Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27845 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Indra
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah evolusi ketimpangan dan polarisasi pendapatan di Indonesia beserta sumber-sumbernya sepanjang 2002-2012. Di sini, ketimpangan tidak hanya diulas dalam konteks ketimpangan outcome (seperti pendapatan atau pengeluaran), namun juga ketimpangan kesempatan terhadap kebutuhan dasar individu seperti pendidikan, air bersih, dan listrik. Dengan mengadopsi model Esteban dan Ray (2011), penelitian ini juga mengulas bagaimana peranan ketimpangan dan polarisasi pendapatan, fraksionalisasi etnis, serta faktor-faktor sosial ekonomi lainnya terhadap kejadian konflik di Indonesia.
Studi ini menemukan bahwa ketimpangan dan polarisasi pengeluaran di Indonesia ditemui cenderung meningkat secara bersamaan sepanjang 2002-2012. Fenomena peningkatan ketimpangan dan polarisasi tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, namun juga pada lingkup wilayah desa-kota, kawasan barat-timur, serta kelompok provinsi kaya sumberdaya alam (SDA) dan tidak (nonSDA). Hasil dekomposisi menemukan bahwa wilayah perkotaan lebih berperan terhadap total ketimpangan dan polarisasi pendapatan nasional ketimbang wilayah perdesaan. Pada kelompok kawasan barat-timur dan kelompok provinsi SDA-nonSDA, kontributor terbesar total ketimpangan dan polarisasi adalah kawasan barat dan kelompok provinsi nonSDA. Berdasarkan jenis pengeluaran, pengeluaran non-makanan merupakan penyumbang terbesar total ketimpangan dan polarisasi di Indonesia selama periode 2002-2012.
Berbeda dengan ketimpangan dan polarisasi yang cenderung meningkat, ketimpangan kesempatan dasar anak usia sekolah di Indonesia secara umum ditemui cenderung menurun. Fakta positif ini memperlihatkan bahwa tidak hanya peluang atau kesempatan dasar anak usia sekolah di Indonesia yang semakin baik, namun juga distribusi kesempatan tersebut cenderung semakin merata. Berdasarkan sumber-sumbernya, pendidikan kepala keluarga, pendapatan rumah tangga, dan wilayah (desa-kota) merupakan faktor yang berkontribusi dominan terhadap ketimpangan kesempatan di Indonesia sepanjang 2002-2012.
Terakhir, studi ini menemukan bahwa tingginya tingkat ketimpangan dan polarisasi pendapatan, serta fraksionalisasi etnis berperan dalam meningkatkan risiko konflik di wilayah provinsi Indonesia. Pada bagian ini juga ditemui bahwa provinsi dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi berpotensi mengalami risiko konflik yang tinggi pula. Begitu juga provinsi dengan tingkat populasi yang tinggi berpeluang mengalami konflik yang lebih tinggi. Terakhir, bagian ini menemukan adanya keterkaitan antara konflik dengan beberapa jenis pengeluaran pemerintah daerah, yakni: belanja pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan perlindungan sosial. Di sini ditemui hampir seluruh jenis belanja pemerintah yang

ABSTRACT
The aim of this study is to examine the evolution of income inequality and income polarization as well as its decompositions in Indonesia over 2002-2012. Here, inequality is not only viewed as the inequality of outcomes (such as income or expenditure), but it also covers inequality of opportunity in access to set of basics goods and services, such as education, clean water, and electricity. By adopting a behavioral model of conflict from Esteban and Ray (2011), this study also discussed the role of income inequality, income polarization, ethnic fractionalization, as well as socio-economic factors in explaining the incidence of conflict in Indonesia provinces over 2002-2012.
The results showed that income inequality and income polarization in Indonesia tended to increase simultaneously throughout 2002-2012. The phenomenon of rising inequalities and polarization did not only occur at the national level, but it also occurs at the regional level, namely rural and urban regions, eastern Indonesia and western Indonesia, and natural resource-rich province and non-natural resource-rich province as well. Results drawn from decomposition found that the role of urban area to the total inequality and polarization was more dominant than that rural area. In the east and west regions, the largest contributor of the total inequality and polarization was the western region. In natural resource-group province, it is found that the non-natural resourcerich province was the largest contributor. Meanwhile, in relation to the type of expenditures, it is found that non-food expenditure was the largest contributor in explaining total inequality and polarization during that period.
In contrary, this study found that inequality of opportunity in access to set of basics goods and services tended to decline. This positive fact shows that not only the basic opportunities of school-age children in Indonesia is getting better, but also the distribution of the basic opportunity tends to be uneven. From the decomposition results, this study also found that the education of household head, household income, and region (rural-urban) were dominant factors contributing to inequality of opportunity in Indonesia during 2002-2012.
Finally, this study verified that the high degree of income polarization, ethnic fractionalization, and income inequality associated with the high probability of conflict. It also found that socio-economic factors, such as poverty, unemployment, population, and natural resources, as well as several types of local government exependiture appear to be significantly associated with conflict.
"
2015
D2128
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Prasistaa
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perumusan kebijakan publik penanganan konflik sosial pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Belum efektifnya undang-undang tersebut, dan didorong oleh eskalasi konflik sosial yang terus meningkat membuat pemerintah mengeluarkan terobosan kebijakan yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaksana dalam menangani konflik sosial. Kompleksitas isu konflik sosial dan dinamikanya memerlukan penanganan yang komprehensif. Desain kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan akan sangat mempengaruhi efektivitas kebijakan.
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana konflik sosial sebagai sebuah masalah publik didefinisikan dan bagaimana ide kebijakan dirumuskan. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penting yaitu kompleksitas konflik sosial diterjemahkan dalam sebuah kebijakan yang dirumuskan oleh eksekutif secara terbatas dengan alasan urgenitas dan keterbatasan waktu dan melalui instrumen kebijakan berupa Instruksi Presiden agar dapat segera dilaksanakan. Pembuat kebijakan menganggap kompleksitas konflik sosial di Indonesia terkait masalah politik, ekonomi, hukum, etnis, dan budaya dimana setiap konflik memiliki karakter lokal yang kental. Beberapa alternatif yang dirumuskan sebagai solusi penanganan konflik sosial adalah melalui adanya keterpaduan unsur terkait, penyelesaian akar masalah, penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi, Kepala Daerah sebagai penanggung jawab keamanan di daerah, respon cepat dan pembentukan early warning system, serta peningkatan efektivitas sistem monitoring dan evaluasi.

ABSTRAK
This research discusses the formulation of policies to handle social conflict after the issuance of Law No. 7 of 2012 about The Handling of Social Conflict. The ineffectiveness of the law, and driven by the escalation of social conflict that continuous to increase make the government issued a policy breakthrough that can be used as guidelines for implementation in addressing social conflicts. The complexity of the issues and dynamics of social conflict requires a comprehensive treatment. Design policies made by the policy makers will greatly affect the effectiveness of the policy.
The purpose of this research was to examine how social conflict as a public problem is defined and formulated. By using qualitative methods, this research resulted in several important findings : the complexity of social conflict that has translated into a policy formulated by the executive are limited by reason of emergency, time constraints and with the policy instrument through a presidential instruction, so the policy can be implemented immediately. Policy makers assume the complexity of social conflict in Indonesia related with the political issues, economics, law, ethnicity, and culture in which every conflict has a strong local character. Some alternatives are formulated as a solution to handling social conflict: through the integration of relevant elements, the completion of the root problem, the preparation and implementation of action plans, every head of region have the responsibility to keep secure in their area, quick response and the establishment of an early warning system, as well as improving the effectiveness of the monitoring and evaluation system."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitk Universitas Indonesia, 2014
T41673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Sures Kumar
"Konflik antara warga Desa Adat Kemoning dengan warga Desa Adat Budaga, Kecamatan Semarapura Kabupaten Klungkung Bali, Sabtu 17 September 2011, yang diakibatkan, perbedaan dalam menyikapi keberadaan pura dan prosesi upacara di Pura Dalem, yang akhirnya menimbulkan konflik terbuka dan mengakibatkan kerugian materil dan korban jiwa, dengan meninggalkan bapak I Ketut Ariaka Warga Desa Adat Budaga dan puluhan warga kedua desa mengalami luka-luka. Sehingga, dituntut peran dari Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung, sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan masalah adat sesuai dengan peraturan daerah (Perda) Pemda Bali No.3 Tahun 2001, untuk mereduksi konflik tersebut.
Melihat Fenomena tersebut, Peneliti mencoba mengkaji, Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung dalam masyarakat dan bagaimana konflik tersebut terjadi serta apa yang meyebabkannya. Yang ditelusuri dari berbagai dimensi, baik sejarah pembentukan Desa Pakraman, nilai – nilai/ajaran kehidupan orang Bali dan sejarah konflik di Bali. Untuk memahami factor-faktor yang menyebabkan konflik tersebut terjadi dan bagaimana Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung dalam menyelesaikan Konflik yang terjadi antara kedua Desa Adat tersebut, terdapat beberapa masalah, yaitu 1). Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Konflik Antar Desa tersebut dapat terjadi?. 2). Bagaimana Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung dalam Menyelesaikan Konflik tersebut?. Untuk membedah masalah tersebut peneliti gunakan Teori Kepemimpinan, untuk melihat bagaimana peran kepemimpinan MMDP menyelesaikan konflik dan Teori Konflik, dalam melihat penyebab konflik antar Desa ada tersebut.
Secara umum signifikansi penulisan ini untuk mengetahui dan menganalisa factor-faktor penyebab konflik di Desa kemoning dan Desa Budaga, dan untuk mengetahui bagaimana peran Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung dalam menyelesaikan Konflik. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana data – data diperoleh dengan, observasi partisipatif, wawancara mendalam (in-dept interview) serta studi kepustakaan dengan tringulasi pengolahan data. Secara ringkas temuan yang diperoleh adalah, konflik antar Warga Desa Adat Kemoning dan Wrga Desa Adat Budaga, disebabkan saling klaim status Pura Dalem, Pura Prajapati, dan status Setra (tanah kuburan), serta dipicu adanya Paruman Agung Desa Adat Kemoning dan pemasangan spanduk batas Desa (selamat datang di Wewengkon/Lingkungan Desa Budaga) oleh Desa Adat Budaga. Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung, sudah berupaya mendamaikan kedua belah pihak dengan memediasi dan melakukan musyawarah, namun hal tersebut tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perbedaan yang ada dan tidak dapat dikelola dengan baik akhirnya menimbulkan konflik terbuka, serta mengakibatkan kerugian materil dan korban jiwa, hal ini menunjukan, belum maksimalnya peran Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung, menciptakan keharmonisan sesama warga. Sehingga pemerintah Klungkung perlu mengambil alih masalah ini dan memcarikan solusi yang lebih efektif.

Conflict between Indigenous Villagers of Kemoning and Indigenous Villagers of Budaga, District Semarapura Klungkung Bali, Saturday, September 17, 2011, as a result, the difference in response to presence of the temple and ceremonial procession at Pura Dalem, open conflict which resulted in material losses and casualties, death of Mr. I Ketut Ariaka, resident of Indigenous Village of Budaga and dozens of the residents in both villages injured. So that, required role of Majelis Madya Pakraman Village Klungkung as authorized agency to finish the problem based on local regulations, local goverment of Bali No.3, 2001.
Seeing the phenomenon, researcher try to assess the role of leadership Majelis Madya Pakraman Village Klungkung in the community how the conflict occurred and what causes. Researcher browse from various dimensions, Pakraman Village establisment history, values / teachings of Balinese life and history of the conflict in Bali. There are some problem to understand factors that cause conflict happen and how the role of Majelis Madya Pakraman Village Klungkung namely 1. What are the factors that lead to conflict between the village could happen?. 2. How is the role of Leadership Majelis Madya Pakraman Village Klungkung in resolving the conflict?. Researcher in analyzing the problem using a theory of leadership to see how the role MMDP resolve conflict and conflict theory in view of the causes of conflict between villages.
In general, the significance of this research to identify and analyze the factors causing the conflict, and to find how the role of Majelis Madya Pakraman Village (MMDP) Klungkung in resolving conflicts that occur. To achieve these objectives, used qualitative methods, where datas obtained with participant observation, in-depth interviews and study of literature with tringulasi data processing. In summary, the conflict due to overlapping claims status Pura Dalem, Pura Prajapati, and status of Setra (burial ground), and triggered Paruman Agung of Indigenous Village of Kemoning and installation of banners village boundary (welcome to wewengkon / budaga village environment) by Indigenous Village of Budaga. Majelis Madya Pakraman Village Klungkung, has attempted to reconcile the two sides to mediate and to deliberate, but it is not successfully reconcile the two sides. Differences that exist and can not be managed well eventually lead to open conflict, as well as resulting in material losses and casualties, this show, not maximal the role of Majelis Madya Pakraman Village (MMDP) Klungkung, creating harmony fellow citizens. So Klungkung government need to take over this problem and find a more effective solution.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Soeskandi
"Latar Belakang Permasalahan
Dalam usaha untuk mencari kelestarian di dalam hidupnya, setiap masyarakat akan selalu cenderung mengarahkan dirinya pada suatu tertib sosial yang mantap. Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan bersama. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana caranya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang bersifat pokok, antara lain : sandang, pangan, papan, keselamatan .jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk berkembang, dan kasih saying.
Pengalaman-pengalaman tersebut pada suatu titik tertentu akan menghasilkan nilai-nilai yang positif maupun negatif pada diri manusia. Hal ini akan mengakibatkan bahwa manusia akan mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai rnana yang tidak baik dan harus dituruti serta mana yang tidak baik dan harus ditinggalkan. Sistem nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh terhadap pola-pola berpikir manusia, hal mana merupakan suatu pedoman mental baginya.
Masyarakat Madura adalah masyarakat yang boleh dikatakan mempunyai tradisi yang tidak begitu menganggap atau memperhatikan aturan-aturan pemerintah dalam hal suatu pengaturan tertentu dalam lingkungan keluarganya. Dalam hal ini kaidah atau tertib sosial yang ada pada urnumnya mereka gunakan atau taati adalah kaidah-kaidah yang secara otonom ditegakkan oleh satuan-satuan keluarga besar mereka atas dasar kekuatan mereka masing-masing.
Kekuatan masing-masirg keluarga tersebut di samping akan menjadi mekanisme untuk menekan dan memperkecil terjadinya konflik, juga akan berfungsi sebagai kekuatan polisional untuk menghadapi serta meniadakan konflik (dengan pola perrmulihan lewat tindakan sendiri), khususnya apabila konflik tersebut menyangkut masalah-masalah kehormatan dalam keluarga. Dalam kaitannya dengan masalah penyelesaian konflik ini, kita sering mendengar suatu istilah yang sering disebut dengan nama "carok"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rofina Noor Imani
"Perbedaan status dan kelas-kelas sosial masih menjadi topik yang diangkat dalam film-film, termasuk dalam film drama Cina. Salah satu drama serial yang mengangkat topik ini adalah Meteor Garden (2018) yang merupakan sebuah produksi ulang dari drama serial asal Taiwan dengan judul yang sama di tahun 2001. Drama serial romantis ini menceritakan tentang kisah cinta tokoh sentral Daoming Si dan Dong Shancai yang penuh lika-liku. Perhatian utama penelitian terdapat pada konflik-konflik yang terjadi antara kedua tokoh ini yang diakibatkan oleh perbedaan status sosial mereka. Hasil analisis menunjukkan bahwa, 1) konflik mengenai perbedaan status sosial digambarkan melalui ekonomi, latar belakang keluarga, popularitas, dan dinamika kekuasaan. 2) Penyelesaian konflik dilakukan melalui perkembangan karakter dan perjuangan antara kedua tokoh yang menunjukkan bahwa nilai sejati seseorang tidak tergantung pada status sosial.   3) Konflik perbedaan status sosial justru membuat kedua tokoh semakin kuat dalam mempertahankan hubungannya dan rela mengorbankan banyak hal.

Differences in social status and social classes continue to be a recurring theme in movies, including Chinese dramas. One such drama that explores this topic is "Meteor Garden" (2018), a remake of the original Taiwanese drama with the same title from 2001. This romantic serial narrates the twists and turns of the central characters' love story, Daoming Si and Dong Shancai. The primary focus of the research lies in the conflicts that occur between these two characters caused by their differences in social status. The analysis results indicate that: 1) conflicts regarding social status differences are depicted through economic factors, family backgrounds, popularity, and power dynamics. 2) The conflict resolution is achieved through the development of characters and the struggle between them, showing that a person's value does not depend on social status. 3) Social status conflicts do not lead the main characters to give up; instead, they grow stronger in maintaining their relationship and are willing to sacrifice a lot for each other."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Masykur
"Disertasi ini adalah kajian filosofis tentang manusia dalam konflik sosial di masyarakat multikultur. Dilatarbelakangi realitas konflik sosial dan konstruksi negara yang menjamin keragaman agama dan etnik, studi ini membahas relasi antarindividu yang memproduksi konflik sosial nuansa agama dan etnik. Mengacu kepada teori multikulturalisme Bhikhu Parekh, melalui metode studi pustaka, fenomenologi kehidupan religius, dan refleksi kritis, disimpulkan bahwa konflik sosial (a) dimunculkan oleh seorang individu di dalam perilaku sosialnya yang menginterpretasikan perbedaan pandangan moral dan budaya; dan (b) terjadi di dalam negara yang melakukan politik keseragaman. Penyelesaiannya, konflik sosial harus dikelola oleh seorang individu melalui dialog budaya dengan tindakan dialog antarbudaya dan rekognisi sosial. Dengan dialog budaya itu, dapat ditemukan kembali manusia yang harmonis di dalam kehidupan sosial.

This dissertation is a philosophical study about human being in social conflict among multicultural society. Based on the background of social conflicts phenomenon and state construction that guarantees religious and ethnic diversity, it discusses the relationships between individuals who produce social conflict of ethnic and religious nuance. Referring to the theory of multiculturalism from Bhikhu Parekh, literature study method, phenomenology of religious life method, and critical reflection method, it is concluded that the social conflicts (a) emerged from an individual behavior that interprets moral and cultural in different view; and (b) happened in countries those provide political uniformity. These social conflicts should be cultivated by an individual through cultural dialogues and the actions of intercultural dialogue and social recognition. The dialogue is expected to rediscover harmony in social life."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2077
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>