Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dede Kuswanda
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara nasional dengan biaya yang cukup besar dan merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia, adalah alasan pentingnya diadakan penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan penelitian adalah "apakah praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT mendorong berkembangnya masyarakat mandiri?".
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui atau memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pemberdayaaan masyarakat oleh pendamping melalui program IDT.
Teori dan konsep yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian adalah teori dan konsep tentang pemberdayaan (empowerment), pengembangan masyarakat (community development), kemiskinan, dan program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa : wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pengetahuan yang diberikan berupa pengetahuan tentang program atau proyek IDT, pemberian motivasi, dan pendekatan partisipatif dalam memberdayakan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan secara umum bahwa praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT belum mendorong ke arah berkembangnya masyarakat mandiri. Untuk itu maka saran yang diaiukan adalah perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memperkuat daya atau potensi yang dimiliki."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Thomas Ananto Wisan Rinuwat
"
ABSTRAK
Program pengentasan desa-desa miskin atau lebih dikenal dengan istiiah Ingres Desa Tertinggal (IDT), memiliki tujuan untuk memberi bantuan agar desa tertinggal tersebut dapat mengelola sumberdaya yang dimiliki, diantaranya sumber daya alam. Dengan demikian diharapkan dapat mengejar ketertinggalannya dari desadesa lain.
Melihat gambaran di atas, maka pengetahuan tentang kondisi kemampuan sumber daya alam mutlak di kuasai, terutama dalam mengidentifikasi daerah miskin. Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti keberadaan desa-desa tersebut dengan meninjau dari sudut pandang keterbatasan kemampuan fisik wilayah.
Dengan mengetahui kondisi sumber daya yang dimiliki. maka diharapkan dapat dikaitkan dengan upaya meningkatkan penghasilan penduduk desa yang umumnya masih bertumpu pada sektor pertanian.
Dengan demikian tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui keterkaitan penyebaran desa tertinggal dengan keterbatasan kondisi fisik wilayahnya serta pengaruhnya terhadap tingkat penghasilan penduduk di Kabupaten BantuI, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari gambaran di atas terlihat permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian mi adalah : Bagaimana kaitan letak desa tertinggal yang terbatas tingkat penghasilan penduduknya dengan kondisi fisik wilayah di Kabupaten BantuI, Daerah Istimewa Yogyakarta ?
Desa tertinggal di Dati II BantuI yang dianalisis dalam penelitian ini, merupakan gambaran ketertinggalan suatu wilayah berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik, dalam Penentuan Desa Tertinggal 1993, mencapai 23 desa atau 30,67 % dari total 75 desa.
Pola penyebarannya secara umum memanjang di bagian Timur, kemudian menyebar secara acak di bagian Selatan, selain itu juga terdapat di bagian Tengah wilayah penelitian dalam jumlah yang sedikit. Tingkat penghasilan penduduk di Kabupaten BnatuI (satuan analisis desa) ditentukan dengan cara mengalokasikan produksi sektor pertanian tingkat Kabupaten BantuI. Pada analisis perhitungan Tingkat Penghasilan Penduduk di Kabupaten BantuI, pengklasifikasiannya disederhanakan menurut kategori batas pengeluaran, sebagai berikut: 1. Desa tidak miskin, penyebarannya di BantuI mencapai 46 dari 75 desa (berkisar 61,33%) 2. Desa miskin, penyebaran desa dengan tingkat penghasilan miskin di Kabupaten BantuI, jumlahnya mencapai 29 dari 75 desa yang ada di wilayah penelitian (38,67%).
Hasil analisis korelasi desa tertinggal dengan tingkat penghasilan penduduk, menunjukkan klasifikasi desa tertinggal yang miskin dan desa tertinggal yang tidak miskin. Selanjutnya hasil korelasi tersebut ditampalkan dengan peta wilayah tanah usaha sehingga menghasilkan gambaran kondisi fisik desa tertinggal berkaitan dengan gambaran tingkat penghgasilan penduduk di daerah bersangkutan, yang dapat disimpulkan sebagai berikut; 1. Terdapat 10 dari 12 desa tertinggal yang miskin, menyebar di desa yang memiliki wilayah tanah usaha terbatas, sedangkan sisanya sebanyak 2 desa terdapat pada desa yang tidak memiliki luas wilayah tanah usaha terbatas. 2. Terdapat 11 desa tertinggal yang tidak miskin, seluruhnya menyebar di desa yang tidak memiiiki wilayah tanah usaha terbatas.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lumban Gaol, Harapan
"Program IDT adalah program pemberdayaan rakyat karena jika dikaji dari visi dan misinya merupakan program khusus untuk menerapkan falsafah dasar kebijaksanaan anti-kemiskinan dengan cara mempercayai orang miskin bahwa mereka dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan ekonomi rakyat yang mendapat porsi sangat besar didasarkan pandangan bahwa mengembangkan ekonomi rakyat berarti mengembangkan sistem ekonomi "dari rakyat", "oleh rakyat" dan "untuk rakyat". Dengan kata lain membangun ekonomi rakyat dalam IDT juga berarti meningkatkan kemampuan rakyat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya.
Visi dan misi pemberdayaan yang diemban Program IDT yang merupakan program cetakbiru pemerintah dan ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi subjek atau aktor utama pembangunan, dengan demikian memunculkan pertanyaan mengenai : dimensi-dimensi pemberdayaan apa yang terjadi dalam pelaksanaan program, bagaimana proses pemberdayaan itu dilakukan, serta sejauh manakah program IDT telah mampu memberdayakan para penduduk miskin dengan mengedepankan partisipasi dan keswadayaan mereka? Kemudian dengan adanya bukti-bukti fisik terjadinya akumulasi dan proses perguliran dana IDT di Kelurahan Galur, apakah dengan demikian juga berarti program tersebut telah mampu meletakkan suatu prakondisi yang mengedepankan basis lokalitas dan pribumisasi pembangunan yang menjadi fondasi bagi penduduk miskin mencapai kemandirian.
Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dimensi-dimensi pemberdayaan yang diterapkan di dalam pelaksanaan program IDT di Kelurahan Galur, {2} mengidentifikasi bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan tersebut, serta {3} mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi pemberdayaan itu diterapkan di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif karena bertujuan untuk (a) mendeskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang terjadi, (b) mendapatkan makna subjektif dari pemberdayaan itu, dan (c) mendapatkan karakteristik khusus kajian yakni dimensi-dimensi pemberdayaan yang ada, serta hasilnya tidak untuk mendapatkan generalisasi.
Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan berbagai dimensi pemberdayaan yang terjadi yakni pemberdayaan pendamping oleh pemerintah dan pemberdayaan para anggota pokmas oleh pendamping. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar pemberdayaan yang terjadi masih rendah walaupun berbagai target program dapat dicapai. Tercapainya target atau tujuan-tujuan antara (objectives) program dengan kadar pemberdayaan yang rendah, ternyata disebabkan oleh upaya mobilisasi yang sangat kental dalam implementasi program. Mobilisasi ini menjadi alternatif paling "tepat" dan "mendapat pembenaran" karena berbagai muatan yang terkandung dalam program. Partisipasi dan swadaya lokal yang seharusnya generator pembangunan menjadi tenggelam dan menjadi sekedar alat untuk mencapai tujuan program tadi.
Makna partisipasi dan swadaya lokal dari para pendamping dan penduduk miskin cenderung pasif, bersifat pseudo den manipulatif karena pemerintah masih berfungsi sebagai chief-protagonist atau pengambil keputusan utama. Akibatnya implementasi program di lapangan belum mampu merubah pola pembangunan klasik yang berorientasi produksi ke paradigma pembangunan berorientasi manusia dengan paradigma pembalikan dalam manajemen (reversal paradigm in management). Oleh karena itulah rekomendasi penelitian ini terutama ditujukan kepada pemerintah agar secara perlahan mengurangi peran-perannya dan mengedepankan peran, partisipasi dan swadaya pendamping dan warga lokal. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Salam
"ABSTRAK
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 menyatakan bahwa memasuki jangka panjang tahap ke II, titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan,seiring dengan kualitas sumber daya manusia, dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional. GBHN 1993 menempatkan manusia sebagai pusat segenap upaya pembangunan. Pembangunan nasional bermuara pada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan yang terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liswarti Hatta
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilandasi oleh Kebijakan Keputusan Presiden (Kepres) No. 3 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan telah berjalan sejak 1 April 1994. Program ini secara ideal adalah untuk memberdayakan kaum miskin dan desa tertinggal baik di pedesaan maupun perkotaan Dari dimensi politis program ini adalah untuk menunjukkan bahwa pembangunan adalah untuk rakyat, artinya kepedulian pemerintah terhadap kaum tertinggal (penduduk dan desa miskin) bukan sekedar slogan pembangunan. Sebuah program adalah perencanaan yang terkadang antara konsep dan pelaksanaan di lapangan berbeda, perbedaan ini dapat disebabkan oleh konsep yang terlalu sulit untuk diterapkan, pelaksana di lapangan yang tidak mampu menterjemahkan suatu konsep ataupun kedua-duanya. Pelaksanaan program IDT di desa yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan kurangnya sinkronisasi dan pengawasan program yang ketat terutama dalam pemberian dana dari pemerintah Kurangnya sinkronisasi menunjuk pada pembangunan infrastruktur desa yang kurang diarahkan pada variabel ketertinggalan desa (dalam penentuan desa tertinggal menggunakan 27 variabel, lihat lampiran 2); kurang tanggapnya Pemerintah Daerah dalam memberikan informasi dan mempersiapkan penduduk miskin calon penerima IDT sehingga terkesan program ini hanya'membagi-bagi dana tanpa membekali calon penerima dengan manajemen pengelolaan dana yang memadai. Sedangkan pengawasan yang kurang ketat menunjuk pada kurangnya instansi terkait dari pihak pemerintah dalam memberikan pengawasan pengelolaan uang dari para penerima dana IDT atau kurang ketat dalam mengevaluasi pengguliran dana, sehingga kurang jelas tingkat keberhasilan dari kelompok-kelompok masyarakat sebagai basis penerima dana IDT.
Program IDT yang memberikan dana kepada masyarakat tertinggal di desa tertinggal sebanyak Rp. 20.000.000,- per desa/tahun dan setiap desa penerima akan menerima selama 3 tahun berturut turut jadi dalam 3 tahun (1994, 1995 dan 1996) setiap desa penerima IDT mendapatkan dana sebanyak Rp. 60.000.000,- yang langsung diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat di desa yang sengaja telah dibentuk untuk menyongsong program ini. Dari banyaknya dana tersebut, jika dikelola dengan baik akan memberikan prospek yang cerah pada setiap desa tertinggal. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana dari setiap penerima IDT sangat diperlukan demi tercapainya program ini yakni memberdayakan masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat harus mencakup segala dimensi seperti sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum. Artinya dimensi ekonomi lewat pemberian dana IDT kepada masyarakat tertinggal harus pula dibarengi dengan pemberdayaan dimensi lain agar sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintah yakni pembangunan disegala bidang. Pembangunan yang berhasil apabila semua program mampu membangkitkan daya masyarakat untuk secara otonom menjadi subjek dalam pembangunan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilatar belakangi adanya fenomena menarik dan unik Pura Lingsar Lombok pada setiap purnamaning sasih keenam berlangsung dua upacara berbeda di tempat yang sama yang dilakukan oleh dua kelompok masyarakat berbeda, yakni masyarakat Sasak melaksanakan upacara perang topat dan masyarakat Bali melakukan upacara Pujawali di Pura Lingsar."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>