updating data dan informasi, peneliti juga melakukan diskusi dengan para ahli dalam rangka untuk menajamkan temuan lapangan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa konflik antar etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 dipicu oleh perkelahian antar warga dari etnik Melayu dan Madura yang diikuti dengan pembunuhan, Konflik tersebut merupakan konflik laten yang menjadi manifest ketika ada faktor pemicu tersebut. Hal ini kemudian berinterkasi dengan berbagai faktor Iainnya seperti stereotipe etnik, heterogenetis budaya, pertentangan elit politik dan perebutan sumber daya ekonomi sehingga konflik terbuka dengan kekerasan tak bisa terhindarkan. Konflik tersebut tidak hanya merusak tatanan sosial tetapi telah berdampak terhadap semakin retaknya hubungan sosial antar etnik. Melayu, Dayak dan Madura. Mereka terpaksa harus berpisah dimana orang Melayu dan Dayak tidak mau menerima lagi orang Madura untuk kembali ke wilayah Kabupaten Sambas. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa nilai-nilai sosial yang dianut masyarakat Melayu dan Dayak menjadi rapuh. Budaya menghargai tamu atau pendatang walaupun itu musuh yang selama ini dibanggakan oleh orang Melayu dan Dayak menjadi sebuah keniscayaan yang perlu dipertanyakan kembali.
Karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 disebabkan oleh berbagai faktor yang muitidemensional. Keragaman budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya berbagai benturan antar warga Melayu, Dayak dan Madura yang kemudian berinteraksi dengan fakor ekanomi dan politik, sehingga konflik yang tadinya laten berubah menjadi konflik manifest dengan kekerasan. Penolakan orang Melayu dan Dayak Sambas terhadap warga Madura untuk kembali ke kabupaten Sambas merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakatnya. Hal tersebut sekaligus merupakan pengingkaran terhadap pengakuan akan keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam jangka panjang fenomena tersebut bisa melahirkan semangat etnisitas berbasis wilayah dominasi yang pada gilirannya bisa menghambat proses demokrasi dan tumbuhnya civil society di daerah tersebut. Untuk itu pemerintah bersama masyarakat sipil harus mengambil langkahlangkah dialogis dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sekaligus membangun semangat bare diantara warga yang berkonflik dengan tetap berpegang pada prinsip demokrasi. Selain itu juga perlunya dipikirkan upaya-upaya pencegahan secara dini dalam rangka mengantisipasi munculnya konflik kekerasan sekaligus membangun solidaritas diantara warga atas dasar semangat bhineka tungal ika."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Leonard Felix
"Tantangan besar yang kini dihadapi oleh kawasan Asia Pasifik adalah bagaimana mengatur situasi yang masih penuh ketidakpastian di kawasan pasca Perang Dingin. Dalam menghadapi situasi dan lingkungan semacam itu, berbagai cara ditempuh oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menjamin keamanan mereka, misalnya memanfaatkan kemajuan ekonomi untuk memodernisir kapabilitas pertahanan mereka atau mengembangkan kebiasaan dialog. Cara yang disebut terakhir ini kelihatannya menjadi Cara yang paling banyak ditempuh oleh negara-negara di kawasan, meskipun dialog itu sendiri tidak menjamin penyelesaian akhir suatu masalah.
Sasaran utama dari proses dialog ini adalah mencari pola terbaik untuk menata kembali lingkungan politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik pasca Perang Dingin, sehingga stabilitas yang berkelanjutan dapat dipertahankan.
Tesis ini mencoba memahami lebih lanjut prospek pengaturan keamanan multilateral di kawasan Asia Pasifik dengan studi kasus ASEAN Regional Forum (ARF) Seberapa jauh prinsip Asean Way dapat dikatakan akan efektif dan bisa diterapkan pada forum yang lebih luas seperti dalam kerja sama keamanan Asia Pasifik. Apakah multilateralisme dan prinsip keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF dapat memberikan jaminan jangka panjang bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Berdasarkan pertanyaan di atas, tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas apakah pendekatan cooperative security dalam ARF efektif untuk menyelesaikan konflik di Asia Pasifik dan mengetahui prospek ARF sebagai instrumen penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik pada masa yang akan datang.
Multilateralisme dan prinsip-prinsip yang ada dalam konsep keamanan kooperatif yang melandasi proses ARF tidak dapat memberikan jaminan keamanan jangka panjang. Hal ini terbukti dari pendekatan bilateral lebih diutamakan daripada pendekatan multilateral oleh banyak negara di kawasan Asia Pasifik, terutama untuk mencad perimbangan kekuatan (balance of power}. Kawasan Asia Pasifik secara alamiah merupakan suatu kompleks keamanan (security complex) yang memiliki beberapa kondisi yang dapat menghambat terwujudnya suatu wadah pengaturan keamanan multilateral.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prospek ARF sebagai wadah pengaturan keamanan multilateral pada masa yang akan datang masih harus melalui proses evolusi yang lama dan gradual dan bahkan fluktuadf dalam perkembangannya. Setidaknya diperiukan prasyarat-prasyarat institusi formal agar ARF dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik secara lebih efektif. Namun ARF sebagai suatu institusi yang masih embrionik, melalui tahapan confidence building dan preventive diplomacy, jelas menunjukkan suatu upaya meletakkan landasan kebersamaan (common understanding) menuju pembentukan suatu model rejim keamanan regional di kawasan Asia Pasifik."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ernaningsih
"Akhir-akhir ini angka kejahatan cenderung menunjukan kenaikan yang cukup tinggi di seluruh wiiayah Indonesia. Jika tahun 1988 jumlah seluruh kejahatan sebesar 198.803, tahun 1989 tercatat sebanyak 215.659, maka tahun 1990 angka kejahatan berjumlah 262.665 Ini berarti terjadi kenaikan angka kejahatan yang cukup tinggi, dari 8,47 % pada periode 1988-1989, melonjak menjadi 22 % pada tahun 1989-1990 (MABES POLRI DISPULAHTA, 1990).
Umumnya pelaku kejahatan di atas adalah pria. Berbagai laporan mendukung kenyataan tersebut Statistik kriminal di Inggris tahun 1987 misalnya, menunjukkan bahwa dari 3.825.000 kasus kejahatan, 86,9 % pelakunya pria (Abbot dan Wallace, 1990 : 154). Hal yang sama juga terjadi di Amerika. Dikatakan oleh Lundberg didalam Crime and Criminology (Reid, 1982 : 60) serta Sourcebook of Criminal Justice Statistics 1991 bahwa secara umum angka kejahatan yang dilakukan oleh pria Iebih tinggi daripada kejahatan yang dilakukan wanita. Meskipun demikian tidak berarti bahwa jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita tidak ada, hanya relatif Iebih rendah dari pria. Bahkan secara kuantitas, jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita meningkat pesat.
Di Amerika dalam kurun waktu tahun 1967-1973 jumlah kejahatan yang dilakukan wanita meningkat sebesar 64,3 %, sementara dalam periode yang sama jumlah kejahatan yang dilakukan pria hanya naik 14,8 %. Di Indonesiapun, data yang ada di MABES POLRI tahun 1990, menunjukkan situasi yang sama, dari sejumlah 2.631 kasus kejahatan yang dilakukan wanita pada tahun 1988, angkanya naik menjadi sejumlah 5.289 di tahun 1989 (naik duakali lipat) dan dalam tahun 1990 naik menjadi 5.767 kasus kejahatan (9 %).
Berdasarkan tulisan-tuiisan terdahulu, wanita pada masa-masa yang laiu jarang atau sedikit yang melakukan kejahatan, apalagi melakukan pembunuhan. Hal ini tampaknya berhubungan juga dengan adanya stereotype di dalam masyarakat yang menggambarkan wanita antara lain mempunyai ciri-ciri lemah lembut, penuh kasih sayang, penurut dan lain sebagainya (Radar, 1989, 50; Miller, 1991, 4) yakni citra baku wanita didalam masyarakat (yang memang disosialisasikan oleh masyarakat secara terus menerus) sehingga menciptakan "image" bahwa wanita tidak mungkin melakukan kekerasan ataupun membunuh. Namun pada saat ini seperti yang tercatat dalam statistik MABES POLRI tersebut di atas, kejahatan yang dilakukan wanita cenderung meningkat dan beragam jenisnya.
Dilihat dari sudut kualitas, pola kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan wanita cenderung bergeser dari pola "sex-specific offences" seperti: abortus illegal, shoplifting (pengutilan), infanticide (pembunuhan bayi) dan prostitusi (dalam KUHP Indonesia prostitusi bukanlah kejahatan) ke kejahatan yang umum dilakukan oleh pria, seperti perampokan bersenjata, lintah darat, bisnis ilega! narkotika, sampai pada pembunuhan dalam keluarga dan bahkan menjadi anggota salah satu organisasi kejahatan (Morris, 1987:65; Kusumah, 1982:35; Abbot,1990:153)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"The writer argues that ASEAN should drive the economic integration in East Asia Region in an evolutionary manner and by involving as many stakeholders as possible...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>