Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Djasiodi Djasri
"Undang-Undang no. 22 1 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberi kewenangan yang luas kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota) untuk mengembangkan daerahnya, sementara itu Undang-Undang no. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi memberi peluang kepada swasta untuk melakukan usaha di bidang jaringan dan layanan telekomunikasi. Dengan demikian Pemerintah Daerah juga mempunyai kewewenangan dan berpeluang untuk mengembangkan jaringan dan layanan telekomunikasi di daerahnya.
Penulisan tesis ini membahas kajian antisipasi Pemerintah Daerah dalam memanfaatkan kewenangan dan peluang tersebut di atas. Kajian antisipasi ini menggunakan teori manajemen bisnis dalam menentukan strategi-strategi yang diperlukan. Sebagai tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengusaha jaringan dan layanan telekomunikasi untuk melakukan usaha di daerahnya. Sebagai obyek untuk contoh penerapan hasil kajian ini adalah Pemerintah Kota Depok. Dan hasil analisis lingkungan eksternal dan internal Pemerintah Kota Depok diperoleh strategi-strategi yang diperlukan yang dapat diusulkan untuk menangani pengembangan jaringan dan layanan telekomunikasi di wilayah Kota Depok.

Law no. 22 of 1999 relating to Local Government confers extensive power on Local Governments (Districts and Towns) to develop themselves, whereas Law no. 36 of 1999 relating to Telecommunication provides the private sector the opportunity to engage in business in the field of telecommunication networks and services. The Local Governments have, therefore, also the competency and opportunity to develop telecommunication networks and services in their regions.
This thesis is a study of the Local Government anticipation in taking advantage of the aforementioned competency and opportunity, and uses the business management theory in determining the strategies required. The aim is to create a conducive environment for telecommunication network and service entrepreneurs to engage in business in their region.
The Kota Depok Government serves as example of the result of the study. From the outcome of the Kota Depok Government external and internal environmental analyses, the required strategies were obtained that might be proposed to manage the development of telecommunication networks and services in Depok."
2001
T1478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doharni Susilawaty
"Perubahan yang dihembuskan lewat reformasi pada akhir 1997 dan mencapal puncaknya pada Mel 1998, telah membawa banyak pembahan yang sangat besar. Perubahan tersebut tidak hanya di tingkat negara, tetapi merambat sampal ke daerah kabupahen/kota, kecamatan sampal ke desa-desa. Dalam bldang tata pemerintahan terjadi pula perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 lahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang berimpllkasl pada kewenangan dan kebijakan yang sebelumnya di era ORBA adalah dominan one hand control atau sentralisasi mulal didesentralisasikan kepada daerah melalui pemberian otonoml daerah. Hal Ini secara langsung membuka peluang bagl masyarakat dl tlngkat lokal baik Kabupaten/Kota, kecamatan sampal di desa/kelurahan untuk menyampaikan asplrasi mereka secara partisipatif dan berperan leblh aktif dalam mengisi pembangunan tersebut sesuai kebutuhan, kemampuan/potensi, kondisl sosial, ekonomi, politik, budaya, Serta keanekaragaman daerah.
Undang-undang No. 22 tahun 1999 telah memberlkan jaminan legal formal kepada masyarakat di daerah untuk terlibat juga di dalam pembangunan. Hal inilah yang kemudian mendorong masyarakat di kabupaten Tapanuli Selalan Khususnya dl kecamatan Batang Angkola dan Sayur Matinggi untuk berpartisipasi dalam mengusung keinglnan mereka agar kecamatan Batang Angkola dimekarkan dan Kecamatan Sayur Matinggi menjadl kecamatan defenitif baru.
Namun untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan ruang partlsipasl yang kondusif serta jalur akses yang tepat untuk memfasllitasi asplrasl dan partlslpasl aktlf masyarakat. Karena partislpasl tidak terjadi dldalam ruang hampa, dan partlslpasl adalah sebuah dlnamika.
Berkaltan dengan kebijakan pemerintah daerah kabupaten Tapanuli Selatan dalam merencanakan pemekaran dlrespon saat penyampalan Surat Bupatl Tapanuli Selatan Nomor. 130.04 /7134 langgal 21 Agustus 2001 tentang Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Bupati Tapanuli Selalan TA. 2000 dengan tanggapan positif darl beberapa fraksl di DPRD. Dimana dlsebutkan bahwa kegiatan penyempumaan penyelenggaraan pemerintah hendaknya leblh dltujukan pada penyempumaan dl bidang kelembagaan, ketalalaksanaan, kepegawaian dan fasilitas sarana dan prasarana serta pelaksanaan fungsl dan peran aparatur pemerintah desa. Supaya tetap terpelihara, dltingkatkan dan dikembangkan dalam melayani, mengayomi, menggerakkan dan menghargal prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam mengisi pembangunan.
Tesis inl bertujuan untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran Kecamatan Batang Angkola dl Kabupaten Tapanuli Selatan era otonomi daerah (2001-2003), apakah partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola adalah partisipasi yang murni/otonom/mandiri atau partisipasi mobilisasi/manipulasi atau gabungan keduanya. Serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Metndologi penelitian yang digunakan dalam penelitian Ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel (Informan) menggunan Teknik purposive sampling untuk menentukan informan yang mengetahui topik penelitian dan merupakan para pelaku dan secara langsung mengikuti proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (2001-2003).
Penelitian partisipasl masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola ini mengacu kepada pendapat dan teorl para ahli yaltu Soetrisno Loekman, Abe, Okley dan IDS (International Development Studies). Secara garis besar dapat disimpulkan Partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam upaya perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (Agustus 2001 sampai pada bulan April tahun 2003) hanya berada pada pelaksanaan forum sosialisasl perencanaan pemekaran kecamatan yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali. Bentuk partlslpasl berupa dukungan dana, beras, tanah ulayat, keahlian dan ketrampilan, pendapat dan masukan serta upaya masyarakat dalam forum tersebut untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang dlambll serta inisiatif membentuk Forum Peduli Kecamatan Pembantu Batang Angkola Jae (09 Februari 2001) sebagai forum yang berupaya menekan dan mempengaruhi pemerlntah daerah kabupaten dalam kebljakan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola, di antaranya berasal dan masyarakat, pemerlntah dan faktor eksternal yang kurang mendukung. Kondisi masyarakat yang maslh kurang memahaml haknya sebagal warga negara untuk berpartisipasl dan makna partisipasl itu sendiri, adalah kendala tersendiri yang menyebabkan masyarakat bersifat apatis, diam dan ?nrimo? (budaya diam) terhadap hal-hal yang ditetapkan oleh pernerintah kabupaten Tapanuli Selatan.
Terlalu dominannya posisi pemerintah dalam proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola tersebut juga menghambat pelaksanaan konsultasi, diskusi, pengambilan keputusan dan kontrol masyarakat. Faktor penghambat lain adalah adanya sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik menjadlkan masyarakat bersifat paslf, mengekor dan takut mengambil inisiatif dan hidup dalam budaya petunjuk. DIi samping itu kendala Iainnya adalah maslh minimnya sarana dan prasasana pendukung bagi terwujudnya partisipasi masyarakat, misalnya dalam hal belum adanya pedoman mekanlsme perencanaan pemekaran kecamatan, tidak adanya mekanlsme serta sarana pengaduan masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan dan kontrol serta belum dijadikannya variabel partisipasi masyarakat dalam tata cara pembentukan kecamatan.
Mengingat pentingnya Forum Perencanaan Pemekaran Kecamatan dan Musrenbang sebagal sarana dan ruang publik bagi masyarakat kecamatan, maka periu dladakan perubahan cara berpikir, prosedur, mekanisme dan cara bertindak dalam penencanaan pemekaran kecamatan ke depannya. Selaln itu telah dfbuktikan bahwa tidak selamanya mobilisasi itu buruk, mengingat masyarakat Indonesia telah cukup lama berada dalam suasana pemerintahan sentralistik-otoriter sekalipun dalam tata pemerintahan sudah mengalami reformasi. Perubahan perlu dladakan secara perlahan dengan melihat kepada kondisi nyata dan sosial budaya masyarakat setempat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Dhianty
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3547
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alessius Asnanda
"Pemerintahan Desa adalah penyelenggara kegiatan Lembaga Pemerintahan dan Pembangunan di tingkat Desa, terdepan serta paling dekat dengan masyarakat yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk kesuksesan pembangunan dan kemajuan masyarakat. Lebih dari itu, praktek pelaksanaan Pemerintahan Desa sesungguhnya merupakan potret dan cerminan sejauhmana demokrasi diimplementasikan dalam pemerintahan kita.
Adapun formulasi pertanyaan penelitian ini adalah : Bagaimanakah penataan Pemerintahan Desa serta Pandangan Masyarakat Ada( mengenai format struktur dan Fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Landak. Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat adat tentang format Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Otonomi Daerah, dan untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta pro dan kontra dalam pelaksanaan penataan kembali ke Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori dan konsep tentang Desa, Pemerintahan Desa, Otonomi Daerah, termasuk didalamnya Pembangunan Sosial, Pemerintahan Adat dan Pelayanan kepada masyarakat (public services) serta Pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dengan informan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Landak.
Penelitian ini merupakan studi penataan Pemerintahan Desa dengan kajian tentang struktur dan fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah. Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan penataan terhadap Pemerintahan Desa kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung tersebut maka adanya pembuatan sejurnlah Peraturan Daerah, yang mana memerlukan mekanisme dan tahapan serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten atau pihak yang benar-benar memahami materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Landak. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan apabila dipelajari sungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam penataan Pemerintahan Desa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan penelitian ini berkesimpulan, bahwa ada sejumlah hat panting dan menarik yang perlu dikaji. Namun dari sejumlah hal panting dan menarik tersebut, maka penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah diterima dengan balk dan antusias di Kabupaten Landak. Penataan Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah merupakan suatu pemberdayaan dan untuk menciptakan pelayanan yang baik atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, adanya silang pandangan, ide maupun konsep yang berkembang, terutama mengenai penataan format pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Desa yaitu kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung. Semua pihak mempunyai konsep maupun pandangan yang menarik serta baik sebagai pendorong menuju Pemerintahan yang baik dalam rangka untuk mengembangkan demokratisasi, partisipatif, berkeadilan, kemandirian, akomodatif, transparan, bertanggunJ'awab, yang dekat dengan masyarakat. Meskipun secara teknis mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaan penataan tersebut.
Adapun saran-saran dalam penelitian, yaitu :
pertama : Nama, struk-tur dan sistem pemerintahan yang appropriate sebagai pengganti sistem Pemerintahan Desa adalah gabungan format Pemerintahan Adat dan sistem Pemerintahan Nasional, maka perlu diberlakukan kembali Pemerintahan Kampung di Kabupaten Landak.
Kedua Peraturan Daerah yang dibuat bukan hanya untuk menggali Pendapat Asli Daerah (PAD), tetapi yang lebih panting adalah masyarakat memahami bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah untuk kepentingan pembangunan, kelancaran tugas dan fungsi Pemerintah Daerah.
Ketiga : Untuk menghindari lerjadinya konflik akibat adanya pro dan kontra dalam penetaan Pemerintahan Desa sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah maka perlu sharing duduk bersama secara demokratis Pemda, DPRD dan masyarakat dalam membahas sating silang konsep, ide maupun pandangan dimaksud.
Selain itu juga perlu mengadakan assessment terhadap potensi dan materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang benar-benar sesuai dengan asal usul dan adat istiadat masyarakat Daerah Kabupaten Landak. Keempat : Pemerintahan Desa yang ditata menjadi Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak masih sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas - fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena Pemerintahan Binua atauy Kampung adalah pemerintahan yang dekat dengan warga masyarakt dalam rangka pelayanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifai Nur
"ABSTRAK
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi suatu perubahan pemerintahan
daerah yang diberi hak otonom. Pada masa Perang Kemerdekaan dengan pemerintahan
NIT otonomi daerah di Sulawesi Selatan dilaksanakan dalam konteks negara federasi,
sedangkan pasca revolusi otonomi daerah dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan.
Studi otonomi daerah difokuskan pada hambatan-hambatan yang menyebabkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom terkendala. Suasana kebebasan
daerah disatu sisi dan kontrol serta pengendalian pusat di sisi lain, begitupula dengan
struktur sosial berhadapan dengan struktur pemerintah. Kemudian, kelompok unitaris
pada satu sisi dan di sisi lain kelompok federalis, saling berinterasi bekerjasama dan
terkadang pula bersaing dengan wadah kepentingan, etnik dan idiologi.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan
strukturis. Tipe eksplanatif dengan konteks penelitian transisi. Pengumpulan data
menggunakan dokumen arsip, dokumen media cetak dan wawancara.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini diuraikan berikut. Pertama, pemerintah Sulawesi Selaian dan daerah-daerah di Sulawesi Selatan memiliki
kebebasan yang terbalas dalam berkreasi, merencanakan, mengambil keputusan,
melaksanakan keputusan itu. Kebebasan yang terbatas itu dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Kedua, pemerintah Sulawesi Selatan memperoleh 7 urusan sebagai hak
otonominya disamping hak dasar yang telah dimiliki. Otonomi diletakkan pada 3 level,
yaitu Sulawesi Selatan, Swatantra/Swapraja dan desa. Pada level ketiga hanya bersifat
uji coba, kemudian setelah berlangsung beberapa tahun lalu dicabut dan dihentikan.
Ketiga, Pemerintahan daerah pada level swapraja dijalankan berdasarkan tradisi
yang mengandung azas demokrasi. Swapraja mewarisi tradisi pemerintahan dalam
konteks federasi faliti dan monarki kostitusi. Undang-Undang sebagai dasar
penyelenggaraan negara disusun berdasarkan perjanjian antara raja dan wakil-wakil dari paliti (negara bagian). Di dalamnya diatur masalah hak-kewajiban yang didasarkan
pada perpaduan antara konsep to manurung dan ajaran Islam.
Keempat, kendala-kendala yang menghambat penyelenggaraan administrasi
pemerintahan dan pembangunan saling berkait satu sama lain. Kendala-kendala itu
adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara negara, swapraja dan
ajjoareng sebagai pusat kekuasaan dan panutan pengaruhnya tak tergantikan, dominasi
pemerintahan militer atas sipil, sentralisasi pengelolaan perdagangan kopra, sentralisasi
pengelolaan pajak, dan eskalasi politik yang tinggi.
Seeara teoritis, Studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa
teori yang digunakan dan mengkonstruksi teori baru tentang demokrasi di daerah
masyarakat Sulawesi Selatan. Hak, kewajiban dan kebebasan individu, kelompok,
swasta dan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, mempunyai relevansi dengan teori yang dikemukakan oleh Arthur Mass,
Sarundajang dan Ndraha. Teori yang dikemukakan oleh Huntington, Mohtar Mas?oed
dan Maswadi Rauf tentang keampuhan gagasan tentang kemajuan (the idea of
progress). Kemajuan yang diyakini akan mendorong munculnya demokrasi.
Syaratnya adalah pengembangan kekuatan masyarakat, terutama melalui
pembentukan sistem kepartaian yang bertanggung jawab kepada rakyat. Kemudian
kebebasan individu dan kelompok serta daerah untuk mengembangkan kemajuan
dalam rangka kemandirian rnenunjukkan relevansinya. Parsons dan Geertz
kebudayaan sebagai sistem simbol-simbol. Dengan sistem itu, manusia memberi
makna pada pengalamannya sendiri. Pada taraf tertentu, hal ini sesungguhnya
menyangkut semua negara baru, yang ccnderung menjadi tumpukau tradisi-tradisi
yang bersaing yang kebetulan terkumpul menjadi kerangka-kerangka kerja politis
yang lebih direka daripada secara organis memeperkembangkan peradaban-
peradaban, teori nilai budaya ini relevan dengan nilai budaya darah putih dan
darah merah masyarakat Sulawesi Selatan. Kemudian hubungan patronase masyarakat
Bugis Makassar dalam ajjoareng-joa sangat relevan untuk memahami pola hubungan
masyarakat Bugis-Makassar. Keempat, Teori hubungan patronase .T.C. Scott.
Suntherland dan Darmawan Rahman Mas?0d dalam pendekatan sejarah conflict and
accomodation dalam memahami konflik dan integrasi kelompok-kelompok kepentingan, budaya, sosial dan politik yang saling berhadapan tetapi juga saling
bersama-sama relevan. Juga konstruksi teori demokrasi melihat bagaiman tradisi-
tradisi berisi azas demokrasi. Orang-orang Bugis Makassar menjalankan demokrasi
sebagai tradisi di dalam pemerintahan dan sosial dapat dilihat dalam: (1) sistem
perwakilan dan pemuusyawaratan dalam pengambilan keputusan (2) keputusan yang
tertinggal berada di tangan rakyat. Keputusan Raja dapat dibatalkan oleh
dewan adat, keputusan dewan adat dapat dibatalkan oleh lembaga yang lebih rendah
yakni anang/tokoh-tokoh masyarakat, dan keputusan tokoh-tokoh masyarakat dapat
dibatalkan oleh rakyat. Kedua, Di dalam tradisi pemerintahan dan sosial orang Bugis-
Makassar kelompok lemah selalu diberi perlindungan bahkan di Luwu diberi kursi di
dalam parlemen. Ketiga, orang-orang Bugis-makassar harus bersifat jujur, benar, adil
dan berani di dalam memimpin dan kehidupan keseharian. Keempat, orang-orang
Bugis-Makassar harus saling siporanmu, merasa saling membutuhkan dan saling
memberi manfaat meskipun yang bersangkutan memiliki sejumlah keterbatasan. Jadi
orang Bugis-makassar selalu menghargai orang lain."
2007
D1657
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifai Nur
"ABSTRAK
Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi suatu perubahan pemerintahan
daerah yang diberi hak otonom. Pada masa Perang Kemerdekaan dengan pemerintahan
NIT otonomi daerah di Sulawesi Selatan dilaksanakan dalam konteks negara federasi,
sedangkan pasca revolusi otonomi daerah dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan.
Studi otonomi daerah difokuskan pada hambatan-hambatan yang menyebabkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom terkendala. Suasana kebebasan
daerah disatu sisi dan kontrol serta pengendalian pusat di sisi lain, begitupula dengan
struktur sosial berhadapan dengan struktur pemerintah. Kemudian, kelompok unitaris
pada satu sisi dan di sisi lain kelompok federalis, saling berinterasi bekerjasama dan
terkadang pula bersaing dengan wadah kepentingan, etnik dan idiologi.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan
strukturis. Tipe eksplanatif dengan konteks penelitian transisi. Pengumpulan data
menggunakan dokumen arsip, dokumen media cetak dan wawancara.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini diuraikan berikut. Pertama, pemerintah Sulawesi Selaian dan daerah-daerah di Sulawesi Selatan memiliki
kebebasan yang terbalas dalam berkreasi, merencanakan, mengambil keputusan,
melaksanakan keputusan itu. Kebebasan yang terbatas itu dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Kedua, pemerintah Sulawesi Selatan memperoleh 7 urusan sebagai hak
otonominya disamping hak dasar yang telah dimiliki. Otonomi diletakkan pada 3 level,
yaitu Sulawesi Selatan, Swatantra/Swapraja dan desa. Pada level ketiga hanya bersifat
uji coba, kemudian setelah berlangsung beberapa tahun lalu dicabut dan dihentikan.
Ketiga, Pemerintahan daerah pada level swapraja dijalankan berdasarkan tradisi
yang mengandung azas demokrasi. Swapraja mewarisi tradisi pemerintahan dalam
konteks federasi faliti dan monarki kostitusi. Undang-Undang sebagai dasar
penyelenggaraan negara disusun berdasarkan perjanjian antara raja dan wakil-wakil dari paliti (negara bagian). Di dalamnya diatur masalah hak-kewajiban yang didasarkan
pada perpaduan antara konsep to manurung dan ajaran Islam.
Keempat, kendala-kendala yang menghambat penyelenggaraan administrasi
pemerintahan dan pembangunan saling berkait satu sama lain. Kendala-kendala itu
adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara negara, swapraja dan
ajjoareng sebagai pusat kekuasaan dan panutan pengaruhnya tak tergantikan, dominasi
pemerintahan militer atas sipil, sentralisasi pengelolaan perdagangan kopra, sentralisasi
pengelolaan pajak, dan eskalasi politik yang tinggi.
Seeara teoritis, Studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa
teori yang digunakan dan mengkonstruksi teori baru tentang demokrasi di daerah
masyarakat Sulawesi Selatan. Hak, kewajiban dan kebebasan individu, kelompok,
swasta dan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, mempunyai relevansi dengan teori yang dikemukakan oleh Arthur Mass,
Sarundajang dan Ndraha. Teori yang dikemukakan oleh Huntington, Mohtar Mas?oed
dan Maswadi Rauf tentang keampuhan gagasan tentang kemajuan (the idea of
progress). Kemajuan yang diyakini akan mendorong munculnya demokrasi.
Syaratnya adalah pengembangan kekuatan masyarakat, terutama melalui
pembentukan sistem kepartaian yang bertanggung jawab kepada rakyat. Kemudian
kebebasan individu dan kelompok serta daerah untuk mengembangkan kemajuan
dalam rangka kemandirian rnenunjukkan relevansinya. Parsons dan Geertz
kebudayaan sebagai sistem simbol-simbol. Dengan sistem itu, manusia memberi
makna pada pengalamannya sendiri. Pada taraf tertentu, hal ini sesungguhnya
menyangkut semua negara baru, yang ccnderung menjadi tumpukau tradisi-tradisi
yang bersaing yang kebetulan terkumpul menjadi kerangka-kerangka kerja politis
yang lebih direka daripada secara organis memeperkembangkan peradaban-
peradaban, teori nilai budaya ini relevan dengan nilai budaya darah putih dan
darah merah masyarakat Sulawesi Selatan. Kemudian hubungan patronase masyarakat
Bugis Makassar dalam ajjoareng-joa sangat relevan untuk memahami pola hubungan
masyarakat Bugis-Makassar. Keempat, Teori hubungan patronase .T.C. Scott.
Suntherland dan Darmawan Rahman Mas?0d dalam pendekatan sejarah conflict and
accomodation dalam memahami konflik dan integrasi kelompok-kelompok kepentingan, budaya, sosial dan politik yang saling berhadapan tetapi juga saling
bersama-sama relevan. Juga konstruksi teori demokrasi melihat bagaiman tradisi-
tradisi berisi azas demokrasi. Orang-orang Bugis Makassar menjalankan demokrasi
sebagai tradisi di dalam pemerintahan dan sosial dapat dilihat dalam: (1) sistem
perwakilan dan pemuusyawaratan dalam pengambilan keputusan (2) keputusan yang
tertinggal berada di tangan rakyat. Keputusan Raja dapat dibatalkan oleh
dewan adat, keputusan dewan adat dapat dibatalkan oleh lembaga yang lebih rendah
yakni anang/tokoh-tokoh masyarakat, dan keputusan tokoh-tokoh masyarakat dapat
dibatalkan oleh rakyat. Kedua, Di dalam tradisi pemerintahan dan sosial orang Bugis-
Makassar kelompok lemah selalu diberi perlindungan bahkan di Luwu diberi kursi di
dalam parlemen. Ketiga, orang-orang Bugis-makassar harus bersifat jujur, benar, adil
dan berani di dalam memimpin dan kehidupan keseharian. Keempat, orang-orang
Bugis-Makassar harus saling siporanmu, merasa saling membutuhkan dan saling
memberi manfaat meskipun yang bersangkutan memiliki sejumlah keterbatasan. Jadi
orang Bugis-makassar selalu menghargai orang lain."
2007
D839
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Oktaviani
"Tujuan tesis ini dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kuantitatif dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian dilaksanakan dengan cara menyebar kuesioner kepada para “expert” sebanyak 12 responden yang terdiri dari pelaksana kebijakan, pemerhati kebijakan dan dianggap paling tahu permasalahan kegiatan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun.
Fokus penelitian ini adalah memberikan penilaian pada bobot stakeholder dan kriteria proyek yang telah disusun secara sistematis dalam suatu hirarkis melalui skala perbandingan. Stakeholder yang menjadi pemerhati pelaksanaan pengembangan kawasan pesisir terdiri dari : DPRD, LSM, Asosiasi Kelompok Nelayan, Media Massa dan Dosen, Kriteria evaluasi dalam pengembangan kawasan pesisir yaitu : Efektifitas, Efisiensi dan Responsivitas dengan Objek kriteria untuk melihat evaluasi terdiri dari : Input, Output dan Benefits. Adapun proyek yang menjadi fokus dalam pelaksanaan pengembangan kawasan pesisir adalah : Coastal Road, Pemukiman Nelayan Sei. Ayam, dan Pengembangan Kawasan Mangrove.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun lebih menonjol pada sisi stakeholder Media Massa, hal tersebut ditunjukan dengan bobot prioritas tertinggi dalam analisis (0,236) dibandingkan dengan 4 stakeholder lainnya. Secara umum pada setiap stakeholder kebijakan, kriteri efektifitas merupakan kriteria yang paling penting dalam pelaksanaan kebijakan. Objek kriteria pada kriteria evaluasi yang paling penting dan mendapatkan bobot tertinggi yaitu benefits dengan bobot (0,559). Hasil sintesa hirarki dan analisis keseluruhan menunjukan bahwa rekomendasi alternatif proyek yang disarankan di masa yang akan datang adalah pelaksanaan proyek Coastal Road dengan bobot tertinggi sebanyak 0,529.

The aim of this thesis to evaluate the development of coastal policy in the Karimun Regency. This research was conducted by quantitative methods approach Analytical Hierarchy Process (AHP). The research was conducted by way of questionnaires to spread the "expert" as many as 12 respondents consisting of policy implementation, and policy observers deemed most problems of coastal development activities in Karimun Regency.
This research focused an assess project focus and criteria which sistematically arranged in a hierarchy with pairwise comparison. Stakeholders become observers of the implementation of coastal development consists of: Parliament, NGOs, Association of Fishermen Group, Mass Media and Lecturers, the evaluation criteria in the development of coastal areas, namely: effectiveness, efficiency and responsiveness of the attractions to see evaluation criteria consists of: Input, Output and Benefits. The project was the focus in the implementation of the development of coastal areas are: Coastal Road, Settlement Fishermen Sei. Chicken and Mangrove Area Development.
The results showed that the policy of coastal development in the District Karimun more prevalent in the mass media stakeholders, it is indicated by the weight of the highest priorities in the analysis (0.236) compared with 4 other stakeholders. In general, at each stakeholder policy, kriteri effectiveness is the most important criterion in the implementation of the policy. Attractions on the criteria most important evaluation criteria and get the benefits with the highest weight is the weight (0.559). The synthesis and analysis of the overall hierarchy shows that the recommended project alternative recommendations in the days to come is the implementation of the Coastal Road project with the highest weight as much as 0.529.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T33193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>