Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Syukur Hidayat
"Masalah pitch pada pembuatan kertas menyebabkan kerugian yang besar setiap tahun. Oleh karena itu dilakukan berbagai upaya untuk menghilangkannya.
Pitch merupakan kelompok senyawa non polar bersifat hidrofobik, seperti trigliserida ester, asam resin, dan asam lemak. Bila terbawa sampai proses akhir akan menyebabkan kertas yang dihasilkan berbintik-bintik, kotor, dan berlubang, sehingga mutunya kurang baik.
Pada penelitian ini dilakukan usaha penghilangan pitch dengan pemberian surfaktan anionik. Pitch yang non polar diubah menjadi polar kemudian dibawa air pencuci melalui proses emulsi.
Dari hasil penelitian diperoleh data yang menunjukkan pitch bisa dipisahkan dari pulp dengan surfaktan anionik jenis linear alkil benzena sulfonat. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang diberikari , semakin banyak pitch yang bisa dipisahkan dari pulp. Pada konsentrasi surfaktan sebesar 450 mg untuk setiap kg kayu yang dimasak diperoleh persen pemisahan pitch yang tertinggi yaitu sebesar 33,45%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusfiyesi
"Uap benzena sebagai senyawa model kelompok Volatile Organic Compounds (VOCs) dalam asap rokok telah berhasil didegradasi secara fotokatalitik menggunakan lapisan tipis TiO2 . Satu unit reaktor fotokatalitik terdiri dari dua buah lampu UV 10 W yang masing–masing dikelilingi oleh 12 kolom gelas (i.d 2 mm, panjang 30 cm). Pada dinding bagian dalam kolom gelas dilapiskan TiO2 Degussa P25 (inner wall of a glass column tube, TiO2 - IWGCT) dengan tingkat pengisian 0,048 mg/cm2. TiO2-IWGCT mengabsorpsi sinar UV di sekitar 380 hingga 200 nm, setara dengan band gap 3,3 eV untuk struktur anatase TiO2. Permukaan TiO2-IWGCT agak rata dengan ketebalan rata-rata 1,8 μm. Aktivitas degradasi fotokatalitik diuji dengan mengumpankan sejumlah benzena ke dalam reaktor, dan uapnya disirkulasikan secara kontinu ke dalam reaktor melalui ruang simulasi. Suhu ruang simulasi dipertahankan pada suhu kamar dengan kelembaban 35–50%.
Kinerja reaktor dievaluasi dari beberapa kondisi percobaan, dan kandungan benzena dalam ruang simulasi dimonitor setiap 17 menit selama 2 jam dengan kromatografi gas yang dilengkapi dengan detektor Flame Ionization Detector (GC-FID). Degradasi optimum benzena (model) yang diamati pada laju alir 0,1 L/menit dengan persen degradasi selama 2 jam mencapai 92,8%, kapasitas reaktor 0,0193 mol/menit dengan tetapan laju reaksi pseudo orde satu (k') 0,0168 menit-1.
Ketika reaktor diterapkan untuk Volatile Organic Compounds (VOCs) dari asap rokok, degradasi benzena diamati hanya mencapai 33,8%, dan kapasitas reaktor sebesar 2,48 x 10-5 mol/menit dengan tetapan laju reaksi pseudo orde satu (k') 0,003 menit-1. Senyawa–senyawa intermediet yang teradsorpsi di permukaan katalis telah teroksidasi menjadi CO2, CO dan lapisan deposit karbon. Sebagai pembanding dilakukan percobaan kontrol dengan kondisi (a) dengan TiO2 tetapi tanpa sinar UV (katalisis), atau (b) dengan sinar UV tetapi tanpa TiO2 (fotolisis).

Benzene in a gas phase as a model of Volatile Organic Compounds (VOCs) from tobacco smoke has been eliminated photocatalytically by employing TiO2 film. One reactor unit consisted of two 10 watt UV lamps, in which each lamp was encircled by twelve glass tubes (i.d 2 mm, length 30 cm), and the TiO2 (Degussa P25) film was immobilized on its inner wall glass column tube (TiO2–IWGCT) achieving 0.048 mg/cm2 TiO2 loading. UV light was absorbed by TiO2–IWGCT at 380–200 nm, that equal to 3.3 eV band gap energy for anatase structure of TiO2. TiO2– IWGCT surface is smooth, and film thickness was 1.8 μm approximately. Some amount of benzene, in gas phase, was circulated in to the reactor at room temperature with humidity of 35–50% during the experiment time.
Reactor performance was observed by applying certain experimental conditions. During experiment, the amount of benzene was monitored by Gas Chromatography equipped with Flame Ionization Detector (GC–FID ) every 17 minutes for 2 hours. Degradation of benzene (model) was observed up to 92.8% after 2 hours, giving reactor capacity of 0.0193 mole/minute and rate constant of pseudo first order (k') 0.0168 minute-1.
Whereas in a real tobacco smoke sample, benzene could only be degraded up to 33.8%, giving reactor capacity of 2.48 x 10-5 mole/minute and rate constant pseudo first order (k') of 0.003 minute-1. The adsorbed intermediates on the catalyst surface are eventually oxidized to CO2, CO or polymerized to give carbon deposits. Control experiments were conducted in similar manners but (a) with TiO2 and without UV light (catalysis), and (b) under UV light in the absence of TiO2 film (photolysis).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Pratomo
"Studi ini dilakukan untuk mengetahui kinerja inhibitor korosi dengan metoda uji rendam yang menyimpang dari standar NA CE, untuk mendapatkan metoda alternatif yang sederhana, akurat dan relatif murah. Kupon baja AISI 1018 direndam selama 10 hari didalam bejana gelas yang berisi fluida dari sumur produksi lapangan minyak X, bejana tersebut kemudian diletakkan didalam penangas air dengan variasi suhu 30 - 85 °C, Garam natrium bikarbonat sejumlah 10.000 ppm ditambahkan kedalam fluida uji untuk mensimulasi produksi gas CO2 . Variabel lain yang digunakan untuk mengetahui kinerja inhibitor tersebut adalah kadar inhibitor (0 - 1.000 ppm) dan jenis inhibitor (3 jenis inhibitor). Inhibitor yang digunakan sebagai variabel adalah immidazoline yang terdispersi didalam air, ethoxylated quat amine & garam pyridine yang larut didalam air, dan alkil benzene sulfonat yang larut didalam air.
Sejumlah gambar visual dari permukaan kupon dengan perbesaran 60 kali yang direndam pada suhu 60 °C dan variasi inhibitor 0 - 50 ppm, diambil untuk studi banding. Gambar visual tersebut menyatakan adanya korosi sumuran yang terjadi pada permukaan kupon yang direndam oleh larutan inhibitor, dengan urutan proteksi terhadap korosi sumuran adalah : alkil benzene < ethoxylated quat amine < immidazoline. Untuk laju korosi merata pada studi di laboratorium, kinerja yang paling baik ditampilkan oleh ethoxylated quat amine dengan urutan ethoxylated > immidazoline alkil benzene sulfonat.
Uji lapangan selama 1 bulan pada salah satu sumur produksi dilakukan untuk inhibitor jenis immidazoline dan ethoxylated quat amine. Uji ini dilakukan untuk mengkonfirmasi basil studi di laboratorium. Hasil uji lapangan menyatakan kinerja inhibitor immidazoline lebih baik daripada ethoxylated, menurunkan laju korosi merata dari 9,5 mpy menjadi 0,12 mpy dibanding dengan ethoxylated yang 0,51 mpy. Sejumiah kecil korosi sumuran pada kupon baja AISI 1018 didapat pads sumur yang diinjeksi oleh ethoxylated.
Secara umum, imidazoline adalah inhibitor yang terbaik untuk memproteksi material AISI 1018 dari serangan korosi merata dan sumuran fluida lapangan X. Dengan adanya korelasi yang cukup baik untuk data yang didapat antara studi laboratorium dan hasil di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa metoda uji rendam ini cukup representatif dan dapat dipakai sebagai prapemilihan / praevaluasi inhibitor korosi sebelum inhibitor korosi tersebut diajukan untuk ujicoba di sistem perpipaan lapangan minyak."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T5956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Surjana Kurniawan
"Hydroxyapatite (HAP) is a member of the apatite group of minerals, and its chemical formula is Ca10(PO4)6(OH)2. HAP is a Calcium phosphate including hydroxide, and its Ca/P ratio is represented as 1, 67 HAP is being utilized in medical and dental fields including as artificial bones and artificial tooth roots. There are five methods for preparing apatite compounds, but the wet method is most popular, simple and available for mass production. The purpose of this experiment of HAP is to know the technique of synthesizing HAP and to get the data/information about the influence of pH and sintering temperature towards the HAP characteristic. Modification wet method is used in this experiment. The result of DTA, DTA curves of pH 7, pH 9 and pH 11 indicate that the last peak are at 825° C, 835° C and 815° C. The XRD result indicates that almost the entire peak exists are dominant phase and the relative intensity indicate that crystal structure of dominant phase are similar using the Hanawalt method. The physical and mechanical characteristic indicates that at pH 9 with sintering temperature 1100° C, shows the greatest density (3,1327 g/cm3), the smallest porosity (9,2212 % ) and the greatest bending strength (54,9813 MPa) compared with the result at other pH. The conclusion of this experiment are : the synthesis HAP technique "Wet Method" is good enough; the best pH is pH 9 with sintering temperature 1100° C; the connection pattern between pH and character result of HAP sampel is not similar if compared with the connection pattern between sintering temperature and the character result of HAP sample. Sintering process begins at 1000°C, but we cannot know when the sintering temperature ended. The suggestion is doing advance experiment using Rietveld method which needed to know the atomic position in crystal structure of HAP and to know the dominant phase percentage and the minor phase percentage too. We also have to know when sintering process ended with other experiment using sintering temperature of 1200° C and 1300° C.

Hydroxyapatite ( HAP ) adalah suatu calcium phosphate yang mengandung hydroxyde dengan ratio Ca/P = 1,67 dengan formula kimia Ca10(P04)6(OH)2. Dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi HAP antara lain digunakan sebagai tulang buatan dan akar gigi buatan. Pada saat sekarang, terdapat berbagai metode untuk pembuatan HAP. "Wet Method" merupakan metode yang paling populer, paling mudah dan dapat digunakan untuk produksi masal. Tujuan penelitian adalah dikuasainya teknik proses sintesis dan karakterisasi HAP serta diketahuinya pengaruh perubahaan pH (7, 9 dan 11) dan suhu sintering ( 9000 C, 1000° C dan 1100° C ) terhadap karakterisasi sampel HAP. Metode sintesis HAP yang digunakan adalah "Wet Method" Hasil DTA sampel HAP pada pH 7, pH 9 dan pH 11 menunjukkan adanya puncak terakhir berturut-turut pada suhu 825° C, 835° C dan 815° C. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa hampir semua puncak adalah fasa dominan HAP dan intensitas relative menunjukkan struktur kristal fasa dominan adalah sama. Penentuan fasa dengan menggunakan metode Hanawalt. Posisi atom pada struktur kristal HAP dan prosentase fasa dominan dan .fasa minor tidak dapat ditentukan dengan metode Hanawalt. Hasil uji sifat-sifat fisik dan mekanik sampel HAP pada pH 9 dan suhu sintering 11000 C menunjukkan densitas terbesar (3,1327 g/cm3), porositas terkecil (9,2212 %) dan kekuatan patah terbesar (54,9813 MPa) dibandingkan hasil pengujian pada pH lain. Kesimpulan hasil penelitian adalah bahwa teknik sintesis HAP dengan modifikasi "Wet Method" cukup memuaskan; pH terbaik untuk sintesis HAP adalah pH 9 dengan suhu sintering 11000 C; hubungan pH dengan hasil karakterisasi sampel HAP menunjukkan pola yang tidak sama dengan pola hubungan suhu sintering dengan hasil karakterisasi sampel HAP; proses sintering mulai terjadi pada suhu 1000° C sedangkan akhir proses sintering belum dapat dimonitor. Diperlukan penelitian lanjutan dengan suhu sintering 1200° C dan 1300° C serta penelitian lanjutan dengan metode Rietveld untuk menentukan posisi atom pada struktur kristal HAP dan untuk menentukan prosentase fasa dominan dan fasa minor."
2000
T3687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlin Arina
"Transportasi minyak bumi dari offshore ke daratan melalui pipa sering kali mengalami hambatan. Karena pada suhu dingin terjadi pengkristalan wax. Untuk mengurangi pembentukan kristal wax ini dilakukan penambahan zat aditif alkil benzena sulfonat (ABS). Pada penelitian ini aditif ABS ditambahkan ke dalam model crude oil yang terdiri bensin, kerosin, oli, wax dan asphaltene. Konsentrasi ABS divariasikan 2%, 5%, dan 10% dengan variasi volume (20, 50, 70, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450, dan 500 μL ), kemudian diuji pour point dan viskositas. Untuk mengamati pertumbuhan kristal wax dengan penambahan aditif menggunakan Cross Polarized Microscopy (CPM). Interaksi antara wax dengan aditif di analisis menggunakan FTIR. Dari hasil penelitian 15 model crude oil, model 1-3 tidak stabil karena terbentuk dua fasa. Penurunan pour point optimum dicapai hingga suhu 7°C mulai dari 21°C. Untuk mencapai penurunan pour point 7°C, ABS 2% membutuhkan 450 μL, ABS 5% membutuhkan 250 μL dan ABS 10% membutuhkan 150 μL. Aditif ABS mampu mendeagregasi wax dibuktikan dengan analisa CPM. Hasil spektrum FTIR memperlihatkan adanya interaksi antara aditif dengan wax maupun asphaltene.

Transportation of oil from offshore to the mainland through a pipeline often encounter obstacles. Due to cold temperatures occur crystallization of wax. To reduce the formation of wax crystals is the addition of additives alkyl benzene sulfonate ( ABS ). In this study ABS additives are added into the model consisting of crude oil gasoline, kerosene, oil, wax and asphaltene. Concentration ABS varied 2 %, 5 %, and 10 % by volume variation ( 20, 50, 70, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450, and 500 mL ), and then tested pour point and viscosity. To observe the wax crystal growth with the addition of additives using Cross Polarized Microscopy ( CPM ). The interaction between the wax additives in using FTIR analysis. From the research, 15 models of crude oil, models 1-3 unstable since formed two phases. Achieve optimum pour point decline to 7 ° C from 21 ° C. To achieve a reduction in pour point 7 ° C, ABS 2 % requires a 450 mL, ABS 5 % requires 250 mL and ABS 10 % requires 150 mL. Additives ABS able mendeagregasi wax evidenced by CPM analysis. The results of FTIR spectra showed the interaction between additives with wax and asphaltene."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noverra Mardhatillah Nizardo
"Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emulsi. Polimer emulsi memiliki ukuran partikel antara 10 sampai dengan 1500 nm. Untuk aplikasi coating, dibutuhkan polimer emulsi dengan ukuran partikel yang kecil agar diperoleh hasil coating yang halus, kekuatan adhesi dan ketahanan terhadap air yang baik, serta kestabilan yang cukup lama. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh dari surfaktan natrium dodesil benzena sulfonat (SDBS) rantai lurus dan bercabang serta beberapa teknik polimerisasi emulsi terhadap ukuran partikel pada kopoli(stirena/butil akrilat/metil metakrilat) dengan menggunakan kombinasi surfaktan anionik dan nonionik (nonil fenol, EO10) dan inisiator ammonium persulfat.
Hasil pengukuran DSC, solid content, IR, dan berat molekul relatif rata-rata menunjukkan bahwa terbentuk kopoli(stirena/butil akrilat/metil metakrilat). Surfaktan SDBS rantai bercabang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan surfaktan SDBS rantai lurus tetapi grit yang terbentuk lebih banyak. Teknik batch dapat menghasilkan solid content tertinggi yaitu 38,73% saat menggunakan surfaktan SDBS rantai lurus dan 38,47% saat menggunakan surfaktan SDBS rantai bercabang. Teknik semi kontinyu secara umum menghasilkan viskositas yang tinggi yaitu 168,5 mPas saat menggunakan SDBS rantai lurus dan 128 mPas saat menggunakan SDBS rantai bercabang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S32811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Irffiani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S31256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>