Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150087 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istiana Hermawati
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Istiana Hermawati
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum PRT perempuan korban kekerasan dan peran sebuah LSM (Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta) dalam menangani kasus kekerasan terhadap PRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketakberdayaan PRT perempuan kini semakin mengemuka, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus kekerasan terhadap PRT ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berperspektif perempuan, metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi penekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan `snowball sampling' yang meliputi pimpinan RTND, petugas penanganan kasus, pendamping lapangan dan PRT korban kekerasan.
Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik `Indepth Interview', observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat mengungkap realitas sosial dan berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung (1969) dan konsep intervensi sosial menurut Cox (2001) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, tennasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap PRT perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas informan penelitian berada pada rentang usia produktif (15-28 tahun), berpendidikan rendah (tamat SD), serta berasal dari daerah pedesaan / daerah pertanian tandus, dan mayoritas orang tua informan bekerja sebagai petani. Kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif, didukung dengan keterbatasan pendidikan dan sempitnya peluang kerja di desa, mendorong inforrnan untuk bekerja sebagai PRT di kota. Beberapa keterbatasan yang melekat pada informan inilah yang menyebabkan bargaining position PRT terhadap pengguna jasa rendah (bahkan nyaris tidak ada).
Alasan informan jadi PRT adalah karena faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan, tidak ingin menganggur, diajak saudara dan tidak kerasan di rumah. Mayoritas informan relatif terampil di dalam melaksanakan pekerjaannya karena memiliki pengalaman kerja sebagai PRT antara 1-8 tahun. Kendatipun demikian, pengalaman kerja tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap upah kerja yang diterimarrya, karena memang tidak ada standar upah bagi PRT sebagaimana pekerja di sektor lainnya. Jadi besarnya upah sangat dipengaruhi oleh faktor subyektifitas majikan. Secara umum, upah kerja yang diterima PRT jauh di bawah UMR, ini mengindikasikan rendahnya tingkat kesejahteraan informan pada umumnya.
Dari segi konteks, sebelum kekerasan terjadi bargaining position PRT memang rendah; tidak ada perlindungan hukum dan sosial yang pasti dari pemerintah, dan dalam melakukan pekerjaan tidak ada kesepakatan kerja tertulis antara pengguna jasa dengan PRT yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan PRT rentan terhadap kekerasan. Demikian halnya dengan pola hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa yang timpang dan cenderung dominatif-eksploitatif juga menyebabkan PRT rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh informan adalah kekerasan ganda dan pada umumnya informan tidak pernah menyangka sebelumnya kalau pengguna jasa akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh informan adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materiil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil.
Dari perspektif Galtung, kekerasan yang dialami oleh informan penelitian merupakan kekerasan personal dan struktural, baik langsung maupun tidak langsung, tampak maupun tersembunyi, disengaja maupun tidak, yang menyebabkan PRT tidak bisa mengaktualisasikan potensinya (kehilangan kemandirian, otonomi dan kekuasaan atas dirinya) karena realisasi jasmani dan rohaninya dipengaruhi sedemikian rupa oleh person dan struktur yang ada di masyarakat / negara. PRT pada umumnya mengalami kekerasan ganda yang melibatkan pengguna jasa, keluarga pengguna jasa, masyarakat dan negara sebagai pelaku kekerasan. Penelitian ini juga menemukan, bahwa RTND dalam melaksanakan penanganan kasus terhadap informan (dengan kasus dan cara masuk yang berbeda) menggunakan pola yang relatif umum, meskipun dalam penerapannya sangat kasuistik. Pola penanganan kasus kekerasan yang dilaksanakan RTND tersebut memiliki tahapan-tahapan dan relevan dengan tahapan-tahapan intervensi sosial yang dirumuskan oleh Cox (2001).
Kendala yang dihadapi lembaga dalam penanganan kasus kekerasan terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus litigasi; tiadanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur hak-hak PRT; sikap pengguna jasa yang pada umumnya arogan terhadap program pengorganisasian PRT yang diselenggarakan RTND; dan sikap PRT sendiri yang cenderung nrimo, mengalah, pasrah, dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka direkomendasikan kepada RTND untuk : menggali dana dari funding lain (fund rissing); membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial RIND kuat dan isue PRT diangkat sebagai isue politis; perlu dikembangkan pendekatan komunitas dalam penanganan kasus kekerasan; menjadi support system bagi lahirnya Serikat PRT yang dapat menjadi pressure group bagi pembuat kebijakan untuk mewujudkan suatu instrumen perundang-undangan yang melindungi hak-hak PRT sehingga bargaining position PRT menjadi kuat. Kepada pemerintah direkomendasikan untuk : segera memfasilitasi perangkat perundang-undangan tentang PRT dan diikuti Iangkah sosialisasi perangkat tersebut kepada publik; perlu dilaksanakan riset untuk mengidentifikasikan permasalahan/kebutuhan PRT sehingga dalam perumusan kebijakan dan program pemberdayaan PRT relatif sesuai dengan kebutuhan penerima Iayanan; perlu dijalin kerjasama lintas sektoral sehingga penanganan kasus kekerasan terhadap PRT tersebut lebih komprehensip; perlu memfasilitasi keberadaan crisis centre-crisis centre di tiap wilayah, agar korban kekerasan dapat dengan mudah mengakses bantuan layanan dan masyarakat juga dapat dengan segera melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
KAJ 12(1-4) 2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketentuan hak bagi pekerja dapat diberlakukan bagi pekerja rumah tangga; apakah ada jaminan hak-hak PRT dipenuhi bila ia termasuk ke dalam pekerja sektor formal; dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak bagi pekerja rumah tangga.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar dua gejala atau lebih. Dengan demikian penelitian ini menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam, disamping menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 17 orang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang penulis ambil secara acak, Kepala Seksi (Kasie) Informasi dan Bursa Kerja Sub Dis Penta Kerja-Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI¬Jakarta, Staf Biro Hukum Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala serta staf Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Gema Perempuan juga pars staf yayasan penyalur PRT di Jakarta (3 Yayasan). Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan staf pengajar Hukum Perburuhan sebagai narasumber di bidang hukum perburuhan.
Dari analisis terhadap hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa : 1) berdasarkan hukum perburuhan sebenarnya PRT dapat disebut sebagai pekerja karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja antara PRT dengan majikan (pemberi kerja) yang dapat dilakukan baik lisan maupun tertulis asalkan memenuhi syarat-syarat: adanya pekerjaan tertentu, adanya perintah (di bawah perintah), adanya upah,dan dalam waktu tertentu. Dengan terpenuhinya unsur-unsur perjanjian tersebut, maka hubungan antara PRT dan maj ikan adalah hubungan kerja; 2) Sehubungan dengan karakteristik khusus yang dimiliki PRT yakni wilayah/tempat kerja PRT yang yang berada dalam lingkup domestik, tertutup dan jenis/macam pekerjaan yang berbeda dengan pekerja pada sektor formal maka PRT perlu diatur dalam suatu ketentuan khusus; 3) Pemerintah khususnya pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta telah berupaya memberikan perlindungan kepada PRT dengan mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 1993 tentang Peningkatan Kesejahteraan Pramuwisma meskipun dalam perkembangannya Perda tersebut dicabut dan diganti dengan Perda No. 6 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan karena tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di tingkat pemerintah pusat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan instansi dan lembaga terkait telah berhasil menyusun sebuah draft RUU Perlindungan Bagi Pekerja Rumah Tangga namun sampai saat ini RUU tersebut masih belum disahkan. Hal ini disebabkan masih banyaknya pro dan kontra bila RUU tersebut disahkan dan masih adanya tarik menarik kepentingan bila PRT diatur dalam suatu peraturan perundang¬undangan karena tidak dapat dipungkiri bahwa ada perbenturan kepentingan para pengambil kebijakan yang umumnya adalah majikan yang berkepentingan atas PRT. Hasil penelitian penyarankan agar diberikan perlindungan khusus bagi PRT dalam suatu peraturan perundangan-undangan baik dalam tingkat undang-undang maupun peraturan daerah agar hak-hak PRT terjamin. Hal ini berkaitan dengan peranan pemerintah yang berkewajiban untuk memenuhi hak warga negaranya terutama hak atas pekerjaan dan kondisi kerja yang layak dan adil. Namun peraturan yang nantinya akan terbentuk itu jangan justru terlalu memberatkan pengguna jasa (majikan) karena tidak semua pengguna jasa (majikan) PRT berasal dari golongan mampu (high class)juga harus memperhatikan faKtor sosial budaya yang berkembang di masyarakat.

This study is conducted in order to find out whether the right provision for worker/labor could be applicable for housemaid/PRT (domestic workers); if there is any fulfilled right warranty for housemaid/PRT (domestic workers), if they are classified into formal sector worker; and what efforts which could be conducted by the government to protect and fulfill domestic help's right.
This study uses qualitative approach method on the basis of descriptive study. Therefore, this study emphasizes primary data so obtained through deeply interview, in addition to secondary data through library study. Informant required in this study consist of 17 housemaid/PRT (domestic workers) who working within the surrounding area of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang as well as Bekasi (Jabodetabek) so taken randomly by the writer, Section Head of Information and Labor Market of Sub-Employment Pebta-Manpower and Transmigration Jakarta Special Capital Region, Staff of Legal Bureau of Manpower and Transmigration Departement and Head and Staff on Non Governmental Organization (NGO) of Rumpun Gema Perempuan as well as staff of Domestic Workers Distribution foundation in Jakarta (3 foundation). In addition, interview is also conducted with teaching staff of Labor Justice of Law Faculty of University Indonesia as source person in labor legal sector.
On the basis of analysis taken from interview, it could be concluded that : 1) pursuant to the law labor, it transpires that domestic worker (PRT) could be classified as worker, because there is employment agreement. Employment agreement between PRT and employer (working provider) could be made either in oral or in writing, in order words it should fulfill requirements regulating certain activities, order (under the order), wage, as well as certain period. On the basis of such compliance of agreement element, then relationship; 2) in line with special characteristics owned by PRT such as House Maid's area/working place in the scope od domestic, closed as well as work types which are different with any workers in formal sector, thus Maid House should be regulated in one special provision; 3) Government especially Regional Government of Jakarta Special Capital Region Province has endeavored to provided protection to the housemaid issuing Ordinance No. 6 Year 1993 regarding Improvement of Housemaid Welfare, though under its development the aforementioned Ordinance is revoked and replaced by Ordinance No. 6 year 2004 regarding Manpower, because it does not proceed accordingly. In the central government level, Department of Manpower and Transmigration cooperated with relevant instance and institution has succeeded to arrange Bill draft regarding Protection for Domestic Workers. However, up to now, the said Bill Draft has not been legalized. This matter is due to several factors such as there are still pros and cons, if such Bill Draft is legalized and here is interest tug of war if Bill draft regulated on the basis of laws and regulations. Nevertheless, it could not be denied that there is conflict of interest on decision maker who is in general is an employer who is competent the the PRT. On the basis of study result, it suggests that PRT should be granted protection under laws and regulations either under laws and regulations or ordinance in order to the warrant for PRT Rights. This mater is related to the government role as the party who has obligation to fulfill their nation's right especially right for the work and working condition which are proper and fair. Meanwhile, regulation which would be further made should not be a burden for the service user (employer), because not all PRT service users (employer) are from high class. It should consider social culture factor developing in the community."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanita
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui garnbaran umum tentang korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan peran Lembaga Kalyanamitra Jakarta dalam menanganai kasus KDRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketidakberdayaan (powerless) lingkup KDRT kini semakin menonjol, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi tekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan non-probability sampling yang meliputi dewan pimpinan Lembaga Kalyanamitra, Koordinator Divisi Pendampingan, Pendamping lapangan, psikolog dan korban KDRT. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi, sehingga dapat mengungkap realitas sosial dari berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori proses pekerjaan sosial (social work process) yang dikemukakan oleh Compton & Galaway (1994) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, termasuk dalam penanganan kasus korban KDRT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam konteks ini, kasus kekerasan suami terhadap istri masih dipandang sebagai aib, bila dibawa ke sektor publik atau diperkarakan secara hukum, tetapi dianggap sebagai kewajaran, yaitu sebagai bentuk pendisiplinan suami terhadap istri. Secara sosiologis, mereka lebih tepat disebut korban-korban tindak kekerasan suami terhadap istri atau KDRT. Pemahaman ini berangkat dari realitas bahwa sebagian besar dari mereka merupakan korban kejahatan dalam rumah tangga yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, ekonomi dan psikologis, juga termasuk menerima ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam lingkup rumah tangga.
Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami korban adalah kekerasan ganda dan pada umumnya korban tidak menyangka kalau suami korban akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh korban adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil.
Kendala yang dihadapi lembaga dalam proses penanganan kasus korban tindak kekerasan dalam rumah tangga terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus ligitasi; tidak adanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur anti-KDRT, sikap pelaku dan keluarga korban pada umumnya tak peduli terhadap program yang diselenggarakan Lembaga Kalyanamitra, dan sikap korban sendiri yang cenderung mengalah, pasrah dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka disarankan kepada Lembaga kalyanamitra untuk : menggali dana dari funding lain (fundraising), membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial Lembaga Kalyanamitra kuat dan isue KDRT diangkat sebagai isue politis, perlu dipersiapkan petugas khusus yang menangani data pendukung (case record), merekrut atau mendidik pendamping yang berpendidikan ilmu pekerjaan sosial, tanggung jawab pendamping sesuai dengan jumlah korban dampingannya hingga proses penanganan selesai dan perlunya membuat kontrak penanganan antara korban dan lembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Ulfa Tyas Andriyani
"Tugas Karya Akhir ini dibuat bertujuan untuk mengetahui bagaimana kekerasan pada perempuan pekerja rumah tangga sebagai bentuk kekerasan berbasis gender. Penulis melakukan analisis pada data sekunder berupa dokumentasi kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang berasal dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang kemudian dianalisis berlandaskan pada teori feminis sosialis, konsep kekerasan berbasis gender dan kekerasan struktural.
Hasil karya akhir ini menunjukan bahwa adanya kekerasan terhadap perempuan pekerja rumah tangga menjadi bagian dari kekerasan berbasis gender dan merupakan bentuk dari adanya kekerasan struktural yang kemudian membuat perempuan teralienasi di masyarakat dan berada dalam lingkup kemiskinan karena tidak ada pengakuan terkait pekerjaan yang mereka lakukan baik dari masyarakat maupun negara.

This thesis aims to find out how violence against women domestic workers considered as a form of gender based violence. The author conducted a analysis based on secondary data in the form of documentation of cases in violence against domestic workers from National Comission on Violence Against Women which was then analyzed based on socialist feminist theory, the concept of gender based violence and structural violence.
These outcomes of this study indicate that there is violence against women domestic workers who are part of gender-based violence and are a form of structural violence that makes women segregated in society and live in poverty because there is no acknowledgment related to the work they do either from the public or the state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Margaret Aliyatul Maimunah
"Berbagai bentuk permasalahan yang merugikan perempuan dalam bidang ketenagakerjaan ternyata sebagiannya dapat diakibatkan oleh kebijakan atau aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan representasi PMP-PRT dalam kebijakan Terminal Tiga baik dalam rumusan kebijakannya maupun implementasinya. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengungkap berbagai permasalahan yang dialami oleh PMP-PRT di Terminal Tiga. Pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aturan-aturan yang menjadi pedoman pelaksanaan Terminal Tiga, masih banyak yang belum mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan PMP-PRT. Sebaliknya, aturan-aturan tersebut justru melahirkan berbagai permasalahan yang merugikan PMP-PRT. Selain itu, berbagai permasalahan yang dialami oleh PMP-PRT juga disebabkan oleh adanya pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan yang tidak mempunyai kepekaan gender. Akibatnya, banyak dari mereka yang memperlakukan PMP-PRT dengan berbagai bentuk tindakan negatif yang merugikan PMP-PRT, seperti pungutan liar dan pelecehan seksual. Aturan Terminal Tiga dan implementasinya yang telah memberikan dampak negatif yang merugikan PMP-PRT merupakan suatu bentuk pelanggaran CEDAW.

Various kind of problems that inflict a loss for women in labor, in fact, part of them can be caused by the policy or regulation made by the government itself. This research's aim is to describe the representation of PMP-PRT in Terminal Tiga policy for the formula of policy and its Implementation. This research is also conducted to reveal several problems that faced by PMP-PRT in Terminal Tiga. Qualitative approach using women perspective is chosen in this research with data collection technique through depth interview, documentation study, and observation. This research finds that there are still many regulations which turn out to be Terminal Tiga implementation guidance that has not accommodated the PMP-PRT's needs and interests. In the contrary, those policies actually create many problems that inflict a loss for PMP-PRT. Besides, PMP-PRT experienced those problems that have been caused by some parties which involved in implementing the policy and they do not have gender sensitivity. As a result, most of them treat PMP-PRT with negative action that inflicts a loss for PMP-PRT, for example illegal picking and sexual harassment. The regulation of Terminal Tiga and its implication that gave a negative impact which inflict a loss for PMP-PRT is a proof of government's failure in executing CEDAW."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>