Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56410 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Cut Nurmala Hayati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5123
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Y. Lutan
"Asam humat merupakan senyawa bioorganik polimer multiligan yang diisolasi dari slam. Kelimpahan dan sifat asam humat ini bergantung pada iklim, jenis vegetasi, waktu, senyawaan asal dan topografi. Selain itu asam humat merupakan zat pengompleks organik alamiah yang banyak terdapat di tanah, sedimen maupun perairan. Asam humat mempuayai banyak gugus fungsi yang mengandung oksigen yang berperan dalam pembentukkan senyawa kompleks asam humat-logam. Penelitian ini bertujuan menyelidiki kemampuan asam humat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam berat kobal dan kadmium pada kondisi pH 4, 5, 6 dan 7, pada 6 lokasi penelitian dari sedimen hutan lindung bakau (mangrove) Muara Angke Teluk Jakarta. Pembentukkan kompleks asam humat-logam yang terjadi ditentukan dengan tetapan stabilitas kondisional (log IC) dengan menggunakaa metode pemadaman (quenching) fluoresensi.
Isolasi asam humat dilakukan dengan mengekstraksi sampel sedimen kering pada kondisi alkali (campuran 0,1 M NaOH dan 0,1 M Na4P2O7 = 1 : 1). Selanjutnya pada fraksi larutan ditambahkan 6 M HC1 sampai pH 2. Hasil asam humat yang sudah murni ditentukan sifat kimianya melalui metode non degradatif (bobot molekul viskositas rata-rata, 111, UV-Tampak dan Fluoresensi) dan metode degradatif (analisis unsur, hidrolisis asam humat dengan HC1 serta analisis asam amino dengan HPLC).
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa asam humat lebih bersifat alifatis, dimana dari analisis unsur menunjukkan bahwa perbandingan HIC > 1. Dari hidrolisis asam humat dengan HC1, hasil yng didapat mempunyai paling sedikit 10 jenis asam amino. Dan perhitungan konstanta stabilitas kondisional pada pH 4 lokasi F paling kuat mengikat kobal maupun kadmium, dan ikatan humat-kobal lebih kuat dari pada humat-kadmium. Pada pH 5 ikatan humat-kadmium pads lokasi F lebih kuat dari pada humat kobal pada lokasi E. Path pH 6 ikatan humat-kobal pads lokasi E sebanding dengan ikatan humat-kadmium pada lokasi A. Sedangkan pada pH 7, ikatan humat-kobal pada lokasi A lebih kuat dan pada humat-kadmium pada lokasi E. Secara umum daerah laut dan muara mempunyai asam humat yang kuat mengikat logam kobal dan kadmium, disusul pada daerah daratan.

Humic acid is a group of polymer bioorganic and multiligand compound isolated from nature. Abondance and character of humic acid depend on climate, vegetasion, time, mother compound and topografi. The other humic acid is a natural organic complex substance which is plenty in terrestrial (soil, sediment), and aquatic (river, lacustrine, lake and marine) area. Humic acid has a lot of function groups that contain oxygen that takes part in forming humic acid complex substance. The research is performed to investigate humic acid ability to form complex substance with heavy metal ions, cobalt and cadmium, in pH-4,5,6,7 condition, on 6 research locations from protected mangrove forest' sediment at Muara Angke, Jakarta Bay. The forming of humic acid - metal substances which happens in conditional stability constant (log K') by using fluorescence quenching method.
The isolation of humic acid is performed by extracting dry sediment samples in alkali condition (the mixture 0,1 M NaOH and 0,1 M Na4P2O7 = 1 : 1). Then in aqueous solution, we give 6 M HC1 up to pH 2. The characteristic of the result of pared humic acid is determined by non degradatif method (the average of viscosity molecules weigh, IR., UV-Visible and fluorescence) and degradatif method ( elemental analysis, humic acid hydrolysis with HCI and humic acid analysis with HPLC).
The result shows that humic acid more aliphatic, where elemental analysis shows that the comparison is HIC > 1. From humic acid hidrolisis with HCI, we get at least 10 types of amino acid. From the calculation of conditional stability constantan in pH 4, location F has the strongest ability to bound cobalt and cadmium, and the boundary of humic-cobalt is stronger than humic-cadmium. In pH 5 the boundary of humic-cadmium on location F is stronger than humic-cobalt on location. E. In pH 6 humic-cobalt boundary on location. E is the same with humic-cadmium boundary on location A. In pH 7, humic-cobalt boundary on location A is stronger than humic-cadmium on location E. The sea and the bay area generally have humic acid that strongly bound cobalt and cadmium and then the terrestrial area."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naurah Naziihah
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian di Kawasan mangrove Muara Angke untuk menyeleksi spesies burung yang dapat dijadikan spesies indikator dengan menggunakan metode Indicator Value pada bulan September sampai dengan Desember tahun 2018. Kawasan mangrove Muara Angke merupakan salah satu kawasan hutan mangrove di Indonesia yang awalnya memiliki luas 1200 ha pada tahun 1960, namun kebijakan pemerintah yang mengalihfungsikan hutan mangrove menjadi pemukiman warga dan tambak menyebabkan luas kawasan tersebut berkurang menjadi 326 ha. Kawasan mangrove tersebut memiliki peranan penting bagi burung, yaitu sebagai feeding ground, nesting ground dan nursery ground berbagai jenis burung. Penelitian dilakukan di Hutan Lindung, Arboretum Mangrove dan Taman Wisata Alam Muara Angke serta bertujuan untuk mengkaji burung sebagai bioindikator dan mengetahui korelasi antara nilai Indicator Value dengan struktur habitat ketiga lokasi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 35 spesies burung di ketiga lokasi tersebut. Indicator Value digunakan untuk untuk mengetahui bagaimana kelimpahan berbagai macam spesies dapat dijadikan indikator untuk mengetahui kualitas suatu lingkungan. Lima spesies dengan nilai Indicator Value tertinggi ialah bondol jawa (Lonchura leucogastroides), madu sriganti (Cinnyris jugularis), remetuk laut (Gerygone sulphurea), cangak abu (Ardea cinerea), dan cangak merah (Ardea purpurea). Analisis korelasi Rank Spearman dilakukan antara nilai kelimpahan jenis gereja erasia (Passer montanus), bondol jawa (Lonchura leucogastroides) dan remetuk laut (Gerygone sulphurea) dengan data struktur habitat, yaitu tutupan kanopi, spesies pohon yang mendominasi, desibel suara dan tutupan sampah. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa gereja erasia memiliki korelasi negatif dan signifikan terhadap tutupan sampah.

ABSTRACT
Research has been carried out on September to December 2018 in Muara Angke mangrove area to selected birds as indicator species. Muara Angke mangrove area is one of the mangrove forest areas in Indonesia which initially had an area of 1200 ha in 1960, but the government policy that transferred the function of mangrove forests to residential settlements and ponds caused the area to decrease to 326 ha. The mangrove area has an important role for birds, as feeding grounds, nesting grounds and nursery grounds for variety of birds. The study was conducted in Hutan Lindung, Arboretum Mangrove dan Taman Wisata Alam Muara Angke and aimed to study birds as bioindicators and understand the correlation between the value of the Indicator Value and the habitat structure of the three locations. This study recorded a total of 35 bird species from all three locations. The indicator value was used to find out how the abundance of various species can be used as an indicator to determine the quality of an environment. Five species with the highest indicator value are Javan munia (Lonchura leucogastroides), Olive-backed sunbird (Cinnyris jugularis), Golden-bellied gerigone (Gerygone sulphurea), Grey heron (Ardea cinerea), and Purple heron (Ardea purpurea). Analysis of Spearman Rank correlation was carried out between tree sparrow (Passer montanus), javan munia (Lonchura leucogastroides) and golden-bellied gerigone (Gerygone sulphurea) species abundance with habitat structure data, such as canopy cover, tree species that dominated the sites, sound decibels and garbage cover. The results indicated that tree sparrow have negative but significant correlation with canopy cover"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Indrian Tagor
"Penyusutan luas lahan hutan bakau di Angke Kapuk dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Tahun 1960 luas hutan Angke Kapuk 1.333.62 ha tahun 1977 tinggal 1.144.08 ha dan menurut data dari Rencana induk Pengembangan Pantai Indah Kapuk tahun 1984, luas hutan Angke Kapuk tinggal 162.07 ha yang terdiri dari hutan Lindung 49.25 ha Cagar Alam 21.48 ha dan hutan Wisata 91.37 ha. Hutan bakau yang terdapat di Angke Kapuk adalah salah satu daerah penyangga (Buffer Zone) yang panting bagi Jakarta. Dari sejak zaman Belanda, kawasan hutan Angke Kapuk telah dilindungi dan dijaganya. Tetapi akibat wilayah tersebut semakin menyusut luasnya karena ada pembangunan pemukiman, industri, tambak-tambak dan lain-lain. Pembangunan tambak atau yang sering disebut hutan mina adalah salah satu aspek penting yang berpengaruh mengurangi luas lahan hutan bakau. Hal ini cukup dilematis karena konservasi hutan bakau dan pembangunan tambak untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah bagaikan dua sisi mata uang. Apalagi dengan dibangunnya daerah pemukiman mewah, seperti Pantai lndah Kapuk yang sangat membutuhkan nfrastruktur yang lengkap dan lahan yang cukup luas, yang jelas mengakibatkan degradasi lingkungan yang cukup tajam. Pengelolaan lingkungan yang komprehensif untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin parah di hutan Angke Kapuk menjadi sebuah problem yang kompleks. Opsi atau alternatif terbaik untuk melakukan pilihan pengelolaan (management option) lingkungan adalah merupakan kebutuhan yang mendesak. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2000 sampai dengan Januari 2001 dengan lokasi hutan Angke Kapuk dan sekitarnya. Pilihan pengelolaan (management-option) yang diambil pada studi ini adalah konservasi hutan bakau dan hutan mina. Dua pola pilihan pengelolaan tersebut menjadi dasar bagi studi ini. Dua pola pengelolaan pilihan tersebut dihitung dengan menggunakan metode analisis biaya dan Manfaat yang diperluas (Extended Cost-Benefit Analysis.) Masing-masing pola pengelolaan dideskripsikan secara detail baik dari segi biaya maupun segi manfaatnya yang komponennya memiliki asumsiasumsi sendiri sesuai dengan kondisi obyektif yang ada. Sebagai contoh untuk estimasi biaya dan manfaat dari pilihan pengelolaan hutan mina terdiri dari komponen manfaatraa berupa; hutan mina, cadangan tegakan hutan, perikanan, satwaliar biodiversiti, fisik dan eksistensi, kemudian kompormon biayanya berupa; investasi, hutan mina, cadangan tegakan hutan, perikanan, satwaliar dan eksternalitas. Untuk estimasi biaya dan manfaat pengelolaan hutan bakau yang berkelanjutan, komponen manfaatnya adalah cadangan tegakan hutan, perikanan, satwa liar, biodiversiti, nilai fisik dan nilai eksistensi, kemudian komponen biayanya berupa; investasi; cadangan tegakan hutan, perikanan dan satwa liar. Dari tiap komponen pilihan pengelolaan yang ada dihiktung Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost (BC) rasionya sehingga didapat hasilnya. Kemudian hasilnya dibandingkan untuk dilihat pengelolaan mana yang paling menguntungkan. Hasil penghitungan yang didapat dari studi ini adalah bahwa pilihan pengelolaan hutan bakau adalah yang paling menguntungkan, di mana didapat harga NPV sebesar 5.120, 9271 US $/ha dengan B-C ratio= 7.7893. Sedangkan yang kedua adalah hutan mina (Udang) NPV= 4.890,7039 US$/ha dengan B-C ratio=1.9746. yang ketiga adalah hutan mina (ikan Bandeng dan Udang) dengan NPV= 1.668,8734 US$/ha dengan B-C ration = 1.3850 dan yang keempat atau yang terakhir adalah ikan bandeng yaitu NPV= 1.514,0099 US $/ha dengan B-C ratio= 1.3646... Sehingga dapat disimpulkan bahwa hutan bakau juga memiliki potensi ekonomi lingkungan yang cukup tinggi, baik manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan.

The area lost in Angke Kapuk every year is a major concern. In 1960 Angke Kapuk was 1,33362 hectares while in 1977 it has decreased to 1,144.08 hectares. According to data from Planning and Development at "Pantai Indah Kapuk" Jakarta , in 1984 only 162.07 hectares of he area was lost, consisting of 49.25 hectares protected forest, 21.45 hectares nature reserves and 91.37 hectares tourist-designated forest. Comprehensive environmental management to anticipate environmental degradation that gets worsened everyday in Angke Kapuk forest has become a complex problem. Choosing the best alternative for management option has become an urgent need. Management options adopted for this study was mangrove and Mina forest conservation. These two management options were the base for this study. The research was undertaken from May 2000 to January 2001 in Angke Kapuk forest area. The mangrove forest in Angke Kapuk is one of the important buffer zones of Jakarta. It has been protected right since colonial time. The area has been continuously decreasing in width, however, due to development of housing, industry, fish and shrimp ponds, etc. The development of ponds, or mina forest as it is commonly called, is one of the important factors influencing the decrease in -mangrove forest areas. This is actually dilemma as both mangrove forest conservation and ponds development as a means to fulfill living needs of the community are like two sides of a coin. The environmental degradation has been worsened by the development of luxury housing complex like the Pantai Indah Kapuk, which need complete infrastructure, and hectares of land. One way to solve the problem is by meticulously evaluating the holistic taken are a sustainable mangrove forest conservation and mina forest. This choice of two management patterns is the basis of this study. The two patterns are calculated by using the cast and benefit, analysis method. Each pattern of management is described in detail, both in terms of cost and benefit, the components of which -have their own assumptions in accordance with the existing objective condition. As an example, take the estimates of cost and benefit of mina fort management. Its benefit component would be: the mina forests, forest stand reserve, fishery, wild animal, biodiversity, and physical and existence values. Its cost component would be: investment, mina forests, forest stand reserve, fishery, wild animal and externality. For the mangrove forest management, its benefit component would be: forest stand reserve, fishery, wild animal, biodiversity, and physical and existence values. And its cost component would be: investment, forest stand reserve, fishery and wild animal. From each component of the management choice, the ratio of the Net Present Value (NPV) and the Benefit-Cost (B-C) is calculated. The results of the calculation are to be compared in order to see which is the most profitable. The result of calculation from this study is that the choice of a sustainable Mangrove forest management is the most profitable, in which the NPV is US $ 5,120.9271 per hectare with B-C ratio = 7.7893, whereas the NPV of the Mina forest with Shrimp management: US$ 4,890.7039 per hectare with B-C ratio = 1.9745, Milkfish: US$ 1,514.0099-per hectare with B-C ratio = 1.3646 and Shrimp &Milkfish: US$ 1,668.8734 per hectare with-BC ratio = 1.3850. It is therefore concluded that mangrove forests has a considerably high economic potential, in terms of direct, indirect, chosen as well as existence benefit. For in order to invest in a project, we need not only to calculate its economic and technical -benefits but also its long term benefit which takes into account the environmental interests and needs of the future generation."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Ida Sunaryo Purwiyanto
"Kawasan reklamasi mangrove Muara Angke Kapuk merupakan kawasan reklamasi yang tidak lepas dari imbas pencemaran sampah dan limbah di sekitar Cengkareng, Jakarta. Hal tersebut terlihat dari hampir seluruh sedimen yang berada di bawah pohon mangrove tertutup oleh timbunan plastik. Meski demikian, kawasan reklamasi ini masih memiliki beragam biota, sehingga diduga lingkungan ini masih memiliki daya dukung internal, terutama nutrien dari sedimen. Tujuan penelitian adalah mengkaji kondisi nutrien pada sedimen kawasan reklamasi mangrove. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel air poros menggunakan modifikasi cawan bertingkat pada kedalaman sedimen 0-15 cm dengan interval kedalaman 2,5 cm, serta sampel sedimen dengan menggunakan ring tanah. Sampel air poros diukur Dissolve Oxygen (DO) dan konsentrasi amoniak, nitrit, nitrat, dan fosfat. Sampel sedimen digunakan untuk memperoleh nilai porositas. Data yang diperoleh digunakan dalam pembuatan profil konsentrasi secara vertikal, analisis fluks nutrien vertikal. Analis is fluks nutrien secara vertikal dilakukan dengan bantuan software QUAL2K version 2.11. Hasil penelitian menunjukkan distribusi vertikal dan fluks nutrien yang berbeda-beda, di mana amoniak dan fosfat mengalami influx dan peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan nitrat mengalami efflux dan penurunan konsentrasi. Penghitungan fluks nitrit yang merupakan nutrien peralihan tidak dilakukan, namun konsentrasinya mengalami penurunan setelah kedalaman 2,5 cm. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingginya pencemaran di permukaan tidak menghalangi proses kimia alami sehingga kawasan reklamasi tersebut masih dapat memberi dukungan nutrisi bagi biota.

The reclaimed mangrove estuary in Muara Angke Kapuk is a reclaimed area that has not evaded the impacted of pollution and waste in the areas surrounding Cengkareng, Jakarta. This is apparent from the fact that almost all sediments under the mangrove trees are buried under heaps of plastic trash. However, the reclaimed region still has variety of organism, which indicating that the region still has an internal carrying capacity, especially nutrients from sediment. The purpose of this research was to examine the condition of sediment nutrients in this mangrove reclamation region. The research was conducted by taking water samples using a modification of the stratified cup at a sediment depth of 0-15 cm with depth intervals of 2.5 cm, and taking sediment samples using the sediment ring. Pore water samples were measured for dissolved oxygen (DO) and concentrations of ammonia, nitrite, nitrate, and phosphate. Sediment samples were used to obtain porosity values. The data obtained is used to make vertical concentration profiles and analysis of vertical nutrient flux. Vertical nutrient flux analysis was performed with the aid of QUAL2K software version 2.11. The results showed different vertical distributions and flux of nutrients, where influx for ammonia and phosphate and an increase inline with increasing sediment depth, while nitrate efflux and a decreased concentration. The flux calculation of nitrite as transitory nutrient was not done, but the concentration decreased after a depth of 2.5 cm. This indicates that the high contamination on the surface does not prevent the natural chemical processes so the reclaimed region can still provide nutritional support for its organism."
Universitas Sriwijaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2012
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Silfariani
"Hutan Angke Kapuk merupakan kawasan hutan mangrove yang berlokasi di DKI Jakarta. Seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk, perkembangan industri yang semakin cepat menimbulkan dampak negatif pada Hutan Angke Kapuk yang merupakan kawasan hijau bagi kehidupan penduduk DKI Jakarta. Melihat kondisi tersebut maka penelitian ini menitikberatkan pada aspek sosial ekonomi masyarakat yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada kondisi Hutan Angke Kapuk yang saat ini cukup memprihatinkan keberadaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranserta masyarakat sekitar hutan mangrove dalam menunjang keberadaan kawasan Hutan Angke Kapuk. Selanjutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan untuk penkembangan pembangunan yang berwawasan lingkungan Selain itu juga dtharapkan dapat meningkatkan nilai tambah baik bagi Hutan Angke Kapuk itu sendiri maupun masyarakat sekitar.
Berdasarkan permasalahan diatas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut
Ho : Tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat tidak mempengaruhi tingkat peranserta masyarakat terhadap Hutan Angke Kapuk
Ha,: Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat mempengaruhi tingkat peranserta masyarakat terhadap Hutan Angke Kapuk
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Untuk menguji hipotesis digunakan tes signifikansi Uji Kai Kuadrat dan Analisis Regresi dengan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 10.00. Data dikumpulkan melalui studi literatur, observasi, dan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner dengan masyarakat sekitar kawasan Hutan Angke Kapuk.
Hasil dari penelitian ini adalah:
Pendidikan dan pendapatan ternyata tidak mempengaruhi tingkat peranserta dari masyarakat sekitar Hutan Angke Kapuk, jadi Ho tidak ditolak. Bagi warga sekitar Hutan Angke Kapuk baik yang tingkat pendidikannya tinggi maupun rendah dan tingkat pendapatannya tinggi maupun rendah tidak mempengaruhi mereka untuk melakukan peranserta dalam pengelolaan Hutan Angke Kapuk.
Saran-saran dari penelitian ini adalah:
Sebaiknya dilakukan penyuluhan yang intensif dengan melibatkan masyarakat sekitar, misalnya anggota Karang Taruna sehingga menimbulkan rasa tanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya yang kemudian menimbulkan keinginan untuk berperanserta. Tapi semua ini tidak dapat terlepas dari peran pemerintah dan LSM untuk ikut mendorong masyarakat sekitar kawasan Hutan Angke Kapuk dalam berpartisipasi.
Daftar Kepustakaan : 31 (1978-2001)

Angke Kapuk Forest is a mangrove forest area which is located in Province of DKI Jakarta. The growth Ievel of population and industry which happen faster nowadays have caused negative impacts to Angke Kapuk Forest which is a green zone for people's live at DKI Jakarta. Because of this forest plays an important role for DKI Jakarta development then there is special emphasis in implementation of policy and regulation/laws between central and local government especially for regional development which balances between local mangrove forest conservation and coastal area developing activity.
Based on the statement above, this research is focus on the aspect of social economy from the society surronding Angke Kapuk Forest which influences indirectly to the condition of Angke Kapuk Forest where for nowadays its existence has really been not good.
This purpose of this research is to know people participation surrounding Angke Kapuk Forest in order to support the existence of area management of Angke Kapuk Forest. Also, this research can be used as an input for decision makers in deciding to expand sustainable development which has environment perception. Beside that, it is hoped that it can increase added value for this forest itself and people surrounding it.
This hypotheses of this research are stated below:
Ho : low or high education level and people income will not influence people participation level to Angke Kapuk Forest
Ha: low or high education level and people income will influence people participation level to Angke Kapuk Forest
Method of this research is descriptive with type of this research is case study. To test the hypotheses above, it is used chi quadrate test signification by using statistical product and service solutions (SPSS) version 10.00. Data are collected from literature study, observation, and deep interview with use questionnaires to people surrounding Angke Kapuk Forest.
The results and conclusion of this research are education and income level actullay are not influencing people participation level at surrounding Angke Kapuk Forest, so Ho is accepted. People at surrounding Angke Kapuk Forest both low and high education and income level is not influencing them to participate in Angke Kapuk Forest management.
The suggestions of this research are:
It is better to do an intensive guidance which involves people at surrounding forest, such as Karang Tanzna so people has responsible feel for environmental preservation and then people desires to participate. But this whole things need government and non-government organization role to support people at surrounding Angke Kapuk Forest to be participated.
Number References : 31 (1978-2001"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 8594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paula
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Muchairina
"Sebagai ekosistem peralihan antara wilayah darat dan laut, pengelolaan mangrove harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dan melalui berbagai pendekatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui studi kepustakaan. Peneliti turut melakukan wawancara dengan sejumlah narasumber untuk sebagai data pendukung. Terdapat dua permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu mengenai kelembagaan dan tata kelola hutan mangrove di Indonesia serta penerapan pengelolaan mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke (SM Muara Angke) dan Taman Wisata Angke Kapuk (TWA Angke Kapuk) sebagai bagian dari Kawasan Hutan Mangrove Angke Kapuk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mangrove memiliki berbagai macam fungsi dan manfaat. Akan tetapi, pengelolaan terhadap mangrove di Indonesia belum dilaksanakan secara terpadu. Kemudian, dalam pengelolaan mangrove di kawasan SM Muara Angke dan TWA Angke Kapuk ditemui beberapa kendala, seperti keterbatasan anggaran, sarana prasarana, dan sumber daya manusia, kurangnya koordinasi antar para pihak, permasalahan batas kawasan, rendahnya keterlibatan masyarakat, serta kegiatan masyarakat di sekitar kawasan.

As mangroves are an ecosystem at the interface between land and sea, their management involves various stakeholders as well as various approaches. Therefore, an integrated management of mangroves is required to protect and preserve them. This normative juridical research study uses materials derived from literature. The researcher also conducted several interviews to obtain supporting data. There are two questions that will be discussed in this study, namely the authority and management of mangrove forest in Indonesia, and the implementation of mangrove management in Muara Angke Wildlife Reserve and the Angke Kapuk Nature Recreation Park, which are part of the Angke Kapuk Mangrove Forest. The results show that mangroves have important functions and uses. However, the management of mangroves in Indonesia has not been yet integrated. The implementation of mangrove management in both the Muara Angke Wildlife Reserve and the Angke Kapuk Nature Recreation Park has faced several obstacles, such as limited budget, infrastructure, and facilities as well as lack of personnel and coordination, boundary issues, limited engagement from the local community, and human activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Ayuni
"Hutan Angke Kapuk yang berekosistem hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat pesisir Jakarta Utara. Selain berfungsi sebagai hutan juga merupakan daerah tangkapan air, pengendali banjir, pusat keragaman hayati, produsen hasil perikanan sekaligus tempat wisata dan pendidikan.
Konversi sebagian kawasan Hutan Angke Kapuk (HAK) menjadi kawasan komersial dan perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) berpengaruh terhadap menurunnya kualitas dan fungsi Iingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya konflik pemanfaatan dan kewenangan antara pemerintah, pengembang dan masyarakat sekitar.
Saat ini pengelolaan Hutan Angke Kapuk berada dibawah dua kewenangan yaitu Pemda Propinsi DKI Jakarta dan Departemen Kehutanan. Namun kondisi hutan yang semakin memprihatinkan dan dampak dari perubahan biogeofisik lahan merupakan tanggung jawab kita semua.
Penelitian ini berusaha untuk mencari strategi atau cara terbaik untuk mengelola ekosistem mangrove Hutan Angke Kapuk dengan mendeskripsikan kondisi sosial, ekonomi dan geografi kawasan hutan dan mengeksplorasi persepsi stakeholder dalam rangka pengelolaan Hutan Angke kapuk yang berkesinambungan.
Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process), sehingga respondennya adalah mereka yang dikatakan ahli dalam mengkaji pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan Penjaringan. Narasumber berasal dari Dinas Kehutanan DKI Jakarta, BKSDA, BPLHD, KLH, WALHI, PT. Mandara Permai, PT. Murindra Karya Lestari, Camat Penjaringan, Lurah Kamal Muara, dan Lurah Kapuk Muara. Masing-masing satu orang.
Berdasarkan referensi dan hasil wawancara, maka struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, permasalahan, pelaku perusakan, kendalanya dan alternatif strategi pengelolaan.
Permasalahan rusaknya Hutan Angke Kapuk adalah reklamasi, Iahan jadi tambak, pertumbuhan rumah penduduk, tempat pembuangan sampah, dan polusi (pencemaran) air.
Para pelaku penyebab rusaknya HAK pemerintah, petambak, nelayan, masyarakat (selain nelayan dan petambak), dan pengusaha real estate. Dengan kendala penegakkan hukum, SDA terbatas, Konflik penggunaan SDA, Tumpang tindih peraturan perundang-undangan, tata ruang yang tidak ramah lingkungan, dan anggaran keuangan yang terbatas.
Hasil penggalian opini ahli yang beragam, diolah menggunakan Expert Choice 2000, menyimpulkan bahwa sumber utama rusaknya Hutan Angke Kapuk adalah Reklamasi dan Polusi air. Hal ini menggambarkan bahwa Hutan Angke Kapuk memiliki keterkaitan yang erat dengan kondisi Iingkungan sekitarnya. Pelaku penyebab rusaknya hutan adalah masyarakat sendiri, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran kita untuk menjaga Iingkungan dan kurang menyadari arti pentingnya pengelolaan Hutan Angke Kapuk.
Kendala utama pengelolaan HAK adalah Iemahnya penegakkan hukum. Menggambarkan kurang konsistennya peran pemerintah dalam memelihara kelestarian hutan.
Prioritas strategi utama yang dipilih dalam pengelolaan HAK adalah penataan kembali tata ruang. Strategi berikutnya reklamasi dan yang terakhir status quo. Namun jika ditelaah Iebih dalam, pilihan strategi Iebih bervariasi.
Analisis sensitivitas darl permasalahan rekiamasi dan polusi air, tidak merubah urutan prioritas strategi utama yaitu penataan kembali tata ruang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>