Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Azhar Kasim
"Kebijaksanaan desentralisasi pemerintahan dan otonomi daerah di Indonesia mempunyai dasar hukum yang cukup kuat. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negaradan hal-hal asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa". Selanjutnya dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1993 dikatakan bahwa "Pelaksanaan otonomi daerah ditujukan pada perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab."
1996
BBJI-II-4-Des1996-36
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Suryanto
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh kondisi pelayanan publik di Indonesia yang selama kurun waktu dua orde pemerintahan (orde lama dan orde baru} bahkan sampai saat ini terkesan demikian birokratisnya, sehingga persepsi terhadap birokrasi yang semestinya mengatur tata hubungan secara hirarkhi dan patron-klien, rasional, impersonal dan legalistik telah tampil justeru sebaliknya; yakni irasional, semena-mena, otokratis, inefisien, tidak produktif bahkan muncul sebuah aksioma di kalangan birokrat, 'kalau masih bisa dipersulit kenapa mesti dipermudah!'
Adapun tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai kebijakan pelayanan sektor publik, proses learning organization, pemahaman pegawai terhadap performance management dan kualitas layanan yang diberikan. Pada kesempatan ini kajian mengambil kasus pada Kabupaten Daerah Tingkat II Kebumen. Dengan demikian diharapkan kajian ini dapat memberikan sumbangan pemikian bagi perkembangan wacana administrasi publik, khususnya dalam pemberdayaan organisasi pelayanan sektor publik.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis baik(melalui pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Variabel yang diteliti meliputi kebijakan pelayanan, performance management, proses learning organization dan kualitas pelayanan. Secara empirik data diperoleh melalui berbagai cara, yakni studi lapangan, wawancara, analisis kebijakan dan kajian pustaka. Populasi sasaran (target population) dalam penelitian ini adalah pegawai Pemerintah Daerah Tingkat II Kebumen dan masyarakat sebagai pelanggan yang ditetapkan berdasarkan simple random sampling atau acak sederhana. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kebumen yang diwakili oleh unit pelayanan Rumah Sakit, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Bagian Tata Pemerintahan, dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten yang mana masing-masing berperan dalam pelayanan di bidang kesehatan, kebersihan, layanan KIP, dan layanan IMB.
Sampling frame dalam penelitian ini meliputi pelayanan kesehatan (pegawai 40 orang dan masyarakat 40 orang), pelayanan kebersihan (pegawai 30 orang dan masyarakat 40 orang), pelayanan KTP (pegawai 8 orang dan masyarakat 30), dan pelayanan IMB (pegawai 12 orang dan masyarakat 20 orang).
Setelah dilakukan penelitian diperoleh gambaran bahwa kebijakan pelayanan publik dirumuskan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam melakukan transaksi pelayanan publik. Pelayannan publik dilakukan secara terpisah sesuai dengan jenis atau macam layanan dan dilakukan oleh unit pelayanan publik yang berbeda. Kebijakan pelayanan belum berorientasi pada visi dan misi organisasi, sehingga kebijakan pelayanan yang ada merupakan perangkat peraturan perundang-undangan yang sifatnya bisa saja operasional, petunjuk pelaksana dan teknis.
Kebijakan pelayanan publik kurang adaptable terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat.
Kebijakan pelayanan publik belum tersosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat, namun hanya sebagian masyarakat saja yang memahaminya. Penegakkan hukum terhadap pelanggaran suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan tidak dilakukan secara tegas, bahkan setengah-setengah sehingga dalam masyarakat muncul anggapan ketidakseriusan dan ketidakpercayaan terhadap kualitas layanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Organisasi pelayanan publik belum melakukan proses pembelajaran oragnisasi sebagai salah satu strategi mengantisipasi perubahan. Dengan demikian, kecil sekali kemungkinan adanya perubahan sikap dan perilaku pada jajaran aparatur pemerintahan daerah. Tidak adanya dukungan kebijakan terhadap proses pembelajaran, tidak adanya motivasi dan penghargaan terhadap kegiatan pembelajaran merupakan akibat yang muncul dari budaya birokrasi dimana pegawai menganggap dirinya (balk individu maupun organisasi) merupakan instrumen dari organisasi yang lebih besar sehingga tidak perlu mengedepankan proses pembelajaran.
Pemahaman pegawai terhadap manajemen kinerja maish belum sepenuhnya dimengerti. Berdasarkan berbagai pemyataan yang terkait dengan manajemen kinerja kebanyakan responden menjawab atau menanggapi pemyataan antara setuju dan tidak setuju, yang berarti belum sepenuhnya mengetahui konsep manajemen kinerja yang sebenarnya. Hal ini dapat dimakiumi karena ternyata manajemen kinerja belum diberlakukan sebagai suatu strategi pemberdayaan organisasi pelayanan sektor publik, tetapi baru pada tingkat pemahaman kognitif yang belum sepenuhnya sesuai dengan konsep dasar yang ada.
Kepuasan pelanggan dalam hal ini masyarakat masih menunjukkan tingkat yang rendah. Hal ini terlihat dari adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan oleh pelanggan atau masyarakat dengan kenyataan layanan yang diterima. Kesenjangan yang terjadi menunjukkan kecenderungan negatif, yang artinya pelayanan masih belum dapat memuaskan masyarakat.
Manajemen pelayanan publik masih tertinggal dari pelayanan organisasi bisnis yang menekankan pada orientasi profit dan kepuasan pelanggan. Bahkan secara operasional, teori mengenai kebijakan, manajemen kinerja, organisasi pembelajaran dan kualitas pelayanan mengalami kesulitan diterapkan pada organisasi pelayanan publik dalam hal ini Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan pegawai belum sepenuhnya mau berubah dan slap berkompetisi.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah bahwa sesuai dengan perubahan yang demikian cepat, tingkat persaingan yang tinggi, serta kompleksitas masalah yang berkembang di masyarakat, sudah seharusnya Pemerintah Daerah sebagai pihak yang terkait dengan pelayanan publik secara langsung, dapat meningkatkan kinerjanya melalui berbagai strategi pemberdayaan organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endjay Sendjaya
"Dengan ditetapkannya 26 Daerah Tingkat II Percontohan Otonomi Daerah di 26 Daerah Tingkat I, merupakan langkah terobosan dari Pemerintah dalam upaya mempercepat terwujudnya Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut setelah 2 tahun berjalan. Tesis ini mencoba melakukan kajian evaluatif di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai salah satu Daerah Tingkat II Percontohan di Jawa Barat.
Dari penelitian yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat yang sangat terkait dengan Percontohan Otonomi Daerah baik dari jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat maupun Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung dan sumber lainnya, diketahui selain konsekuensi yang membawa perubahan pada kelembagaan, personil, perlengkapan maupun pembiayaan bagi Daerah Tingkat II Percontohan juga permasalahan - permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan koordinatif antar lembaga, kemampuan personil, sarana dan prasarana serta kemampuan dana daerah.
Dari permasalahan - permasalahan tersebut dilakukan analisis sehingga dapat diketahui faktor - faktor yang menjadi penghambat maupun pendorong terhadap jalannya pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran - saran untuk dijadikan bahan bagi yang berkepentingan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Liasta
"Pemerintah mengharapkan Industri pariwisata pada akhir PELITA VI dapat menjadi sumber devisa dan motor penggerak utama pembangunan nasional. Harapan tersebut memberi peluang seiring dengan pertumbuhan perekonomian dunia yang semakin meningkat dimana mengakibatkan semakin banyak orang di dunia yang melakukan perjalanan wisata. Pengembangan pariwisata mempunyai kecenderungan semakin meningkatkan peranannya terhadap ketahanan ekonomi, yaitu melalui semakin baiknya kontribusinya terhadap pembangunan nasional.
Atas dasar pertimbangan itulah maka tesis ini di tulis dengan mengkaji masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo. Dalam pembangunan pariwisata di daerah Karo, mengingat daerah tingkat II Karo adalah sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang potensial di Propinsi Sumatera Utara. Dengan harapan hasil kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan pariwisatadi Karo.
Kajian dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan perspektif ketahanan nasional, yaitu menggunakan konsep kesejahteraan keamanan sebagai metode analisis pemecahan masalah di dalam pembangunan pariwisata.
Dari Hasil pengamatan teridentifikasi beberapa masalah yang dihadapi Kabupaten Karo dalam pembangunan pariwisata. Yang pertama berkaitan dengan kontribusi pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, kedua berkaitan dengan pengembangan pariwisata dan ketiga berkaitan dengan ketahanan daerah.
Hasil analisis terhadap beberapa permasalahan diatas diharapkan dapat meminimalisasikan berbagai hambatan maupun ancaman dalam meningkatkan pengembangan pariwisata yang berketahanan ekonomi dan sekaligus berkemampuan meningkatkan ketahanan daerah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faebuadodo Hia
"Pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam GBHN, pada hakekatnya adalah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan. Artinya, pelaksanaan pembangunan baru akan berhasil secara optimal apabila melibatkan seluruh masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah adalah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D).
Pokok permasalahannya adalah bahwa masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari hasil partisipasi masyarakat (pola perencanaan dari bawah ke atas) dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan adanya pandangan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) lebih dominan dari pada perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) memang lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Kemudian untuk melihat implementasi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas dengan studi kasus Kabupaten Dati II Lampung Utara. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Analisa dilakukan dalam bentuk kualitatif. Pengumpulan data dilakukan secara sekunder dan primer.
Hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas, berdasarkan pada analisa terhadap kajian penelitian atas realisasi dari usulan program pembangunan, menunjukkan bahwa rata-rata hanya 16,63% dari jumlah proyek yang diusulkan dari bawah (UDKP) yang dapat direalisasikan dan dalam hal dana hanya sekitar 20% yang akhirnya disetujui dan dilaksanakan dan temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas) masih lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah masih sangat rendah.
Kesimpulan dari studi ini adalah masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola perencanaan dari bawah ke atas dan masih dominan perencanaan pusat dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Dati II Lampung Mara, yaitu sumber dana dalam APBD, menunjukkan 82,77% dana yang berasal dari bantuan pusat dan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terhadap pengelolaan anggaran dan penyusunan program pembangunan.
Saran atas hasil penelitian adalah perlu keseimbangan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah artinya adanya titik temu dalam proses pembangunan daerah, antara perencanaan pusat dengan perencanaan daerah dalam merealisasikan program pembangunan, sehingga program pembangunan bernuansa pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk peningkatan pemberdayaan potensi daerah dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah dan pedesaan. Dengan demikin tujuan dan sasaran pembangunan dapat mencapai hasil yang lebih optimal, efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T2460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Hidayat
"Seperti halnya BUMN perusahaan-perusahaan daerah seperti PDAM
sebagai salah satu wujud BUMD sering diidentikan sebagai unit usaha yang
tidak efisen. Ketidakefisienan tesebut pada PDAM antara lain ditunjukkan oleh
ketidakmampuan perusahaan menangani permintaan konsumen (cakupan
daerah pelayanan yang masih rendah) walaupun pengelolannya bersifat
monopoli, tingkat kebocoran yang masih tinggi, dan masih adanya kapasitas
yang tidak termanfaatkan (idle capacity).
Ketidakefisienan suatu perusahaan seringkali yang dijadikan tolok ukur
adalah kinerja keuangan. Mengukur kinerja dari aspek keuangan cenderung
mementingkan hasil jangka pendek dan hanya mengukur harta-harta yang
tampak (tangible), kurang memperhatikan harta-harta yang tidak tampak
(intangible). Demikian pula halnya pengukuran kinerja PDAM Kabupaten DT II
Karawang sebagai salah satu BUMD yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
menggunakan kinerja tersebut. Memandang kinerja perusahaan dari aspek
kinerja yang menyeluruh (meliputi harta yang tampak dan tidak) boleh
dikatakan hampir tidak ada sama sekali.
Dalam penelitian ini penulis menawarkan alternatif pengukuran kinerja
yang lebih bersifat menyeluruh yaitu berdasarkan pendekatan Balanced
Scorecard (BSC) untuk memecahkan pokok permasalahan pertama yaitu :
Bagaimana kinerja PDAM Kabupaten DT ll Karawang yang telah dicapai.
Pendekatan BSC mengukur kinerja orgnisasi berdasarkan empat perspektif :
Keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta
pertumbuhan organisasi. Tehnik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur variabel kinerja perusahaan di sini yaitu metode kuesioner,
wawancara, dan analisis data sekunder.
Sebagai bagian dari evaruasi kinerja penulis juga mencoba memecahkan
pokok permasalahan kedua yaitu meneliti faktor-faktor/strategi yang dapat
meningkatkan kinerja PDAM dalam rangka mengantisipasi era persaingan bebas
(AFTA 2003 dan APEC 2020). Tehnik pengumpulan data yang digunakan untuk
menganalis variabel faktor-faktor/strategi di sini yaitu studi Iiteratur, tehnik
wawancara, dan analisis jawaban kuesioner.
Metode penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif Analisis. Deskriptif
yaitu mencoba memaparkan hasil evalusasi kinerja berdasarkan pendekatan
pengukuran BSC. Analisis yaitu mencoba menganaIisa strategi-strategi apa yang
dapat meningkatkan masing-masing aspek kinerja perusahaan. Tehnik sampling
yang digunakan menggunakan Quota Sampling untuk anggota organisasi
PDAM dan menggunakan Strafified Random Sampiing (Metode Tidak
Berimbang) untuk meneIiti keiompok pelanggan.
Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan aspek kinerja (keuangan,
pelanggan, proses internal, dan pembelajaran & pertumbuhan) diperoleh skor
total 85. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengukuran kinerja PDAM
Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang berada datam kriteria penilaian Hampir
Baik (nilai 3 dari 5 kelas interval).
Untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan tersebut pada dasarnya
adalah harus meningkatkan efisiensi dalam segala macam aspek (baik operasi
maupun strategi). Sesuai dengan teori-teori yang direkomendasikan dan hasil
analisis kinerja yang telah dilakukan, maka strategi-strategi yang coba penulis
tawarkan kepada PDAM adalah strategi yang berkaitan dengan peningkatan
efisiensi tersebut."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sikwan
"Penelitian ini berusaha untuk memahami "Peranan Istri Petani" dalam keglatan ya ng langsung ataupun tidak langsung menghasilkan nafkah tetapi memberi peluang bagi orang lain untuk berperan lebih besar dalam kegiatan nafkah. Sehubungan dengan hal itu ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan, yakni (1) konsepsi pembagian kerja pria dan wanita yang dianalisis melalui pola curahan tenaga kerja setiap anggota rumah tangga dalam berbagai keglatan, (2) konsepsi alokasi kekuasaan dianalisis menurut pola pengambilan keputusan antara suami dan istri dalam rumah tangga.
Obyek penelitian ini adalah (1) pola kerja istri petani dalam beragam kegiatan; (2) pola pendapatan rumah tangga dan (3) pola pengambilan keputusan antara suami istri dalam rumah tangga. Untuk memperoleh informasi tentang ketiga hal tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menekankan studi pendalaman melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam dengan menggunakan metode recall dalam masa referensi waktu 24 jam dan 30 hari.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, meskipun secara normatif masyarakat desa Kuala Dua menganggap kegiatan mencari nafkah adalah pekerjaan pria (suami) dan urusan rumah tangga adalah pekerjaan wanita (istri), peranan istri petani dalam kegiatan pencaharian nafkah tidak dapat diabaikan: istri petani mencurahkan waktu lebih besar daripada suami; sedangkan dalam kegiatan rumah tangga, curahan waktu istri petani juga lebih besar daripada suami. Besarnya peranan istri petani di luar dan di dalam rumah tangga telah meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Dampak lain dari keterlibatan istri dalam pencarian nafkah adalah terjadi perubahan pola pengambilan keputusan: suami dan istri mempunyai kesempatan yang sama untuk mengambil keputusan. Mengingat hal itu, perlu ditingkatkan peranan istri petani dalam kegiatan pencarian nafkah, yaitu dengan mengembangkan sektor yang memungkinkan istri petani bekerja tanpa mengorbankan urusan rumah tangga. Mungkin sektor industri rumah tangga dan kerajinan merupakan alternatif yang patut dipertimbangkan bagi para pengambil kebijakan untuk meningkatkan peranan istri petani di pedesaan, tetapi hal ini memerlukan pengkajian yang lebih jauh. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Djamilludin
"ABSTRAK
Dalam undang undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokokdi daerah, ditegaskan bahwa titik berat otonomi diletakkan pada Daerah Tingkat II yakni Kabupaten Kotamadya Daerah Tingkat II. Tujuan pemberian otonomi adalah untuk memungkinkan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna layanan pelaksanaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Ibukota Kabupaten berfungsi sebagai tempat kedudukan Kepala Daerah sekaligus kepala Wilayah, secara fungsional merupakan pusat pemerintahan, pembangunan dan layanan masyarakat harus Pokok Pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat dan benar-benar terlaksana. Bagi Ibukota-Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang belum sepenuhnya menjalankan ke tiga fungsi tersebut, maka dalam rangka pembinaan kota dapat dilakukan pemindahan Ibukotanya. Landasan yuridis pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II terdapat dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pasal 4 ayat 3 yang berbunyi : Perubahan batas yang tidak mengakibatkan suatu Daerah, perubahanan nama Daerah, dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan penghapusan serta perubahan nama Peraturan Pemerintah. Prioritas pemindahan Ibukota dilaksanakan bagi ibukota Tingkat II yang berada di wilayah yurisdiksi Kotamadya Daerah Tingkat II. Sejak 5 tahun 1974, telah ada 15 buah Kabupaten Daerah pemerintahan lain Cbaca berlaku Undang-Undang nomor Tingkat II yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk dipindahkan dan baru 10 buah Ibukota kabupaten yang telah melaksanakan pemindahan ibukota kabupaten Daerah Daerah Tingkat II secara fisik. Pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang berlokasi dan sekaligus berfungsi sebagai Kota Administratif seperti Tangerang, selama ini belum pernah terjadi, kecuali Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang berfungsi sebagai Kota Administratif dan sekaligus Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I, seperti Kabupaten Kendari. Penelitian mengenai pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menggunakan tipe penelitian deskriptif - analitis. Dalam Draft Sementara Pedoman Pemihdahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II disebutkan Empat kriteria yang harus dimiliki oleh alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru adalah kriteria strategis, teknis, fungsional dan efisiensi biaya pembangunan. Adapun atribut yang dipakai meliputi Jumlah penduduk, kepadatan penduduk, migrasi penduduk, sentralisasi lokasi, topografi, perdagangan, prasarana perhubungan, lapangan kerja, tanah pertanian, kepadatan pemukiman dan status tanah. perkembangan penduduk, Dari hasil perhitungan alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru, baik itu yang dibuat oleh Departemen Dalam Negeri maupun dengan menggunakan Multiatribute Utility Analysis MAU diperoleh Kecamatan Tigaraksa yang paling memenuhi persyaratan terbaik."
1990
S10639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>