Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150328 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Anna Intan Yuristiantini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Purwo Lestari
"Pada penelitian ini dilakukan adsorpsi ion logam Cu2+ dengan menggunakan komposit film alginat-karagenan dan rumput laut bergenus Sargassum. Daya adsorpsi kemudian dibandingkan antara komposit film alginat-karagenan dengan S.crassifolium untuk mengetahui adsorben mana yang lebih baik. Kondisi optimum adsorpsi adsorben diketahui dengan melakukan variasi adsorpsi meliputi variasi pH, waktu kontak, konsentrasi awal ion logam Cu2+ serta variasi suhu kontak. Diperoleh pH optimum adsorpsi untuk komposit film alginat-karagenan adalah 5, sedangkan untuk S. crassifolium pada pH 3, dengan waktu optimum berturut-turut 120 menit dan 90 menit. Biosorpsi logam meningkat secara linier sebagai fungsi konsentrasi awal logam sampai konsentrasi 50 mg/L dengan nilai serapan untuk S.crassifolium dan komposit film alginat-karagenan berturut-turut 19,1106; 20,3667 mg/g adsorben kering.
Pada variasi suhu diperoleh pula serapannya naik baik untuk S.crassifolium maupun komposit film alginat- karagenan. Diperoleh % recovery dengan menggunakan HCl 3 M paling tinggi sebesar 97,495 % dan 91,771% berturut-turut untuk komposit film alginat- karagenan dan S.crassifolium. Diketahui daya adsorpsi komposit film alginat- karagenan lebih tinggi dibanding S.crassifolium pada semua pengukuran variasi. Selama adsorpsi berlangsung, S.crassifolium melepaskan sejumlah zat organik ke dalam larutan sehingga diperoleh kadar organik terlarutnya tinggi, sehingga penggunaan komposit film alginat-karagenan sebagai adsorben logam lebih disarankan.

In this study, adsorption of metal ions Cu2+ was performed by using composite films alginate-carrageenan and brown seaweed (Sargassum sp.). The adsorption between composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium was compared to know the best adsorbent. To determine the optimum condition of adsorbent, several variation was conducted, include variation of pH, contact time, initial concentration of Cu2+ ions solution, and temperature. Optimum pH adsorption obtained for composite films alginate-carrageenan is 5, while for S. crassifolium at pH 3, with successive optimum contact time of 120 minutes and 90 minutes. Metal biosorption increased linearly as the function of the initial concentration of the metal until the concentration of 50 mg/L with uptake value for S.crassifolium and composite films alginate-carrageenan consecutive 19.1106; 20.3667 mg/g dry adsorbent.
In the effect of temperature is also obtained an increase in adsorption for both S. crassifolium and composite films alginate- carrageenan. The maximum of % recovery using 3 M HCl is 97.495% and 91.771% respectively for the composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium. It is found that the adsorption of composite films alginate- carrageenan is higher than S. crassifolium in all the measurement variation. During the adsorption process, a number of organic substances are released from S.crassifolium into solution producing high levels of dissolved organic material, so the use of composite films alginate-carrageenan as metal adsorbent is recommended.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elywati
"Penelitian ini menggunakan teknik penginderaan jauh dengan tujuan untuk : (1) memetakan daerah budidaya rumput laut yang terinfestasi mikroflora epifit dengan menggunakan data ALOS AVNIR-2 dan spectral signature in situ; (2) memetakan zona potensi retensi menggunakan data AQUA MODIS melalui analisa kesesuaian lahan (site selection) untuk budidaya rumput laut. Metode yang digunakan dalam analisis spektral ALOS AVNIR-2 adalah identifikasi berdasarkan spectral signature in situ yang diolah di MESMA VIPER TOOLS pada ENVI 4.8 dan analisis spasial menggunakan syarat kesesuaian lahan untuk Eucheuma cottonii dengan metode composite dan overlay pada Arcmap 10. Analisis spektral menunjukkan pola pada kanal biru (panjang gelombang 460 nm) reflektasinya sangat rendah, kanal hijau (panjang gelombang 560 nm) reflektasinya sedikit meningkat, kanal merah (panjang gelombang 650 nm) sedikit meningkat sedangkan pada kanal near infrared menunjukkan reflektasi yang cukup tinggi. Pola spectral signature ini menyerupai pola spectral signature Eucheuma cottonii dari Kabupaten Jeneponto (Hendiarti, dkk., 2012) tetapi terdapat sedikit perbedaan yaitu pada spectral signature Eucheuma cottonii terinfestasi memiliki pola yang kurang halus dibandingkan dengan spectral signature Eucheuma cottonii dari Kabupaten Jeneponto. Analisis spektral ALOS AVNIR-2 dapat memetakannya potensi retensi infestasi mikroflora epifit kurang lebih seluas 4,81 ha di Desa Legundi dan 48,345 ha di Desa Sumur. Analisis spasial menunjukkan hasil bahwa di perairan Provinsi Lampung potensi retensi terinfestasi mikroflora epifit ini seluas 3.677.191,34 ha (daerah yang berpotensi), 893.919,40 ha (cukup berpotensi) dan 175.888,44 ha (tidak berpotensi). Apabila dibandingkan dengan kualitas perairan pada tahun 2007 (pada tahun ini produksi sangat tinggi) terjadi peningkatan luasan untuk daerah yang berpotensi.

This study used remote sensing technical, it aims to: (1) mapping the seaweed cultivation areas infested epiphytic microflora using the ALOS AVNIR-2 data and in situ spectral signatures; (2) mapping the area of potential retention through the use of AQUA MODIS data and site selection analysis for seaweed cultivation.The method using spectral analysis of ALOS AVNIR-2 with reference spectral identification derived from in situ spectral signatures processed in MESMA VIPER TOOLS in ENVI 4.8. It also conducted a spatial analysis of land used site selection for Eucheuma cottonii with the overlay method in Arcmap 10. This study showed through in situ spectral signatures measurements obtained the pattern on a blue canal (460 nm wavelength) with very low reflectation, the green canal (560 nm wavelength) slightly increased reflectation, the red canal (wavelength 650 nm) slightly increased, while the band near infrared is showed with high enough reflectation. This spectral signature pattern similar to the pattern of spectral signatures of Eucheuma cottonii Jeneponto (Hendiarti et al, 2012) but there is little difference in the spectral signature of Eucheuma cottonii infested pattern smoother than the spectral signature of Eucheuma cottonii Jeneponto. Spectral analysis of ALOS AVNIR-2 with reference to the spectral signature is mapping Eucheuma cottonii that can more or less infested area of 4.81 ha in the Legundi village and 48.345 ha in the Sumur village. Spatial analysis showed that in Lampung potential retention area infested 3.677.191,34 ha (potentially area), 893,919.40 ha (potentially enough) and 175,888.44 ha (not potential). Compared to the water quality in 2007 (the year of production was very high) occurred the increasing of the extent to potential areas.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regi Zaky Utama
"Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Oleh sebab itu Indonesia memiliki potensi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan. Rumput laut merupakan salah satu komoditas sumber daya laut yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Di Pulau Tidung dapat dimanfaatkan tidak hanya dari sektor pariwisata, melainkan dapat dimanfaatkan dari sektor sumberdaya lautnya. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menentukan wilayah potensi pengembangan budidaya rumput laut dengan metode skoring. Berdasarkan data-data dari variabel kondisi perairan, budidaya, dan objek wisata ditumpangtindihkan dan kemudian dianalisis secara spasial. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari segi kondisi fisik perairan di pesisir utara Pulau Tidung pada segmen U1, U2, U3, dan U4 merupakan wilayah yang sesuai. Potensi pengembangan budidaya rumput laut berada di segmen U2 yang didukung oleh jumlah produksi yang tinggi, jarak objek wisata yang jauh, dan jumlah penginapan yang rendah membuat di wilayah tersebut menjadi berpotensi untuk dikembangkan.

Indonesia is geographically an archipelagic country with two thirds of the oceans larger than the mainland. Indonesia has the potential in the utilization of marine resources. Seaweed is one of the marine resources commodities that have great potential to be developed. In Tidung island can be utilized not only from the tourism, even can be utilized from the marine resources. In this study aims to determine the potential areas of seaweedcultivation development by the scoring method. Based on data from the variables oceanography, cultivation, and tourist objects overlapped and then analyzed spatially. The results of this study show that in terms of oceanography in the north coast of Tidung island in U1, U2, U3, and U4 segments are the suitable areas. Potential development of seaweed cultivation in Tidung island is in U2 segment, which is support by high production quantities, long distance from tourism object, and low number of accommodation makes it potentially to be developed area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irman
"Rumput laut Euchema cottonii mengandung bahan kimia penting yaitu kappa karagenan Produksi senyawa kappa karagenan tersebut sebagai hasil biosintesis did.uga akan bertambah dengan bertambahnya umur tanainan rumput laut. Dalam penelitian ini dicoba untuk mengisolasi kappa karagenan dan mencari hubungan antara lama penanaman rumput laut Euchema cottorii terhadap rendemen dan viskositas kappa karagenan Disamping itu, ailakuian penguKuran c.aa.ar oeuerapa logam berat pencemar yang terdapat dalam rumput laut Euchema cottonim, kappa karagenan hasil isolasi dan dalam air laut lokasi penanaman.
Kappa karagenan rumput laut Euchema cottonii pada berbagam lama penanaman (0 - 6 minggu) dmisolasi melalum beoerapa tahap yaitu ekstraksi dengan larutan NaOH 0,1N (kondisi pH 8, suhu 80°C dan v.aktu 0,5 jam), penyaringan dengan bantuan filtrasi bertekanan dan pengendapan dengan cara penambahan isopropil alkohol Selan3utnya, kappa karagenan hasil isolasi tersebut diukur viskositasnya dengan menggunakan alat viskometer VT 180 Identifikasi kappa karagenan dilakukan dengan cara mengukur spektrum serapan infra merah, sedangkan kadar logam (Pb, Cr, Cu dan Cd) ditentukan dengan cara destruksi, se1anutnya diukur dengan alat AAS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput laut Euchema cottonii mengalami perta'nbahan berat maksimum (101,28 %) dan kecepatan pertum.buhan maksimum (8,51 %) pada masa penanaman minCD gu kedua Rendemen kappa karagenan maksimum pada lama penanaman 5 minggu (74,52 %), sedangkan viskositas kappa karagenan maksimum pada lama penanaman 6 minggu (161+,25 cP) Kadar rata-rata keempat logam Pb, Cr, Cu dan Cd dalam air laut adalah Pb 0,04 ppm, Cr 0,04 ppm, Cu 0,14 ppm dan Cd 0,02 ppm, pada rutnput laut Euchema cottonil adalah Pb 0,99 ppm, Cr 2,79 ppm, Cu 4,60 ppm dan Cd 0,76 ppm, sedangkan pada kappa karagenan hasil isolasi adalah Pb 0,04 ppm, Cr 1,66 ppm, Cu 2,58 ppm dan Cd 0,54 ppm"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Razak Achmad Hamzah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jalur (pathway) dari insektisida malathion dari lingkungan akuatik (air) ke
tumbuhan akuatik atau hewan akuatik di sekitarnya, kemudian dari hewan akuatik ke mammalia darat (tikus) dengan
menggunakan malathion yang telah diberi label (malathion radioisotope 14C). Penelitian tingkat pertama, akan dicari
jalur perjalanan malathion dari lingkungan perairan ke tumbuhan air (yaitu Hydrilla verticillata) dan hewan akuatik
(yaitu ikan mas). Kemudian pada penelitian tingkat ke dua akan dilihat jalur perjalanan malathion dari hewan akuatik
(ikan mas) ke mammalia darat (tikus). Penelitian tingkat ketiga, akan dipantau pengaruh negatif dari pencemaran
insektisida malathion 96 EC pada sayuran di Indonesia, terhadap organ tikus (hati dan otak). Hasil yang didapat dari
semua hewan perlakuan dibandingkan dengan kontrol dengan menggunakan uji-t Student. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa residu insektisida malathion di perairan dapat diserap oleh tumbuhan air dan dapat memasuki
tubuh dan atau organ hewan akuatik atau melalui mata rantai makanan, dan masuk secara langsung melalui insang,
sisik, kulit. Residu malathion juga dapat masuk ke dalam tubuh mammalia darat (tikus) melalui matarantai makanan,
yaitu dengan konsumsi ikan atau tumbuhan air yang terkontaminasi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa dosis
pencemaran insektisida malathion pada sayuran di Indonesia, bila dikonsumsi selama 60 hari berturut-turut dapat
menimbulkan kerusakan yang nyata pada hati, tetapi tidak secara nyata menimbulkan kerusakan pada otak tikus.
This
research was aimed to settle on the pathway of insecticide contamination in the aquatic environment forwarding toward
aquatic plants and animals by using radioisotope 14C labelled malathion. Then by using the same labelled malathion, its
pathway to the mammals, i.e. mice, was also determined. The first step of the research was aimed to detect the pathway
of malathion residues in water moving toward aquatic plants i.e. Hydrilla verticillata and aquatic animals i.e. fishes.
Subsequently, in the second step of the research, the pathway of this labelled malathion from aquatic animals (fish) to
mammals (mice). Then, in the third step of this research, the influence of polluting dose of malathion 96 EC, which was
frequently found in vegetables in Indonesia, on the mammals? organ i.e. liver and brain of mice. All of the treatments?
results were compared to the controls? using Student t-test. Analysis of the results showed that the residual insecticide
can be absorbed by the aquatic plans and then entered the fish body through food chain, and also through the gills, skin,
scales. Furthermore, it was substantiated that the mammals obtained residual malathion through its food chain, that is,
when the fishes were eaten by the mice or other mammals. The concentration of the insecticide observed, malathion,
absorbed by water plants, fish organ and mice organ found to be different. This study also proved that the concentration
dose of malathion found in vegetables in Indonesia can cause abnormality in the livers of the mice, if it was taken
consecutively for 60 days. It was also shown in this study that the brains of the treated mice did not show any
significant abnormality."
[Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan], 2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>