Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dwi Ajeng Sarasputri
"ABSTRAK
Pencemaran minyak di wilayah pantai akibat tumpahan minyak di laut (oil spill) merupakan masalah lingkungan yang sangat penting. Tumpahan minyak di laut, terutama kecelakaan tumpahan minyak skala besar, telah memberikan ancaman besar dan menyebabkan kerusakan yang luas pada lingkungan pesisir. Kontaminan dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme laut dan berbahaya bagi manusia yang memakannya. Untuk menanggulangi masalah pencemaran minyak di pantai atau coastal oil spill ini, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah bioremediasi yang merupakan proses pemulihan suatu wilayah seperti tanah, air, atau pantai yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai bakteri pemecah minyak. Terdapat dua pendekatan dalam bioremediasi. 1) bioaugmentation, di mana mikroorganisme pendegradasi minyak ditambahkan untuk menambahkan populasi mikroba yang telah ada, dan 2) biostimulation, di mana pertumbuhan pendegradasi minyak asli distimulasi dengan penambahan nutrisi atau cosubstrates pembataspertumbuhan lainnya dan/atau perubahan habitat. Penelitian yang dilakukan di Balai Teknologi Lingkungan BPPT ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan nutrisi dan mikroba terhadap proses degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme melalui perbandingan antara metode biostimulasi dan bioaugmentasi, serta pengaruh pasang surut air laut terhadap penurunan kandungan minyak di pantai. Eksperimen dilakukan dengan membuat simulasi pantai skala 5 kg yang dicampurkan minyak sebanyak 5% sebagai kandungan pencemar minyak awal dalam pasir pantai. Pada metode biostimulasi ditambahkan nutrisi dengan rasio C:N:P yaitu 100:10:1. Pada metode bioaugmentasi ditambahkan nutrisi dengan rasio yang sama dan mikroba yang berasal dari kultur biakan dan mikroba air laut. Simulasi air laut diberikan pada pantai yang terkena pengaruh pasang surut dengan periode tipe tunggal. Parameter yang diukur adalah temperatur, pH, kadar 6 air, dan TPH. Mikroba yang digunakan berjumlah antara (4,39 25,7) x 10CFU/ml. Secara umum, kadar TPH terendah dimiliki oleh metode bioaugmentasi pasang surut yaitu 2,189 % pada minggu ke 8 dan kadar TPH tertinggi yaitu 4,078 % yang dimiliki blanko tanpa pasang surut pada minggu ke 8. Perubahan kadar TPH dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pasang surut, faktor lingkungan, dan mikroba. Penurunan TPH pada pasir yang terkena pengaruh pasang surut dimungkinkan terjadi karena efek pencucian oleh arus pasang surut yang membawa kandungan minyak keluar. Pada bioremediasi tanpa pengaruh pasang surut, metode bioaugmentasi dapat menurunkan TPH lebih rendah dibandingkan dengan metode biostimulasi. pH umumnya mengalami penurunan sampai minggu keempat sebelum selanjutnya mengalami kenaikan. Temperatur pasir secara keseluruhan berkisar antara 27°C42°C. Pola perubahan temperatur pasir ini serupa dengan perubahan temperatur ambien sehingga diketahui bahwa temperatur pada pasir dipengaruhi oleh temperatur udara luar reaktor. Rasio C:N:P di awal penelitian adalah 100:10:1. Sedangkan rasio C:N:P di akhir penelitian mengalami penurunan. Hal ini yang menyebabkan degradasi TPH pada 4 minggu terakhir kurang siginifikan karena komposisi nutrisi pada pasir sudah kurang optimal.

ABSTRACT
Contaminated coastal as a result of oil spill accident are important environmental problem. Oil spills at sea, especially largescale oil spill accidents, has given a major threat and cause extensive damage to the coastal environment. Contaminants can accumulate in the body of marine organisms and harmful to humans who eat them. To overcome the problem of oil pollution on the beach or coastal oil spill, there are several ways we can do. One is bioremediation which is a process of recovery of an area such as soil, water, or beach that utilize microorganisms as oil degrading bacteria. There are two approaches in bioremediation. 1) bioaugmentation, in which oildegrading microorganisms are added to increase the number of an existing microbial population, and 2) biostimulation, in which the growth of indigenous oil degrading microbes stimulated by the addition of nutrients or other growthlimiting cosubstrates and/or habitat changes. This research which conducted at the Center of Environmental Technology BPPT aims to determine the effect of the addition of nutrients and microbes to the degradation of hydrocarbons by microorganisms through comparison between biostimulation and bioaugmentation methods, and the influence of the tides to the decrease of oil content on the beach. Experiments carried out by creating a 5 kg simulated beach scale mixed with oils as much as 5% as the initial oil content of contaminants in beach sand. In the biostimulation method, nutrients added in the ratio C:N:P is 100:10:1. In the bioaugmentation method, nutrients added with the same ratio and microbes from the freshwater and sea water culture. Simulation of sea water is given to beaches that are affected by tidal with a single type period. The parameters measured are temperature, pH, water content, and TPH. Number of microbes that used range from (4,39 25,7) x 106 CFU/ml. In general, the lowest levels of TPH are owned by the tidal bioaugmentation method which is 2.189% at 8 weeks and the highest TPH levels of 4.078% is owned by the blank with no tides at 8 weeks. Changes in levels of TPH is influenced by several factors, namely tidal, environmental factors, and microbes. TPH decrease in sand exposed to tidal influence is possible due to the effects of leaching by tidal currents that carry oil content out. In bioremediation without the influence of tides, TPH of bioaugmentation method is lower than the biostimulation method. pH generally decreased until the fourth week before the next increase. Overall temperature of the sand ranges between 27°C 42°C. The pattern of changes in sand temperature is similar to changes in ambient temperature so it is known that the temperature of the sand is affected by the temperature outside the reactor. While the ratio of C:N:P ratio at the end of the study was decrease from 100:10:1. This causes degradation of TPH in the last 4 weeks is less significant because of the nutritional composition of the sand is less than optimal."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S747
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Selvia Lestari
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S31611
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Nurhayati
"ABSTRAK
Undang-undang RI No. 19 tahun 2009, pengesahan konvensi Stockholm tentang bahan pencemar organik yang persisten, dan telah melarang penggunaan kategori insektisida yaitu aldrin, klordan, dieldrin, endrin, heptaklor, heksaklorobenzena, mirex, toxaphene dan poliklorinatbifenil (PCB), serta membatasi penggunaan insektisida diklorodifenildikloroetana (DDT). Faktanya, keberadaan insektisida organoklorin tersebut masih ditemukan di tanah sawah Kabupaten Karawang yaitu aldrin, DDT, endosulfan, endrin, heptaklor dan lindan dengan konsentrasi berkisar antara 1,5 ng/g sampai dengan 5,37 ng/g. Teknologi pengendalian residu pestisida dapat dilakukan melalui ameliorasi secara biologi dengan bioremediasi, secara fisika dengan adsorpsi arang aktif, sedangkan, secara kimia melalui penambahan alum dan lain-lain. Bioaugmentasi adalah introduksi mikroba tertentu pada daerah yang akan diremediasi. Bakteri tempatan potensial pendegradasi heptaklor hasil isolasi adalah Citrobacter sp. Setelah diidentifikasi dengan 16S rRNA, bakteri tersebut adalah Raoultella ornithinolytica B4, bakteri ini golongan Enterobacteriaceae, Gram negatif, dan menghasilkan enzim katalase. Biochar tempurung kelapa (BTK) memiliki sifat adsorben berdasarkan nilai daya serap iod sebesar 570,22 mg/g, luas permukaannya 371,943 m2/g, dan diameter pori 0,4-7,0 mm karena proses karbonasi 300 oC menghasilkan ukuran makropori. Hasil uji adsorpsi BTK 5% (b/b) terhadap heptaklor 2 mg/L secara adsorpsi fisik, terlihat dari persamaan Langmuir memiliki linearitas y=1,704x ? 0,002, kapasitas adsorpsinya 1,704 mg/g, dengan efisiensi adsorpsinya sebesar 75,01%. Proses bioaugmentasi tanah sawah tercemar heptaklor oleh bakteri tempatan Raoultella ornithinolytica B4 dengan bantuan BTK 5%, menghasilkan degradasi heptaklor (Rt 11,31 menit) menjadi 1-hidroksiklordene (Rt 12,38 menit), dengan nilai efisiensi remediasi sebesar 75,38%.

ABSTRACT
The regulation of Republic of Indonesia No. 19 in 2009, about the ratification of the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutans (POPs), that bann the use of insecticides category, namely aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, hexachlorobenzene, mirex, toxaphene and polychlorinated biphenyls (PCB), and as well as the restriction use of insecticide dichlorodiphenyldichloroethane (DDT). In fact, the presence of insecticides organochlorine are still found on paddy filed, from nine villages and sub-districts in Karawang contained seven types, they are aldrin, DDT, endosulfan, endrin, heptachlor and lindane concentrations in the district ranges from 0.3 ng/g in up to 5.37 ng/g. Bioaugmentation is the applications of indigenous or allochthonous wide type or genetically modified microorganisms to hazardous waste polluted sites in order to accelerate the removal of undesired compounds. Indigenous Bacteria that is potential to degrade heptachlor is obtained from the isolation of Citrobacter sp and finally identified by 16S rRNA identification technique, that this bacteria is Raoultella ornithinolytica B4 which is classified as a group of bacteria of Enterobacteriaceae, as a Gram-negative, and produce the enzyme catalase. Biochar coconut shell (BCS) as adsorbent was tested for its quality by SNI-06-3730-1995 method. It has a water content of 11.88% (w/w), ash content of 3.32%, an easily evaporated substance content of 13.61%, bounded carbon to 71.20%, and iod number of 570.22 mg/g. The adsorption result of BCS 5% (w/w) to heptachlor was 2 mg/L which was fit with physical adsorption of Langmuir equation with adsorption linearity y = 1,704x - 0,002, adsorption capacity of 1.704 mg / g, so BCS can adsorb heptachlor well. Bioaugmentation using single strain of R. ornithinolytica B4 successful for removal of heptachlor with efficiency was observed in 35 days incubation was 75.38%, and heptachlor (11,31 minute) degraded to 1-hydroxychlordene (12,38 minute).
"
2016
D2256
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisyawati
"Sejumlah masa embrio somatis dapat diperoleh dari daun imatur kacang tanah (Arachis hypogaea L.) yang dikulturkan dalam medium dasar Murashige & Skooh 1962 padat, cair dan cari dengan penyangga kertas saring, serta dengan penambahan 2,4-Dichlorophenoxy acetic acid sebanyak 20 mg/l. Meskipun dalam ketiga macam medium tersebut dapat dibentuk embrio somatis, namun penampakan morfologi embrio somatic yang dibentuk maupun pertumbuhannya tidak sama.
Di dalam medium padat eksplan tidak menglami pencoklatan dan embrio somatic yang dibentuk tampak jelas bentuknya yaitu terdiri dari suatu badan yang mudah terlepas satu sama lain, dengan dua buah tonjolan yang menyerupai kotiledon Di dalam medium cair eksplan mengalami pencoklatan, karena adanya pencokelatan maka pertumbuhan embrio somatic tersebut terganggu. Embrio somatic tidak berwarna dan dikelilingi oleh jaringan yang mengalami pencokelatan dan pertumbuhan embrio somatic cenderung menurun. Untuk eksplan yang di kulturkan ke dalam medium cair dengan penyangga kertas saring, tidak mengalami pencokelatan. Embrio somatis dibentuk dengan penampakan warna yang lebih hijau dibandingkan dengan embrio somatis yang dibentuk dalam kultur padat, tetapi bentuknya lebih kecil daa rapat sehingga agak sulit dalam penghitungan jumlah embrio somatis yang dibentuk di dalam medium tersebut. Subkultur ke dalam medium yang baru tidak merubah morfologi embrio somatic tersebut.
Hasil penghitungan jumlah rata-rata embrio somatis yang dibentuk di dalam medium kultur cair yang berpenyangga kertas saring, ternyata menghasilkan jumlah yang paling banyak (103 embrio somatic) dibandingkan dengan di dalam medium kultur padat (82 embrio somatis) dan cair lainnya (76 embrio somatis). Hal ini membuktikan bahwa bentuk medium mempengaruhi pertumbuhan eksplan membentuk embrio somatic. Meskipun di dalam medium kultur cair berpenyangga kertas saying menunjukan pembentukan embrio somatis yang paling banyak, tetapi potensi pembentukan embrio somatic yang normal seperti pada medium kultur padat tidak dapat diperoleh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Riyadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
06 Sak p-2
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tina Wikara
"Artemisinin merupakan senyawa SOH-seskuiterpen lakton dengan gugus unik peroksida yang berhasil diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Dari hasil uji in vitro dan in vivo, artemisinin terbukti efektif melawan malaria dan menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan untuk galur Plasmodium yang telah kebal sekalipun. Dihidroartemisinin adalah salah satu derivat artemisinin dari hasil semisintesis sederhana, yang lebih poten dari artemisinin. Penelitian ini bertujuan memodifikasi struktur artemisinin menjadi dihidroartemisinin menggunakan katalis Ni/TiO2 melalui proses hidrogenasi dan mengkaji aktivitasnya sebagai antimalaria melalui uji in vitro. Cara baru modifikasi struktur artemisinin menjadi derivatnya dihidroartemisinin telah berhasil dilakukan melalui reaksi hidrogenasi menggunakan katalis Ni/TiO2 Sintesis senyawa ini menghasilkan kristal berbentuk jarum dengan titik leleh 151- 153oC. Rendemen yang diperoleh sebesar 16.58%. Analisa TLC dengan plat silika gel 60 F254 menggunakan eluen toluene: etil asetat: asam formiat menunjukkan satu spot dengan Rf 0,44. Analisa LC-MS menunjukkan satu puncak dengan tR 2.2 menit serta berat molekul 284.29 sama dengan dihidroartemisinin yaitu C15H24O5. Spektrum IR menunjukkan adanya gugus hidroksil pada frekuensi 3371.57 cm-1 didukung dengan munculnya pita serapan dari vibrasi ulur C-O pada frekuensi 1034.14 cm-1. Reaksi hidrogenasi tidak merusak keberadaan gugus endoperoksida. Hal ini terbukti dengan masih terdapatnya serapan vibrasi ulur dari C-O-O-C pada frekuensi 1091.71; 875.68; 844.82 cm-1. Dari data NMR membuktikan bahwa senyawa tersebut adalah campuran rasemat STX/ETX dihidroartemisinin. Senyawa ini mempunyai aktivitas antimalaria dengan IC50 0.20 nM, melalui uji in vitro menggunakan biakan Plasmodium falciparum kultur 3D7.

Artemisinin is a SOH-sesquiterpene lactone that incorporates an endoperoxide moiety. This compound is isolated as the active compound of Artemisia annua. Based on the result of in vitro and in vivo assay, artemisinin is an effective antimalarial drug and it shows possitive result, moreover strain of Plasmodium resistant. Dihydroartemisinin is the simplest semisynthetic derivative of artemisinin and is more potent than artemisinin. The objective of this research are to modify the structure of artemisinin into dihydroartemisinin. A new way to modify the structure of artemisinin into dihydroartemisinin, had been successfully done using hydrogenation process with Ni/TiO2 catalyst, and the result was a soft white needle like crystal with melting point of 151-153oC. The yield of the crystal was 16.58%. the TLC analysis on TLC plate silica gel 60 F254 using toluene: etil asetat: asam formiat showed a spot with Rf 0.44. LC-MS analysis showed that the compound contained mainly a peak with tR 2.2 minutes and mass spectrum showed that the molecular weight of the compound was 284.29 which is similar to that of dihydroartemisinin, C15H24O5. The IR spectrum showed that there was a spectrum from C-O in a frequency of 1034.14 cm-1. Hydrogenation reaction did not destroy the existance of endoperoxide group. This was proven by the existance of C-O-O-C in a frequency of 1091.71; 875.68; 844.82 cm-1. NMR data showed that the compound was the mixture of racemic. The compund also had the activity of antimalarial with IC50 0.20 ng/ml by using in vitro test with Plasmodium falciparum strain 3D7."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29035
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Srihayu Harsanti
"ABSTRAK
Endosulfan adalah salah satu senyawa POPs organoklorin pada era revolusi hijau yang disukai petani karena kemanjurannya. Namun saat ini masih ditemukan di lapang. Endosulfan bersifat persisten, bioakumulatif, dan sangat toksik terhadap makrobiota. Keberadaan endosulfan harus dipantau dan dilakukan upaya reduksinya agar tidak mencemari lingkungan, dan untuk keamanan pangan, serta memenuhi ketentuan Konvensi Stockholm. Sekitar 18,12 dari total tanah sawah di Kabupaten Jombang telah terkontaminasi endosulfan dengan kategori telah melebihi Batas Maksimum Residu BMR dan 22,5 di bawah BMR. Upaya remediasi harus dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal di Kabupaten Jombang seperti limbah tongkol jagung dan pupuk kandang. Limbah tongkol jagung belum optimal dimanfaatkan. Biochar dari limbah tongkol jagung berpotensi untuk memperbaiki tanah sawah terkontaminasi endosulfan. Penelitian ini bertujuan 1 mengetahui kemampuan teknologi remediasi dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal dalam memperbaiki kualitas tanah sawah dan produk pertanian tercemar insektisida endosulfan, 2 mengkaji dampak teknologi remediasi dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal pada tanah sawah tercemar endosulfan dengan menggunakan perangkat valuasi ekonomi, sosial, dan lingkungan dan 3 membangun model statistik remediasi berkelanjutan dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal pada tanah sawah tercemar endosulfan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015-Mei 2016 dengan metode survey dan eksperimen di rumah kaca. Eksperimen di rumah kaca menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan tujuh perlakuan kombinasi biochar dan kompos kotoran ternak yang diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan 1 Teknologi remediasi tanah sawah tercemar insektisida endosulfan dengan limbah pertanian dapat memperbaiki kualitas tanah dan produk pertanian padi . Kombinasi biochar tongkol jagung dan kompos kotoran sapi atau ayam 1:4 efektif sebagai bahan pembenah tanah untuk remediasi tanah sawah tercemar residu insektisida endosulfan dengan kemampuan mempercepat penurunan ?-endosulfan hingga lebih rendah dari konsentrasi BMR < 0,0085 ppm berkisar 66,5 - 70,9 dengan waktu remediasi selama 74 hari 21 hari lebih cepat daripada tanpa remediasi ; Kombinasi biochar tongkol jagung dengan pupuk kandang sapi atau ayam pada nisbah 1:4 dapat menurunkan residu metabolit endosulfan sulfat hingga di bawah BMR < 0,0085 ppm masing-masing sebesar 1,8 -67,3 pada MT I, dan 49,7 -67,7 pada MT II dan terjadi pada kondisi anaerob; Kombinasi biochar dan kompos kotoran ternak mampu meningkatkan kesuburan tanah antara lain pH, P tersedia, C organik tanah, N total, dan populasi bakteri dalam tanah; serta meningkatkan hasil padi 10-13 2 Teknologi remediasi dengan memanfaatkan biochar tongkol jagung yang dikombinasi dengan kompos kotoran ayam atau sapi dapat memberikan dampak positif pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan sehingga inovasi tersebut dapat diterima oleh petani; dan 3 Model statistik remediasi tanah sawah Inceptisol tercemar residu endosulfan dengan memanfaatkan limbah pertanian dapat dibangun dengan mempertimbangkan karakteristik tanah terutama kandungan C-organik tanah dan populasi bakteri total dalam tanah.Kata kunci: limbah tongkol jagung, kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam biochar, remediasi, endosulfan, keberlanjutan

ABSTRACT
Endosulfan is one of POPs organochlorine compounds on green revolution era that was mostly preferred by farmers because of its efficacy. However, it still found in the field. Endosulfan is persistent, bio accumulative, and most toxic on macrobiota. Its existence in soil must be monitored and its reduction must be controlled so that it do not contaminate the environment and food safety and comply Stockholm Convention. About 18.12 of total rice fields in Jombang districts has contaminated by endosulfan that has been over Maximum Residue Limits MRLs and 22,5 less of MRLs. Remediation should be done by using local sources such as corn cob waste and compost of cattle manure. In fact, the waste of corn cob has not used optimally yet. Biochar from corn cob waste has the potency to remediate rice fields contaminated endosulfan. The research objectives were 1 to determine ability of remediation technology using agricultural wastes based local resources in improving quality of paddy soil and agricultural products that polluted by endosulfan insecticide, 2 to study the impacts of remediation technology using agricultural wastes based local resources in rice fields contaminated by endosulfan through economic, social, and environment valuation instruments, and 3 to arrange statistical model of sustainable remediation using agricultural waste based local resources in rice field contaminated by endosulfan. The research was conducted from June 2015 till May 2016 using survey and screen house experiment methods. The screen house experiment was arranged using completely randomized design with seven treatment of combination of corn cob biochar and farmyard manure with three replicates. The research result showed that 1 remediation technology of rice fields contaminated by endosulfan using agricultural waste as a soil amendment could improve the quality of paddy soil and rice products. The combination of corn cob biochar and compost of cattle manure or chicken manure 1 4 could effectively remediate rice field contaminated by endosulfan insecticide till less than MRLs 0.0085 ppm as much as 66.5 ndash 70.9 . The time of remediation to reduce the residue up to less than MRLs was 74 days 21 days faster than without remediation . The combination of corn cob biochar and cattle manure or chicken manure with 1 4 ratio could decrease endosulfan sulfate metabolite less MRLs 0,0085 ppm 1.8 67.3 in 1st cropping season and 49.7 67.7 2nd cropping season , respectively, that a decrease is in anaerobe condition Soil amendment could increase soil fertility, i.e. pH, available P, soil organic C, total N, and bacteria population and increased 10 13 of rice yield 2 remediation technology using corn cob biochar combined manure from either cattle or chicken could impact positively on aspects of economy, social, and environment so that innovation could be acceptable by farmers and 3 statistical model of remediation of Inceptisol rice field that contaminated by endosulfan using agricultural waste could be built with considering soil characteristic especially organic C and soil bacteria total factors. Its usage was suitable with level of endosulfan contamination and has some similarities ecological characteristics.Keywords corn cob waste, cattle manure compost, chicken manure compost, biochar, remediation, endosulfan, sustainability. "
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sandy Satriadi
"Model fisik laboratorium selalu dirancang untuk mampu mensimulasikan kondisi di lapangan, tetapi parameter proses masih tetap dikontrol. Pihak Laboratorium Hidrolika FTUI berusaha mengembangkan suatu model fisik yang dapat mensimulasikan aliran air tanah dalam kondisi terkekang yang mengandung zat pencemar, karena di laboratorium belum tersedia model fisik tersebut. Model fisik yang sedang dikembangkan ini akan dianalisa kemampuannya sebagai alat validasi model matematika, dalam mengakomodir data input, batasan dan asumsi yang digunakan, dan responnya terhadap hasil output model matematika dalam beberapa setting pengujian simulasi yang dilakukan.
Dari analisa yang dilakukan berupa pengamatan bentuk dan fungsi komponen, proses dan hasil simulasi pada model fisik; diketahui bahwa model fisik dapat mengakomodir setting kasus aliran 1 dimensi dengan penetapan grid terbatas pada Dx = Dy = 10 cm, Nx = 11, Ny = 16 dan sisa jarak 5 cm pada sisi Binding bak akifer diasumsikan sebagai batas kedap air; penetapan waktu maksimum terbatas pads waktu habisnya volume air pada bak penampung; penetapan nilai debit = 0 pada semua titik nodal dan respon berupa bacaan nilai tinggi tekanan air pada 26 titik manometer. Model fisik tersebut tidak dapat mengakomodir dengan balk syarat kondisi kedap air (masih ada bocor pada bak akifer); tebal akifer tidak terkontrol karena terjadi lendutan; fasilitas pengambilan sampel air yang kurang menjamin terjaganya mutu sampel; dan gagalnya fungsi bak pengatur air hulu dalam mengatur setting tinggi tekanan air di hulu (tetadi hilang tinggi tekan air). Selain itu model fisik tidak dapat mengakomodir penetapan nilai S dan K sehingga nilai tersebut dilak kan dengan cara coba - cobs pada model matematika.
Berdasarkan hasil analisa tersebut diatas disimpulkan, agar hasil simulasi model fisik dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat validasi model maternatika dalam mensimulasi ab= air taneh terkekang dan termmar make diperlukan perbaikan diantaranya dengan memperkmt bahan bak akifer sehingga kokoh dan kedap air, membuat batas kedap air yang 'removable' sehingga dapat merubah Nx-<- I1; menambah keran pads selang manometer sehingga kualitas sampel air tidak terkontaminasi; dan menambah titik manometer pads bak pengatur air hula, pada selang penghubung hulu, dan pads badan air di hulu bak akifer sehingga dapat dianalisa besannya hilang tinggi tekan air yang ada dan memperbaikinya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S38703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>