Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Penulis artikel ini membahasa masalah landasan hukum bagi pengikatan diri terhadap perjanjian internasional. Menurut dia sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan dari Pasal 11 UUD 1945, yang seharusnya menjadi landan hukum bagi prosedur pengikatan diri atas perjanjian internasional. Surat Presiden No. 28261/HK/1960 tidak cukup untuk dijadikan sebagi peraturan pelaksanaan dari Pasal 11 UUD 1945. Lebih jauh lagi, surat itu bukan merupakan hukum positif."
Hukum dan Pembangunan No. 4 Juli-Agustus 1998 : 236-251, 1998
HUPE-4-(Jan-Jun)1998-236
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Media Da'wah, 2000
342.02 AMA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2006
342.05 ANA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008
342.02 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kagama, 2002
342.03 EVA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Normatively the amandement of Indonesian Constitution 1945 implemented pure presidential system. However, the system is not compatible with the multy parties system which is viasible based on the amandement. Thus, to maintain the presidential system, it needs further regulations in the form of Act concerns to more simple party system to support presidential system."
JHUII 14:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Heykal
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25456
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulfasni
"Salah satu komitmen penting yang dibuat Pemerintah Orde Baru ialah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, sesuai dengan konsensus nasional.') Hal ini membawa akibat, Pemerintah sebagai pengemban Konstitusi berusaha untuk mewujudkan semua instruksi yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945 dengan segala cara (all out), termasuk Pasal 33.
Sehubungan dengan komitmen di atas, ada dua sikap penting yang dilakukan Pemerintah terhadap koperasi, yaitu :
Pertama, menargetkan pendirian Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh wilayah Indonesia, yang mengakibatkan koperasi eksis secara kuantitas.2) Maksudnya, secara kualitas keberadaan koperasi masih belum memadai karena belum mampu tampil sejajar dengan BUMN dan BUMS.
Kedua, untuk menunjang keberadaan koperasi, maka Pemerintah mengerahkan seluruh daya dan dana, berupa subsidi dan proteksi (yang secara tidak langsung melahirkan ketergantungan dan menghambat tumbuh kembangnya jiwa kewiraswastaan).')
Disadari atau tidak, tekad Pemerintah Orde Baru untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menyebabkan Pemerintah sebagai pengemban amanat Konstitusi berusaha dengan segala cara menghidupkan eksistensi koperasi sebagaimana adanya, artinya bentuk dan asasnya kelihatan seolah-olah sesuai dengan instruksi yang dikandung pasal 33 UUD 1945. Hal ini berakibat keberadaan koperasi tampak seperti dipaksakan.
Kita lupa untuk meneliti secara kritis apakah penerapan koperasi secara dogmatis, tanpa melakukan penafsiran ulang terhadap konsep koperasi, sudah tepat. Agaknya kini perlu dipertanyakan lebih lanjut tentang kecocokan konsep koperasi sebagaimana tertera dalam konstitusi dengan situasi dan kondisi masyarakat dewasa ini, dan juga tidak boleh dilupakan bahwa kemajuan teknologi telah mengakibatkan terjadinya banyak perubahan yang luar biasa hebatnya di tengah masyarakat; perubahan yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh para Pendiri Republik ini.
Adanya keeenderungan para teknokrat Indonesia untuk melaksanakan pasaI 33 UUD 1945 sebagai mana adanya, tanpa melihat secara kritis dan realistic mengenai esensi pokok yang dikandungnya. Kesalahterapan ini menyebabkan makin menumpuknya kendala-kendala yang harus diatasi koperasi agar dapat tampil setingkat dengan para pelaku ekonomi lainnya (Swasta dan BUMN) di tengah-tengah berlangsungnya ekonomi moderen.
Meskipun tugas dari Pemerintah adalah untuk mewujudkan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, namun hal ini tidak berarti bahwa pengkajian terhadap esensi dasar dari suatu aturan adalah haram. Janganlah hendaknya kata-kata murni dan konsekuen yang dicanangkan, menjadi belenggu yang merantai kaki sendiri yang sedang berlari dalam upaya mencapai tujuan.
Sebenarnya key word dari Pasal 33 UUD 1945 ialah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kernakmuran rakyat. Kalau dihubungkan dengan salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum, maka terlihat titik temunya. Singkat kata, key word tersebut adalah salah satu tolok ukur yang penting dalam menilai setiap tindakan atau kebijaksanaan perekonomian Indonesia, termasuk koperasi tentunya.
The Founding Fathers yang bijak bestari, jauh-jauh hari sudah mengingatkan akan pentingnya seorang pemimpin yang berpandangan luas dan bijaksana yang akan memberikan warna dalam menyelenggarakan negara. Hal ini dapat kita lihat dalam Penjelasan UUD 1945 yang berbunyi : 'Yang penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah semangat penyelenggaraan negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin undang-undang dasar yang katanya menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, tapi apa bila semangat para penyelenggara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, maka undang-undang dasar tadi tidak ada artinya dalam praktek Sebaliknya, meskipun undang-undang dasar itu tidak sempurna tetapi jikalau semangat para penyelenggara negara pemerintahannya baik, maka undang-undang dasar itu tentu tidak merintangi jalannya negara.'4)
Dari kutipan di atas, terlihat jelas betapa Konstitusi Indonesia menekankan pentingnya faktor manusia yang menjadi penyelenggara negara, yang secara imptisit dinyatakan akan dapat menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam perundang-undangan, hingga dapat memperlancar jalannya pernerintahan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang didambakan. Sehubungan dengan itu, pada Pembukaan UUD 1945 juga diingatkan untuk hidup dinamis dan tidak rergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi benruk kepada fikiran fikiran yang masih berubah?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulastiyani
"Tesis ini membahas perkembangan penerapan tindakan pernyataan perang (declaration of war) oleh suatu negara dalam rangka memulai permusuhan dengan negara lain dikaitkan dengan adanya ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang menentukan "negara-negara dilarang melakukan suatu tindakan yang tergolong dalam kategori "ancaman kekerasan" di dalam melakukan hubungan internasionalnya jika ditinjau dengan teori kedaulatan dan pembagian kekuasaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis konstruksi pengaturan yang ideal berkaitan dengan kewenangan legislatif dan eksekutif untuk adanya tindakan pernyataan perang di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan pernyataan perang dapat dilakukan dalam kerangka self defence dimana Pasal 51 Piagam PBB dijadikan sebagai alasan pembenar karena adanya hak melekat suatu negara untuk melakukan pertahanan kolektif maupun individu (self-defense) jika ada serangan bersenjata dari negara lain. Lebih lanjut diketahui bahwa dalam prakteknya pada beberapa negara telah terjadi pergeseran kewenangan lembaga negara dalam menyatakan perang dimana perkembangan tersebut mengarah pada kewenangan menyatakan pernyataan perang ada pada lembaga eksekutif dengan persetujuan lembaga legislatif. Di Indonesia, ketentuan ini telah diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan diperlukan ketentuan lebih lanjut yang secara tegas mendefinisikan kewenangan lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam mengambil keputusan untuk menyatakan perang.

This thesis discusses the recent development of the implementation of war declaration by a state to initiate hostilities with other countries related to the provision of Article 2 paragraph (4) of the UN Charter that determines that ?countries are prohibited from doing an act which belongs in the category of ' violent threat ' in international relations` if it is reviewed with the theory of sovereignty and the Division of power?. The purpose of this research is to examine and analyze the construction of law ideally regarding legislative authority and executive authority concerning the existence of the act of war declaration in Indonesia. The results of this research shows that the declaration of war can be made within the framework of self defense in which Article 51 of the UN as justified by the inherent right of a country to defend itself (self-defense) individualy and collectively (with other countries) if there is an attack by armed forces of another country. Furthermore, it is known that in practice, some countries have changed the authority in declaring war that currently belongs to the executive after obtaining the approval of the legislative. In Indonesia, this provision is regulated by article 11 paragraph (1) of the Constitution of 1945 and it is necessary to have a derived provision that explicitly defines the authority of the executive and the legislative in taking a decision to declare war to other country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>