Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182003 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Gramedia, 1990
331.4 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harjanto Setiawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S5609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lucia Wenny Widjajanti
"Sebagai salah satu komoditas penting yang dibutuhkan masyarakat, kestabilan harga merupakan salah satu hal yang periu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada periode 1980-1997 (kebijakan monopoli BULOG/Badan Urusan Logistik), harga gula meningkat stabil. Sedangkan pada periode sesudahnya (1998-2004), harga guia berfiuktuasi. Meskipun pemerintah melakukan intervensi melaiui kebijakan, namun harga yang terjadi tetap melalui mekanisme pasar yaitu interaksi permintaan dan penawaran. Secara umum, permintaan gula tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari :produksi gula dalam negeri, sehingga Indonesia harus mengimpor gula. Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk, dan konsumsi gula. Sedangkan penawaran gula terdiri dari produksi gula dalam negeri dan impor guia. Peningkatan produksi gula dalam negeri perk] dilakukan untuk mendukung swasembada gula di tahun 2007 untuk gula konsumsi rumah tangga, dan tahun 2009 untuk total konsumsi gula. Secara teoritis harga gula akan ditentukan oleh berbagai faktor yang menentukan perubahan-perubahan terhadap penawaran dan permintaan gula dalam negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing sisi tersebut menjadi menarik untuk dipelajari, karena selain karakteristik struktur pasar gula di Indonesia bersifat oligolpoii, pemerintah juga melakukan kebijakan di bidang pergbaaan yang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Permintaan gula dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan harga gula dalam negeri. Impor gula dipengaruhi oleh produksi guia dalam negeri, dan kebijakan bea masuk impor gula. Harga gula dalam negeri dipengaruhi oleh permintaan gula, dan kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani. Penawaran gula terdiri dari produksi gula dan impor gula. Produksi tebu merupakan perkalian antara luas lahan dengan produktivitas tebu, dan produksi gula diperoleh dari perkalian antara produksi tebu dan rendemen.
Melalui pengujian ekonometrika, maka dapat disimpulkan bahwa selama periode kebijakan monopoli BULOG (1980-1997) permintaan gula, impor gula, maupun harga gula dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup stabil, dibandingkan periode setelah monopoli BULOG (1998-2004). Kebijakan yang dijalankan pemerintah selama tahun 1980-2004 antara lain kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani, yang merupakan kebijakan penting dalam upaya mengendalikan harga gula dalam negeri, dimana pemerintah menetapkan "harga dasar" gula di tingkat produsen. Namun pemerintah perlu menyesuaikan besaran nilai rupiah yang tepat sesuai dengan keadaan Indonesia.
Berdasarkan faktor produksi gula, Program Akselerasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula Nasional yang berdampak positif pada peningkatan hasil tebu dan produktivitas hablur di tahun 2004, tetap dilanjutkan dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian terutama untuk mengembangkan teknologi varietas tebu unggul dan teknologi mesin pabrik.
Sedangkan faktor kebijakan bea masuk impor gula dilakukan utnuk membatasi jumlah impor gula yang masuk ke Indonesia. Namun, tarif bea masuk impor gula Indonesia masih Iebih rendah dibanding negara-negara lain. Untuk itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menaikkan tarif bea masuk impor tersebut, namun hares secara hati-hati dan didahului dengan kajiab Iebih mendalam dan komprehensif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halili Toha
Jakarta: Bina Aksara, 1987
344.01 HAL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Kusumawardhani
"Pertunjukan seni musik menjadi sebuah pertunjukan yang menonjolkan nilai estetis, namun di sisi lain juga telah mengalami komodifikasi. Industri budaya dan penciptaan budaya massa telah memungkinkan musik tidak lagi menjadi sekadar seni, namun telah menjadi komoditas. Hal ini ditunjukkan dalam fenomena yang ditunjukkan dalam beberapa konser seni musik di Indonesia. Namun dalam hal ini, sebenarnya masih ada pertunjukan musik yang mengutamakan nilai estetika dan kebebasan mencipta dan menikmati karya seni. Di samping itu, seni musik saat ini terus mengalami reduksi dan degradasi yang menghasilkan standarisasi yang cenderung konformis dan fetis, sehingga bukannya membebaskan manusia selayaknya hakikat seni yang sesungguhnya, namun justru menjebak manusia dalam fetisisme komoditas. Adorno dalam Teori Estetikanya menjelaskan tentang seni musik populer yang berbeda dengan seni musik budaya tinggi yang dicontohkan oleh karya-karya musik klasik. Baginya, seni musik yang ideal adalah seni musik yang penuh kebebasan dan mampu melepas keterasingan manusia dari kehidupannya.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa seni musik, khususnya di Indonesia, telah mengalami komodifikasi dan fetsisime komoditas musik sudah nyata terjadi. Tidak hanya pada musik populer, namun juga pada musik klasik itu sendiri. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk melepaskan seni musik dari kepentingan-kepentingan ekonomi dan ideologis dengan mengutamakan nilai estetis dan hakikat seni itu sendiri, yakni untuk liberalisation dan revelation.

Musical art performance has become a show with aesthetical value that in the other hand experiences commodification. Cultural industry and mass cultural producer have allowed music to not only become art, but also commodity. This is shown by the phenomena of several musical concerts in Indonesia. At the same time, musical art these days keeps on experiencing reduction and degradation that result to standardization which tends to be conforming and fetish. Thus, instead of liberating people as what true art does, it leads people to commodity fetishism. Adorno in his Aesthetic Theory explains about popular music art which is different than high cultural art such as classical music artwork. To him, ideal musical art would be the kind of musical art which is liberating and able to release people?s alienation from their life.
This research explains that musical art, particularly in Indonesia, has experienced commodification and that commodity fetishism has been seen happening in reality. Not only to popular music, but also to classical music itself. Therefore, efforts to free musical art from economic and ideological interests are needed by implementing its true values which are liberalization and revelation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Husni Arifin
"Munculnya pembagian kerja internasional baru (NIDL - New International Division of Labour) dan berbagai deregulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik investor asing maupun dalam negeri, menyebabkan pesatnya pertumbuhan pabrik-pabrik pasar dunia. Karakteristik utama dari pabrik-pabrik pasar dunia adalah penggunaan teknologi ban berjalan, padat karya, dan preferensi terhadap buruh perempuan. Preferensi pemodal terhadap buruh perempuan karena menganggap perempuan sangat memenuhi syarat dalam strategi penekanan biaya produksi. Proses akumulasi modal dilakukan dengan memanfaatkan ideologi gender dan patriarki yang telah mengakar di masyarakat. Akibatnya, buruh perempuan selalu rentan terhadap bentuk-bentuk eksploitasi dan subordinasi gender. Dalam pengertian ini, hubungan saling mendukung, interplay, dialektika, antara modal dan gender tidak dapat disangkal bermain di sini.
Karena itu, permasalahan utama penelitian ini adalah memeriksa kecenderungan subordinasi gender dalam diri buruh perempuan. Adalah Diane Elson dan Ruth Pearson yang mengemukakan hipotesa tentang tiga kecenderungan subordinasi gender sebagai hasil dari dialektika antara modal dan gender. Keeenderungan mengintensifkan, membusukkan, dan memunculkan kembali bentuk-bentuk subordinasi gender. Dalam memeriksa ketiga kecenderungan tersebut, analisa tidak hanya mefokuskan pada pengalaman kerja perempuan di pabrik, tapi diperiksa juga bangunan relasi gender di rumah tangga sebagai implikasi dari kerja pabrik-an. Dua analisa itu bukan merupakan bagian yang saling terpisah, melainkan suatu gabungan dalam memahami keeenderungan subordinasi gender buruh perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif gender dan berparadigma kritikal. Pemihakan, standpoint, adalah posisi yang diambil peneliti untuk mengungkap persoalan-persoalan perempuan yang tersembunyi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara mendalam terhadap buruh perempuan serta anggota keluarganya sebagai sumber primer, yang ditentukan secara purposif dengan tehnik snow ball.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kerja pabrik-an dan implikasinya terhadap relasi gender di rumah memproduksikan kecenderungan subordinasi gender yang tidak dapat dikatakan seragam antara buruh perempuan lajang dan yang menikah. Melalui kerja pabrik-an, keduanya cenderung memunculkan kembali, recompose, bentuk subordinasi gender baru. Keduanya terperangkap di dalam lingkaran kontrol patriarki di pabrik. Walaupun begitu, kerja pabrik-an dapat memberikan otonomi relatif bagi buruh lajang menghadapi otoritas laki-laki di rumah, karena itu cenderung membusukkan, decompose, bentuk-bentuk subordinasi gender yang ada. Sebaliknya, bagi buruh berkeluarga, kerja pabrik-an cenderung me-intensifkan, intense, bentukbentuk subordinasi gender yang ada. Karena pengaruh otoritas laki-laki lain di pabrik dan dipikulnya beban Banda, double burden - sebagai penghasil utama nafkah keluarga dan sekaligus terbebani oleh kerja-kerja domestik.
Diskusi teoritik yang dapat dihasilkan adalah (1) strategi "pecah belah" terhadap kelompok buruh merupakan strategi efektif bagi pemodal untuk menjaga kelancaran akumulasi modal; (2) kerja pabrik-an, kerja upahan, berpotensi membebaskan perempuan dari subordinasi gender, tapi dengan prasyarat tumbuhnya kesadaran gender dalam diri perempuan; (3) tanpa diikuti kesadaran, kerja upahan hanya akan memediasi munculnya subordinasi gender daripada menghilangkannya; (4) analisa tentang kecenderungan subordinasi gender pada diri buruh perempuan, perlu mengkaitkan analisa pengalaman kerja perempuan di pabrik dengan implikasi kerja upahan terhadap relasi gender di rumah.
Rekomendasi yang diusulkan berdasarkan temuan-temuan penelitian, yaitu: (1) resistensi perempuan terhadap dominasi laki-laki melalui kerja upahan, harus didukung oleh unsur-unsur lain, seperti peningkatan tingkat pendidikan, menghindari pernikahan di usia dini, penurunan fertilitas, dan kesadaran gender. Dengan demikian dapat tercipta hubungan antara laki-laki dan perempuan yang egaliter, setara; (2) perlu mengembangkan konsep "perlawanan" (struggle) yang tidak hanya mempersoalkan persoalan ekonomi semata, tapi sebagai suatu cara untuk mengembangkan otonomi diri (self determination); (3) diperlukan intervensi negara untuk memberikan perlindungan, security, bagi buruh perempuan dari bentuk-bentuk subordinasi gender melalui kebijakan-kebijakan perburuhan; (4) perlu mendorong dan mendukung peningkatan kapasitas serikat-serikat buruh dalam membela dan memperjuangan kepentingan dan hak-hak buruh perempuan, partisipasi aktif buruh perempuan dalam kegiatan serikat buruh, dan kontinuitas serikat buruh (5) pendekatan GAD (Gender and Development) dengan strategi pengarusutamaan gender relevan dijadikan basis kebijakan pemerintah (Depnaker) soal perburuhan. Kaitannya terhadap penyelesaian isu-isu struktural perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>