Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dedi Supriadi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menelaah peranan migrasi dan mutu
modal manusia dalam pembangunan di Jawa Tengah dan di Jawa Timur
dengan menggunakan data Susenas 1982 dan Produk Domestik Regional
tahun 1982.
Penelaahan peranan migrasi dan mutu modal manusia dilakukan
melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-douglas, mengenai produk
tivitas pekerja. Atas dasar proses produksi, sektor ekonomi dibagi dalam empat sektor yaitu sektor pertanian sebagai penyedia bahan
komoditi baik untuk konsumen mau pun produsen, sektor industri
yang mengolahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi, sektor
perdagangan yang merupakan mata rantai yang menghubungkan produsen dengan produsen lain dan dengan konsumen dan terakhir adalah
sektor jasa lainnya yang merupakan penunjang untuk memperlancar proses produksi tersebut.
Pembangunan ekonomi berarti adanya perubahan dalam struktur
output dan alokasi input pacta berbagai sektor perekonomian dan
adanya kenaikan output.
Salah satu input dalam pembangunan ekonomi tersebut adalah
pekerja, adanya kenaikan output dari sisi pekerja ~erarti dengan
jumlah peker ja yang tetap dihasilkan output yang lebih banyak
atau adanya kenaikan produktivitas pekerja, kenaikan produktivitas
ini karena adanya kenaikan mutu modal pekerja. Kenaikan mutu
modal pekerja bukan saja ditentukan oleh mutu modal pekerja akan
tetapi ditentukan juga oleh mutu modal fisik dan teknologi.
Mutu modal manusia adalah suatu benda ekonomi yang langka
dan karenanya dibutuhkan pengorbanan untuk memperolehnya. Penentu
mutu modal manusia tersebut adalah pendidikan, kesehatan/kesejahteraan,
keamanan, lingkungan dan partisipasi aktif pekerja serta migrasi.
Dalam penelitian ini hanya ditelaah pengaruh pendidikan,
kesejahteraan dan partisipasi aktif serta produk domestik regional
bruto pada empat sektor ekonomi tersebut di Jawa Tengah dan
di Jawa timur. Variabel keamanan dan lingkungan tidak di telaah
karena keterbatasan data.
Produk domestik regional bruto mempunyai hubungan yang posi
tif dengan produktivitas pekerja, artinya setiap kenaikan produk
domestik regioanl bruto sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
produktivitas pekerja sebesar 0,36 persen.
Mutu modal pekerja migran umumnya lebih tinggi daripada mutu
modal pekerja non migran, namun pekerja migran memberikan sumbangan
terhadap produktivitas pekerja yang lebih kecil daripada
pekerja non migran.
Pendidikan pekerja di sektor pertanian memberikan sumbangan
yang negatif terhadap produktivitas pekerja. Artinya, meningkatnya
pendidikan pekerja di sektor pertanian akan menurunkan produktivitas
pekerja. produktivitas minimum akan tercapai pada saat
pendidikan rata-rata 15,5 tahun atau belum tamat perguruan
tinggi.
Pendidikan.pekerja di sektor industri dan perdagangan memberikan
sumbangan yang positif terhadap produktivitas pekerja.
Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan kian besar produktivitas pekerja. Produktivitas minimum di sektor industri telah tercapai pada saat tingkat pendidikan rata-rata kelas dua sekolah
dasar, dan produktivitas minimum di sektor perdagangan telah tercapai pada saat pendidikan rata-rata kelas tiga sekolah dasar.
Kesejahteraan pekerja memberikan sumbangan yang negatif terhadap
produktivitas pekerja. Artinya, semakin kecil proporsi pekerja
yang berpenghasilan di bawah kebutuhan fisik minimum maka
semakin tinggi produktivitas pekerjanya. Besarnya sumbangan kesejahteraan
tersebut terhadap produktivitas pekerja adalah -0,03
%, artinya, setiap penurunan 1 persen proporsi pekerja yang berpenghasilan
di bawah kebutuhan fisik minimum maka akan meningkatkan
produktivitas pekerja sebesar 0,03 persen.
Partisipasi aktif pekerja memberikan sumbangan yang positif
terhadap produktivitas pekerja, artinya semakin tinggi partisipasi
aktif kian besar produktivitasnya. Besarnya sumbangan partisi
pasi terse but adalah 0, 25%. Artinya, setiap kenaikan 1 persen
partisipasi aktif akan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar
0,25 %."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The reorganization og agriculture and foods is proceeding rapidly in East Jawa under the auspices of indigenous firms, and in a context where consumption of high-value foods is rising rapidly.This proces needs to be promoted,in part,by increased investment by agri food firms based in East Java Province in which the devellopments resulting from these investments are having profound impacts on the people and communities of Indonesia that grow, process,market and consume the foods that are being prodeced in this expanding regional food systems.Our paper details the need methods of priority for development strategic in agribusiness,whit their contribution to the regionalization of food structures, and an analysis of what some of the impacts of this transformation have been"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Setyawan Warsono Adi
"Propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan letaknya yang cukup strategis dekat dengan ibukota negara serta memiliki kegiatan usaha yang strategis, telah menjadikan peranan Jawa Barat dalam ekonomi nasional sangat besar. Hasil analisis perekonomian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsl Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 16,36% pada tahun 1993 dan sebesar 14,27% pada tahun 1999. Dari sisi PDRB berdasarkan penggunaan, tingkat konsumsi Jawa Barat terhadap konsumsi nasional rata-rata sebesar 16,9% selama periode 1993-1999. Sementara pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,4% terhadap pengeluaran pemerintah total. Investasi yang terbentuk memberikan proporsi rata-rata 14,5% terhadap pembentukan investasi nasional. Sebagian besar dari kontribusi tersebut berasal dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 21,68% pada tahun 1993 dan sebesar 19,25% pada tahun 1999. Bagi Propinsi Jawa Barat sendiri sektor industri pengolahan, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 23,20% pada tahun 1993 dan 30,80% 2000 sementara kontribusi terhadap ekspor sebesar 48,86% pada tahun 1993 dan 64,06% 2000.
Namun demikian, pembangunan sektor industri pengolahan di Jawa Barat telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran air dan udara. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (2001) sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap pencemaran udara sebesar 93% dan beban pencemaran air sungai 43%. Sementara hasil pemantauan Program Kali Bersih (PROKASIH) menunjukkan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sungai sebesar 25% - 50% dari total beban pencemaran.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut maka melalui penelitian ini akan diidentifikasi sektor industri pengolahan yang mana yang merupakan sektor unggulan dan bagaimana kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap peningkatan PDRB dan peningkatan pencemaran air dan udara. Dengan demikian dapat diketahui sektor industri pengolahan yang mana yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Jawa Barat dan mempunyai kontribusi kecil terhadap peningkatan pencemaran.
Model analisis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Analisis Input-Output karena model ini mampu menggambarkan peran suatu sektor dalam suatu perekonomian pada periode waktu tertentu sehingga dengan mudah dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Variabel pencemaran yang digunakan dalam analisis ini adalah variabel pencemaran air dan udara serta variabel biaya pembersihan lingkungan sehingga dalam analisisnya dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan mana yang mempunyai kontribusi kecil terhadap pencemaran air dan udara serta biaya pembersihan lingkungan. Analisis yang dilakukan terhadap variabel pencemaran tersebut dianalogkan dengan analisis yang dilakukan terhadap variabel tenaga kerja sehingga dalam penelitian ini tidak membangun tabel input-output baru yang memasukkan variabel pencemaran ke dalam strukturnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan yang teridentifikasi menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan perekonomian Jawa Barat adalah industri tekstil; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri mesin dan perlengkapannya; industri alas kaki dan barang dari kulit; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri pupuk dan pestisida. Sektor industri lainnya yang berpotensi untuk menjadi sektor unggulan adalah industri makanan; industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam; industri minuman; industri barang mineral bukan logam; industri alat angkutan. Namun dilihat dari kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, ternyata sektor tersebut tidak seluruhnya memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Sektor unggulan yang memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB adalah industri mesin dan perlengkapannya sebesar 6,57%, dan industri alas kaki dan barang dari kulit sebesar 5,17%, dan industri tekstil sebesar 3,52% dari total kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB. Namun berdasarkan hasil anallsis yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sektor industri pengolahan yang diusulkan dalam penelitian ini untuk menjadi sektor unggulan ternyata merupakan sektor-sektor yang perlu dikendalikan tingkat pencemarannya. Untuk pencemaran air, sektorsektor tersebut adalah sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri pupuk dan pestisida; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri alas kaki dan barang dari kulit; dan industri tekstil. Sementara untuk pencemaran udara adalah sektor industri pupuk dan pestisida; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri barang dari karet dan plastik; industri tekstil. Kondisi demikian menjadi dilematis karena di satu sisi sektor tersebut merupakan sektor yang diunggulkan untuk mendorong pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat namun di sisi lain secara sosial memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan melalui penelitian ini adalah bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor industri pengolahan, pemerintah daerah harus mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih diarahkan pada peningkatan sektor-sektor industri pengolahan di luar sektor unggulan. Sektor-sektor tersebut adalah industri makanan; industri pakaian jadi kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi relatif kecil namun tingkat pencemarannya dapat dikendalikan sehingga dalam jangka panjang diharapkan perekonomian dapat berjalan secara stabil. Sementara, jika kebijakan pemerintah daerah tetap diarahkan pada pembangunan sektor industri pengolahan unggulan maka harus ada upaya-upaya pengendalian pencemaran secara tegas terhadap kegiatan produksi dari sektor industri unggulan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan karena berdasarkan hasil analisis teridentifikasi bahwa sektor industri pengolahan unggulan tersebut memiliki biaya pembersihan lingkungan relatif kecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochmad Nur Afsdy Saksono
"Desentralisasi perencanaan pembangunan dalam konteks/kerangka multilevel telah mendapat banyak perhatian dan diteliti tetapi penelitian yang memfokuskan pada keselarasan masih langka, terlebih lagi yang memasukkan perspektif/konsep agency relationship, inside bureaucracy dan representative bureaucracy secara simultan. Menggunakan paradigm post-positivism dan metode studi kasus, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis derajat desentralisasi dan derajat kesalarasan perencanaan pembangunan pertanian multilevel di Lampung dan Jawa Tengah dan sekaligus merekonstruksi tatakelola perencanaan pembangunan pertanian multilevel terdesentralisasi. Hasil penelitan memperlihatkan derajat desentralisasi rendah, derajat keselarasan tinggi dan tatakelola perencanaan pembangunan pertanian multilevel terdesentralisasi dilakukan selama ini dengan pendekatan integrating role dan bersifat centraliazed-fragmented. Tatakelolaa perencanaan pembangunan perlu direkonstruksi dengan memperkuat kedudukan an peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah beserta kelembagaan sekretariatnya, termasuk wewenang mengkoordinaskan segala kebijakan dan program di wilayahnya dan terhadap instansi vertikal di wilayahnya dan wewenang dalam konteks penganggaran. anggaran pembangunan pertanian yang selama ini dipegang pusat kementerian pertanian . Penelitian ini telah memberikan kontribusi dalam analisis desentralisasi dari perspektif multilevel, mengembangkan agency theory melalui analisis bersifat multilevel bukan hanya hubungan bersifat langsung/level tunggal , memperkuat teori inside bureaucracy, dan mengembangkan teori representative bureaucracy dengan memperkenalkan analisis representative bureaucracy pada perspektif kelembagaan dalam arti bagaimana suatu lembaga yaitu Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah beserta organ/institusinya.

Despite an increased interest in multilevel decentralized development planning, it is surprising that research focused on the alignment is scarce, especially those included agency relationship, inside bureaucracy and representative bureaucracy simultaneously. This study aimed at analyzing decentralization and alignment degree of agriculture multilevel development planning in devolution in four regional governments Lampung Province, Lampung Tengah Regency, Jawa Tengah Province and Sukoharjo Regency and further more reconstructing the governance of agriculture decentralized multilevel development planning. Unlike the previous study, the decentralization measurements within the context of decentralized agriculture development planning focused on decentralization with the notion of devolution so that the study was able to reflect the level of authority possessed by local autonomy in the agriculture development planning. In analyzing development planning alignment, this study focused not only on measuring degree of alignment but also bureaucrat behavior. This study contributed to enrich the decentralization and decentralized development planning through the insertion of concept theories of inside bureaucracy, shirking, vertical externality in its analysis. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2314
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi
"Secara nasional tingkat penggunaan benih unggul berrmutu masih rendah, pada tahun 1997/1998 baru mencapai 37,58% dari kebutuhan. Penggunaan benih padi unggul di Jawa relatif lebih tinggi dibanding di luar Jawa. Guna meningkatkan penggunaan benih unggul bermutu sehingga tercapai peningkatan produktivitas beras nasional, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan salah satunya berupa pemberian subsidi benih padi.
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis dampak penghapusan subsidi benih padi dengan menggunakan model permintaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus dipilih di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pertimbangan propinsi tersebut merupakan pemasok beras terbesar di Indonesia dan tingkat penggunaan benih unggul relatif lebih tinggi dibanding daerah lain.
Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian dan instansi terkait lainnya. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi usaha perbenihan dan usaha tani, sedangkan analisis kuantitatif dengan model permintaan benih digunakan untuk menghitung besarnya perkiraan dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani padi.
Kebijakan dengan tujuan stabilitas harga benih dan menyediakan kebutuhan benih unggul secara cukup dengan harga terjangkau petani selama ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) dan pembayaran subsidi harga yang disalurkan tidak langsung kepada petani, melainkan melalui produsen benih BUMN yaitu PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani. Kebijakan stabilisasi harga benih dengan cara memberikan subsidi harga benih berakibat menimbulkan beban biaya pemerintah dan kurang memberikan iklim kondusif bagi swasta untuk masuk dalam industri perbenihan. Penetapan HET benih mengalami kesulitan di tingkat lapangan, .mengingat wilayah Indonesia yang luas, kepulauan dan kondisi geografis dan aksesibilitas yang beragam antar daerah. Sampai saat ini penyediaan benih padi unggul masih terbatas pada daerah yang mudah dijangkau. Besarnya biaya produksi pertanian yang bervariasi antar daerah juga turut mempersulit penentuan besarnya HET benih padi. Bila HET benih dipatuhi dan nilai subsidi diberikan sebesar selisih harga pokok produksi dengan HET benih, maka kemungkinan tidak terjadi kerugian bobot mati. Subsidi benih padi tidak hanya dinikmati oleh petani melainkan juga dinikmati pula oleh BUMN perbenihan. Subsidi benih padi sebesar Rp.400/kg pada tahun 1999 yang disalurkan melalui PT. SHS dinikmati petani Rp. 278,8/kg dan yang dinikmati PT. SHS melalui profit marjin dan ekstra profit sebesar Rp. 121,2/kg. Sedangkan subsidi yang disalurkan melalui PT. Pertani, petani menikmati sebesar Rp. 201,2/kg dan PT. Pertani sebesar Rp.198,8/kg.
Apabila subsidi benih padi dihapuskan akan menyebabkan harga benih padi meningkat. Peningkatan harga benih mengakibatkan menurunnya permintaan petani terhadap benih padi. Petani cenderung memperbanyak penggunaan benih yang diproduksi sendiri atau barter dengan tetangga, karena harga benih tidak terjangkau oleh sebagian besar petani.
Guna melihat dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani, ditentukan oleh respon petani yang diukur dengan elastisitas permintaannya. Variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi permintaan benih antara lain harga benih itu sendiri, jumlah benih yang dimiliki sendiri, harga gabah, dan luas penanaman padi. Harga benih berkorelasi negatif terhadap permintaan benih dengan nilai elastisitas harga benih di Jawa Barat -0,702, Jawa Tengah -0,724 dan di Jawa Timur -0,567, yang berarti bila harga benih meningkat permintaan benih akan menurun. Nilai elastisitas jumlah benih yang dimiliki sendiri dari tiga propinsi secara berurutan masing-masing -0,429; -0,173 dan -0,171. Jumlah benih milik sendiri ini dapat dianggap sebagai barang substitusi dengan benih yang akan dibeli. Bila jumlah benih yang dimiliki sudah cukup, maka petani cenderung mengurangi pembelian benih dari produsen benih/pasar.
Variabel harga gabah dianggap sebagai indikator yang akan direspon oleh petani apakah akan menggunakan benih unggul yang dibeli walaupun harganya lebih mahal dibanding dengan memanfaatkan benih sendiri. Bila harga gabah meningkat, maka permintaan benih cenderung lebih tinggi. Elastisitas permintaan benih terhadap harga gabah di Jawa Tengah lebih elastis dibanding dua propinsi lainnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar benih yang digunakan petani berasal dari pembelian. Luas penanaman padi berhubungan positif terhadap permintaan benih, dimana semakin luas areal penanaman padi, maka kebutuhan benihnya akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh elastisitas luas areal tanam padi pada ketiga propinsi relatif sama.
Bila subsidi benih padi dicabut, berdasarkan model permintaan benih padi pada tiga propinsi diperoleh kesimpulan bahwa kenaikan harga benih akibat penghapusan subsidi mengakibatkan penurunan permintaan benih padi yang diminta petani Jawa Barat sebesar 5.470 ton (11,60%), di Jawa Tengah 10.160 ton (11,94%) dan Jawa Timur 8.180 ton (9,48%). Penghapusan subsidi benih padi diperkirakan tidak berdampak terhadap biaya usaha tani mengingat porsi pengadaan benih terhadap total biaya usaha tani di Jawa Barat hanya 1,89%, Jawa Tengah 3,92% dan di Jawa Timur 4,08%. Namun demikian karena benih merupakan faktor penentu kualitas dan produktifitas usaha tani, maka penggunaan benih yang tidak bermutu dapat menghambat keberhasilan usaha tani. Bila penurunan permintaan benih hanya dipenuhi dengan benih tidak bermutu, diperkirakan akan terjadi penurunan produksi gabah di Jawa Barat sebesar 87.756 ton (atau menurun 0,94% dari produksi gabah Jawa Barat tahun 1998), di Jawa Tengah sebesar 134.878 ton (menurun 1,60% dari produksi gabah Jawa Tengah tahun 1998) dan di Jawa Timur sebesar 98.468 ton (menurun 1,17% dari produksi gabah Jawa Timur tahun 1998). Alternatif yang dapat dilakukan pemerintah adalah menghapus subsidi benih secara bertahap dengan batas maksimum dua tahun. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dalam kerangka manajemen krisis, tidak terjadi gejolak di dalam masyarakat, namun juga memberikan iklim kondusif bagi usaha perbenihan. Setelah dua tahun subsidi dicabut total dengan pertimbangan perkonomian sudah membaik dan days bell meningkat, serta memberi waktu prakondisi yang cukup bagi BUMN perbenihan mengingat siklus produksi dan pengolahan benih memerlukan waktu 4-7 bulan.
Penghapusan subsidi dapat dilakukan saat ini hanya pada "daerah maju" seperti pada propinsi lokasi studi kasus, sedangkan untuk "daerah remote" seperti Kawasan Timur Indonesia tetap diberikan subsidi benih padi untuk meningkatkan penggunaan benih unggul dengan harga terjangkau. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai efektivitas pemberian subsidi benih padi pada daerah remote. Penghapusan subsidi perlu diikuti upaya-upaya peningkatan efisiensi dalam memproduksi benih dan peningkatan efisiensi distribusi dan pemasaran benih.
Tidak akan terjadi penurunan produksi gabah bila subsidi benih dicabut, kalau dilakukan langkah antisipatif antara lain penghematan anggaran pemerintah dari penghapusan subsidi benih dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang terkait dalam pengembangan perbenihan, terutama mendorong peningkatan penggunaan benih unggul dan meningkatkan mutu, misalnya memberdayakan penangkar benih padi, melakukan kampanye gerakan sadar mutu benih, memperluas pemasaran dan distribusi benih, mereview peraturan perundangan yang menghambat usaha perbenihan serta memperbaiki sistem pembinaan dan pengawasan mutu benih.
Penghapusan subsidi harga benih sebaiknya diimbangi Pula dengan meningkatkan harga dasar gabah, sehingga diperoleh rasio harga gabah dengan benih pada tingkat yang kondusif guna mendorong gairah petani tetap menggunakan benih unggul dengan cara tetap mempertahankan rasio harga dasar gabah denagn benih melalui menaikkan harga dasar gabah.
Di mass mendatang peran pemerintah tidak lagi mengatur harga bidang pertanian. Pemerintah agar berkonsentrasi pada perannya dalam menciptakan paket teknologi dan menciptakan benih padi hibrid guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani, memberikan alih teknologi dan informasi alternatif-alternatif usaha yang menguntungkan petani, serta memperbaiki sarana dan prasarana penunjang. Usaha ini dilakukan untuk efisiensi produksi dan meningkatkan daya saing produk pertanian dalam era pasar babas.
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, peran pusat dalam pengembangan industri perbenihan semestinya terbatas pada pengaturanpengaturan dan kebijakan yang bersifat nasional seperti ketentuan impor benihfperkarantinaan, penentuan standar mutu, sistem pembinaan dan pengawasan mutu. Di luar hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan daerah."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jamli
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1996
332.042 AHM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Zahriyah
"Otonomi Daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan penerapan konsep yang membagi kekuasaan pemerintah menjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kebijakan perimbangan keuangan pusat-daerah akan mengatur secara pasti pengalokasian dana perimbangan. Dengan demikian, diharapkan daerah akan lebih mampu memacu pembangunan daerah, sehingga kesenjangan pertumbuhan antar daerah dapat dikurangi. Sumber penerimaan dalam negeri yang paling dominan dan bisa diandalkan adalah pajak, yang salah satunya berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan dilakukannya bagi hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, maka peranan dan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap penerimaan daerah semakin dominan.
Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menjelaskan tentang pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan serta seberapa besar kontribusi bagi hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam program bantuan pembangunan desa di Kabupaten Malang. Dengan demikian diharapkan dari hasil studi penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi dilapangan dibandingkan dengan teori-teori yang mendasarinya dan sebagai bahan pertimbangan agar dalam penyusunan anggaran pembiayaan program bantuan pembangunan desa yang diperoleh dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat lebih diperhatikan. Adapun analisis yang digunakan pada tesis ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan Cara menggambarkan sumber pembiayaan program bantuan pembangunan desa yang diterima dari hasil pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.
Dari hasil penelitian secara umum dapat diperoleh gambaran bahwa program bantuan pembangunan desa di Kabupaten Malang merupakan proyek yang salah satu dananya berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan. Kontribusi dana dari PBB terhadap pembiayaan program bantuan pembangunan desa yang diprioritaskan antara lain pada prasarana jalan, jembatan, pengairan dan pengadaan air bersih, masih sangat kecil dan perlu ditingkatkan, sehingga Wajib Pajak pedesaan merasakan adanya manfaat dari pembayaran pajak tersebut. Hal ini juga untuk menunjukkan akuntabilitas pengelolaan dana dari PBB oleh pemerintah terhadap pembayar Pajak Bumi dan Bangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
499.25 STR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>