Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Sayidiman Suryohadiprojo
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Wetik, Fransiskus Benny
"Skripsi ini membahas tentang kebijakan smart power Pemerintahan Vladimir Putin dalam menghadapi perluasan keanggotaan yang dilakukan oleh NATO pada tahun 2000-2008 ke Ukraina dan Georgia. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemerintahan Vladimir Putin tahun 2000-2008 berhasil mencegah ekspansi NATO ke Georgia dan Ukraina. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-analitis. Kebijakan smart power Vladimir Putin terdiri atas pendekatan lunak (soft power) dan pendekatan keras (hard power). Putin berusaha menaikkan citra Rusia di tingkat global untuk mendapat perhatian dunia melalui kedua pendekatan tersebut. Hard power dan soft power juga diterapkan di Ukraina dan Georgia dengan proporsi yang berbeda. Hingga akhir masa pemerintahannya Putin berhasil mencegah upaya Georgia dan Ukraina untuk bergabung dangan NATO melalui kebijakan Smart Power.

This thesis discusses the policy of Vladimir Putin?s smart power toward the expansion of NATO membership in 2000-2008 in Ukraine and Georgia. This thesis aims to prove that the Vladimir Putin government in 2000-2008 succeeded in preventing the expansion of NATO over Georgia and Ukraine. The research method used this thesis is a descriptive-analycal. Vladimir Putin?s policy of smart power concists of the soft approach (soft power) and the hard approach (hard power). Putin tried to raise the image of Russia at the global level to get world attention through both approaches. Both approaches are also implemented in Ukraine and Georgia in different proportions. By the end of his reign Putin managed to prevent Georgia and Ukraine?s efforts to join NATO through Smart Power policy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S35
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Luar Negeri, 2004
327.111 IND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Fransisko
"Seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, Dewan Keamanan menjadi lebih aktif menjaga perdamaian dan keamanan internasional dan tidak lagi terkungkung persaingan Barat melawan Timur yang selama dekade 1980-an membuat kebuntuan Dewan Keamanan sehingga tidak mampu membuat keputusan penting karena ancaman penggunaan veto.Pasca Perang Dingin terjadi perubahan karakter konflik, yang sebelumnya didominasi konflik antar negara menjadi konflik internal, yang tidak selalu bersifat militer tetapi meliputi pembantaian etnis, penggulingan rezim, dan konflik horizontal.
Untuk menyikapi perkembangan yang ada, PBB melakukan reformasi agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan dan ancaman baru era pasca Perang Dingin. Perbaikan manajemen dan struktural badan-badan PBB diperlukan sehingga PBB lebih responsif terhadap permasalahan dunia yang ada. Dewan Keamanan sebagai badan utama PBB yang bertanggung jawab menjaga perdamaian dan keamanan internasional dituntut untuk semakin representatif, transparan dalam metode kerjanya, dan lebih mempunyai legitimasi sehingga keputusan-keputusannya dipatuhi negara anggota.
Selama ini Dewan Keamanan dituding lebih mengutamakan kasus tertentu misalnya lebih memilih mengatasi masalah Yugoslavia daripada konflik di Rwanda. Hal ini memunculkan tudingan bahwa Dewan Keamanan hanya mau bertindak apabila anggota tetap mempunyai kepentingan dengan konflik tersebut.
Karena itu, negara anggota PBB menyuarakan perlunya perluasan keanggotaan Dewan Keamanan agar lebih mengikutsertakan negara-negara berkembang sehingga Dewan Keamanan lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi di berbagai wilayah dunia dan tidak selalu dibatasi kepentingan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan.
Berbagai usaha telah dilakukan, seperti membentuk kelompok kerja yang membahas perluasan keanggotaan Dewan Keamanan untuk membicarakan komposisi ideal Dewan Keamanan yang diperluas dan hak veto. Namun setelah sekian lama bekerja, kelompok kerja ini belum menghasilkan keputusan mengenai bagaimana komposisi Dewan Keamanan yang ideal, meski ada kesepakatan di antara negara anggota bahwa keanggotaan Dewan Keamanan perlu diperluas.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha memberikan deskripsi mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak tercapainya kesepakatan reformasi Dewan Keamanan khususnya perluasaan keanggotaan (1997-2006). Faktor penghambat yang penulis anggap sebagai hambatan mencakup hambatan struktural dan prosedural, demikian juga hambatan konflik kepentingan di antara negara anggota PBB serta realitas politik internasional yang mempengaruhi interaksi mereka.
Penulis dalam penelitian ini menemukan bahwa pertarungan kepentingan negara-negara anggota PBB, pengaruh anggota tetap Dewan Keamanan dan keterbatasan prosedural dan struktural Dewan Keamanan sebagai faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan mengenai perluasan keanggotaan Dewan Keamanan di masa Kofi Annan

Security Council becomes more active in preserving international peace and security after the end of Cold War since the council is not marred by the competition between Western and Eastern Block which halted many Security Council efforts in making important decisions by the threat of veto during 1980s.
There is a change in the character of conflict after Cold War previously dominated by interstate conflicts. This new breed of conflict is not always a military conflict but also including ethnic cleansing, regime overthrow, and horizontal conflict.
United Nations, to face the new challenge, should undertake reform in order to be relevant and able to cope with new threats in the era of post Cold War. Structural and management improvement on UN bodies is needed to make UN more responsive to handle many world problems. Security Council, as major UN body responsible for maintaining international peace and security, is expected to be more representative, transparent in its working method, and more legitimized.
Nowadays, Security Council is accused of giving priority to certain case. For instance, the council prefer to handle Yugoslavia rather than Rwanda. This action has caused suspicion that the council is working based on interest. This problem urges member states of UN give their voices on the need for extending the membership of UN Security Council with developing countries in order tomake the council more sensitive to problems in many parts of the world not limited by interest of five permanent member of Security Council.
There are several efforts to improve UN Security Council such as establishing working group to discuss ideal composition of extended UN Security Council membership and veto. Then, working group has failed to make decision on ideal composition of UN Security Council after years of working. There is also no agreement between member states on certain proposal to extend membership of UN Security Council.
In this research, writer tries to give description on causal factors towards failure of UN reform concerning Security Council membership extension (1997-2006). The causal factors is including structural and procedural factors as well as conflict of interest among members states of UN and reality of international politics that shapes their interaction.
Writer in this research has found that the conflict of interest between permanent members of UN Security Council with other UN member states, influence of permanent members of UNSC to reform, limitation of structure and procedure of Security Council as causal factors towards failure of UN reform on membership extension."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udsi Siska Widirianti
"Setelah kekalahan Jepang Perang Dunia II, pembangunan Jepang dibidang militer dihentikan dan dipaksa oleh Amerika Serikat untuk fokus hanya pada pertahanan diri. Namun awal abad ke-21, perubahan situasi keamanan dan politik di wilayah seperti China dan Korea Utara telah mendorong Jepang untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan armada militernya. Dalam meningkatkan kapabilitas militer, Jepang melihat Indonesia sebagai negara militer terbesar di Asia Tenggara kemudian mengadakan kerjasama dalam bidang militer. Di bidang pertahanan, Jepang telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Indonesia dan Jepang juga mengembangkan kerjasama pendidikan, antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan, pendidikan dan latihan (diklat), pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer Jepang dan Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang militer. Jepang dalam ekspansi militernya melihat perkembangan Cina dan Korea Utara khususnya ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan. Jepang juga melihat potensi yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang diyakini oleh pihak Jepang sebagai salah satu negara yang akan berperan besar menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara yang juga penting bagi banyak negara maju dari seluruh dunia.

After Japan's defeat of World War II, the Japanese development of military field stopped and forced by the United States to focus solely on selfdefense. But the early 21st century, conversion of the security and political situation in China and North Korea have been encouraging Japan to improve its military and fleet capacity and capability. By enhancing military capability, Japan saw Indonesia as the largest army in Southeast Asia and entered into military cooperation of Japan-Indonesia later. Japan Self-Defense forces (JSDF) has been developing a global partnership for development of Indonesian defense capabilities and professionalization of Indonesian national armed forces, furthermore, conducting other field cooperations such as military personnel exchange, education and training, military-to-military cooperation and exercises, disaster response, and exchange of visits between high-ranking military officers. This research discusses the military relationship of Japan and Indonesia in the military field. Japan's military expansion saw the development of China and North Korea especially the tension in South China Sea Region. Japan also saw the potential possessed by Southeast Asian countries particularly Indonesia, which is believed by the Japanese as one of the Southeast Asian countries that played a major role that was able to maintaining Southeast Asia security.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>